• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Alat Peraga Gambar Dalam Pengajaran Sekolah Minggu Di GKI Soka Salatiga. Suatu Kajian Berdasarkan Teori Model Induktif Kata Bergambar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penggunaan Alat Peraga Gambar Dalam Pengajaran Sekolah Minggu Di GKI Soka Salatiga. Suatu Kajian Berdasarkan Teori Model Induktif Kata Bergambar"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Penggunaan Alat Peraga Gambar Dalam Pengajaran Sekolah Minggu Di GKI Soka Salatiga

Suatu Kajian Berdasarkan Teori Model Induktif Kata Bergambar

Oleh:

BENNY SIMBALA JAYA GIRSANG

(712011046) TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena dengan pertolonganNya yang luar biasa serta hikmat dan kesehatan yang diberikanNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Walaupun banyak rintangan serta kondisi yang kurang mendukung selama penulis alami selama pengerjaannya, tetapi pada akhirnya berhasil menyelesaikannya. Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis sampaikan melalui Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis berharap dengan adanya Tugas Akhir ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Tugas Akhir ini adalah salah satu bukti dari segala kebaikan Tuhan Yesus bagi penulis dan juga akhir dari perjuangan yang telah penulis lakukan dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa selama berada di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tugas Akhir ini dibuat sebagai persyaratan mencapai gelar sarjana sains dalam bidang Teologi (S.Si-Teol). Penulis berharap agar Tugas Akhir berupa karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi berkat untuk menambah wawasan dari para pembaca.

Penulis

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus sang Allah pencipta alam semesta yang telah membuktikan kasih setiaNya yang begitu besar selama menjalani pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1 di Fakultas Teologi dengan memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol).

2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Papa Edward Girsang dan alm. Mama Renta br.Siahaan yang selalu mendukung penulis baik dalam hal doa maupun secara materi. Mereka juga selalu menasehati serta mengingatkan penulis agar segera lulus S1. Juga kepada keempat adik kandung penulis, yaitu Randy Rega Leonard Girsang, Felix Fransiscus Senov Girsang, Yudha Reinhard Natanael Girsang dan Rio Feris Parulian Girsang yang begitu penulis sayangi. Tak lupa juga kepada keluarga besar Girsang par Nagasaribu beserta Siahaan par Balige sebagai keluarga besar yang sangat berarti bagi penulis.

3. Kedua dosen pembimbing, Pdt. Dr. Tony Tampake dan Pdt. Nimali Fidelis Buke, MA yang dengan penuh kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk dapat menyusun dan menyelesaikan tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen di Fakultas Teologi, Ibu Budi, Mas Adi dan seluruh staff atas segala pelayanan, dukungan dan kerjasama bagi kami mahasiswa dan mahasiswi.

5. Pdt. Sony Kristiantoro, seluruh Majelis Jemaat, para guru sekolah minggu serta mbak Kikis selaku staff GKI Soka Salatiga yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneliti dan menjadi guru di Sekolah Minggu.

6. Yang tercinta Evi Tiarma Uli Katarina br. Sidabalok yang selalu mengingatkan penulis agar senantiasa berserah kepada Tuhan Yesus serta menyemangati untuk mengerjakan Tugas Akhir ini.

7. Teman-teman persekutuan, Koh Jonatan, Ka Elis, Cik Kiki (emak), Daniel, Roy, Green, dan Indra yang saling berbagi pengalaman dan juga saling menguatkan Rohani.

8. Pak Tri dan teman-teman CM (Campus Ministry) yang telah menjadi keluarga kedua penulis di Salatiga. Banyak kenangan yang penulis lewati di CM sehingga menjadi bekal penulis nantinya untuk pelayanan berikutnya.

(8)

9. Teman-teman komsel Blitz dan Youth Excellent Generation (YEG) yang selalu memberikan pembaharuan Rohani dan penuh canda tawa.

10. Teman-teman Teologi 2011, IKS (Ikatan Keluarga Simalungun) untuk kebersamaan, canda tawa, pengalaman hidup bersama dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen SatyaWacana.

11. Terimakasih untuk orang-orang terdekat yang pernah hadir memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan Tugas Akhir ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis memohon maaf jika ada tutur kata dan tindakan penulis yang kurang berkenan di hati kita semua. Semoga usulan dalam penelitian Tugas Akhir ini benar-benar bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pembaca. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salatiga, 26 Juni 2018

Benny Simbala Jaya Girsang

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….….……..…..…i

LEMBAR PENGESAHAN……….….………...ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT………..……..…iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES………...………..iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTY DAN PUBLIKASI………...………v

KATA PENGANTAR………...vi

UCAPAN TERIMA KASIH………vii

DAFTAR ISI……….………ix

MOTTO………...…..xi

ABSTRAK………..……….……xii

1. Latar Belakang Masalah 2. Model Induktif Kata Bergambar dalam Pengajaran Sekolah Minggu 2.1 Pengajaran Sekolah Minggu……….10

2.2 Model Induktif Kata Bergambar………..11

3. Hasil Penelitian dan Analisis Penggunaan Alat Peraga Gambar di GKI Soka Salatiga 3.1 Gambaran Umum Jemaat GKI Soka………13

3.1.1 Sejarah GKI Soka………13

3.1.2 Masa-MasaPermulaan………14

3.1.3 Keanggotan GKI Soka Salatiga………..16

3.2 Pelayanan Sekolah Minggu di GKI Soka Salatiga………...……19

3.2.1 Sejarah Kebaktian Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga………..……...19

3.3 Penggunaan Gambar Pengajaran dan Pelaksaan…………..………20

3.3.1 Alasan dan Tujuan………...………20

3.3.2 Jenis-Jenis Alat Peraga…………...……….21

3.3.3 Cara Penggunaan………...………..22

3.3.4 Tanggapan Anak………...………...24

3.3.5 Perbedaan Usia dalam Penggunaan Alat Peraga……….25

(10)

4. Penggunaan Gambar dalam Pengajaran Sekolah Minggu di GKI Soka Salatiga

4.1 Penggunaan Alat Peraga Gambar di Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga………26 4.2 Kajian PAK………27 4.3 Kajian Model Induktif Kata Bergambar………28 5. Penutup

5.1 Kesimpulan..………..29 5.2 Saran………..………30 Daftar Pustaka………..………32

(11)

MOTTO

Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan

memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya

dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.

Mazmur 55:23

"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi

hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk

mengembalikan orang-orang Israel yang masih

terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi

terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang

daripada-Ku sampai ke ujung bumi.

Yesaya 49:6

Harus doa dan usaha. Banyak cari ilmu selagi muda.

Jangan cepat berpuas diri. Ingat janji Tuhan, catat

semua isi Firman Tuhan agar ingat karena janji Tuhan

pasti ditepati. Firman Tuhan itulah harta kita. Mengerti

dan lakukan. Tiap hari baca dan renungkan Firman

Tuhan sehingga Tuhan Yesus berkenan kepadamu dan

doamu sesalu didengarNya.

-Alm. Mama Renta br.Siahaan-

(12)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan alat peraga gambar yang dilaksanakan di Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Induktif Kata Bergambar. Alat peraga gambar merupakan sarana yang digunakan guru sekolah minggu untuk menunjang proses belajar-mengajar agar berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Akan tetapi dalam penggunaan dan penerapannya, penggunaan alat peraga gambar ternyata menghadapi berbagai kendala; mulai dari alat peraga gambar tidak menarik minat anak-anak, guru yang kurang menguasai alat peraga gambar, serta alat peraga gambar terkadang tidak sesuai dengan pengajaran yang direncanakan guru. Di samping itu, hal lain yang juga ditemukan dalam penggunaan alat peraga sekolah minggu di GKI Soka Salatiga adalah kurangnya pengalaman guru menyesuaikan pengajaran yang dibawakan dengan pemakaian alat peraga gambar. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, seperti kebanyakan guru Sekolah Minggu berasal dari mahasiswa PPL yang masih terus belajar agar menjadi guru sekolah minggu yang baik serta jumlah guru dari GKI Soka Salatiga yang belum memadai.

Kata Kunci: GKI Soka Salatiga, Alat Peraga Gambar, PAK, dan Sekolah Minggu.

(13)

Penggunaan Alat Peraga Gambar Dalam Pengajaran Sekolah Minggu Di GKI Soka Salatiga

Suatu Kajian Berdasarkan Teori Model Induktif Kata Bergambar

1. Latar Belakang Masalah

PAK (Pendidikan Agama Kristen) merupakan uraian sistematis atas segala yang telah dipikirkan dan diperbuat Gereja pada masa lampau dalam upaya mendidik warga gereja. Oleh karena itu PAK tidak pernah terlepas dari yang namanya gereja sebagai sumber dari PAK itu sendiri. Pendidikan Kristiani di dalam gereja (PAK Gereja) menurut Boehlke merupakan suatu pelayanan yang berdiri di atas tradisi Kristen yang memiliki tanggung jawab terhadap aspek teologis yang pada pokoknya bertitik tolak pada keyakinan bahwa gereja berasal dari Injil Yesus Kristus.1 Melalui PAK Gereja, semua warga gereja dimulai dari anak-anak hingga orang tua dapat dididik untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi.

