• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perebutan Kekuasaan Antara Inggris Dengan Portugis dan

BAB III : Awal Kedatangan Inggris di Semenanjung Malaya

B. Perebutan Kekuasaan Antara Inggris Dengan Portugis dan

Persaingan antar kekuatan dagang Eropa dari abad ke-16 hingga ke-19 dalam memperebutkan hegemoni perdagangan di kawasan Asia, terutama Asia Timur dan Asia Tenggara, tidak terlepas dari kekuatan militer. Di Asia Tenggara, model persenjataan dan perbentengan Eropa yang jauh lebih unggul daripada persenjataan kesultanan lokal, membuat mereka leluasa mengukuhkan monopoli perdagangan di Asia Tenggara. Perkembangan militer menyebabkan berbagai kesultanan lokal berusaha mengadopsi model militer dari para pedagang asing.11

Malaka adalah pelabuhan strategis di Selat Malaka dalam kurun waktu abad ke-15 hingga ke-18. Ketika Malaka dikuasai oleh Portugis, Kesultanan Aceh, Johor serta beberapa kesultanan di Jawa berusaha menguasai Malaka dari Portugis. Begitupun ketika Belanda dan Inggris hadir di wilayah Asia Tenggara, mereka mengarahkan perhatian kepada Malaka. Kepulauan Timur Indonesia sebagai produsen rempah-rempah, adalah kawasan sengketa bagi bangsa-bangsa Eropa dalam persaingan monopoli perdagangan rempah-rempah.

Kehadiran Belanda adalah faktor penting bagi kesultanan dan kerajaan di Nusantara dalam menekan kekuatan Portugis di Malaka dan di kepulauan Timur Indonesia. Belanda mempropagandakan taktik dan misi melalui penawaran

10

Bassett,European Influence, h. 19. 11

Anthony Reid,Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, (Jakarta : Pustaka LP3ES, 2004), h. 11-13.

bantuan menangani konflik internal dan eksternal kerajaan, disertai imbalan memperoleh wilayah kekuasaan. Belanda memperoleh hak-hak istimewa dalam perjanjian perdagangan dengan raja-raja Nusantara, yang meliputi; hak beli utama, monopoli hasil bumi, penyerahan wajib yang jumlahnya berubah-ubah dan dibeli dengan harga yang ditetapkan, dan upeti tanpa pengganti dari VOC.12

Sepanjang abad ke-17, Inggris telah menunjukkan perkembangan pesat dalam pelayaran dan perdagangan di bawah EIC. Katun dan candu merupakan alat tukar untuk mendapatkan rempah-rempah dan dijual di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Pelayaran Globe telah membuka kantor dagang di Masulipatam, pantai Coromandel, serta membuka perdagangan dengan Siam dan Burma, yang secara tidak langsung terlibat dalam perdagangan Cina dan Jepang. Kantor-kantor dagang Inggris di Nusantara berdiri di Aceh, Pariaman, Jambi, Banten, Jakarta, Jepara dan Ujung Pandang.13

Kemajuan perdagangan telah menjadikan Inggris dan Belanda sebagai dua negara maritim berpengaruh di dunia. menimbulkan persaingan terkait sistem perdagangan dan klaim wilayah-wilayah sebagai koloni mereka. Konflik tersebut menciptakan suatu peperangan yang dikenal dengan Perang Inggris-Belanda yang berlangsung pada abad ke-17 dan ke-18, yang terjadi 4 kali; dari tahun 1652-1654, dari tahun 1664-1667, dari tahun 1672-1674, dan dari tahun 1780-1783.14

Konflik di Hindia Timur pada abad ke-17 terjadi karena sistem monopoli perdagangan rempah-rempah, yang diakhiri dengan Perjanjian Breda pada tahun

