I
su-isu lingkungan termasuk masalah ban-jir sebenarnya telah sering didiskusikan di tingkat masyarakat. Melalui mekanisme Musrenbang, masyarakat mulai dari ting-kat RT, RW hingga kelurahan membawa daftar masalah dan usulan program kegia-tan. Usulan-usulan inilah yang selanjutnyadikompilasi ke tingkat kecamatan hingga propinsi, menjadi rencana pembangunan. Namun tantangannya adalah, saat proses musyawarah banyak usulan yang harus bersaing. Begitu pula ketika sudah be-rada di tingkat pembahasan dinas teknis, masing-masing harus mengambil prioritas dan penyesuaian anggaran. Masalah
banjir
bersaing dengan priorita
s lain dari kota Jakarta.Ada hal yang menarik bila membicarakan perencanaan pembangunan di Penjarin-gan, beberapa anggota Satlinmas mera-sakan keberhasilan ACF dalam membimb-ing mereka sampai pada akhirnya pihak Pemprov DKI Jakarta merespon kebutuhan masyarakat Penjaringan akan tanggul un-tuk melindungi mereka dari ancaman ban-jir rob yang lebih besar.
Sudah sejak lama masyarakat menyuara-kan kebutuhan amenyuara-kan tanggul di wilayah mereka, melalui berbagai macam mekan-isme yang ada, seperti musrenbang salah
satunya, tetapi tidak juga terwujud. Hal tersebut berangsur membaik ketika ACF mulai mendampingi Satlinmas Kelurahan Penjaringan.
”Saya mengakui salah satu keberhasilan ACF dalam mendampingi Satlinmas ada-lah terbangunnya tanggul di Penjaringan,” ujar Irvan pada suatu hari. Dalam beberapa kesempatan ACF mem-fasilitasi Satlin-mas untuk bertemu dan berdiskusi dengan pihak-pihak pemerintahan, sehingga isu mengenai kebutuhan tanggul di wilayah Penjaringan pada akhirnya terdengar dan teralisasi.”Sekarang saya lebih dikenal dengan panggilan Irvan Tanggul.”
Pembelajaran
Satlinmas/STPB mengambil peran vital da-lam upaya Pengurangan Risiko Bencana di tingkat lokal. Karena unsur Satlinmas/ STPB adalah kebanyakan masyarakat biasa, yaitu masyarakat yang berkapasitas dan ingin terlibat dalam aksi, maka pekerjaan di lapangan lebih mudah kar-ena keterlibatan masyarakat dari awal, yakni sejak dilaku-kannya assessment, perenca-naan program, implementasi, maupun dalam mengevaluasi hasil kerja.
Hal ini terbukti dapat mening-katkan motivasi dan komitmen masyarakat anggota Satlinmas karena mereka merasa memi-liki andil dalam menginisiasi perubahan positif. Hal ini juga merupakan strategi berbagi be-ban atau peran di masyarakat, sehingga setiap orang merasa bertanggung jawab dan rasa memiliki program (ownership). Memang, pada awalnya mem-buat pekerjaan menjadi lebih Pada saat simulasi banjir, Satlinmas dan warga
Kampung Melayu berlatih penyelamatan dengan menggunakan tiang dan tali
lambat, karena Community Organizer yang bekerja di masyarakat mendorong semua masyarakat untuk bersuara, sehingga ban-yak masukan dan pertimbangan dari ber-bagai pihak. Namun di sisi lain, hasil kerja menjadi lebih memuaskan karena terca-pai keterwakilan dari kelompok-kelompok masyarakat. Sulit di awal, namun di akhir-akhir kegiatan, pekerjaan pun menjadi lebih mudah karena banyak relawan masyarakat yang terlibat ikut membantu, dan memo-bilisasi masyarakat menjadi lebih cepat. Proses pembuatan analisis risiko yang di-lakukan bersama-sama dengan Satlinmas dan anggota masyarakat sangatah me-muaskan karena pemetaan ancaman, ker-entanan, dan kapasitas sangat detail dan akurat. Rencana aksi yang dibuat berdasar-kan analisis tingkat risiko bersama ini mer-upakan hasil pemikiran bersama dengan keterlibatan dari perwakilan masyarakat, sehingga lebih praktis dan seringkali tidak diperlukan biaya untuk melakukan mitigasi kecil.
