• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Perdagangan Manusia

Definisi yang paling mutakhir dan paling diterima secara luas adalah definisi yang dicantumkan dalam Protokol Palermo tentang Perdagangan manusia (2000) yang berbunyi : Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan orang adalah: 20

(a) ... the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the

20 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Person, Especially Women and Children (Trafficking Protocol), supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000 (juga di kenal sebagai Konvensi Palermo).

exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs.

(“... rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh”). Definisi ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan dengan anak di bawah umur (di bawah 18 tahun), bahwa: The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of a child for the purpose of exploitation shall be considered “trafficking in persons” even if this does not involve any of the means set forth in subparagraph (a).

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari perdagangan orang adalah: 21

a.Proses (Perbuatan): merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima.

b.Cara (Sarana): untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

c.Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.

21 Ruth Rosernberg editor, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, (Publikasi USAID & ACILS, 2003), h. 51-59.

Saat ini kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu: perdagangan orang (trafficking in persons) atau yang juga dikenal dengan istilah perdagangan manusia (human trafficking). Praktek ini beroperasi secara tertutup dan bergerak di luar hukum.22 Pelaku perdagangan orang atau manusia (trafficker) cepat berkembang menjadi sindikat lintas negara. Mereka menggunakan teknik khusus untuk menjerat mangsanya, setelah itu tanpa disadari korbannya, pelaku kemudian mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya, merasa tidak sanggup untuk membebaskan diri dari praktek ini.

2. Tahapan Utama Pengalaman Trafiking

Tahap-tahap signifikansi psikologis dalam proses trafiking meliputi: a. Tahap sebelum berangkat,

b. Melakukan perjalanan dan transit, c. Tahap tempat tujuan,

d. Diselamatkan atau melarikan diri, penahanan dan deportasi, bukti kriminal,

e. Pemulangan dan reintegrasi.23

a. Tahap Sebelum Berangkat

Tahap sebelum berangkat mencakup periode sebelum individu bersangkutan masuk ke dalam situasi trafiking.

22 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta, 2005), h. 3.

23 Gushulak, B & McPherson, D, 2000, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM, 2003), h. 218-220.

Secara ringkas, beragam metode perekrutan dipergunakan:

1.Membidik orang-orang yang secara potensial (misalnya, para lelaki /perempuan di bar-bar, kafe-kafe, klub-klub);

2.Jaringan-jaringan informal melalui anggota keluarga dan teman-teman; 3.Iklan-iklan yang menawarkan kesempatan kerja dan kesempatan belajar ke

luar negeri;

4.Agen-agen yang menawarkan pekerjaan, belajar, pernikahan atau perjalanan ke luar negeri;

5.Pernikahan palsu yang telah diatur sebelumnya.

b. Tahap Perjalanan dan Transit

Tahap perjalanan dan transit dimulai pada saat perekrutan dan berakhir pada saat tiba di tempat tujuan pekerjaan. Perekrutan diikuti dengan suatu tahap perpindahan yang tidak didasarkan pada kebebasan dan kemauan sadar dari orang-orang yang diangkut. Kebanyakan orang yang mengalami trafiking belum pernah meninggalkan negeri asal sebelumnya. Sehingga, orang tersebut sepenuhnya bergantung pada para pelaku trafiking. Beberapa orang meninggalkan negeri mereka tanpa paspor internasional, tetapi kebanyakan, meski memiliki paspor, seringkali paspor mereka diambil dan ditahan oleh pelaku trafiking sebagai cara untuk pengamanan. Para pelaku trafiking sering mempergunakan cara-cara transportasi umum, karena lebih murah dan dapat meyakinkan orang-orang yang ditrafiking bahwa perjalanannya mempunyai tujuan legal.

Namun, orang-orang yang mengalami trafiking dihadapkan pada cara-cara transportasi yang berbahaya (misalnya: car boat) dan/atau penyeberangan-penyeberangan tapal batas yang berisiko tinggi, disertai ancaman, intimidasi, dan

kekerasan, termasuk pemerkosaan dan bentuk penyimpangan seksual lainnya disepanjang perjalanan. Orang yang mengalami trafiking rentan terhadap pelecehan yang dilakukan oleh banyak orang selama dalam tahap perpindahan, termasuk dari agen trafiking, pengantar, pengemudi, petugas perbatasan, dan sebagainya. Selain itu, tidak lazim didapati orang yang mengalami trafiking yang sudah mengalami beberapa siklus perjalanan dan transit dan sudah dijual kembali atau sudah ditrafiking lagi beberapa kali sepanjang perjalanan.