12

D. H. Burger,Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Jil. I, (Jakarta : Pradnjaparamita, 1962), h. 67-8.

13

Hall.,Sejarah Asia Tenggara, h. 257-8 14

A. Herman, To Rule The Waves: How the British Navy Shaped the Modern World, (New York : HarperCollins, 2004) h. 560.

1667. Inggris memberikan kontrol penuh kepada Belanda di wilayah Timur dan menutup semua kantor dagang di Nusantara kecuali di Bengkulu. Walaupun demikian pada abad ke-17, Inggris telah mengukuhkan dua area komersial mereka; di India dan Hindia Timur, yaitu di wilayah daratan Asia Tenggara; Birma, Siam, Kamboja dan Tongking.15

Di Semenanjung Malaya, Belanda bersama alliansi Kesultanan Johor mengendalikan sistem politik dan memonopoli perdagangan di Selat Malaka dan Semenanjung Melayu hingga abad ke-18. Sejak tahun 1760, penjualan timah dan perak secara pesat meningkatkan neraca keuangan VOC, selain keuntungan dari pajak dan bea masuk perkapalan yang meningkat.16

Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran yang sangat pesat. Kerugian sejak tahun 1780, karena terjadinya peningkatan biaya operasional dan menurunnya hasil penjualan secara keseluruhan, berakibat kepada pengalihan perhatian Belanda kepada komersial pertanian dan terkonsentrasi di pulau Jawa. Daerah territorial Belanda di Semenanjung Malaya hanya terpusat di Malaka dan menggabungkannya dengan daerah Naning.17

Pendirian koloni Inggris pertama di Semenanjung Malaya oleh Francis Light di Penang pada tahun 1786, mentransformasikan kekuatan territorial sebagai tonggak keamanan bagi perdagangan Inggris. Hingga tahun 1805, Penang adalah daerah bawahan Benggala, di bawah pengawasan Gubernur Calcutta.18

15

Bassett,European Influence, h. 19-20. 16

C. Mary Turnbull,A History of Malaysia, Brunei and Singapore, (Australia : Allen & Unwin Sydney, 1989) h. 58.

17

Ibid., h. 59. 18

C. D. Cowan,Early Penang and the Rise of Singapore 1805-32, JMBRAS : 23, no.2, 1950., h. 3.

Kekalahan Belanda dalam Perang Napoleon tahun 1795, turut berperan melemahkan posisi Belanda di Hindia Timur. Negara Belanda beserta koloni-koloninya beralih ke Perancis, termasuk Nusantara dan Semenanjung Malaya.

Perjanjian “Surat Kew” antara raja Belanda William V, Prince of Orange, dengan pemerintah Inggris pada tahun 1795 bertujuan menyelamatkan koloni Belanda di Hindia Timur. Pengambil-alihan koloni Belanda kepada Inggris tanpa disertai perlawanan dari penguasa Belanda di Hindia Timur, menyebabkan Inggris lebih leluasa dalam menjalankan perniagaan dan menguasai perdagangan Selat Malaka sebagai rute penting menuju kawasan Laut Cina Selatan.19 Daerah-daerah di sepanjang pesisir barat Sumatera menjadi favorit dalam kegiatan perdagangan internasional yang semakin ramai.

Kesepakatan antara Inggris-Belanda perihal pengembalian koloni-koloni Belanda pada tahun 1814, kecuali Bangka, Belitung, dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Palembang, Najamuddin,20 menghilangkan rencana Raffles tentang pemukiman permanen dan pelabuhan utama Inggris di Jawa. Kekayaan alam Hindia Belanda yang akan sangat menguntungkan Inggris, membuat Raffles tidak menyetujuinya walaupun menerima konvensi tersebut.

Raffles mempercayai bahwa Inggris perlu mencari cara untuk menjadi penguasa dominan di Hindia Timur, yaitu dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Malaka. Pada tahun 1818, Raffles berhasil meyakinkan EIC untuk mengambil-alih pulau Singapura sebagai pelabuhan baru Inggris.

