• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Hasil Penelitian dan Analisis Penggunaan Alat Peraga Gambar di GKI Soka Salatiga

3.3 Penggunaan Gambar Pengajaran dan Pelaksaan

3.3.5 Perbedaan Usia dalam Penggunaan Alat Peraga

Setiap usia memiliki pemahaman yang berbeda dalam memahami pengajaran guru sskolah minggu. Oleh karena itu, guru diwajibkan untuk menyesuaikan alat peraga yang akan digunakannya dengan golongan usia yang akan diajarkannya. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan dua alasan:

a. Alat peraga gambar cocok digunakan di kelas balita dan kelas kecil, yaitu

25

52 Wawancara dengan Dewi, Cike, Richie & Andry

53 Wawancara dengan Yonar & Andry

mulai dari usia 0-9 tahun.55 Tetapi di kelas besar yang berusia 10-15 tahun biasanya tidak menggunakan alat peraga karena mereka merasa bukan anak kecil lagi dan lebih suka diajak berdiskusi.56

b. Alat peraga yang digunakan pada dasarnya sama dengan penyampaiannya yang berbeda-beda sesuai kelas. Jika di kelas balita penyampaian pengajarannya harus lebih kekanak-kanakan tetapi jika di kelas kecil penggunaan bahasanya sedikit lebih tinggi dari anak balita tetapi tetap mudah dimengerti.57 Di kelas besar pemahaman mereka sudah lebih dewasa jadi guru tidak mungkin menampilkan alat peraga yang biasa-biasa saja, tapi dapat menggunakan alat peraga yang mengajak mereka untuk berfikir.58

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan dua analisa, yaitu berkaitan dengan pemakaian alat peraga yang harus disesuaikan dengan golongan usia anak-anak, dan kedua berkaitan dengan penggunaan bahasa di setiap golongan umur yang bebeda-beda. Kesimpulannya adalah guru harus bisa menyesuaikan alat peraga dan juga harus menyesuaikan penggunaan bahasa yang pantas digunakan di golongan usia tertentu agar pengajarannya mudah diterima anak-anak.

4. Penggunaan Gambar dalam Pengajaran Sekolah Minggu di GKI Soka Salatiga

Bagian ini merupakan analisa terhadap penggunaan alat peraga gambar yang digunakan guru sekolah minggu di GKI Soka Salatiga.

4.1 Penggunaan Alat Peraga Gambar di Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga

Alat peraga gambar mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengajaran guru sekolah minggu dimana jika alat peraga gambar tersebut dapat digunakan dengan baik, maka anak-anak lebih mudah mengerti dengan materi pengajaran yang

26

55 Wawancara dengan Dewi & Richie

56 Wawancara dengan Cike & Andry

57 Wawancara dengan Dewi & Cike

dibawakan oleh sang guru. Oleh karena itu sebelum guru mempersiapkan alat peraga gambar, terlebih dahulu guru harus memahami materi pengajaran yang akan diajarkannya sehingga guru bisa memilih alat peraga gambar yang terbaik untuk disandingkan dalam pengajarannya nanti. Alat peraga gambar yang dibuat harus sesuai dengan peranan utamanya, yaitu membuat anak-anak berimajinasi sehingga anak-anak mudah mengerti dan juga mengingat. Selain itu alat peraga gambar yang digunakan guru haruslah berupa gambar kartun berwarna yang belum pernah dilihat anak-anak dimana anak-anak menjadi penasaran dan diam mengikuti cerita sang guru. Selain memahami materi pengajaran dan pemilihan alat peraga gambar yang sesuai, guru dituntut untuk menguasai kondisi kelas agar tetap kondusif. Terkadang saat anak-anak melihat alat peraga gambar yang dipakai guru, anak-anak berimajinasi sambil berbicara membayangkan apa yang sedang dipikirkannya. Inilah tugas guru yang harus tetap mengajar dengan konsentrasi namun tidak terganggu dengan pembicaraan anak-anak.