Di dalam PAK Gereja, proses pengajaran diajarkan melalui ibadah Minggu, ibadah Kategorial, ibadah Pemuda, dan lain-lain. Sekolah minggu juga merupakan salah satu bagian dari PAK Gereja. Awal mulanya sekolah minggu didirikan bukan oleh Gereja, namun dari seorang tokoh yang bernama Robert Raikes. Raikes membangun sekolah minggu karena pada saat itu anak-anak diwajibkan untuk bekerja dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu dan pada hari Minggu tidak memiliki kegiatan sehingga anak-anak justru melakukan kenakalan-kenakalan yang membuat Raikes menjadi resah. Meskipun awalnya sekolah yang didirikan Raikes sempat gagal, namun Raikes tidak berputus asa dan tetap melanjutkan sekolah yang didirikannya itu. Berkat ketekunannya itu akhirnya terlihat perubahan yang signifikan sehingga Raikes membuka sekolah minggu di daerah-daerah lainnya.2 Melihat kesuksesan sekolah minggu yang dibangun oleh Raikes akhirnya

Thomas Stock, pendeta jemaat Saint John de Baptist mengajak untuk bergabung dengan gerejanya sehingga singkat cerita akhirnya sekolah minggu menjadi bagian dari gereja.

Di dalam sekolah minggu ada tokoh-tokoh yang siap mengajarkan anak sekolah

1

1 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif & Menarik (Yogyakarta: ANDI, 2012), 28.

2 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK

(14)

minggu, yaitu guru sekolah minggu. Guru sekolah minggu di sebuah gereja kebanyakan merupakan warga jemaat dari gereja itu sendiri yang sebelumnya telah tergerak hatinya untuk membimbing anak-anak menuju jalan kebenaran. Selain itu tenaga guru sekolah minggu ini adalah tanpa bayaran alias tenaga sukarela. Guru sekolah minggu merupakan orang-orang yang tertarik kepada anak-anak dan memutuskan untuk rela sepenuh hati mengajar anak-anak yang ada di dalam gerejanya. Guru sekolah minggu juga dapat disebut sebagai penggembalaan karena menurut J.W.Herfst tugas penggembalaan adalah menolong setiap orang untuk menyadari hubungannya dengan Allah, dan mengajar orang untuk mengakui ketaatannya kepada Allah dan sesamanya dalam situasinya sendiri.3 Penggembalaan tidak identik hanya untuk Pendeta saja, namun kalau ada unsur pengajaran firman Tuhan seperti guru sekolah minggu maka dapat juga disebut sebagai penggembalaan. Guru sekolah minggu yang mengajar anak-anak, berarti guru juga menjadi penggembala bagi anak-anak.

Tugas utama guru adalah mengajar. Mengajar identik dengan didaktik. Didaktik berasal dari bahasa Yunani, yaitu didaskein yang berarti mengajar/belajar untuk bertindak secara jitu. Didaktik merupakan cara mengajarkan sesuatu pembelajaran secara cepat dan tepat sehingga pelajar dapat memahami dan menanggapinya.4 Jadi tujuan mengajar adalah supaya anak-anak dapat mengerti akan maksud dari pengajaran yang dibawakan oleh guru. Guru harus menyesuaikan gaya pengajarannya dengan cara yang mudah dimengerti sesuai dengan usia dan kebutuhan murid-muridnya. Cara kerja otak manusia mirip seperti komputer yang membutuhkan proses, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi-informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, guru sekolah minggu dapat menggunakan model seperti ini dengan membuat proses seperti memberikan pengetahuan baru sehingga anak-anak dapat menyimpan pengetahuan tersebut di pikirannya lalu memanggil kembali informasi tersebut dengan cara menanyakan kembali apa yang telah diajarkan sehingga anak-anak akan terpanggil untuk mengingat kembali dan akhirnya kemampuan kognitif anak akan berjalan sehingga anak tidak akan mudah lupa. Ini yang disebut sebagai proses informasi yang menyatakan bahwa murid mengolah informasi, memonitoringnya dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut

2

3 Bons-Storm, Apakah Penggembalaan Itu? (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2011), 1

4 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan-Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:

(15)

sehingga bisa disebut sebagai proses memori dan berpikir.5

Anak-anak yang ada di sekolah minggu dimulai dari usia 3 hingga 12 tahun. Untuk mengajar anak-anak tersebut, guru sekolah minggu tidak hanya mempunyai model dan teknik mengajar yang menarik, tapi guru harus terlebih dahulu mengenali apa saja kebutuhan anak tersebut. Tentu saja sebelumnya guru harus pandai-pandai menyesuaikan dirinya dengan anak-anak agar guru dapat mengetahui kebutuhan anak dan mengajar sesuai dengan kebutuhan. Di sini penulis mengambil konsentrasi untuk anak usia 4 sampai 9 tahun. Anak usia ini dipilih karena menurut Oswald Kroh dalam bukunya yang berjudul “Die Psychologie des Grundschulkindes” (Psikologi Anak Sekolah Dasar) menyatakan bahwa anak berumur 4 sampai 9 tahun lebih suka pada dongeng-dongeng, sage, mythe, legenda, kisah-kisah, dan cerita khayalan.6 Selain itu pada usia 4 sampai 9 tahun, anak-anak dapat dengan mudah menggambarkan objek di kepalanya sesuai dengan apa yang ditangkap matanya ketika guru sedang mengajarnya.7 Kondisi psikologi anak 4 sampai 9 tahun sesuai dengan model pengajaran yang akan penulis teliti.

Ada banyak model pembelajaran yang bisa digunakan guru untuk mengajar. Model pembelajaran merupakan cara-cara yang akan digunakan guru untuk memilih strategi kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Model Induktif Kata Bergambar menurut penulis cocok untuk digunakan karena menggunakan media seperti gambar yang sesuai dengan usia 4 sampai 9 tahun. Oleh karena itu model Induktif Kata Bergambar ini sangat pas peneliti gunakan untuk psikologi anak usia 4 sampai 9 tahun.

Model Induktif Kata Bergambar(Picture-Word Inductive Model) merupakan suatu penyelidikan berorientasi strategi seni bahasa yang menggunakan gambar yang berisi benda-benda asing dan tindakan untuk memperoleh kata-kata dari mendengarkan anak-anak dan berbicara kosakata. Model ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan baca tulis (khususnya bagaimana anak-anak dapat belajar membaca dan menulis) dan memperkaya kosakata anak-anak sesuai dengan perkembangan kognitif mereka. Tujuan dari model ini adalah supaya anak-anak berusaha mengonstruksi pengetahuan tentang bahasa dan mengembangkan keterampilan serta mengelola informasi dalam semua

3

5 Chandra Erikanto, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Yogyakarta: MEDIA AKADEMI, 2016), 13 6 Kartini Kartono, Psikologi anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: MANDAR MAJU, 1990), 136

7 Jean Piaget dan Barbel Inhelder, Psikologi Anak (The Psychology Of The Child), (Yogjakarta: PUSTAKA

(16)

bidang. Prinsip terpenting dari model Induktif Kata Bergambar ini adalah membangun kosakata anak serta dapat menjadikan dari kata-kata menjadi tulisan. Pendekatan dengan model ini berkaitan dengan perkembangan berbahasa anak, yaitu bagaimana mereka mampu memanfaatkan kata-kata yang telah dipelajari dan bagaimana membuat kata-kata itu berhubungan dengan objek-objek yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, dengan menggunakan model ini, anak-anak dapat belajar mendengarkan dan mengucapkan kata-kata yang sebelumnya telah diucapkan guru yang berakibat pada pertumbuhan anak akan semakin cepat dalam hal penggunaan bahasa yang baik dan terampil. Misalnya guru menunjukkan suatu gambar kepada anak-anak. Anak-anak mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar dan guru mencatat setiap kata-kata. Kemudian anak-anak membaca dan meninjau kata-kata yang dihasilkan sehingga akhirnya menemukan ciri-ciri dari gambar tersebut. Dengan cara ini setiap anak menjadi paham akan ciri-ciri suatu gambar dari kata-kata mereka sendiri, sehingga dalam pikirannya mereka menjadi ingat dan akhirnya mereka dapat menjawab nama gambar tersebut nantinya. Model Induktif Kata Bergambar juga menggunakan cara membaca cerita sebagai langkah pengajaran. Posisi guru harus berada di di tempat yang dapat dilihat oleh anak-anak, apalagi ketika guru menggunakan gambar sewaktu bercerita.8

Model Induktif Kata Bergambar dapat digunakan guru di kelas, kelompok-kelompok kecil, dan individu serta dapat digunakan untuk anak-anak hingga dewasa. Model Induktif Kata Bergambar berusaha mengajak anak-anak untuk mengklasifikasi kata-kata baru yang mereka peroleh dan kemudian membangun konsep-konsep yang memungkinkan mereka untuk memecahkan kata-kata yang belum pernah mereka temukan sebelumnya.9

Dalam Sekolah minggu, model Induktif Kata Bergambar juga cocok untuk digunakan. Dengan model ini anak-anak dapat belajar kata, kalimat, dan paragraf dari sebuah gambar yang dibawakan oleh pengajar. Proses pengajaran dengan model Induktif Kata Bergambar dimulai dari: Pengenalan kata bergambar - Identifikasi kata bergambar - review kata bergambar - Menyusun kata dan kalimat. Guru sekolah minggu dapat memulai pengajarannya dengan menunjukkan sebuah gambar tentang dua orang