Rencana aksi masyarakat perlu juga dis-ambung dengan rencana aksi pemerintah. Titik temunya adalah pada Musyawarah
Rencana Pembangunan (Mus-renbang). Sebelum Musren-bang PR-nya adalah melihat apa saja prioritas pemerintah, seperti kesehatan, keamanan, lingkungan, kebersihan dan lain-lain lalu menghubung-kan rencana masyarakat ke dalam prioritas pemerintah. Permohonan untuk upaya PRB dapat diselipkan dalam pri-oritas, seperti yang dilakukan di Kelurahan Kampung Mel-ayu dimana Musrenbang su-dah terintegrasi. Musrenbang menitikberatkan pada 3 hal yakni kebersihan, keamanan dan kesehatan. Untuk mem-bersihkan lingkungan memasuki musim banjir, dimasukkan anggaran pembelian alat-alat kebersihan seperti garu, slabber, gerobak, karung dan dibagikan ke tiap RW. Untuk keamanan mereka mengeluar-kan anggaran untuk keamanan seperti un-tuk pembelian pelampung, ban dalam, tali tambang dll, sementara itu untuk keseha-tan, kelurahan memberikan bujet ke tim PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan fogging. Selain itu, PRB dapat juga diinte-grasikan ke dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), seperti yang selama ini dilakukan di Kampung Melayu. Adalah penting untuk mengusahakan ter-ciptanya komunikasi antara masyarakat dengan unsur pemerintah atau departe-men, contohnya Departemen Pekerjaan Umum dan SDA, karena masalah-masalah yang berkaitan dengan banjir merupakan mandat bersama, sehingga usaha men-dorong komunikasi ini akan berbuah aksi nyata yang terintegrasi dan lebih akurat karena kerjasama.
Anggota Satlinmas/STPB dengan dukun-gan ACF melakukan beberapa FGD (Focus Group Discussion) di sejumlah tempat den-Membuat rencana aksi komunitas
gan mengumpulkan Ketua-ketua RT dan perwakilan-perwakilan masyarakat untuk mendiskusikan jejaring sistem peringatan dini. Sistem peringatan dini yang dibuat bersama dengan masyarakat lebih real-istis dan dapat dipercaya. Forum ini juga bertujuan untuk meningkatkan kewasp-adaan akan mulai datangnya musim banjir, menginformasikan bentuk-bentuk keren-tanan di masyarakat yang perlu diperha-tikan, serta kapasitas yang sudah dimiliki kelurahan untuk mengantisipasi banjir. Masyarakat juga diberikan informasikan apa saja yang perlu dilakukan sebelum, saat, dan sesudah banjir.
Ketika banjir besar 2007 di Kampung Me-layu, terbukti bahwa anggota masyarakat mampu melakukan penyelamatan. Di tem-pat-tempat dimana tim SAR tidak mampu menembus dikarenakan arus deras, pemu-da-pemuda setempat dengan bekal ke-beranian terjun melakukan penyelamatan. Saat ini para pemuda tersebut bergabung dalam Satlinmas sebagai tim penyelamat
atau masuk dalam unit-unit khusus yang berperan sebe-lum, saat, dan sesudah ben-cana. Pelatihan lebih lanjut bagi pemuda-pemuda ini akan memudahkan mereka untuk melakukan penyela-matan di saat krisis; pem-bekalan ilmu pengetahuan sangat penting dan dalam hal ini terbukti para pe-muda yang sebenarnya su-dah memiliki kapasitas, . Penyediaan peralatan yang memadai juga akan menin-gkatkan kemampuan penye-lamatan.