Bagi kebanyakan orang yang mengalami trafiking, tahap perpindahan juga merupakan tahap trauma awal sejak aktivitas-aktivitas gelap/haram ini dimulai. Keluar dari rumah dengan cepat akan memicu tingginya stress dan kecemasan bagi hampir semua orang yang sudah direkrut. Bagi sebagian besar orang, hal ini merupakan saat pertama mereka meninggalkan rumah dan memisahkan diri dari keluarga dan terlepas dari mekanisme dukungan sosial.

Ketika mereka mulai sadar, ternyata mereka sudah diperdaya, tersesat. Mereka merasa tak berdaya, tak kuasa dan menghadapi suatu masa depan yang suram dan tidak pasti. Dalam situasi-situasi yang berbahaya tanpa sarana untuk melarikan diri, orang yang mengalami trafiking mungkin tidak lagi mampu untuk berkonsentrasi dan berpikir secara rasional. Dalam kebanyakan kasus, orang-orang yang mengalami trafiking memiliki ingatan yang kurang bagus untuk mengungkap peristiwa yang telah dialami; bahkan lupa akan sejumlah rincian yang signifikan.

Taktik kontrol umum yang dipergunakan oleh para pelaku trafiking mungkin meliputi hal-hal berikut: melakukan teror (menanamkan rasa takut terus-menerus dan tak berbelas-kasihan), menipu dan mengelabui, mempertahankan

kondisi-kondisi yang tidak dapat diduga dan dikontrol (sehingga, para korban tetap bingung dan tidak mampu membuat rencana dan mengantisipasi kejadian-kejadian), mengurangi semua keputusan yang menumbuhkan kekuatan, dan manipulasi emosi (seperti ancaman untuk membiarkan keluarga tahu kegiatan yang mereka lakukan).24

c. Tahap Tempat Tujuan

Tahap tempat tujuan terjadi ketika orang yang mengalami trafiking ditempatkan untuk bekerja dan tunduk pada suatu kombinasi antara paksaan, kekerasan, tenaga kerja paksa, jeratan hutang atau bentuk-bentuk penyalahgunaan lainnya.. Banyak mekanisme yang berbeda-beda dipergunakan untuk memperoleh kekuasaan guna mengontrol orang yang mengalami trafiking selama dalam tahap eksploitasi.

1. Biasanya paspor dan dokumen-dokumen identitas mereka disita, dan mereka terperangkap dalam suatu lingkungan migrasi ilegal (sehingga mereka menjadi rentan terhadap tuntutan dan deportasi karena melanggar hukum dan peraturan-peraturan, atau pelacuran).

2. Para pelaku trafiking juga mempergunakan kekerasan dan pelecahan seksual: bagi kebanyakan perempuan, pemerkosaan sering menjadi langkah pertama untuk menuju tahap eksploitasi seksual.

3. Pola-pola psikologis normal secara teratur dimanipulasi dalam kadar-kadar tertentu untuk menyiksa dan pencucian otak: pencabutan hak tidur, menderita kelaparan, ruang pribadi dan privasi yang terbatas, ancaman-ancaman atas kehidupan, kekerasan dan penyiksaan berulang-ulang.

24 Zimmerman, C., Watts, C, IOM Counter-Trafficking Handbook, (New York: IOM, 2003), h. 217-219.

4. Penyiksaan fisik dan mental disertai ancaman-ancaman terhadap keselamatan keluarga mereka, larangan untuk menghubungi seorang anggota keluarga atau teman, sering ada denda uang dan perampasan uang, aset-aset bernilai dan terbatas yang dapat mereka miliki, penggunaan secara paksa atas alkohol dan bahan-bahan lainnya, dan teknik-teknik pemaksaan lainnya untuk menjamin adanya ‘kerjasama’ dan mencegah mereka agar tidak melarikan diri. Tidak mengherankan, orang yang mengalami trafiking pada akhirnya tidak lagi mampu melakukan kehendak bebasnya, dapat menyerah, dan dapat tunduk di bawah kontrol para pelaku trafiking.

5. Jeratan hutang: perbudakan terjadi dengan berpura-pura membayar kembali suatu akumulasi hutang yang meliputi harga yang telah dibayar ‘pemilik’ untuk perjalanan, dokumen palsu dan pembelian orang tersebut. Dalam beberapa contoh, para pelaku trafiking menambah terus hutang para korban dengan membebani ongkos untuk akomodasi, penjualan kembali ke ‘para pemilik’ lain, hukuman-hukuman, biaya makan, biaya penginapan, dan lain sebagainya.

3. Faktor di Belakang Perdagangan Perempuan & Anak a. Sisi Permintaan

2) Permintaan pelayanan dari pengguna sering dipenuhi oleh orang yang diperdagangkan (korban).