4

8 Ruth S. Kadarmanto, Tuntunlah ke Jalan yang Benar: Panduan Mengajar Anak Di Jemaat (Jakarta: BPK

GUNUNG MULIA, 2003), 91

9 Bruce Joyce, Marsha Well, Emily Calhoun, Models Of Teaching (Yogjakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011),

(17)

bersaudara tanpa menyebutkan nama tokoh tersebut. Di sini guru dapat menanyakan siapa nama kedua tokoh di gambar tersebut. Lalu anak-anak langsung menebak dua tokoh tersebut. Jika ada yang benar, maka guru langsung mengklarifikasi gambar tersebut, tetapi jika anak-anak salah dalam menyebutkan nama tokoh tersebut maka guru dapat memberikan petunjuk tentang ciri-ciri kedua tokoh tersebut di Alkitab, seperti misalnya: dua tokoh ini adalah kakak beradik yang orang tuanya adalah Adam dan Hawa. Inilah yang disebut Identifikasi Kata Bergambar. Setelah anak-anak bisa menjawab nama kedua tokoh tersebut lalu guru menanyakan lagi apa saja yang anak-anak tahu tentang dua tokoh tersebut. Inilah yang disebut review kata bergambar. Sambil anak-anak menjelaskan apa saja tentang kedua tokoh tersebut, guru dapat mencatatnya untuk dilihat mereka. Setelah anak-anak selesai menyebutkan ciri-ciri kedua tokoh tersebut, guru dapat menjelaskan lebih detail tentang Kain dan Habel. Guru juga dapat memberikan kesimpulan bahwa kita tidak boleh membunuh sesama manusia apalagi saudara kita sendiri, dan guru meminta anak-anak untuk membaca bersama-sama 1 Yohanes 4:21. Lalu guru menunjuk beberapa anak untuk menjelaskan kembali apa yang tadi telah guru ajarkan. Jika penjelasannya kurang, guru dapat menambah penjelasannya agar anak-anak semakin ingat. Inilah yang disebut menyusun kata dan kalimat.

Dengan konsep mengajar menggunakan model ini, maka kemampuan indera mereka seperti indera penglihatan dan indera pendengaran akan terkoneksi ke otak dan proses kognitif anak-anak akan berjalan. Ini juga yang akan memperkaya kemampuan bahasa mereka sebab mereka semakin ingat dan mereka dapat menyebutkan nama dan ciri-ciri kedua tokoh tersebut ketika nanti ditanyakan kembali.

Dalam proses pembelajaran, kreativitas sangat dibutuhkan karena akan meningkatkan pemahaman dan mendorong perkembangan anak-anak. Kreativitas dapat mempertajam bagian-bagian otak yang berhubungan dengan kognitif murni. Dengan mengembangkan dan menggunakan semua kekuatan otak, pembelajaran dapat dimaksimalkan.10 Untuk mempertajam kognitif anak-anak, guru dapat menggunakan

media pengajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Media pengajaran merupakan wadah komunikasi antar guru dan murid yang ciri-cirinya dapat diraba,

5

10 Florence Beetlestone, Creative Learning Strategi Pembelajaran Untuk Melesatkan Kreatifitas Anak-anak

(18)

dilihat, didengar dan diamati.11 Dengan media pengajaran, pembelajaran yang dibawakan oleh guru semakin berkualitas karena pengajaran dilakukan tidak hanya melalui suara saja, tetapi juga dengan berbagai macam media pengajaran yang tentu saja dapat memperkaya kemampuan belajar anak. Anak-anak dapat lebih mudah membayangkan apa yang telah diajarkan oleh sang guru.

Alat peraga merupakan bagian dari media pengajaran. Oleh karena itu alat peraga menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam proses pengajaran. Guru dapat menggunakan alat peraga, seperti kertas yang berisi kata atau kalimat, pensil, penggaris, pulpen, gambar untuk diajarkan kepada anak-anak. Menurut penelitian Seth Spaulding tentang bagaimana anak-anak belajar melalui alat peraga menunjukkan bahwa anak-anak memiliki minat untuk belajar secara efektif. Selain itu alat peraga berupa gambar harus dikaitkan dengan kehidupan nyata agar minat anak-anak menjadi efektif.12

Di GKI Soka Salatiga model pengajaran yang dibawakan oleh guru sekolah minggu sebenaranya sudah menggunakan media pengajaran, namun penggunaannya tidak terlalu sering dibawakan dikarenakan masih banyak guru sekolah minggu yang masih kurang sadar bahwa media pengajaran yaitu alat peraga sangatlah dibutuhkan untuk mempermudah anak-anak belajar dari setiap pelajaran yang dibawakan sang guru. Padahal dengan alat peraga justru dapat membantu kognitif anak membayangkan dalam pikirannya tentang bagaimana wujud tokoh dalam Alkitab yang diajarkan oleh guru sekolah minggu tersebut sehingga anak dapat berimajinasi dan pada akhirnya anak tersebut menjadi ingat sehingga pengajaran guru sekolah minggu tidak sia-sia begitu saja. Pada dasarnya tujuan guru mengajar adalah supaya anak didiknya ketika diajarkan menjadi mengerti. Begitu juga dalam mengajar di sekolah minggu, guru sekolah minggu juga wajib mengajarkan dengan sederhana kepada anak-anak supaya anak-anak mengerti dan pengajaran guru sekolah minggu tidak sia-sia. Oleh karena itu guru sekolah minggu diwajibkan untuk paham dan tidak meremehkan alat peraga sebagai bagian dari model pengajaran. Dengan model Induktif-Kata Bergambar, guru sekolah minggu di GKI Soka Salatiga untuk dapat lebih memahami betapa pentingnya alat peraga sebagai bagian dari model pengajaran yang sangat berguna. GKI Soka Salatiga menjadi tempat observasi

6

11 Dina Indriana, Ragam Alat Bantu Media Pengajaran (Yogjakarta: DIVA PRESS, 2011), 53-54

(19)

yang penulis pilih sehingga diharapkan dapat membangkitkan semangat para guru sekolah minggu untuk mau menggunakan alat peraga sebagai bagian dari aktivitas mengajar.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalahnya adalah:

Bagaimana penggunaan alat peraga gambar dalam pengajaran Sekolah minggu di GKI Soka Salatiga dikaji dari Model Induktif Kata Bergambar.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan menganalisa penggunaan alat peraga gambar di dalam pengajaran sekolah minggu Di GKI Soka Salatiga berdasarkan teori Model Induktif Kata Bergambar.

C. Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

A. Manfaat teoritis penelitian ini, yaitu dapat menjadi suatu sumbangan pemikiran bagi pendidikan, khususnya untuk pengajaran guru sekolah minggu untuk menggunakan model Induktif Kata Bergambar. Dengan memahami dan menggunakan model ini tentu akan memperkaya kualitas pengajaran guru yang akan berdampak pada peningkatan kognitif anak sekolah minggu.

B. Manfaat praktis penelitian ini, yaitu dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran mengenai model pengajaran menggunakan alat peraga gambar yang berguna bagi guru sekolah minggu di GKI Soka Salatiga dan gereja-gereja lainnya.

D. Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah model deskriptif. Model deskriptif merupakan suatu model dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan

(20)

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.13 Melalui model deskriptif dapat menggambarkan dan mengenal penggunaan alat peraga gambar dalam pengajaran GKI Soka Salatiga berdasarkan teori model Induktif Kata Bergambar. Teori model Induktif Kata Bergambar dapat guru sekolah minggu gunakan dalam pengajaran sekolah minggu di GKI Soka Salatiga. Teknik-teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Penulis akan mengadakan wawancara kepada guru sekolah minggu dan Pengurus Badan Pelayanan Kategorial untuk Anak Sekolah minggu. Wawancara merupakan komunikasi antara dua orang yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dan seseorang yang memberi informasi.14

2. Observasi

Observasi merupakan suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.15 Penulis juga melakukan observasi terhadap beberapa guru sekolah minggu saat mengajar dan melihat persiapan pengajaran bersama dan proses belajar mengajar hari Minggu di GKI Soka Salatiga. Penulis dalam hal ini akan memainkan peran sebagai partisipan ataupun peserta dalam suatu tindakan atau kegiatan dari tempat atau hal yang diteliti.16 Maka dalam penelitian ini, penulis akan terjun langsung ke lapangan untuk melihat dan ikut berpartisipasi dalam pengajaran Guru Sekolah minggu di GKI Soka Salatiga.

E. Sistematika Penulisan

Pentingnya pengajaran di sekolah minggu supaya anak-anak bisa menjadi 8

13 Moh. Nazir, Model Penelitian (Bogor: GHALIA INDONESIA, 2014), 65

14 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2004), 180

15 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011), 58 16 J. Vredenbregt, Model dan Teknik Penelitian Masyarakat (Jakarta: GRAMEDIA, 1984), 72

(21)

pribadi yang mengerti akan firman Tuhan dimana dapat mempengaruhi kepribadiannya menjadi orang yang baik. Oleh karena itu, sejak dini anak-anak perlu dibangun karakternya dengan menggunakan alat peraga supaya anak-anak cepat mengerti dan pengajaran yang dibawakan oleh guru menjadi efektif serta berguna bagi anak-anak kelak nanti. Untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang akan diuraikan dalam tugas akhir ini, penulis memaparkan secara singkat sistematika penulisan:

1. Pendahuluan yang memuat tentang maksud penulisan dan penyusunan tugas akhir ini agar dapat memahami permasalahan dan uraian yang akan dijelaskan.

