Mohon menjelaskan kelembagaan tata kelola yang direncanakan atau sudah ada saat ini untuk mengelola program PE (panitia, satgas), dan kelembagaan parapihak terkait dengan Program PE (yaitu siapa saja yang berpartisipasi dalam program PE, dan bagaimana, termasuk peran LSM dan masyarakat sekitar hutan) Kelembagaan diusulkan untuk Program PE ini dirancang untuk: (1) memfasilitasi koordinasi antar pemangku kepentingan; (2) memastikan efektivitas dan efisiensi mekanisme pembagian keuntungan; (3) menjamin partisipasi setiap pemangku kepentingan; (4) penyesuaian dengan program REDD+ nasional; dan (5) memfasilitasi koordinasi program di seluruh kabupaten yanga ada di Kaltim.
Para pemangku kepentingan utama di tingkat nasional dan peran mereka adalah sebagai berikut: 1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menjadi lembaga manajemen utama
dari Program PE dan akan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di Kaltim. KLHK juga akan memberikan bantuan teknis terbatas untuk mempersiapkan provinsi dalam melaksanakan program PE mereka, sebagian melalui Dana Kesiapan FCPF (FCPF Readiness Fund).
2. Bappenas akan mendukung Program PE dan memasukkan ke dalam program nasional untuk penurunan emisi GRK untuk mendukung pembangunan rendah emisi karbon. Bappenas juga dapat memantau pelaksanaan dukungan untuk pengembangan KPH.
3. Kementerian Keuangan akan membantu merancang kerangka hukum untuk mekanisme pembagian keuntungan. Kementerian Keuangan juga penting untuk pengembangan mekanisme insentif untuk pemerintah provinsi dan kabupaten.
4. Departemen Dalam Negeri dapat memainkan peran penting dalam pembagian manfaat, melalui fasilitasi dana perimbangan dan program PNPM.
5. Nasional Kehutanan Dewan (Dewan Kehutanan Nasional) adalah perwakilan dari organisasi masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah yang bekerja di bidang kehutanan dan akan mendukung pelaksanaan Program PE dengan mempromosikan dimasukkannya masyarakat setempat dan pihak lain yang terkena dampak.
Para pemangku kepentingan utama di tingkat provinsi dan kabupaten dan peran mereka adalah sebagai berikut:
1. Dewan Daerah Perubahan Iklim akan menjadi focal point dan koordinator pelaksanaan program PE di Kalimantan Timur.
2. Bappeda Provinsi Kaltim akan mendukung Program PE dan memasukkan ke dalam program daerah untuk penurunan emisi GRK untuk mendukung pembangunan rendah emisi karbon di Kaltim.
3. Badan Lingkungan Hidup akan mendukung pelaksanaan PE dengan melakukan pemantaun dan pelaporan pengurangan emisi
4. Dinas Kehutanan Provinsi akan memberikan dukungan untuk Program PE dan memasukkan ke dalam rencana pengelolaan hutan lestari di tingkat provinsi, termasuk manajemen KPH. Dalam hal ini KPH akan mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan di tingkat tapak.
5. Bappeda Kabupaten akan bertanggung jawab untuk memastikan program PE dapat diimplementasikan dan dipantau dan akhirnya diintegrasikan ke dalam Program REDD+ provinsi. 6. Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim akan mendukung pelaksanaan pengurangan emisi dalam
kerangka pembangunan perkebunan, khususnya kelapa sawit
7. Dinas Pertambangan dan Energi akan mendukung pelakansaan program PE di kawasan pertambangan
8. Lembaga desa akan mendukung pelaksanaan program dan partisipasi masyarakat lokal dalam program
9. Masyarakat adat akan berpartisipasi dalam pelaksanaan Program dan akan menjadi penerima utama investasi dan insentif
10. LSM lokal akan mendukung KPH dan pemerintah kabupaten dalam mempersiapkan dan melaksanakan program ER, melalui dukungan teknis dan keuangan
11. Mitra Program, nasional, dan LSM internasional, akan mengelola, dana dan mengkoordinasikan Kegiatan PE di tingkat provinsi/kabupaten/KPH bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten.
7.2 Menghubungkan kelembagaan program PE dengan kerangka implementasi REDD+ nasional
Mohon menjelaskan bagaimana kelembagaan untuk program PE yang diusulkan sejalan dengan kerangka REDD+ nasional
Kelembagaan yang diusulkan langsung menghubungkan program PE ke KLHK yang memiliki mandat untuk membantu Presiden dalam koordinasi, perencanaan, manajemen, pemantauan, dan pengawasan kegiatan REDD+. KLHK, berdasarkan UU No. 41/1999, memiliki legitimasi dan kapasitas untuk mengelola dan melaksanakan program REDD+. Program ini juga memberikan peran penting kepada pemerintah provinsi dan kabupaten, yang akan memiliki peran penting dalam menerapkan pendekatan Indonesia untuk REDD+, yang didasarkan pada perhitungan nasional dan implementasi sub-nasional. Juga peran KPH dalam program ini, termasuk peran jasa hutan di tingkat provinsi dan kabupaten.