3) Diskriminasi gender

4) Informalisasi yang semakin meningkat dalam pasar tenaga kerja 5) Pertumbuhan industri seks dan tempat hiburan

6) Sifat perdagangan manusia yang beresiko rendah dan menguntungkan. 7) Tidak adanya kerangka peraturan yang efektif dan rendahnya

penegakan hukum

8) Lemahnya organisasi dan posisi tawar pekerja

9) Praktek-praktek sosio-kultural yang diskriminatif, misalnya dalam perkawinan

10)Pelanggaran hak asasi manusia

b. Sisi Suplai

1) Feminisasi kemiskinan

2) Pengangguran kronis dan kurangnya peluang ekonomi

3) Bertumbuhnya materialisme dan keinginan untuk hidup lebih baik 4) Situasi disfungsi keluarga

5) Ketidaksetaraan gender dalam akses terhadap pendidikan dan pelatihan 6) Kurangnya akses informasi

7) Diskriminasi berbasis gender ataupun etnis

8) Konteks budaya, sikap masyarakat dan praktek-praktek yang mentolerir kekerasan terhadap perempuan, Kebijakan migrasi yang selektif terhadap jenis kelamin tertentu (Kerangka peraturan dan hukum yang tidak efektif).

9) Pengungsian dan kekacauan yang diakibatkan oleh bencana alam dan juga bencana buatan manusia.25

4. Daerah Sumber, Transit dan Penerima

Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang. Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daerah sumber namun ada beberapa kabupaten/kota di propinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit. 26

5. Faktor-Faktor Perdagangan Manusia

Ada sejumlah faktor yang mendorong orang untuk meninggalkan rumah dan menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia.

a. Faktor pendorong

Faktor-faktor pendorongyang paling umum adalah: 1) Kemiskinan keluarga

2) Mencari pekerjaan

3) Meningkatnya materialisme

4) Konflik keluarga atau keluarga berantakan 5) Bencana alam atau perang

6) Buta huruf/ketidakpedulian/kurangnya kesadaran masyarakat 7) Kurangnya jaringan dukungan komuniti

8) Diskriminasi atas dasar gender dan/atau kesukubangsaan

25 GENPROM, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant Workers: An Information Guide, Booklet 6, Trafficking of Women and Girls, (ILO: Geneva, 2002), h. 24.

9) Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, anak laki dan anak perempuan dalam pendidikan dan pelatihan

10)Kebijakan migrasi yang memilih jenis kelamin tertentu

b. Faktor penarik

Faktor-faktor penarikyang paling umum adalah:

1) Permintaan akan tenaga kerja murah dan dapat dieksploitasi 2) Transportasi dan komunikasi yang lebih mudah dan mudah diakses 3) Ekonomi informal dan pasar tenaga kerja yang diperluas

4) Meningkatnya permintaan akan gadis remaja dan pemuda remaja di rumah-rumah bordil

5) Sifat perdagangan yang beresiko rendah dan banyak untung

6) Lemahnya penegakan hukum dan korupsi di antara pihak yang berwenang.

6. Pelaku Perdagangan Manusia (Trafficker)

Perdagangan orang melibatkan laki-laki, perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai “korban”, sementara agen, calo, atau sindikat bertindak sebagai yang “memperdagangkan (trafficker)”. Para germo, majikan atau pengelola tempat hiburan adalah “pengguna”. Termasuk dalam kategori pengguna adalah lelaki hidung belang atau pedofil yang mengencani perempuan dan anak yang dipaksa menjadi pelacur, atau penerima donor organ yang berasal dari korban perdagangan orang.

Pelaku perdagangan orang (trafficker) tidak saja melibatkan organisasi kejahatan lintas batas tetapi juga melibatkan lembaga, perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya dalam kegiatan

perdagangan orang.27 Perusahaan perekrut tenaga kerja dengan jaringan agen/calo-calonya di daerah adalah trafficker karena memfasilitasi pemalsuan KTP/Paspor serta secara ilegal menyekap calon pekerja migran di penampungan, dan menempatkan mereka dalam pekerjaan yang berbeda atau secara paksa memasukkannya ke industri seks.

a. Agen atau calo-calo bisa orang luar tetapi bisa juga seorang tetangga, teman, atau bahkan kepala desa, yang dianggap trafficker manakala dalam perekrutan mereka menggunakan kebohongan, penipuan, atau pemalsuan dokumen.

b. Aparat pemerintah adalah trafficker manakala terlibat dalam pemalsuan dokumen, membiarkan terjadinya pelanggaran dan memfasilitasi penyeberangan melintasi perbatasan secara ilegal. c. Majikan adalah trafficker manakala menempatkan pekerjanya dalam

kondisi eksploitatif seperti: tidak membayar gaji, menyekap pekerja, melakukan kekerasan fisik atau seksual, memaksa untuk terus bekerja, atau menjerat pekerja dalam lilitan utang.

d. Pemilik atau pengelola rumah bordil, berdasar Pasal 289, 296, dan 506 KUHP, dapat dianggap melanggar hukum terlebih jika mereka memaksa perempuan bekerja di luar kemauannya, menjeratnya dalam libatan utang, menyekap dan membatasi kebebasannya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan mempekerjakan anak (di bawah 18 tahun).