2. Teknik-teknik, karakteristik dan tujuan Model Induktif Kata Bergambar.

3. Penggunan alat peraga gambar dalam pengajaran guru sekolah minggu di GKI Soka Salatiga dari perspektif Model Induktif Kata Bergambar.

4. Kajian Teori Model Induktif Kata Bergambar terhadap penggunaan alat peraga gambar dalam pengajaran sekolah minggu di GKI Soka Salatiga.

5. Penutup dan Kesimpulan.

2. Model Induktif Kata Bergambar dalam Pengajaran Sekolah Minggu

Gereja merupakan tubuh Kristus dimana gereja harus bisa melengkapi dan membangun iman anak-anak Allah di dunia dalam Kristus. Oleh karena itu gereja harus bisa bertransformasi mengikuti perkembangan jaman yang terus berubah namun tidak mengubah nilai-nilai Kristiani yang telah ada sebelumnya. Upaya transformasi gereja tidak terjadi secara instan, tetapi terdapat berbagai macam proses yang rumit dan juga dibutuhkan keahlian dalam hal pendidikan dan pengajaran yang benar tentang Kristus untuk memperlengkapinya. Pendidikan Agama Kristen adalah salah satu tugas dan panggilan dari gereja yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan begitu saja.17

Pendidikan Agama Kristen (PAK) dapat diterapkan di sekolah minggu. Untuk menerapkan PAK, tentu dibutuhkan suatu media yang menarik agar membuat anak-anak penasaran. Alat peraga adalah solusi media tersebut. Alat Peraga merupakan salah satu

9

(22)

bagian dalam pengajaran anak-anak di sekolah minggu. Dalam proses perkembangan pengajaran anak-anak di Indonesia, pada tahun 1955 di Sukabumi diadakan konferensi PAK dengan tujuan yang mendesak bagi kurikulum sekolah minggu.18 Seiring berjalannya waktu, gereja sebagai pengemban misi Allah terus-menerus melakukan reformasi bagi kemajuan PAK di Sekolah minggu.

2.1 Pengajaran Sekolah Minggu

Pengajaran sekolah minggu merupakan bagian dari PAK yang mempunyai visi penting, yaitu mengenalkan cinta kasih Tuhan Yesus Kristus kepada anak-anak. Oleh karena itu guru harus memahami bagaimana caranya menjadi pengajar yang baik. Guru sebagai seorang pendidik mempunyai peran penting untuk membawa anak-anak naik level menuju kematangan Rohani. Dalam Kitab Amsal juga menekankan pentingnya pengajaran untuk anak-anak. Dalam pasal 22:6 menyebutkan “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak menyimpang dari jalan itu”. Jadi pengajaran seperti yang ada dalam kitab Amsal ini umumnya ditujukan kepada anak-anak generasi muda19 seperti yang ada di sekolah minggu. Kitab Amsal yang ditulis Salomo sudah memberi peringatan bahwa pendidikan yang dilakukan sejak kecil sangat berpengaruh terhadap masa depan anak tersebut, sehingga guru dari sekarang harus membekali pendidikan untuk mereka agar mereka dapat mempersiapkan masa depan mereka dengan baik. Kehidupan seorang anak di masa depan sangat tergantung dari pendidikan apa yang dia terima saat masa mudanya.

Peran guru sebagai pendidik tidaklah mudah. Menurut Sardiman, pendidik tidak hanya sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of knowledge saja, tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun nara didik dalam belajar.20 Dalam proses pembelajaran mulai dari pemahaman materi, konsep

pengajaran maupun alat peraga yang akan dipakai, guru dituntut untuk bagaimana 10

18 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK

GUNUNG MULIA, 2011), 796

19 S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 223 20 Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 125

(23)

caranya mengkombinasikan ketiga hal tersebut agar pengajarannya menarik dimata anak-anak.

Selain itu, anak-anak di umur tertentu memiliki pola pikir yang berbeda sehingga guru juga harus menyesuaikan cara pengajarannya. Untuk anak usia 3 sampai 5 tahun pada umumnya memiliki karakter yang cenderung masih memusatkan perhatian pada diri sendiri. Anak pada usia ini masih belum bisa memahami orang lain di luar dirinya sendiri namun mereka telah mampu mengerti mengenai hal yang dijelaskan kepadanya sehubungan dengan apa yang telah mereka alami. Untuk anak usia 6 sampai 8 tahun memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda. Ada yang baru bisa belajar membaca dan menulis, ada juga yang sudah sangat pandai membaca dan menulis. Oleh karena itu, setiap anak harus diberi perhatian secara individu oleh pengajar, sebab kebutuhan dan kemampuan setiap anak usia 6 sampai 8 tahun berbeda satu dengan yang lain. Untuk anak usia 9 sampai 12 tahun memiliki pertumbuhan menuju ke masa remaja dan banyak pertanyaan yang ingin diketahui mereka tetapi tidak semua anak berani bertanya kepada orang dewasa. Karena kondisi psikologis anak yang berbeda-beda berdasarkan umur tertentu, pengajar dituntut untuk bisa mengendalikan sekaligus mengajar sesuai dengan anak usia tertentu, seperti untuk usia 3 sampai 5 tahun pengajar bisa menyiapkan doa, cerita, dan nyanyian yang dapat dilakukan dengan sederhana, mudah dan tidak terlalu panjang. Untuk usia 6 sampai 8 tahun pengajar bisa membuat suasana menjadi gembira dan membuat anak-anak untuk bergerak serta mengimbangi anak dengan kemampuan pelayan yang berbeda-beda sehingga anak-anak tidak mudah bosan. Untuk usia 9 sampai 12 tahun karena anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, pengajar harus dapat menjawab berbagai macam pertanyaan dengan secukupnya dan tidak bertele-tele karena jawaban yang panjang belum tentu dipahami oleh mereka. 21

2.2 Model Induktif Kata Bergambar

Model Induktif Kata Bergambar adalah model yang efektif untuk diajarkan di sekolah minggu. Model Induktif Kata Bergambar dikembangkan oleh Emily Calhoun

11

21 Ruth S. Kadarmanto, Tuntunlah Ke Jalan Yang Benar: Panduan Mengajar Anak Di Jemaat (Jakarta: BPK

(24)

yang ditujukan agar membantu guru untuk mempermudah mengajar anak-anak agar tidak hanya bisa melek huruf cetak seperti menulis dan membaca saja, tetapi juga bagaimana mendengarkan dan mengucapkan kosakata yang telah dikembangkan. Model Induktif Kata Bergambar memadukan model berpikir induktif dan model penemuan konsep agar anak-anak dapat belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan juga paragraf-paragraf. Model Induktif Kata Bergambar menjadi salah satu kelompok model pengajaran memproses informasi karena fokus pendidikannya terletak pada struktur materi pelajaran sehingga anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan penggunaannya, seperti tentang bagaimana huruf, kata, frasa, kalimat, atau teks yang lebih panjang dapat digunakan untuk mendukung komunikasi dalam berbahasa.22

Model Induktif Kata Bergambar menggunakan proses induktif di mana anak-anak mencari pola dan menggunakannya untuk mengidentifikasi makna yang lebih luas. Model Induktif Kata Bergambar merupakan model yang dirancang untuk menjadi komponen besar kurikulum seni berbahasa, utamanya untuk baca tulis pemula ditingkatan dasar dan di tingkatan yang lebih tinggi. Model ini menjadi salah satu anggota dalam kelompok model pengajaran memproses informasi, karena fokus pengajarannya seputar penyusunan pelajaran sehingga anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan penggunaan kata, frasa, kalimat, dan paragraf. Didasarkan pada penelitian tentang strategi intruksional dan upaya peningkatan kemampuan membaca dan menulis, model ini memiliki banyak perangkat untuk membantu guru mempelajari kemajuan anak-anak agar mereka dapat membaca dan menulis dengan baik.23

Model Induktif Kata Bergambar sebenarnya sudah ada di dalam otak manusia. Secara alami manusia sudah dilengkapi dengan kemampuan baca dan tulis, namun belum dikembangkan. Oleh karena itu pelu adanya pembelajaran agar dapat memiliki kemampuan baca dan tulis. Model Induktif Kata Bergambar dapat diterapkan dengan beberapa langkah:

1. Siswa belajar mendengarkan dan mengucapkan kata-kata yang baru didengarnya.

2. Siswa diajak untuk melakukan proses klasifikasi, seperti menjelaskan ciri-ciri 12

22 Bruce R. Joyce, Emily Calhoun, Belajar Mengajar Secara Induktif (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2001), 7 23 Bruce Joyce, Marsha Well, Emily Calhoun, Models of Teaching (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 150

(25)

gambar tersebut

3. Siswa mencari makna dari kosakata tersebut.24

Guru dapat menerapkan Model Induktif Kata Bergambar di sekolah minggu. Dengan model induktif kata bergambar, guru dapat menunjukkan gambar berwarna, misalnya seperti gambar astronot kepada anak-anak tanpa memberitahu bahwa gambar itu adalah seorang astronot. Setelah itu mengajak mereka untuk mengidentifikasi gambar tersebut. Misalnya guru memberi contoh bahwa astronot keluar angkasa menggunakan baju khusus, astronot menggunakan helm khusus yang dilengkapi udara, kemudian dapat mengajak anak-anak mencari ciri-ciri lain dari astronot. Jika sudah diidentifikasi, akhirnya guru dapat menunjukkan bahwa itu adalah gambar seorang astronot yang pergi ke luar angkasa menggunakan roket. Di sinilah proses anak-anak belajar kata-kata sehingga ketika nanti bertemu objek seperti di gambar tersebut, anak-anak dapat menyebutkan nama objek tersebut.