7.3 Kapasitas lembaga dan organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan program PE yang diusulkan
Mohon menjelaskan bagaimana institusi dan organisasi yang diidenfikasi di bagian 3.1 memiliki kapasitas (baik teknis maupun keuangan) untuk melaksanakan program PE yang diusulkan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menjadi lembaga pengelola utama dan akan memberikan bimbingan dan pengawasan atas Program PE. KLHK mengelola anggaran yang signifikan dan juga telah menerima hibah dari beberapa donor internasional. Direktur Jenderal Penaggulangan Perubahan Iklim akan menjadi mitra utama Badan Litbang dan Inovasi dalam melaksanakan Program PE dalam kerangka CF ini. Direktorat Pengelolaan Wilayah Dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan, yang merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, bertanggung jawab untuk mendukung pembentukan KPH dan akan menjadi mitra kunci juga dalam Program PE. Pusat LItbang Sosial Ekonomi, Kebijakan, dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) adalah sebuah pusat di Badan LItbang dan Inovasi (BLI). Tugasnya alah melaksanakan
penelitian tentang aspek social ekonomi, kebijakan perubahan iklim dan pelaksanaan program REDD+, termasuk Program Kesiapan FCPF Indonesia.
Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kalimantan Timur adalah mitra kunci potensial untuk melaksanakan Program PE. DDPI merupakan lembaga multipihak yang telah melakukan koordinasi perencanaan dan implementasi pembangunan rendah emisi di Provinsi Kalimantan Timur. Memiliki pengalaman yang signifikan (dan infrastruktur operasional) dalam pengelolaan pendanaan donor untuk pembangunan yang dilaksanakan oleh para pihak, terutama yang berbasis masyarakat.
Nasional Kehutanan Dewan (DKN) adalah badan perwakilan multi-stakeholder yang dirancang untuk mengatur proses konsultatif dan memberikan saran kebijakan kepada Pemerintah. DKN didirikan pada Kongres Kehutanan Indonesia Keempat pada tahun 2006. DKN adalah organisasi berbasis konstituen dan disusun dalam lima kamar yang dirancang untuk mewakili kelompok stakeholder utama di sektor kehutanan: pemerintah, masyarakat, bisnis, akademisi, dan LSM (termasuk perwakilan 'organisasi adat’). Diakui dan dihormati secara luas, mandat DKN adalah membantu perumusan kebijakan yang efektif melalui peningkatan komunikasi antara pemangku kepentingan, peningkatan kesepakatan tentang masalah-masalah kehutanan yang penting, dan meningkatkan penyebaran informasi tentang kinerja sektor kehutanan.
Tahap desain Program PE akan mengidentifikasi mitra yang kuat di tingkat provinsi. Organisasi masyarakat sipil dengan pengalaman dalam bekerja sama dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah dalam penegakan hukum dan tata kelola hutan, reformasi hutan dan penguasaan lahan, dan pengembangan lahan terdegradasi, akan menjadi mitra penting dalam memberikan bantuan teknis dan melaksanakan kegiatan PE. Mitra pelaksana akan dipilih berdasarkan kemampuan mereka untuk bekerja secara sektoral, untuk mendampingi masyarakat, dan untuk melaksanakan kegiatan proyek.
7.4 Langkah selanjutnya untuk menyelesaikan desain pelaksanaan program PE yang diusulkan (REL/FRL, sistem pemantauan Program PE, pendanaan, tatakelola, dll.). Berikan estimasi tatawaktu untuk
masingmasing tahapan.
Januari 2016 ke September 2017: Penyusunan Dokumen Program dan Investasi REDD+
1. Penyampaian FCPF ReadinessPackage pada Komite Peserta FCPF, termasuk REL/FRL, Sistem Pemantauan REDD+ Nasional, dan ESMF
2. Rancangan program harus berdasarkan konsultasi publik 3. Rencana Safeguards
4. Rencana Pembagian Manfaat 5. Penilaian FGRM
6. Penilaian lahan
7. Kesiapan Investasi REDD+ dan persiapan Program PE
Oktober 2017: Penyampaian Dokumen Program FCPF CF Januari 2018 sampai tahun 2025: Implementasi Program CF
1. Penandatanganan ERPA 2. Pelaksanaan Program PE
3. Verifikasi Tahunan PE dan pembayaran berbasis kinerja 4. Transisi ke sumber pembayaran PE lainnya
2025 - 2030: pembayaran berdasarkan kinerja dari REDD+ Indonesia dan sumber-sumber potensial lainnya
7.5 Rencana Pendanaan (dalam juta US$)
Mohon mendeskripsikan tata kelola keuangan dari program PE yang diusulkan termasuk potensi sumber dana. Tata kelola keuangan ini harus mencakup pendanaan jangka pendek dan panjang. Jika program PE yang diajukan merupakan kegiatan yang sedang berjalan yang didanai oleh donor atau bank pembangunan multilateral, jelaskan secara detil program tersebut, termasuk tata waktu pendanaannya. Gunakan tabel di lampiran untuk menyusun ringkasan rencana keuangan awal.