Terkadang peralatan yang diperlukan tidak perlu yang mahal, yang ada di ling-kungan sekitar juga dapat dimanfaatkan, sebagai contoh, ban-ban dalam truk lebih dapat dimanfaatkan dari pada perahu karet untuk menjangkau gang sempit dan perumahan yang berpagar tajam.
Simulasi banjir perlu dilakukan secara rutin untuk mengecek apakah Prosedur Opera-sional Standard (SOP) masih sesuai, seka-ligus mempersiapkan masyarakat lebih lanjut, karena dengan praktik berkali-kali, sudah barang tentu akan lebih sempurna. Selain mempersiapkan untuk tindakan re-spons, simulasi juga untuk melihat keter-libatan masyarakat dan meningkatkan se-mangat serta motivasi.
Sosialisasi adalah penting untuk melibat-kan lebih banyak masyarakat. Kenyataan-nya di lapangan, ada saja orang-orang yang tidak mendapatkan informasi dan mera-sa tertinggal. Perlu dibicarakan bermera-sama dengan masyarakat/Satlinmas bagaimana agar semua orang bisa mendapatkan in-formasi. Agar sosialisasi PRB lebih optimal Diskusi strategis dengan kelompok ibu-ibu
dan mengena ke masyarakat awam, perlu dihindari penggunaan istilah-istilah yang menyulitkan masyarakat, misalnya tools-tools analis isu Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) seperti PRA (Participatory Rural Appraisal) dan PVCA (Analisa Kerentanan dan Kapasitas secara Partisipatif). Berbagai istilah ini seyogyanya dicari padanan yang lebih mudah diterima masyarakat.
Newsletter/buletin juga sangat berman-faat, selain meningkatkan motivasi ang-gota Satlinmas/STPB, tetapi juga memberi informasi bagi mereka yang belum menge-tahui kegiatan PRB yang dilakukan di tiga kelurahan tersebut. Masyarakat menjadi tertarik untuk terlibat dalam pertemuan Satlinmas.
Perlu pendekatan personal agar Ketua RT/ Ketua RW untuk terlibat dalam pertemuan-pertemuan atau kegiatan lainnya. Sering-kali, Ketua RT/Ketua RW, karena kesibu-kannya, justru absen dari berbagai kegiatan warga, padahal mereka merupakan peme-gang peranan cukup vital. Oleh karenanya, penting untuk menjalin relasi dengan mer-eka agar informasi lebih mudah sampai ke masyarakat hingga Kepala Keluarga (KK), Selain itu, peranan mereka dibutuhkan da-lam rangka memobilisasi masyarakat lebih lanjut ketika terjadi situasi darurat.
Sudah ada kapasitas-kapasitas lokal yang dapat diberdayakan sebagai inisiatif PRB, selain Satlinmas, juga Karang Taruna, PKK, kelompok pemuda, kelompok Jumantik dan lain-lain. Ketika mereka sudah ter-gabung dalam kelompok yang terbiasa Analisis risiko di Kampung Melayu; pemetaan
bekerja bersama untuk masyarakat, maka lebih mudah memobilisasi dalam situasi darurat.
Berbagai pelatihan sangatlah penting, seperti pelatihan dalam rangka mening-katkan kemampuan dan kepercayaan diri. Biasanya, pada saat merespons bencana, kemampuan penyelamatan fisik adalah hal yang penting, namun kendalanya sering-kali menunggu inisiatif pihak lain. Latihan bersama dan reguler dirasa penting untuk mengasah kemampuan penyelamatan. Se-lain itu, penting juga dilakukan pelatihan manajemen baik untuk Satlinmas maupun untuk kelompok-kelompok masyarakat seperti Karang Taruna, PKK dan lain-lain untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepemimpinan di masyarakat.