Namun sebelum menerapkan model induktif kata bergambar di sekolah minggu, guru harus menguasai materi pengajaran dan juga mempersiapkan alat peraga gambar yang akan digunakannya. Ini dimaksudkan agar tujuan penggunaan model induktif kata bergambar efektif dan efisien. Juga anak-anak sebagai tujuan pembelajaran dapat belajar kata-kata baru. Oleh karena itu, gambar yang digunakan haruslah gambar berwarna kerena dengan gambar berwarna dapat membuat anak-anak tertarik sekaligus mengajak anak untuk belajar setiap kosakata yang didengarnya.

3. Hasil Penelitian dan Analisis Penggunaan Alat Peraga Gambar di GKI Soka Salatiga

Pada Bab ini penulis akan membahas tentang hasil penelitian yang dimulai dengan gambaran umum GKI (Gereja Kristen Indonesia) Soka Salatiga, pembahasan sejarah sekolah minggu (SM) dan dilanjutkan dengan hasil penelitian dan analisa tentang peranan guru sekolah minggu (GSM) di GKI Soka.

3.1 Gambaran Umum Jemaat GKI Soka 3.1.1 Sejarah GKI Soka

13

(26)

GKI Soka berdiri diawali dari pemikiran Majelis Jemaat GKI Salatiga bahwa Soka merupakan daerah potensial untuk mengembangkan jemaat GKI Salatiga. Maka pada tahun 1996 dibelilah sebidang tanah di daerah Soka. Harapan dibelinya tanah tersebut agar dapat dibangun satu gereja dewasa. Untuk mewujudkan harapan tersebut, Komisi Pekabaran Injil GKI Salatiga membentuk Pos Persekutuan Kesaksian dan Pelayanan (Pos PKP) di Soka. Beberapa anggota jemaat ditugaskan menjadi panitia Pos PKP Soka. Panitia ini diteguhkan dalam Kebaktian Jemaat GKI Salatiga tanggal 16 Agustus 1998. Tugas pokok panitia Pos PKP Soka adalah menyelenggarakan tiga kegiatan pokok yaitu:

1. Kebaktian umum tiap hari Minggu jam 07.00 2. Pemahaman Alkitab (PA)

3. Sekolah minggu setiap hari Minggu jam 07.00

Seiring berjalannya waktu, kegiatan-kegiatan di Pos PKP Soka mulai berkembang. Tidak hanya sebatas Kebaktian Umum, Pendalaman Alkitab (PA), dan Sekolah minggu saja tetapi juga Persekutuan Doa Malam (PDM) setiap Kamis pukul 17.30, Paduan Suara setiap Sabtu pukul 17.30, dan juga Perkunjungan.

3.1.2 Masa-Masa Permulaan

Pekabaran Injil di GKI Soka diawali dari serangkaian rapat persiapan sehingga pada akhirnya Panitia memutuskan untuk menyelenggarakan Kebaktian Umum perdana pada tanggal 6 September 1998. Tempat ibadah dipinjam dari rumah kosong salah seorang jemaat GKI Salatiga, yaitu Keluarga Pramudya, yang berada dikomplek Perum Soka Lembah Hijau, Jl. Merdeka Utara I / B-10. Sedangkan Sekolah minggu perdana dilaksanakan seminggu sesudah Kebaktian Umum, yaitu pada tanggal 13 September 1998 di kediaman anggota jemaat (Keluarga Agus Purnomohadi).

Dalam perjalanan Pos PKP Soka selanjutnya lahirlah persekutuan Remaja yang persekutuan perdananya dilaksanakan pada tanggal 25 April 1999. Persekutuan Remaja ini diadakan setiap hari Minggu pukul 09.30 di tempat

(27)

yang sama di mana diselenggarakan kebaktian umum. Melihat perkembangan yang cukup pesat di Pos PKP Soka, timbul pemikiran untuk meningkatkan status Pos PKP Soka menjadi Bajem (Bakal Jemaat) Soka. Pada tanggal 24 Oktober 1999 diselenggarakanlah Kebaktian Peneguhan Bakal Jemaat Soka dan peneguhan Panitia GKI Salatiga Bajem Soka. Tanggal 24 Oktober 1999 merupakan hari yang bersejarah bagi GKI Salatiga karena pada hari itu dilaksanakan Kebaktian Peneguhan Bajem Soka dan Panitia Bajem Soka. Kebaktian yang diadakan di tempat ibadah Bajem Soka itu dipimpin oleh Pdt. Iman Santoso.

Setelah menjadi Bajem, tempat ibadah kebaktian umum dan persekutuan remaja masih di Soka, tepatnya di Jl. Merdeka Utara I / B 10. Pembangunan gedung gereja diawali dengan peletakan batu pertama yang dilaksanakan tanggal 26 Desember 1999. Gedung gereja selesai dibangun dan diresmikan tanggal 26 Desember 2000. Setelah gedung gereja selesai dibangun, akhirnya kebaktian umum diselenggarakan di gereja tersebut. Sementara itu persekutuan remaja diadakan di rumah kosong milik Keluarga Agus Purnomohadi di Jl. Merdeka Utara I / C 18 yang berjarak kira-kira 100 m dari gereja baru. Tempat ini juga digunakan oleh SM bahkan sejak bulan Agustus 2000.

Melihat perkembangan Bajem Soka yang cukup pesat, Bajem Soka mengusulkan rencana pendewasaan kepada Majelis Jemaat (MJ) GKI Salatiga. Adalah tugas MJ GKI Salatiga untuk mendewasakan Bajemnya. Majelis Jemaat GKI Salatiga menindaklanjuti permohonan tersebut dengan mengirimkan surat permohonan pendewasaan Bajem Soka kepda BPMK GKI Klasis Magelang. Karena GKI Salatiga Bakal Jemaat Soka dipandang telah memenuhi persyaratan untuk menjadi jemaat dewasa, maka pada Persidangan XX Majelis Klasis GKI Jawa Tengah Klasis Magelang disetujui permohonan pendewasaan GKI Salatiga Bakal Jemaat Soka menjadi GKI Soka Salatiga.

Dalam perkembangan kehidupan berjemaat GKI Soka Salatiga, bila pada Minggu-minggu pertama setelah pendewasaan jumlah jemaat yang menghadiri kebaktian rata-rata 80-100 orang, menjelang 2 tahun usia GKI Soka Salatiga, jumlah jemaat yang hadir mencapai 150-200 orang. Mengantisipasi

(28)

perkembangan jumlah jemaat mengikuti kebaktian semakin bertambah dan memberi kesempatan kepada para Guru Sekolah minggu, Remaja, Pemuda dan jemaat atau simpatisan yang tidak dapat hadir dalam kebaktian, maka memasuki 2 tahun usia GKI Soka Salatiga, sudah saatnya diselenggarakan kebaktian umum II. Dengan adanya aspirasi dari komisi-komisi dan jemaat, serta persiapan yang dilakukan oleh tim, maka GKI Soka mengadakan kebaktian umum II dengan menggunakan liturgi yang lebih ekspresif dan iringan musik band.

Sebagai suatu gereja dewasa, GKI Soka Salatiga membutuhkan seorang pendeta untuk mendukung keberadaanya. Pencarian bakal calon Pendeta mulai disampaikan melalui warta jemaat pada tanggal 8 Februari 2004. Proses pencarian pendeta bagi GKI Soka Salatiga melalui proses yang panjang dan tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang muncul selama proses tersebut. Mendekati usianya yang ke-enam barulah GKI Soka Salatiga mendapatkan seorang pendeta bernama Pdt. Sony Kristiantoro S.Ag., M.Min. Sebelumnya Pdt. Sony Kristiantoro S.Ag., M.Min telah melayani selama 13 tahun di GKI Rembang menyampaikan kesediaannya untuk menjadi Pendeta Jemaat GKI Soka Salatiga mulai tanggal 1 Agustus 2007. Peneguhan Pdt. Sony Kristiantoro sebagai Pendeta Jemaat di GKI Soka Salatiga dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2007, bertepatan dengan ulang tahun GKI Soka Salatiga yang ke enam.25

3.1.3 Keanggotan GKI Soka Salatiga

Pada tahun 2018, jumlah anggota jemaat GKI Soka Salatiga adalah 292 orang, yaitu laki-laki 143 orang dan perempuan 149 orang. Rincian umur: 1) Umur 1-12 tahun 44 orang

2) Umur 13-18 tahun 35 orang 3) Umur 19-35 tahun 40 orang 4) Umur 36-60 tahun 118 orang

16

(29)

5) Umur 61 tahun keatas 55 Orang

Jumlah Pendeta 1 orang dan Penatua 7 orang. Di Komisi anak jumlah pengurus 4 orang dengan jumlah Anak Sekolah minggu (ASM) 25 orang dan Guru Sekolah minggu (GSM) 12 orang. Di komisi Remaja jumlah pengurus 2 orang dengan jumlah anggota kurang lebih 10 orang. Di komisi Pemuda jumlah pengurus 2 orang dengan jumlah anggota kurang lebih 10 orang. Di komisi Dewasa jumlah pengurus 3 orang dengan jumah anggota 40 orang, dan di komisi Usia Lanjut jumlah pengurus 3 orang dengan jumlah anggota 20 orang.26

Kepengurusan

Pendeta : Pdt. Sony Kristiantoro

Ketua : Pnt. Pramudya

Sekretaris I : Pnt. Soetrisno Soeparto Sekretaris II : Pnt. Erlangga Galih H Bendahara I : Pnt. Liana Poedjihastuti Bendahara II : Pnt. Edison Tampubolon27

Di GKI Soka Salatiga terdapat 10 komisi dimana masing-masing komisi memiliki kepengurusan dan pelayanan yang berbeda-beda.