4.2 Kajian PAK

Alat peraga gambar tidak bisa terlepas dari PAK karena alat peraga gambar adalah bagian dari PAK. Alat peraga gambar memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar sehingga pelajaran yang dibawakan guru dapat dengan mudah dimengerti anak-anak karena dapat membuat anak-anak fokus melihat gambar dan mendengar cerita guru sekaligus berimajinasi yang membuat anak menjadi mudah paham dan pada akhirnya menjadi ingat. Ketika anak-anak mengingat pengajaran guru, maka ilmu yang didapatnya menjadi bekal bagi masa depannya kelak nanti. Oleh karena itu peran guru sangatlah penting bagi pertumbuhan anak. Guru dapat menggunakan alat peraga dengan sekreatif mungkin. Tentu alat peraga gambar yang digunakan harus sesuai bahan pengajaran yang akan dibawakannya. Selain itu alat peraga juga bisa mengandung unsur-unsur nasihat dan juga nilai-nilai norma masyarakat yang berguna untuk perkembangan psikologi anak ke arah yang positif.

Di GKI Soka Salatiga, PAK dengan menggunakan alat peraga gambar sudah digunakan guru di setiap kelas sekolah minggu mulai dari kelas balita, kelas kecil dan kelas besar. Bahkan alat peraga yang digunakan tidak hanya berupa gambar saja, namun juga dapat menggunakan boneka yang dibuat dari kain flanel, dan lain-lain

sesuai dengan kreasi guru tersebut. Sebelum mengajar terlebih dahulu guru yang akan bertugas harus mengikuti membekalan materi beserta dengan pemimpin persiapan. Disini guru dapat memahami setiap materi dan dapat bertanya jikalau ada beberapa bagian yang kurang dimengerti agar nantinya saat mengajar, guru dapat membawakan cerita dengan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak. Di pertemuan ini juga mendiskusikan mengenai alat peraga seperti apa yang akan digunakan. Biasanya alat peraga yang akan digunakan sudah tersedia di bahan materi, namun terkadang ada alat peraga yang tidak sesuai dengan materi yang akan dibawakan sehingga guru yang akan mengajar harus berdiskusi dengan pemimpin persiapan dan mencari solusi alat peraga seperti apa yang paling cocok digunakan nantinya di Sekolah minggu.

Di sekolah minggu sebelum mendengar Firman Tuhan terlebih dahulu harus menyanyikan lagu-lagu Rohani. Namun di GKI Soka Salatiga anak-anak dari kelas balita, kelas kecil dan kelas besar digabungkan sehingga ada anak yang tidak menyanyi dikarenakan lagu yang dibawakan guru sekolah minggu tidak sesuai dengan umurnya dimana anak tersebut gengsi dan akhirnya justru mengusili temannya. Keadaan ditambah dengan ruangan ibadah yang kurang besar akibat digabungkan semua kelas sekolah minggu sehingga membuat anak-anak tambah kurang nyaman.59 Namun menurut kak Jili digabungkannya kelas balita, kelas kecil dan kelas besar saat pujian dikarenakan ruangan untuk kelas balita dan kelas kecil yang bersebelahan dimana ketika menyanyikan lagu pujian yang berbeda-besa sehingga menyebabkan anak kurang fokus untuk bernyanyi. Oleh karena itu keputusan akhirnya adalah untuk puji-pujian kelas balita, kelas kecil dan kelas besar akhirnya digabungkan.60 Setelah menyanyikan lagu-lagu Rohani, anak-anak diajak ke kelas sesuai dengan golongan umurnya.