Pendanaan Program PE dapat dimobiilisasi dari potensi dana yang berasal dari berbagai sumber, potensi pengguna dan penggunaan yang beragam, dan tata kelola yang multi-pihak. Sumber pendanaan dan skema-skema yang dapat dikembangkan untuk pendanaan meliputi:
1. Pemerintah, yang berasal dari anatara lain:
a. Penganggaran pelaksanaan SRAP dialokasikan melalui kerangka keuangan negara dalam bentuk APBN, APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota;
b. Pendanaan melalui kerjasama antara Pemerintah Asing dengan Pemerintah Indonesia, seperti LoI Indonesia dan Pemerintah Norwegia; GIZ FORCLIME, GIZ SFF, di Provinsi Kaltim;
c. Pendanaan melalui Bank Dunia melalui hibah dan hutang berbunga ringan melalui Forest Invesment Program (FIP);
d. Pendanaan melalui kerjasama Pemerintah dengan lembaga donor asing, seperti Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF);
e. Pendanaan melalui Debt for Nature Swap seperti Tropical Forest Conservation Act (TFCA) di Kabupaten Berau dan Kutai Barat.
2. Swasta, yang berasal dari antara lain:
a. Pendanaan dari alokasi dana Corporate social responsible (CSR) dan Community Development (Comdev) yang dikhususkan untuk kegiatan terkait REDD+;
b. Pendanaan dari kegiatan-kegiatan restorasi ekosistem yang dikelola pihak swasta; c. Pendanaan dari kegiatan pengembangan Jasa Lingkungan yang dikelola pihak swasta; d. Pendanaan dari konstribusi/partisipasi/hibah pihak swasta dalam bidang lingkungan hidup; e. Pendanaan dari investor yang tertarik untuk mendorong dan/atau mendapatkan manfaat dari
program/proyek/kegiatan REDD+ di Kaltim;
3. Lainnya, yang berasal dari antara lain:
a. Pendanaan dari lembaga atau donor yang tertarik untuk mendorong dan/atau mendapatkan manfaat dari program/proyek/kegiatan REDD+ di Kaltim;
b. Pendanaan dari individu dan kelompok sosial yang secara sukarela tertarik untuk mendorong dan/atau mendapatkan manfaat dari program/proyek/kegiatan REDD+ di kaltim.
Untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas dari mekanisme instrumen Pendanaan Program PE berjalan secara transparan, perlu dilakukan audit yang dilakukan secara berkala oleh lembaga independen yang difasilitasi lembaga pelaksana Program PE (DDPI). Laporan keuangan dari pelaksanaan pendanaan Program PE dan laporan hasil audit disampaikan kepada DDPI diteruskan ke Gubernur dan disebarluaskan kepada publik. Rencana pendanaan Program PE di Kalimantan Timur dipaparkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rencana Pendanaan Program PE
Lokasi Strategi Pengurangan Emisi
Perkiraan Biaya (Miliar Rupiah) Sumber Dana Perkiraan Biaya per tCO2e (Rp)
Hutan Lindung “Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis di
Kawasan Hutan Lindung”
168 APBN/APBD 20.488
KSA/KPA “Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis” 168 APBN/APBD 88.421
Hutan Produksi yang belum dibebani izin
“Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis” 200 APBD/APBN 26.667
Hutan Produksi Terbatas yang belum dibebani izin
“Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis” 150 APBD/APBN 166.667
IUPHHK-HA/HTI “Penerapan Sustainable Forest
Management
dan High Conservation Value Forest serta Peningkatan
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis”
50 APBN/APBD 29.412
Gambut Kawasan Hutan “Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Kritis” 250 APBD/APBN 250.000
Jalan “Penghijauan dan Reboisasi” 50 APBD/APBN 100.000
Kawasan Industri Kariangau
“Optimalisasi Penghijauan pada Areal Kawasan
Industri Kariangau”
10 APBD/APBN/Swasta 41.000
Perkebunan “Penerapan good agriculture practices dan
HCV” serta “Penerapan Metode Pembukaan Lahan Tanpa Bakar”
216 APBN/APBD/Swasta 6.225
Pemukiman, Fasos, Fasum, Lahan Garapan Masyarakat
“Penghijauan dan Reboisasi” 50 APBD/APBN 40.000
Pertambangan “Peningkatan Rasio Lahan yang
Rehabilitasi dan Reklamasi”
144 APBN/APBD 823.779
Gambut Non Kawasan Kehutanan
“Penghijauan” 48 APBD/APBN 208.696
Unit Rencana Lainnya “Penghijauan dan Reboisasi” 55 APBD/APBN 125.000
Kehutanan dan Non Kehutanan
“Tidak Ada Penerbitan Izin Usaha pada Kawasan Moratorium (Gambut maupun Non Gambut)
58 APBD/APBN 127.632
Total 1.617
USD 118 juta