• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEJUARAAN PERINGKAT TINGKAT TAHUN

2. Perencanaan Program Akseleras

Perencanaan program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon meliputi:

a. Rekrutmen Peserta Didik

Dengan mempelajari data hasil penelitian, rekrutmen peserta didik program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon dilakukan melalui beberapa tes, yaitu: 1) Psikotes, yang meliputi tes IQ, kreativitas, dan

komitmen pada tugas (task commitment). Peserta didik yang lulus tes psikologis adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual umum dengan kategori genius (IQ 140) atau mereka yang memiliki kemampuan intelektual umum dengan kategori cerdas (IQ  130) yang ditunjang oleh kreativitas dan keterikatan terhadap tugas dalam kategori di atas rata-rata. Pelaksanaan tes IQ calon peserta didik program akselerasi dilaksanakan oleh Lembaga Psikologi yang ditunjukkan oleh sekolah dalam hal ini adalah Yayasan Dynda dari Yogyakarta.

2) Tes Potensial Akademik meliputi tes tertulis untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, IPA,

dan Bahasa Indonesia yang diperoleh dari skor nilai ujian nasional dari sekolah sebelumnya memenuhi syarat untuk masuk ke SMP Negeri 6 Ambon.

3) Tes wawancara terhadap orang tua/wali peserta didik, yaitu kesediaan calon peserta didik program akselerasi dan persetujuan orang tua.

Sebagaimana teori Renzulli & Reis (Solangelo dalam Semiawan, 2007) bahwa prosedur identifikasi anak berbakat dalam Model Pengayaan Sekolah (Schoolwide Enrichment Model SEM) terdiri dari enam langkah yaitu:

(1) Nominasi berdasarkan tes. Tes yang dimaksud biasanya tes intelegensi atau tes hasil belajar atau tes bakat tunggal, yang memberi peluang pada seseorang yang baik dalam bidang tertentu, tetapi mungkin tidak baik dalam bidang yang lain, untuk dapat dimasukkan dalam kategori anak berbakat, (2) Nominasi guru yaitu kemampuan di atas rata-rata keterlekatan pada tugas dan kreativitas dapat dijaring melalui aspek psikomotorik, aspek perkembangan, aspek kinerja dan aspek sosiometrik dengan berbagai alat (instrumen) identifikasi melalui langkah-langkah berikutnya, (3) Alternatif lainnya yang bisa merupakan nominasi teman sebaya, nominasi orang tua atau nominasi diri, maupun tes kreativitas, (4) Nominasi khusus yang merupakan review terakhir dari mereka yang sebelumnya tidak terlibat dalam nominasi-nominasi tersebut (seperti bekas guru murid tertentu). Boleh juga mengusulkan untuk membatalkan nominasi tertentu berdasarkan pengalaman tertentu dengan anak tertentu, (5) Nominasi informasi tindakan (action information). Proses ini terjadi bila gurunya setelah memperoleh penataran dalam pendidikan anak berbakat, dapat melakukan interaksi yang dinamis, sehingga meningkatkan motivasi interes anak untuk suatu topik atau bidang tertentu di sekolah ataupun luar sekolah, (6) Proses nominasi sebagaimana dilakukan oleh guru berdasarkan pesan informasi tindakan (PIT).

Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa rekrutmen peserta didik program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon sudah dilaksanakan dengan baik melalui seleksi yang hasilnya sudah memenuhi syarat dan kriteria siswa program akselerasi dalam buku pedoman program akselerasi (Depdiknas, 2003).

b. Kurikulum Program Akselerasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan pada program kelas akselerasi SMP Negeri 6 Ambon sama dengan kurikulum kelas reguler, yaitu kurikulum KTSP. Perbedaannya dengan kelas reguler waktunya lebih padat bila dibandingkan dengan kelas reguler, yakni satu semester untuk kelas akselerasi sama dengan empat bulan, sedangkan satu semester kelas reguler sama dengan enam bulan. Sehingga waktu pembelajaran ditempuh dua tahun. Hasil temuan penelitian ini didukung oleh pernyataan dari Mukhtar dkk (2007) menyatakan bahwa kurikulum yang dipergunakan dalam program akselerasi adalah kurikulum nasional yang sudah distandarisasi, namun hendaknya diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan, serta motivasi belajar yang lebih tinggi. Hal senada juga diungkapkan oleh Widiastono (2004) menyatakan bahwa kurikulum yang digunakan dalam program akselerasi adalah kurikulum nasional yang standar, namun dilakukan improvisasi alokasi waktunya sesuai dengan tuntutan belajar lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan belajar dan

motivasi belajar siswa seusianya. Dalam hal ini untuk menyelesaikan studi di SMP, yang biasa memakan waktu 3 tahun dapat dipercepat menjadi 2 tahun.