1. Komisi Peribadatan

Ketua : Bp. Sih Mirmantyo Anggono Lukito

Sekretaris : Bp. Yudie Damar Muruf

Bendahara : Ibu Anita Hinca Simangunsong

Anggota : Bp. Simon Hermn Kian

Ibu Ocky Sundari Sdri. Natalina Wahyuni

17

26 Update Data Anggota Jemaat GKI Soka Salatiga Per April 2018.docx Hal: 17

(30)

2. Komisi Musik

Ketua : Ibu Elizabeth Sri Lestari Sekretaris : Ibu Irene Tjondro Martono Bendahara : Sdri. Filia Patricia Pangemanan Anggota : Sdr. Catur Adi Tawelino Ganta

3. Komisi Perkunjungan dan Perwilayahan

Ketua : Pdt. Yohanes Setyo Endro Widiartoko

Sekretaris : Ibu Ni Made Listuwati

Bendahara : Ibu Lukiasih Riawan

Anggota : Bp. Bambang Santoso

Ibu Debbie Kanalebe

4. Komisi Anak

Ketua : Sdri. Inggrid Lekahena

Sekretaris : Ibu Chrysanta Dhewi

Bendahara : Sdri. Andryati Kristiningrum

5. Komisi Remaja

Ketua : Sdri. Lydia Sekar Wulanastri Sekretaris : Sdr. Calvin Satya Adi Kristiantoro Bendahara : Sdr. Krisna Adi Putra

6. Komisi Pemuda

Ketua : Sdri. Sintikhe Puspita Sakai Sekretaris : Sdr. Erwin Kristianto Tri Nugroho Bendahara : Sdr. Septovan Dwi Suputra Saian

7. Komisi Dewasa

(31)

Ketua : Bp. Maruduth Situmorang Sekretaris : Ibu Rachel Mediana Untung Bendahara : Ibu Dewita Karema Sarajar

Anggota : Ibu Ester Krisnawati

8. Komisi Usia Lanjut

Ketua : Ibu Cato Yohana

Sekretaris : Ibu Tri Atmani Hariadi

Bendahara : Ibu Asih Windari

9. Komisi Kesaksian-Pelayanan dan Penatalayanan

Ketua : Bp. Halomoan Tambunan

Sekretaris : Ibu Endah Puspa Wardani

Bendahara : Ibu Haryani Hendro

10. Komisi Penatalayanan

Ketua : Sdr. John Patrick Alexander

Sekretaris : Sdr. Pangky Hendra Setiawan28

3.2 Pelayanan Sekolah Minggu di GKI Soka Salatiga

Dalam pelayanan sekolah minggu di GKI Soka Salatiga terdapat guru yang bersedia melayani sebagai tenaga pengajar dimana guru berasal dari jemaat yang rindu untuk melayani anak-anak Tuhan dan juga guru yang berasal dari mahasiswa PPL yang sedang praktik.

3.2.1 Sejarah Kebaktian Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga

Sekolah minggu di GKI Soka Salatiga berdiri pada tahun 1999. Saat mulai beridirinya GKI Soka Salatiga, juga didirikan sekolah minggu. Pada awal

19

(32)

berdirinya sekolah minggu, guru yang mengajar masih dari GKI Salatiga karena GKI Salatiga adalah gereja yang mendukung pembangunan GKI di Soka. Ibu Evelin Purnama (kak Evelin), kak Mimi dan kak Yanti adalah pelopor yang mengatur pembentukan sekolah minggu di GKI Soka Salatiga. Mereka membentuk guru sekolah minggu dengan keras, teratur dan disiplin. Jika ada guru yang datang terlambat, maka kak Evelin tidak segan-segan untuk menegur guru tersebut agar tidak terlambat lagi. Bahkan alat peraga yang akan digunakan juga harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu agar sesuai dengan cerita yang akan dibawakan guru. Seiring berjalannya waktu, maka warga Soka diajak untuk ambil bagian dalam pelayanan guru sekolah minggu. Setelah dilihat bisa, maka pelan-pelan guru-guru dari GKI Salatiga melepas diri dan akhirnya Guru Sekolah minggu resmi berasal dari GKI Soka Salatiga. Guru sekolah minggu pertama dari GKI Soka Salatiga yaitu Yunita B. R. Silintowe (kak Nita), Ami Hidayati (kak Mimi), Lisa (kak Lisa), Maria Magdalena Marau (kak Maria), Nancy Marau (kak Nancy), dan Kartina Sarah (kak Kartina).29

3.3Penggunaan Gambar Pengajaran dan Pelaksaan

Penggunaan alat peraga sebagai sarana supaya menarik minat anak-anak untuk mau memperhatikan guru sekolah minggu yang sedang mengajar. Oleh karena itu di GKI Soka Salatiga guru sekolah minggu selalu mengajar menggunakan alat peraga. Alat peraganya pun macam-macam, mulai dari alat peraga gambar, wayang, dan lain-lain. Alat peraga biasanya sudah disiapkan dari materi yang telah disiapkan oleh gereja pusat, namun guru sekolah minggu dapat menggunakan alat peraga lain sesuai dengan kreasinya sendiri asalkan tidak jauh dari cerita yang dibawakannya.

3.3.1 Alasan dan Tujuan

Yang dimaksud dengan alasan dan tujuan adalah bagaimana guru sekolah minggu memilih alat peraga sebagai cara untuk mengajar agar anak-anak mudah mengerti. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa paling tidak ada empat alasan:

a. Alat peraga gambar diperlukan agar mempermudah guru dalam mengajar 20

(33)

anak sekolah minggu. Dengan begitu anak-anak tidak bosan dan bermain dengan temannya serta fokus mendengarkan cerita yang dibawakan oleh guru.30

b. Dengan adanya alat peraga gambar diharapkan anak-anak tertarik pada gambar yang dilihatnya. Terkadang cerita yang dibawakan oleh guru sulit dimengerti anak-anak, namun dengan adanya alat peraga gambar anak-anak menjadi lebih paham akan inti dari pengajaran guru. 31

c. Alat peraga gambar dapat membuat anak-anak menjadi tahu akan bagaimana wajah tokoh yang diceritakan guru sekolah minggu.32

d. Alat peraga gambar mengajak anak-anak untuk berimajinasi membayangkan suasana cerita pada masa itu. Misalnya ketika guru bercerita sambil menunjukkan perahu besar maka anak-anak pasti langsung membayangkan kisah Nuh yang Tuhan selamatkan. 33

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan 3 analisa. Alasan pertama berkaitan dengan alat pengajaran yang mempermudah pengajaran guru, alasan kedua berkaitan dengan ketertarikan anak-anak dalam penggunaan alat peraga gambar, alasan ketiga berkaitan dengan pemahaman anak-anak. Kesimpulannya adalah alat peraga gambar sebagai media pengajaran sangat diperlukan guru untuk mengajar anak sekolah minggu. Dengan menggunakan alat peraga gambar, anak-anak menjadi tertarik serta dapat memahami dan berimajinasi mengenai kisah yang diajarkan guru.

3.3.2 Jenis-Jenis Alat Peraga

Alat peraga gambar dapat guru sekolah minggu kreasikan sesuai dengan keinginan guru. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan satu alasan, yaitu alat peraga gambar dapat dibuat sesuai dengan kreasi guru, mulai dari gambar

21

30 Wawancara dengan Dewi, Cike, Yonar, Richie & Andry 31 Wawancara dengan Dewi, Yonar, CIke, Richie & Andry 32 Wawancara dengan Dewi, Yonar, CIke, Richie & Andry 33 Wawancara dengan Cike & Yonar

(34)

dicetak dan dibuat wayang, gambar berwarna, gambar yang dipotong menjadi puzzle, mewarnai gambar dan lain-lain.34 Guru juga bisa menggunakan teknologi yang dimilikinya, seperti smartphone atau tablet yang dimilikinya untuk menunjukkan gambar tokoh yang diceritakan yang membuat anak-anak tertarik karena zaman sekarang anak-anak suka alat peraga gambar yang berbasis teknologi.35

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan satu analisa, yaitu berkaitan dengan pemilihan alat peraga sesuai dengan kreasi guru. Kesimpulannya adalah guru dapat mengkreasikan alat peraga gambar yang akan digunakannya sesuai dengan materi pengajaran yang akan dibawakannya.