Untuk standarisasi dan agar penugasan tidak tumpang tindih di lapangan, maka
penduduk dan tumbuhnya perekonomian, terjadi peningkatan kuantitas sampah dan munculnya jenis sampah baru. Hal ini dap-at menimbulkan permasalahan lingkungan yang makin kompleks, bila kemampuan masyarakat dalam mengelola sampah tidak berkembang. Oleh karena ini, pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi me-tode pengelolaan yang makin relevan dan penting. Rekomendasi untuk program-program pengolahan sampah adalah bah-wa program seperti ini merupakan program yang sifatnya jangka panjang, sehingga baik organisasi yang bekerja di lokasi mau-pun masyarakat harus membuat perenca-naan kerja dan me-manage ekspektansi. Pastinya pendampingan perlu dilakukan, sehingga perlu diperhatikan bahwa pro-gram semacam ini harus dilakukan di awal dan diberikan masa kerja yang cukup. Ek-sistensi program semacam ini juga harus SOP dan petunjuk kerja sangat
pent-ing saat terjadinya re-generasi SATLINMAS/STPB. SOP yang cukup penting adalah SOP tanggap daru-rat, SOP peringatan dini, SOP dapur umum, simulasi.
Pelatihan emergency stock yang me-libatkan pendataan kebutuhan per-alatan, mekanisme pencatatan aset, daftar keluar masuk barang, berbagi tugas pengecekan kondisi barang, merencanakan untuk mengganti barang yang rusak. Pelatihan logis-tik juga penting, yaitu bagaimana berkoordinasi dengan RW-RW untuk mendistribusikan bantuan, mencatat, dan memastikan tidak ada masalah dalam distribusi.
Kegiatan-kegiatan seperti pengelo-laan sampah berbasis masyarakat seperti pembuatan kompos dan pengolahan sampah plastik dapat menjadi program jangka panjang. Seiring dengan peningkatan jumlah
stabil, masa kerja non-aktif akan menu-runkan semangat masyarakat yang dapat berakibat tidak berjalannya kegiatan. Satu hal yang sulit dilakukan oleh masyarakat awam adalah pencatatan, do-kumentasi, dan organisasi database, kalau kebetulan yang menjabat peran pengelola data di Satlinmas atau STPB adalah pejabat kelurahan atau pernah bekerja di pabrik atau di perusahaan tentu akan lebih mudah bagi mereka. Akan tetapi kalau pengelola data ini belum berpengalaman, dan dia di-percaya untuk pencatatan karena selama rapat rajin mencatat, perlu dibantu juga dan dimotivasi dalam melakukan pencata-tan selama progres kegiapencata-tan. Kalau tidak dimonitor seringkali banyak pencatatan yg bolong-bolong, nanti kalau sudah di ten-gah program baru sadar proses di awal-awal tidak ter-record, hal ini sangat
dis-ayangkan.
Mengubah paradigma dari ”tanggap daru-rat” ke ”kesiapsiagaan” perlu waktu, un-tungnya dalam melakukan kampanye ini, Satlinmas sudah terlibat; mengubah para-digma dan nilai masyarakat yang bertang-gung jawab pada lingkungan sulit, apalagi kalau pihak organisasi atau institusi luar datang ke kelurahan mau mengubah peri-laku, upaya ini memang lebih mudah ketika satlinmas yang melakukan karena mereka sebagai orang dalam.
Pembuatan jalur evakuasi memakan waktu lama karena proses konsultasi dan dis-kusinya panjang lebar dan lama, karena masyarakat merasa berkepentingan dan merasa berdaya, seringkali banyak mem-berikan masukan dan ide, kadang lo-gis kadang irasional, perlu kemampuan fasilitasi yang canggih namun
kontek-stual agar diskusi jalan ke arah yang positif. Diperlukan waktu yang cu-kup untuk mendiskisikan kemanda arah jalur evakuasi, jalan mana yang aman, kurang aman, sangat berba-haya, lalu melewati rumah siapa saja. Tiang-tiang penyelamat yang sudah disepakati desain dan bentuknya, di-pasang di depan rumah siapa saja, lalu kemudian harus diputuskan juga tali penghubung mau seperti apa, prosedur dan penanggung jawab rute evakuasi ini siapa saja. Installasi dan konstruksinya sendiri tidak memakan waktu lama, konsultasi yang meli-batkan masyarakat yang memerlukan waktu yang cukup.