4.3 Kajian Model Induktif Kata Bergambar

Model Induktif Kata Bergambar menggunakan proses induktif yaitu anak-anak mencari pola dan menggunakannya untuk mengidentifikasi makna yang lebih luas. Model induktif kata bergambar merupakan model yang dirancang untuk menjadi komponen besar kurikulum seni berbahasa, utamanya untuk baca tulis pemula

28

59 Wawancara dengan kak Nita

ditingkatan dasar dan di tingkatan yang lebih tinggi. Model ini menjadi salah satu anggota dalam kelompok model pengajaran memproses informasi, karena fokus pengajarannya seputar penyusunan pelajaran sehingga anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan penggunaan kata, frasa, kalimat, dan paragraf. Didasarkan pada penelitian tentang strategi intruksional dan upaya peningkatan kemampuan membaca dan menulis, model ini memiliki banyak perangkat untuk membantu guru mempelajari kemajuan anak-anak agar mereka dapat membaca dan menulis dengan baik.61

Model Induktif Kata Bergambar sangat berguna bagi anak-anak sehingga membuat anak-anak belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan juga paragraf-paragraf. Dengan model induktif kata bergambar anak dapat memproses informasi karena anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan cara penggunaannya seperti tentang bagaimana huruf, kata, frasa, kalimat, atau teks yang lebih panjang dapat digunakan untuk mendukung komunikasi dalam berbahasa.62

Model induktif kata bergambar menurut penulis cocok untuk digunakan di sekolah minggu khususnya di kelas kecil yang berumur mulai dari 4 sampai 9 tahun karena di umur ini anak-anak masih belajar menggunakan kosakata yang baru didengarnya. Inilah salah satu tugas yang diemban guru untuk membuat anak-anak belajar menggunakan kosakata dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Guru dapat menggunakan beberapa kosakata baru yang belum pernah didengar oleh anak-anak, namun kosakata baru tersebut jangan berupa bahasa kasar tetapi menggunakan bahasa yang santun. Guru dapat menunjukkan kosakata baru tersebut dimulai dengan mengucapkan kata lalu menunjukkan kata tersebut dengan gambar berwarna. Untuk membuat anak-anak ingat, guru dapat mengajak anak-anak mengidentifikasi gambar tersebut dan menyimpulkan arti kata tersebut.

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang penulis lakukan di sekolah minggu khusunya kelas kecil yang berumur 4 sampai 9 tahun terlihat bahwa ada beberapa anak yang belum tahu beberapa kosakata saat guru mengajar. Masalah ini membuat anak tersebut bertanya apa arti kosakata tersebut, namun guru hanya menjelaskan arti kosakata tersebut tanpa menunjukkan ciri-cirinya sehingga akhirnya anak masih

29

61 Bruce Joyce, Marsha Well, Emily Calhoun, Models of Teaching (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 150

bingung dan bertanya kepada teman yang ada di sebelahnya. Sebenarnya hal ini bisa diselesaikan guru jika guru tersebut sebelum mengajar sudah mempersiapkan kosakata yang akan dipakainya dengan alat peraga gambar sehingga anak-anak dengan mudah dapat mengucapkan ciri-ciri gambar tersebut dan akhirnya benar-benar paham kosakata tersebut.

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan dapat disimpulkan bahwa proses penggunaan alat peraga gambar di sekolah minggu GKI Soka Salatiga belum berjalan maksimal karena belum memenuhi kebutuhan anak-anak. Beberapa alasan mendasar adalah pertama, guru kurang menguasai alat peraga gambar. Ketika guru menunjukkan gambar Yesus makan bersama keduabelas murid ada anak yang bertanya tokoh manakah yang bernama Petrus namun guru tersebut tidak menjawab sehingga anak tersebut sedikit kecewa. Padahal pada usia 4 sampai 9 tahun anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dimana anak-anak ingin mengetahui wajah tokoh yang sudah diceritakan sang guru. Oleh karena itu sebelum menunjukkan alat peraga gambar alangkah baiknya jika sebelumnya guru benar-benar memahami gambar tersebut dan mencari tahu apa saja yang mungkin akan ditanyakan anak-anak sehingga ketika mengajar dan menggunakan alat peraga gambar ada anak yang bertanya guru dapat menjawabnya dengan benar.

Alasan kedua adalah kebanyakan guru menggunakan alat peraga gambar tidak berwarna, Padahal anak-anak di usia 4 sampai 9 tahun justru suka melihat tokoh dengan gambar berwarna karena dapat membuat anak-anak belajar dan juga lebih mudah mengingat gambar tokoh tersebut.