27 Rosernberg, 2003 dalam Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia, (Jakarta, 2005), h. 7.

e. Calo pernikahan adalah trafficker manakala pernikahan yang diaturnya telah mengakibatkan pihak isteri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif walaupun mungkin calo yang bersangkutan tidak menyadari sifat eksploitatif pernikahan yang akan dilangsungkan.

f. Orang tua dan sanak saudara adalah trafficker manakala mereka secara sadar menjual anak atau saudaranya baik langsung atau melalui calo kepada majikan di sektor industri seks atau lainnya atau jika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan diterima oleh anak mereka nantinya.

g. Orang tua menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utangnya dan menjerat anaknya dalam libatan utang.

h. Suami adalah trafficker manakala ia menikahi perempuan tetapi kemudian mengirim isterinya ke tempat lain untuk mengeksploitirnya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi.

7. Pengguna 28

a. Germo dan pengelola rumah bordil yang membutuhkan perempuan dan anak-anak untuk dipekerjakan sebagai pelacur.

b. Laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia dan kelainan seks lainnya serta para pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di suatu negara.

c. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti.

d. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks.

e. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.

f. Sindikat narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya.

g. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.

h. Keluarga yang ingin mengadopsi anak.

i. Laki-laki China dari luar negeri yang menginginkan perempuan “tradisionil” sebagai pengantinnya.

8. Teknik Pelaku Perdagangan Manusia 29

29 Nelien Haspels dan Busakorn Suriyasarn. Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak (Panduan Praktis bagi

a. Berjanji memberikan pekerjaan yang baik b. Perkawinan semu

c. Mengunjungi kerabat

d. Menjanjikan pendidikan yang lebih baik/tinggi e. Menjanjikan makanan enak/perhiasan dll. f. ancaman

g. penculikan h. pembiusan.

9. Eksploitasi Perdagangan Manusia dan Tenaga Kerja

Perempuan dan anak-anak diperdagangkan bukan hanya untuk pelacuran, tetapi juga untuk tujuan eksploitasi lainnya seperti :

a. Kerja pabrikan b. Kerja domestik c. Kerja pertanian

d. Kerja di industri hiburan, termasuk pornografi e. Pekerja hotel/ klub malam.

f. Kerja di panti pijat dan bar-bar karaoke g. Kawin paksa

Tabel 1: Lokasi Kerawanan Pekerja Migran

Lokasi Bentuk kerawanan

Organisasi). Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (IPEC) Kantor Subregional untuk Asia Timur), h. 175.

Desa Tidak adanya kejelasan informasi mengenai standar perekrutan

Para pekerja domestik (buruh migran) biasanya mudah ditipu.

Pelecahan seksual

PJTKI Terisolasi: dan mengalami pemaksaan

Lamanya waktu menunggu tanpa adanya informasi yang jelas tentang pemberangkatan.

Makan tidak bergizi, dan kurangnya air bersih untuk minum.

Minimnya fasilitas sanitasi (MCK). Pelecahan seksual.

Bekerja tanpa bayaran. Sakit

Meninggal dunia

Dalam Bekerja Pemaksaan kontrak kerja, bekerja kepada lebih dari satu majikan

Gaji ditahan

Gaji tidak dibayarkan

Membayar makan sendiri (gaji yang dipotong untuk biaya makan).

Pelecehan seksual

Tidak mendapatkan layanan kesehatan Meninggal dunia

Tempat bekerja tidak jelas, diculik, dipaksa kembali oleh majikan, deportasi

Dituduh mencuri

Tidak adanya akses komunikasi keluar, dikurung, dipenjara

Kontrak kerjanya tidak manusiawi

Hak milik tidak dikembalikan (barang-barang pribadi)

Saat kembali Pulang dengan ongkos sendiri Diperas pada saat di bandara

Dipaksa untuk menukarkan mata uang asing dengan kurs rendah

Gaji tidak ditransfer

Meninggal dunia karena kecelakaan di jalan raya Menanggung aib atas anak hasil perkosaan

Tabel 2: Kerawanan Saat Proses Bekerja

Waktu Kemungkinan Kerawanan

Pagi hari Kecelakaan kerja

Banyaknya perintah dengan waktu singkat Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah Siang hari Kecelakaan kerja

Dirampok ketika majikan tidak di rumah Pelecehan seksual dengan kekerasan

Tidak diperkenankan untuk menjalankan ibadah Malam hari Eksploitasi kerja

Tidak dibayar atas jam kerja yang berlebihan Tidak adanya waktu untuk beristirahat Hari Libur Ekploitasi dalam bekerja. 30

Dokumen terkait