Di perkotaan, relatif sulit untuk men-gajak masyarakat berpartisipasi da-lam pertemuan-pertemuan memba-has kesiapsiagaan bencana. Rata-rata mereka yang datang ke kota demi mengais rejeki, memiliki ikatan emo-sional dan kepedulian yang min-Meningkatkan kesiapsiagaan: kampanye ketuk
im terhadap lingkungannya. Mengatasi masalah ini, sebenarnya perlu ditegaskan terlebih dahulu makna sebuah komunitas. Apa yang membuat suatu kumpulan indi-vidu tersebut adalah sebuah komunitas? Misalnya, sama-sama tinggal di bantaran sungai sehingga rawan banjir, dengan kata lain, menjadi sebuah komunitas raw-an braw-anjir. Hal tersebutlah yraw-ang mengikat sebuah masyarakat dalam kebersamaan. Saat bekerja bersama dengan masyarakat, penting untuk mencermati dan lebih jeli mengidentifikasi masyarakat yang rentan, ibu hamil, manula, mereka yang menga-lami keterbatasan fisik, dan yang tinggal di daerah yang lingkungannya buruk, kar-ena makin sulit bagi mereka untuk menye-lamatkan diri, atau minim juga perhatian dari pemerintah untuk mereka.
Kesimpulan
Dalam pengelolaan bencana berbasis masyarakat faktor suksesnya adalah me-nekankan pada peran serta masyarakat da-lam segenap aspek, tidak saja pada tingkat kegiatan namun juga pada proses pengam-bilan keputusan. Karena masyarakatlah yang lebih memahami situasi dan kondisi lingkungan mereka, termasuk resiko dan ancaman bencana yang mereka hadapi. Salah satu sumberdaya yang sangat po-tensial untuk dimobilisasi pada saat miti-gasi dan penanggulangan bencana ada-lah masyarakat itu sendiri. Masyarakat merupakan subyek yang dapat mence-gah, meminimalkan dampak bencana ser-ta memaksimalkan pelaksanaan manaje-men bencana sesuai dengan pola adaptasi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Peran serta mereka akan memperkuat rasa percaya diri, toleransi, penguatan organ-isasi lokal dll. Peran serta masyarakat juga akan menumbuhkan rasa memiliki terh-adap program yang dikembangkan,
seh-ingga keberlanjutan program menjadi leb-ih terjamin.
Jika masyarakat menginginkan pengelolaan bencana yang lebih baik di masa menda-tang, maka partisipasi segenap komponen masyarakat dalam pemberdayaan Satlin-mas sangat penting. Masyarakat perlu ber-peran serta langsung dalam ‘manajemen’ Satlinmas. Sejumlah unit dan fungsi dalam struktur Satlinmas lebih banyak diperank-an oleh masyarakat. Struktur diperbaharui, dan peranserta masyarakat lebih diakui. Masyarakat awam dapat mengambil peran dalam PRB, peran tersebut besar atau kecil, tergantung kapasitas yang dimiliki mas-ing-masing orang. Terbukti dalam salah satu kegiatan, anggota Satlinmas yang berupa ibu-ibu biasa dapat mengumpul-kan massa untuk duduk dalam pertemuan kecil di tingkat RW, dan merencanakan sistem peringatan dini lokal. Hal ini meru-pakan pencapaian yang sangat positif. Per-an masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, baik sekali perencanaan kegia-tan, perencanaan expected outcomes dan implementasi, bahkan evaluasi melibatkan masyarakat (community participation). Jadi, tujuan utama pemberdayaan insti-tusi Satlinmas bukan sekadar menempat-kan warga masyarakat ke dalam struk-tur, melainkan memampukan organisasi ini mengambil langkah-langkah strategis guna pengelolaan bencana yang lebih baik di lingkungan kelurahan. Organisasi Satlin-mas sedikit banyak mampu melegitiSatlin-masi masyarakat dalam melakukan kerja-kerja penanggulangan bencana dan mening-katkan kesadaran masyarakat akan pent-ingnya tanggungjawab bersama terhadap lingkungan mereka.