Alasan ketiga adalah alat peraga gambar yang digunakan guru belum sepenuhnya menarik anak-anak. Di kelas kecil ada beberapa anak yang bosan karena guru sering menggunakan alat peraga gambar dan menyuruh anak-anak mewarnai gambar tersebut sesuai dengan kreativitasnya. Bahkan anak tersebut langsung berbicara ke guru bahwa dia sudah sering mewarnai di sekolah minggu. Itu membuktikan bahwa alat peraga gambar yang guru gunakan tidak menarik lagi di usia 4 sampai 9 tahun.

Alasan keempat adalah guru tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menulis dan membaca. Padahal dalam metode induktif kata bergambar yang sangat cocok untuk digunakan di sekolah minggu justru anak-anak memiliki kebutuhan untuk belajar membaca dan menulis.

5.2 Saran

Bagi guru sekolah minggu:

1. Alat peraga gambar yang digunakan guru seharusnya dapat membuat anak-anak menjadi tertarik. Oleh karena itu guru bisa mencari gambar berwarna yang membuat anak-anak tertarik.

2. Alat peraga gambar haruslah sesuai dengan pengajaran yang akan guru bawakan. 3. Sebelum mengajar sebaiknya guru memikirkan lebih matang alat peraga gambar

terbaik yang akan digunakannya. Guru dapat mencari informasi di internet mengenai gambar yang akan dipakainya sehingga guru dapat memilih alat peraga gambar yang tepat.

4. Guru harus menguasai gambar yang akan dipakainya sehingga jika ada anak yang bertanya, guru dapat menjawabnya dengan benar.

Bagi Gereja:

1. Memberikan perhatian khusus kepada pelayanan anak tidak hanya soal alat peraga yang akan digunakan guru, namun juga fasilitas seperti ruangan khusus bagi anak-anak agar proses belajar-mengajar menjadi nyaman.

2. Mengikutsertakan guru sekolah minggu dalam pelatihan-pelatihan tentang pelayanan yang baik untuk anak-anak, seperti cara membawakan pengajaran dengan cerita-cerita yang menarik, bagaimana mengkombinasikan antara pengajaran yang dibawakan dengan alat peraga yang akan digunakan, bagaimana mengatasi rasa gugup ketika lupa materi pengajaran, dan lain-lain.

Daftar Pustaka

Sumiyatiningsih, Dien, G.D.Th.,M.A, Mengajar dengan Kreatif & Menarik, (Yogyakarta: ANDI, 2012).

Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2011).

Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2011).

Ismail, Andar, Ajarlah Mereka Melakukan-Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama

Kristen, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2003).

Erikanto, Chandra, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: MEDIA AKADEMI, 2016).

Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: MANDAR MAJU, 1990).

Piaget, Jean dan Barbel Inhelder, Psikologi Anak (The Psychology Of The Child), (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2010).

Kadarmanto, Ruth S., Tuntunlah Ke Jalan Yang Benar: Panduan Mengajar Anak Di Jemaat, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2003).

Joyce, Bruce, Marsha Well, Emily Calhoun, Models Of Teaching, (Yogjakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011).

___________, Emily Calhoun, Belajar Mengajar Secara Induktif, (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2001).

Beetlestone, Florence, Creative Learning Strategi Pembelajaran Untuk Melesatkan

Kreatifitas Anak-anak, (Bandung: NUSA MEDIA, 2010).

Indriana, Dina, Ragam Alat Bantu Media Pengajaran, (Yogjakarta: DIVA PRESS, 2011). Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: SINAR BARU

ALGENSINDO, 2010).

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2004).

J. Vredenbregt, Model dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: GRAMEDIA, 1984). Moh. Nazir, Model Penelitian, (Bogor: GHALIA INDONESIA, 2014).

Arifin, Zainal, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011).

E.G Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985). Wahono, S. Wismoady, Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011). Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

Situs Informasi GKI Soka Salatiga diunduh dari http://gkisoka.or.id/strukturorganisasi.php pada 24 April 2018 jam 11.40 WIB.

Dokumen terkait