• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Politik Perempuan

2.2.2. Perempuan di Kancah Politik

Perempuan merupakan substansi yang selalu enak dan elok untuk diperbincangkan oleh semua kalangan, baik kalangan laki-laki maupun kalangan perempuan itu sendiri. Itu bisa dimaklumi, mengingat perempuan adalah sosok yang cukup penting dalam kehidupan. Perempuan merupakan penerus, pengabdi, dan pendidik bagi generasi yang akan datang, yaitu generasi yang akan menentukan perjalanan bangsa tercinta ini.

Kalau kita berbicara perempuan haruslah pertama-tama kita mulai dengan menempatkan mereka sebagai manusia. Dengan bertumpu pada titik pandang kemanusiaan, kita akan menilai bahwa perempuan dan laki-laki pada dasarnya sama, mereka mempunyai kecerdasan otak yang sama, sama mulia budi pekertinya, sama luhur cita-citanya, dan sama-sama memiliki impian dan harapan. Dan tentu mereka mempunyai potensi kepemimpinan yang sama, baik potensi kepemimpinan sebagai individu maupun makhluk sosial (Marwah Daud, 1996).

Kaum laki-laki telah melahirkan karya seni yang besar; kaum perempuan telah melahirkan kaum laki-laki; dan ibu yang besar akan melahirkan bangsa yang besar pula, sebagaimana yang dikutip oleh pemikir proklamator kita dalam Colin Brown, Soekarno on the of women. Kutipan tersebut mengisyaratkan gambaran kenyataan peran dan fungsi perempuan sangat penting dan menentukan dalam kehidupan, karena perempuan menjadi pusat atau sentralnya sebuah bangsa akan berkembang.

Kepemimpinan perempuan dalam era pembangunan baik sekarang maupun masa akan datang mempunyai potensi dan peran yang besar dalam

pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya pada semua tingkat internasional, regional.

Pada masa pra Islam dunia diwarnai oleh imperialisme dan kolonialisme antar sesama manusia maupun antar kelompok, suku, dan bangsa. Kaum perempuan diibaratkan tidak lebih dari barang yang bisa dijual belikan, menjadi bagian dari kaum laki-laki (subordinatif), makhluk yang tidak berharga, tidak memiliki independensi diri, hak-haknya boleh dirampas dan ditindas, keberadaannya sering menimbulkan masalah, dan diletakkan dalam posisi marginal. Setelah Islam datang membawa pesan moral kemanusiaan dan mengajak manusia untuk melepaskan diri dari tirani kemanusiaan, dan manusia dipandang setara di hadapan Allah SWT. Tidak ada yang lebih istimewa dan tidak ada yang lebih nesta. Hanya satu yang manjadi pembeda di hadapan Allah SWT. yaitu kadar ketaqwaannya (Syafiq, 2001).

Penghormatan Islam kepada kaum perempuan terjadi pada saat kehidupan masyarakat Islam berada pada masa Rasulullah SAW. Kaum perempuan pada masa tersebut mendapatkan perlakuan yang tidak berbeda dengan kaum laki-laki. Apabila kaum laki-laki dapat berperan dalam dunia publik, perempuan juga tidak dilarang pada medan yang sama. Rasulullah SAW. telah memulai suatu tradisi baru yang dianggap tindakan revolusioner dalam memandang prempuan. Beliau melakukan perombakan besar-besaran terhadap cara pandang (world view) masyarakat Arab yang pada waktu itu masih didominasi oleh cara pandang masa Raja Fir`aun. Penghargaan terhap perempuan sudah tidak ada sama sekali, kelahiran anak perempuan langsung membuat muka mereka masam.

Oleh sebab itu, dalam pelbagai kesempatan pembelaan Rasulullah SAW. dilakukan di depan siapa pun dan dalm kesempatan apa pun. Rasulullah SAW. sadar bahwa membela perempuan adalah wujud dari komitmen kemanusiaan. Dalam sesempatan yang lain, Rasulullah SAW. menampilkan perempuan sebagai sosok yang sangat penting dalam kehidupan, dalam fungsinya sebagai pembawa cahaya terang bagi kehidupan keluarga. Dikatakan oleh beliau, bahwa perempuan adalah pelita bagi kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, Islam sebenarnya menjadi sarana yang tepat untuk mempersatukan misi dan visi kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan (Syafiq, 2001).