Sosialisasi program merupakan hal yang penting. Ketika Satlinmas melakukan kampanye ketuk pintu (door to door), masyarakat di berbagai RT menanggapi
langsung kerja Satlinmas dan berharap da-pat bergabung dalam Satlinmas dan mem-bantu secara sukarela. Hal ini membukti-kan bahwa masyarakat sebenarnya ingin sekali berkontribusi di lingkungan mereka masing-masing, namun seringkali belum ada wadah dan penggeraknya. Apabila program disosialisasikan secara merata ke RW-RT, akan banyak bermunculan rela-wan-relawan yang peduli terhadap PRB. Banyak sekali masyarakat yang kemu-dian ambil bagian dalam kerja Satlinmas, terutama apabila ia sudah tergabung da-lam kelompok-kelompok masyarakat,
Kelurahan Cipinang Besar Utara adalah sebuah contoh wilayah dimana seman-gat gotong-royong dan kebersamaan masih dijunjung tinggi. Keterlibatan tokoh masyarakat dalam hal ini RW juga berpen-garuh memelopori partisipasi masyarakat. Inisiatif warga untuk mendirikan STPB kendati berbeda dengan struktur sesuai SK Gubernur, bisa dicatat sebagai upaya partisipasi masyarakat untuk menerobos keruwetan birokrasi sekaligus menunjuk-kan kemampuan warga sebenarnya yang berpotensi untuk mengelola bencana se-cara mandiri. Keberanian ini harus
menda-contohnya Ibu PKK atau Jumantik, atau di Karang Taruna. Tetapi tidak jarang juga ada masyarakat yang skeptis dan merasa sulit sekali merubah masyarakat, sehingga kerja menjadi sia-sia, merasa bahwa ben-cana merupakan takdir dan bukan sesuatu yang dapat dipersiapkan. Terkadang per-lu menggunakan anggota Satlinmas yang terpandang di masyarakat untuk memo-bilisasi sumber daya masyarakat saat kerja kolektif perlu dilakukan, hal tersebut mer-upakan bagian dari dinamika perubahan paradigma.
patkan dukungan. Optimalnya organisa-si Satlinmas menjadi parameter kesiapan dalam upaya tang-gap darurat di tingkat kelurahan. Satlinmas membuat masyarakat menjadi lebih siap jika terjadi bencana. Ada perubahan para-digma bahwa bencana banjir bukan lagi dili-hat sebagai ‘bencana’ namun masyarakat yang tinggal di sekitar daerah rentan bencana bisa mengantisi-pasi resiko bencana. Perubahan paradigma semacam ini juga merubah perilaku warga dalam menghadapi bencana.
Sebuah proses dari masyarakat yang menginisiasi terbentuknya badan yang akan mengurus bencana adalah layak di-apresiasi. Di tingkat praktiknya, keterli-batan masyarakat dalam Satlinmas tidak hanya secara formal tapi juga meyakinkan bahwa masyarakat mampu mengurus diri mereka dan mengatasi persoalan-perso-alan mereka ketika terjadi bencana.
Rekomendasi
Berikut adalah rekomendasi pembelajaran tiga kelurahan guna mendukung konsep pengurangan resiko bencana berbasis organisasi berbasis masyarakat