3.3.3 Cara Penggunaan

Setiap guru di GKI Soka Salatiga mempunyai cara yang berbeda untuk memilih dan menggunaan alat peraga gambar. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan enam alasan:

a. Alat peraga biasanya sudah disiapkan gereja dan juga di bahan mengajar. Jika tidak tersedia maka guru yang akan membuat alat peraga gambar.36

b. Cara guru sekolah minggu mengajar menggunakan alat peraga gambar yaitu dengan digerakkan seperti pewayangan dan menggunakan suara yang berbeda yang mencerminkan tokoh yang berbeda pula. Selain itu guru dapat menampilkan kepada anak sekolah minggu gambar kartun yang tidak berwarna agar anak-anak mewarnai gambar tersebut sesuai kreativitasnya. 37

c. Proses pembuatan alat peraga gambar dimulai dengan mencari terlebih dahulu gambar yang diinginkan di internet dan kemudian dicetak dan diberikan ke anak-anak agar diwarnai. Jika guru hanya ingin memperlihatkan gambar saja kepada anak-anak, maka guru harus mencari

22

34 Wawancara dengan Dewi, Cike, Yonar, Richie & Andry 35 Wawancara dengan Andry

36 Wawancara dengan Dewi, Cike & Yonar 37 Wawancara dengan Dewi, Cike, Richie & Andry

(35)

gambar berwarna agar menarik perhatian anak-anak.38 Alat peraga juga bisa dibuat dari kain flanel, diisi dengan kapas dan dibentuk seperti boneka yang mirip seperti tokoh yang diceritakan.39

d. Pemilihan alat peraga gambar harus disesuaikan dengan isi cerita.40 Biasanya alat peraga gambar sudah ada di bahan mengajar, jadi guru hanya memperbanyak dan mengajak anak-anak untuk mewarnai.41 Jika guru ingin

alat peraga berupa gambar atau animasi, maka harus cari gambar yang selucu mungkin.42

e. Alat peraga gambar dengan bahan mengajar mempunyai hubungan yang saling melengkapi. Alat peraga gambar diibaratkan seperti mewakili cerita yang dibawakan sang guru. Alat peraga gambar dapat mendeskripsikan bentuk cerita yang dibawakan guru.43 Kalau alat peraga gambar yang disediakan tidak sesuai dengan materi pengajaran, guru harus menggunakan kreativitasnya agar mencari alat peraga gambar yang sebisa mungkin berhubungan dengan materi yang akan diajarkannya.44

f. Alat peraga gambar seperti sarana untuk “menghipnotis” anak-anak.45 Alat peraga memudahkan anak-anak untuk memahami pengajaran guru. Jika guru tidak menggunakan alat peraga, anak-anak cenderung bosan dan akhirnya bermain dengan temannya, namun jika guru menggunakan alat peraga maka anak-anak tertarik dan fokus dengan cerita yang dibawakan sang guru.46

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan enam analisa, yaitu yang pertama berkaitan dengan persiapan alat peraga, yang kedua berkaitan dengan

23

38 Wawancara dengan Dewi, Cike & Andry 39 Wawancara dengan Cike, Yonar, Richie & Andry 40 Wawancara dengan Cike

41 Wawancara dengan Yonar

42 Wawancara dengan Richie & Andry 43 Wawancara dengan Cike, Richie & Andry 44 Wawancara dengan Yonar & Andry 45 Wawancara dengan Yonar

(36)

cara guru mengajar menggunakan alat peraga, yang ketiga berkaitan dengan pembuatan alat peraga, yang keempat berkaitan dengan pemilihan alat peraga, yang kelima berkaitan dengan hubungan yang saling melengkapi antara alat peraga dan keenam berkaitan dengan alat peraga sebagai media pengajaran yang menarik bagi anak-anak. Kesimpulannya adalah ketika guru menggunakan alat peraga, maka sebelumnya guru harus memilah alat peraga sesuai dengan kreativitas guru dimana alat peraga memiliki peran yang dapat melengkapi materi pengajaran sang guru.

3.3.4 Tanggapan Anak

Setiap anak dapat menanggapi pengajaran guru melalui alat peraga yang digunakan. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan empat alasan:

a. Ketika guru menggunakan alat peraga sebagai bagian dari pengajarannya, terlihat sekali perbedaannya. Anak-anak menjadi antusias, senang dan fokus untuk mendengarkan ceritanya sehingga pada akhirnya anak-anak menjadi paham dan mengingat. Ketika kita tanyakan apa yang tadi guru ajarkan anak-anak pasti langsung bisa menjawabnya. Itu membuktikan bahwa anak-anak benar-benar senang dan fokus dalam mendengar pengajaran guru sekolah minggu.47 Bahkan ada anak yang langsung cerita kepada orang tuanya.48 Beda halnya jika tidak menggunakan alat peraga maka anak-anak menjadi bosan, sehingga akhirnya sibuk sendiri dan ingin cepat pulang.49

b. Anak-anak senang alat peraga yang menarik, seperti gambar yang berwarna yang akan membuat anak-anak tertarik untuk mendengarkan cerita.50 Apalagi jika guru menggunakan alat peraga yang belum pernah

dipakai sebelumnya pasti anak-anak akan penasaran.51

24

47 Wawancara dengan Andry 48 Wawancara dengan Yonar

49 Wawancara dengan Dewi, Cike, Yonar & Andry 50 Wawancara dengan Dewi, Cike & Richie 51 Wawancara dengan Andry

(37)

c. Alat peraga dapat mempercepat pemahaman anak-anak. Ketika guru mengajar sambil menggunakan alat peraga, terlihat bahwa anak-anak menjadi tahu seperti apa wajah tokoh yang diceritakan guru.52 Guru juga dapat memberikan ciri-ciri tokoh lebih spesifik lagi agar anak-anak ingat tokoh tersebut. Namun terkadang ada anak yang kurang paham dikarenakan penyampaian guru yang kurang menyesuaikan pengajarannya dengan kebutuhan anak-anak.53

d. Alat peraga gambar disukai oleh anak-anak di kelas balita dan kelas kecil karena dianggap sebagai hiburan yang membuat mereka tertawa. Tetapi di kelas besar di jaman sekarang itu sudah lebih dewasa, jadi mereka menganggap bahwa alat peraga gambar tidak menarik dan juga tidak sesuai dengan umur mereka.54

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan tiga analisa, yaitu pertama berkaitan dengan alat peraga yang menarik bagi anak-anak, kedua berkaitan dengan alat peraga dapat mempermudah pemahaman anak-anak, dan ketiga berkaitan dengan alat peraga sebagai alat untuk menghibur anak-anak. Kesimpulannya adalah dengan penggunaan alat peraga anak-anak tidak hanya merasa tertarik, tetapi juga mudah mengerti dan juga merasa terhibur dengan cerita yang dibawakan sang guru.

3.3.5 Perbedaan Usia dalam Penggunaan Alat Peraga

Setiap usia memiliki pemahaman yang berbeda dalam memahami pengajaran guru sskolah minggu. Oleh karena itu, guru diwajibkan untuk menyesuaikan alat peraga yang akan digunakannya dengan golongan usia yang akan diajarkannya. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan dua alasan:

a. Alat peraga gambar cocok digunakan di kelas balita dan kelas kecil, yaitu

25

52 Wawancara dengan Dewi, Cike, Richie & Andry 53 Wawancara dengan Yonar & Andry

(38)

mulai dari usia 0-9 tahun.55 Tetapi di kelas besar yang berusia 10-15 tahun biasanya tidak menggunakan alat peraga karena mereka merasa bukan anak kecil lagi dan lebih suka diajak berdiskusi.56

b. Alat peraga yang digunakan pada dasarnya sama dengan penyampaiannya yang berbeda-beda sesuai kelas. Jika di kelas balita penyampaian pengajarannya harus lebih kekanak-kanakan tetapi jika di kelas kecil penggunaan bahasanya sedikit lebih tinggi dari anak balita tetapi tetap mudah dimengerti.57 Di kelas besar pemahaman mereka sudah lebih

dewasa jadi guru tidak mungkin menampilkan alat peraga yang biasa-biasa saja, tapi dapat menggunakan alat peraga yang mengajak mereka untuk berfikir.58

Berdasarkan dari jawaban mereka ditemukan dua analisa, yaitu berkaitan dengan pemakaian alat peraga yang harus disesuaikan dengan golongan usia anak-anak, dan kedua berkaitan dengan penggunaan bahasa di setiap golongan umur yang bebeda-beda. Kesimpulannya adalah guru harus bisa menyesuaikan alat peraga dan juga harus menyesuaikan penggunaan bahasa yang pantas digunakan di golongan usia tertentu agar pengajarannya mudah diterima anak-anak.

4. Penggunaan Gambar dalam Pengajaran Sekolah Minggu di GKI Soka Salatiga

Bagian ini merupakan analisa terhadap penggunaan alat peraga gambar yang digunakan guru sekolah minggu di GKI Soka Salatiga.