Walaupun sekarang sudah banyak perempuan yang memegang jabatan politik (pemimpin publik) didalam kehidupan politik kenegaraan, namun jumlahnya masih sedikit dibandingkan laki-laki, apalagi jika dibandingkan jumlah perempuan yang prosentasenya lebih banyak dari lak-laki secara umum (Majid, 2003). Dan ketika Filipina memiliki presiden perempuan Qorazon Aquino, betapa pers menyorotinya sedemikian rupa, tidak hanya karena ia seorang presiden, namun juga karena ia perempuan, sampai-sampai pakaian yang dikenakan saja diliput, sekalipun secara historis tidak sedikit perempuan yang berperan dalam pentas politik (penguasa negara) (AM. Fatwa,1997).

Bahkan perempuan yang duduk di lembaga politik pemerintah hanya sekitar 8% dari keseluruhan perempuan yang ada di suatu negara tertentu. Bahkan perempuan di negara besar, seperti Amerika Serikat, kurang dari 5% dari jumlah keseluruhan perempuan. Contoh lain, di Selandia baru prosentasenya yang duduk didalam parlemen hanya mencapai 5% dari keseluruhan jumlah perempuan di

negara tersebut. Sedangkan di Britania Raya dan India, peran perempuan dalam parlemen lumayan cukup besar, yang mencapai 8-10% dari keseluruhan perempuannya. Itu sebagian contoh kecil dari gambaaran perempuan yang menjabat jabatan politik dalam kehidupan politik kenegaraan (Teguh, 1999).

Sebagai bukti keberhasilan kaum perempuan yang menjabat dalam bidang politik kenegaraan, cukuplah penulis sebutkan beberapa perempuan yang menduduki jabatan pemimipin tertinggi di sejumlah negara, pada zaaman dahulu hingga sekarang. Mereka termasuk para pemimpin yang sukses dan melebihi kaum laki-laki:

1. Hatsybisut yang memimpin Mesir lebih dari dua puluh tahun pada masa al-Usrah 18 (1555-1350 SM).

2. Cleopatra yang diasingkan saudaranya agar jauh dari kekuasaan. Akan tetapi, ia tidak menyukai hidup terasing yang menyengsarakan. Kemudia ia berusaha kembali ke tanah kelahirannya dan berhasil mengambil kembali haknya untuk menjadi penguasa Mesir.

3. Shafiyyah Hatun, putri Raja Thahir yang berkuasa di Aleppo (Halab), pada masa Al-Mamalik. Ia mengatur pemerintahan seperti raja-raja sebelumnya, dan kejayaannya berlangsung sampai enam tahun.

4. Ghaziyyah Khayun, putri Raja Al-Kamil, istri Raja Al-Muzhaffar Mahmud, yang menguasai Hamah.

5. Syajarah al-Durr yang sempat menyembunyikan berita kematian suaminya agar tidak mempenagruhi mental para panglima pasukan yang akan menyerang pasukan tentara salib yang dipimpin Louis IX. Syajarah

mengumpulkan para panglomanya dan berkata, “Raja menyuruh kalian untuk bersumpah kepadanya”. Kemudian ia menyerahkan kepemimpinannya kepada putranya, Raja Turan Syah. Dan ketika kemenangan suadah diraihnya, Syajarah al-Durr mengumumkan kematian suaminya dan pembaiatan kepada putranya. Kemudia semua bersepakat untuk memberikan penghargaan kepada ratu ini dengan mengabadikan namanya pada uang logam yang bertuliskan al-Musta`shimiyyah al- Shalihiyyah Malikah al-Muslimin.

6. Al- Bisysyi yang memimpin Persia. 7. Bandranika Pemimpin Srilangka. 8. Indira Ghandi pemimpin India.

9. Fathimah `Ali jinan sebagai pemimpin Pakistan. 10. Margareth Teacher pemimpin Inggris.

11. Growharlem Bernette pemimpin Norwegia. 12. Corazon Aquino pemimpin Filipina. 13. Golda Meir pemimpin Mesir.

Dan masih banyak lagi sejumlah perempuan yang memegang tampuk kepemimpinan, seperti negara kita sendiri yang dipimpin oleh ibu Megawati Soekarno Putri, Ratu Denmark, Ratu Inggris, dan lain-lain di beberapa kerajaan di Eropa (Qasim, 92).

Islam pun tidak kekurangan tokoh-tokoh perempuan, sebagaimana Sayyidah `Aisyah binti Abu Bakar yang pernah memimpin perang Jamal. Di dunia Islam muncul banyak perempuan yang berkiprah dalam dunia sosial

maupun politik. Mereka memiliki peranan besar dalam Islam. Barang kali prosentase jumlah perempuan yang duduk dalam politik pada tahun-tahun sekarang ini mengalami peningkatan, itulah harapan kita semua.

Dokumen terkait