19

J. Kennedy,A History of Malaya A.D. 1400–1959, (London : MacMillan & CO LTD, 1962), h. 85.

20

Sartono Kartodirdjo,Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium, Jil. I, (Jakarta : Gramedia, 1988), h. 273.

Kolonisasi yang dilakukan oleh Inggris dan Belanda di daerah-daerah Malaya dan Indonesia membuat perjanjian-perjanjian dagang antara Inggris dan Belanda terus diusahakan demi keamanan dari perjanjian Amiens tahun 1802 hingga perjanjian London pada tahun 1824, sebagai upaya mengatasi konflik yang bermunculan akibat Perjanjian Inggris-Belanda pada tahun 1814.

Pihak Belanda diwakili oleh Hendrik Fagel dan Anton Reinhard Falck, sedangkan pihak Inggris diwakili oleh George Canning dan Charles Watkins William Wynn. Serah terima kepemilikan dilaksanakan tanggal 1 Maret 1825. Termasuk penyerahan Jawa, seperti yang tercantum dalam Convention on Java tanggal 24 Juni 1817. Perjanjian disahkan tanggal 30 April 1824 oleh pihak Inggris dan tanggal 2 Juni 1824 oleh pihak Belanda.

Secara garis besar isi dalam perjanjian tersebut antara lain :

1. Pembatasan pajak yang dikenakan pada barang dan kapal dari negara lain. 2. Tidak membuat perjanjian dengan negara bagian Timur yang tidak

mengikutsertakan / membatasi perjanjian dagang dengan negara lain. 3. Tidak menggunakan kekuatan militer dan sipil untuk menghambat

perjanjian dagang.

4. Melawan pembajakan dan tidak menyediakan tempat perlindungan bagi pembajak atau mengijinkan penjualan dari barang-barang bajakan.

5. Pejabat lokal masing-masing tidak dapat membuka kantor perwakilan baru di pulau-pulau Hindia Timur tanpa seijin dari pemerintah mereka di Eropa. Pertimbangan-pertimbangan dalam perjanjian ini, mengikutsertakan pula : 1. Belanda menyerahkan semua dari perusahaan / bangunan yang didirikan

2. Belanda menyerahkan Malaka dan tidak membuka kantor perwakilan ataupun membuat perjanjian dengan penguasa di Semenanjung Malaya. 3. Belanda menarik mundur oposisinya dari pendudukan pulau Singapura,

sedangkan Inggris menarik mundur oposisinya dari pulau Billington. 4. Inggris menyerahkan Fort Marlborough di Bengkulu serta seluruh

kepemilikannya di pulau Sumatra kepada Belanda dan tidak mendirikan perwakilan atau membuat perjanjian dengan penguasanya.

5. Inggris menyetujui untuk tidak mendirikan perwakilan dan membuat perjanjian dengan penguasa-penguasa di kepulauan Karimun dan pulau-pulau seperti Batam, Bintan, Lingga, dan pulau-pulau-pulau-pulau lain yang terletak di selatan dari Selat Singapura.

6. Inggris meminta untuk diberikan akses perdagangan dengan kepulauan Maluku, terutama dengan Ambon, Banda dan Ternate.21

Pulau Singapura berkembang menjadi koloni perdagangan paling strategis di Asia Tenggara dan sebagai frontliner di rute perdagangan menuju Laut Cina Selatan. Selat Malaka adalah kawasan yang harus dilindungi demi menjamin keamanan perdagangan Inggris di kawasan Laut Cina Selatan. Komoditas perdagangan yang mengalir dari pesisir Sumatera tetap mereka dapatkan tanpa harus menguasai pesisir tersebut secara teritorial, yang membuat Inggris mendominasi perdagangan di Nusantara dan Semenanjung Malaya.

21

Lihat, L. A. Mills, British Malaya 1824-67; The Anglo-Dutch Treaty of 1824, JMBRAS : 33, no.4, 1960.

C. Kontak Perdagangan Inggris dengan Kesultanan Islam Semenanjung

Dokumen terkait