4.1 Penggunaan Alat Peraga Gambar di Sekolah Minggu GKI Soka Salatiga

Alat peraga gambar mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengajaran guru sekolah minggu dimana jika alat peraga gambar tersebut dapat digunakan dengan baik, maka anak-anak lebih mudah mengerti dengan materi pengajaran yang

26

55 Wawancara dengan Dewi & Richie 56 Wawancara dengan Cike & Andry 57 Wawancara dengan Dewi & Cike 58 Wawancara dengan Cike, Richie & Andry

(39)

dibawakan oleh sang guru. Oleh karena itu sebelum guru mempersiapkan alat peraga gambar, terlebih dahulu guru harus memahami materi pengajaran yang akan diajarkannya sehingga guru bisa memilih alat peraga gambar yang terbaik untuk disandingkan dalam pengajarannya nanti. Alat peraga gambar yang dibuat harus sesuai dengan peranan utamanya, yaitu membuat anak-anak berimajinasi sehingga anak-anak mudah mengerti dan juga mengingat. Selain itu alat peraga gambar yang digunakan guru haruslah berupa gambar kartun berwarna yang belum pernah dilihat anak-anak dimana anak-anak menjadi penasaran dan diam mengikuti cerita sang guru. Selain memahami materi pengajaran dan pemilihan alat peraga gambar yang sesuai, guru dituntut untuk menguasai kondisi kelas agar tetap kondusif. Terkadang saat anak-anak melihat alat peraga gambar yang dipakai guru, anak-anak berimajinasi sambil berbicara membayangkan apa yang sedang dipikirkannya. Inilah tugas guru yang harus tetap mengajar dengan konsentrasi namun tidak terganggu dengan pembicaraan anak-anak.

4.2 Kajian PAK

Alat peraga gambar tidak bisa terlepas dari PAK karena alat peraga gambar adalah bagian dari PAK. Alat peraga gambar memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar sehingga pelajaran yang dibawakan guru dapat dengan mudah dimengerti anak-anak karena dapat membuat anak-anak fokus melihat gambar dan mendengar cerita guru sekaligus berimajinasi yang membuat anak menjadi mudah paham dan pada akhirnya menjadi ingat. Ketika anak-anak mengingat pengajaran guru, maka ilmu yang didapatnya menjadi bekal bagi masa depannya kelak nanti. Oleh karena itu peran guru sangatlah penting bagi pertumbuhan anak. Guru dapat menggunakan alat peraga dengan sekreatif mungkin. Tentu alat peraga gambar yang digunakan harus sesuai bahan pengajaran yang akan dibawakannya. Selain itu alat peraga juga bisa mengandung unsur-unsur nasihat dan juga nilai-nilai norma masyarakat yang berguna untuk perkembangan psikologi anak ke arah yang positif.

Di GKI Soka Salatiga, PAK dengan menggunakan alat peraga gambar sudah digunakan guru di setiap kelas sekolah minggu mulai dari kelas balita, kelas kecil dan kelas besar. Bahkan alat peraga yang digunakan tidak hanya berupa gambar saja, namun juga dapat menggunakan boneka yang dibuat dari kain flanel, dan lain-lain

(40)

sesuai dengan kreasi guru tersebut. Sebelum mengajar terlebih dahulu guru yang akan bertugas harus mengikuti membekalan materi beserta dengan pemimpin persiapan. Disini guru dapat memahami setiap materi dan dapat bertanya jikalau ada beberapa bagian yang kurang dimengerti agar nantinya saat mengajar, guru dapat membawakan cerita dengan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak. Di pertemuan ini juga mendiskusikan mengenai alat peraga seperti apa yang akan digunakan. Biasanya alat peraga yang akan digunakan sudah tersedia di bahan materi, namun terkadang ada alat peraga yang tidak sesuai dengan materi yang akan dibawakan sehingga guru yang akan mengajar harus berdiskusi dengan pemimpin persiapan dan mencari solusi alat peraga seperti apa yang paling cocok digunakan nantinya di Sekolah minggu.

Di sekolah minggu sebelum mendengar Firman Tuhan terlebih dahulu harus menyanyikan lagu-lagu Rohani. Namun di GKI Soka Salatiga anak-anak dari kelas balita, kelas kecil dan kelas besar digabungkan sehingga ada anak yang tidak menyanyi dikarenakan lagu yang dibawakan guru sekolah minggu tidak sesuai dengan umurnya dimana anak tersebut gengsi dan akhirnya justru mengusili temannya. Keadaan ditambah dengan ruangan ibadah yang kurang besar akibat digabungkan semua kelas sekolah minggu sehingga membuat anak-anak tambah kurang nyaman.59 Namun menurut kak Jili digabungkannya kelas balita, kelas kecil dan kelas besar saat pujian dikarenakan ruangan untuk kelas balita dan kelas kecil yang bersebelahan dimana ketika menyanyikan lagu pujian yang berbeda-besa sehingga menyebabkan anak kurang fokus untuk bernyanyi. Oleh karena itu keputusan akhirnya adalah untuk puji-pujian kelas balita, kelas kecil dan kelas besar akhirnya digabungkan.60 Setelah menyanyikan lagu-lagu Rohani, anak-anak diajak ke kelas sesuai dengan golongan umurnya.

4.3 Kajian Model Induktif Kata Bergambar

Model Induktif Kata Bergambar menggunakan proses induktif yaitu anak-anak mencari pola dan menggunakannya untuk mengidentifikasi makna yang lebih luas. Model induktif kata bergambar merupakan model yang dirancang untuk menjadi komponen besar kurikulum seni berbahasa, utamanya untuk baca tulis pemula

28

59 Wawancara dengan kak Nita 60 Wawancara dengan kak Jili

(41)

ditingkatan dasar dan di tingkatan yang lebih tinggi. Model ini menjadi salah satu anggota dalam kelompok model pengajaran memproses informasi, karena fokus pengajarannya seputar penyusunan pelajaran sehingga anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan penggunaan kata, frasa, kalimat, dan paragraf. Didasarkan pada penelitian tentang strategi intruksional dan upaya peningkatan kemampuan membaca dan menulis, model ini memiliki banyak perangkat untuk membantu guru mempelajari kemajuan anak-anak agar mereka dapat membaca dan menulis dengan baik.61

Model Induktif Kata Bergambar sangat berguna bagi anak-anak sehingga membuat anak-anak belajar kata-kata, kalimat-kalimat, dan juga paragraf-paragraf. Dengan model induktif kata bergambar anak dapat memproses informasi karena anak-anak dapat meneliti bahasa, bentuk, dan cara penggunaannya seperti tentang bagaimana huruf, kata, frasa, kalimat, atau teks yang lebih panjang dapat digunakan untuk mendukung komunikasi dalam berbahasa.62

Model induktif kata bergambar menurut penulis cocok untuk digunakan di sekolah minggu khususnya di kelas kecil yang berumur mulai dari 4 sampai 9 tahun karena di umur ini anak-anak masih belajar menggunakan kosakata yang baru didengarnya. Inilah salah satu tugas yang diemban guru untuk membuat anak-anak belajar menggunakan kosakata dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Guru dapat menggunakan beberapa kosakata baru yang belum pernah didengar oleh anak-anak, namun kosakata baru tersebut jangan berupa bahasa kasar tetapi menggunakan bahasa yang santun. Guru dapat menunjukkan kosakata baru tersebut dimulai dengan mengucapkan kata lalu menunjukkan kata tersebut dengan gambar berwarna. Untuk membuat anak-anak ingat, guru dapat mengajak anak-anak mengidentifikasi gambar tersebut dan menyimpulkan arti kata tersebut.

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang penulis lakukan di sekolah minggu khusunya kelas kecil yang berumur 4 sampai 9 tahun terlihat bahwa ada beberapa anak yang belum tahu beberapa kosakata saat guru mengajar. Masalah ini membuat anak tersebut bertanya apa arti kosakata tersebut, namun guru hanya menjelaskan arti kosakata tersebut tanpa menunjukkan ciri-cirinya sehingga akhirnya anak masih

29

61 Bruce Joyce, Marsha Well, Emily Calhoun, Models of Teaching (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 150 62 Bruce R. Joice, Emily Calhoun, Belajar Mengajar Secara Induktif (Jakarta: BPK GUNUNG MULIA, 2001), 7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor eksternal yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat yaitu tugas pemerintah, perusahaan dan NGO yang mampu melakukan kunci keberhasilan dari kegiatan pemberdayaan

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan menggunakan kaolin sebagai bahan dasar pembuatan geopolimer dengan pengaruh variasi rasio larutan alkali per kaolin

Pernyataan ibu WY, tentang persiapan karir yang dilakukan selama ini adalah sekarang saya sudah tua jadi tidak terlalu mempersiapkan diri terhadap peluang karir

Sedangkan strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan adalah dengan menentukan produk, harga, lokasi (venue), dan juga promosi seperti beriklan, penjualan

Menggunakan sistem atau aplikasi dipahami sebagai sebuah proses yang menentukan apakah apikasi game mampu mengoperasikan dengan baik serta mengetahui apakah

Suatu peristiwa menarik kasus konflik antar warga masyarakat desa yang terjadi berulang atau konflik musuh “kebuyutan” antar warga Desa Tugu dengan warga Desa

Dari gambar citra mammografi yang telah melalui proses ROI tanpa perbaikan kualitas dengan menggunakan wavelet Haar mampu mengenali sebesar 50%. Perlu dilakukan