Depdiknas (2003), menjelaskan bahwa kurikulum yang digunakan dalam program percepatan adalah kurikulum nasional dan muatan lokal, yang dimodifikasi dengan penekanan materi esensial dan dikembangakan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi antara pembelajaran dan pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir holistik, kreatif, sistemik, dan sistematis, linear, konvergen, untuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa mendatang.

Mengingat peserta didik yang dihadapi adalah peserta didik cerdas istimewa, maka materi pelajaran yang ditetapkan harus lebih berbobot dan menantang dibandingkan dengan isi materi pelajaran yang standar bagi peserta didik reguler. Karenanya dalam penetapan pelajaran harus dilakukan melalui penanjakan agar sesuai dengan kecepatan dan keunggulan berpikir peserta didik.

Dengan demikian, makna diferensiasi kurikulum sesungguhnya merupakan bentuk penyesuaian dengan karakter siswa cerdas istimewa bukan upaya membuat asal berbeda dengan lainnya. Diperlukan antara lain kurikulum berdiferensiasi sebagai persyaratan pokok dalam penyelenggaraan layanan pembelajaran siswa cerdas istimewa (Croft, 2003 dalam Supriyanto, 2012).

c. Tenaga Pendidik (Guru)

Tenaga pendidik merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan program akselerasi pendidikan. Tenaga pendidik memiliki kontribusi yang langsung dan signifikan dalam mempengaruhi mutu program akselerasi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan proses dan hasil yang optimal dari penyelenggaraan program akselerasi, maka harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan program akselerasi SMP Negeri 6 Ambon perlu dipersiapkan tenaga pendidik yang terbaik. Sebab menurut Brown (1975) bahwa guru yang baik adalah guru yang dipersiapkan dengan baik pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon sangat tergantung pada faktor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru. Artinya, guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam upaya mewujudkan segala sesuatu yang telah terprogram dalam pendidikan akselerasi tersebut. Renzulli (2004) menyatakan pandangan mutakhir menyatakan bahwa meskipun suatu program akselerasi itu bagus, namun berhasil atau gagalnya program akselerasi tersebut pada akhirnya terletak ditangan pribadi guru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekrutmen guru-guru kelas akselerasi dilakukan melalui rapat dengan tim program kelas akselerasi SMP Negeri 6 Ambon, dengan mempertimbangkan syarat-syarat khusus antara lain: guru asli pengajar di SMP Negeri 6 Ambon, minimal memiliki pengalaman mengajar 5

tahun, berijazah minimal S1 sesuai dengan bidang studinya, memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi, memiliki kompetensi di bidangnya.

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Marland (1972) yang menyatakan bahwa tenaga pendidik akselerasi harus mempunyai keunggulan tertentu, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode pengajaran, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas, karena para siswa yang mereka hadapi adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Depdiknas (2003), bahwa kepribadian yang ada pada seorang guru yang mengajar di kelas akselerasi harus mampu menyesuaikan diri dengan karakteristik yang ada pada peserta didik kelas akselerasi.

d. Sarana dan Prasarana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas yang disediakan pihak sekolah sudah cukup memadai untuk penyelenggaraan program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon. Sarana dan prasarana yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar program akselerasi pada umumnya sama dengan program kelas regular, seperti: laboratorium IPA, perpustakaan, dan laboratorium komputer, tetapi ada sarana prasarana khusus yang diberikan pada program kelas akselerasi seperti: ruangan kelas bersih, nyaman, dan dilengkapi dengan AC, pembelajaran berbasis Information and Communication Technology (ICT), VCD, TV, infocus, komputer, jaringan internet (WiFi), modul, buku, dan lain sebagainya.

Lingkungan belajar di kelas akselerasi seperti ini juga memenuhi kaidah yang disampaikan oleh Mujiman (2006), agar kegiatan belajar dapat berlangsung efektif, di setiap lingkungan perlu penyediaan sumber informasi, narasumber, dan adanya suasana yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan belajar. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai, maka akan mampu mendukung dalam penyelenggaraan program akselerasi. Hal ini seperti tercantum dalam Depdiknas (2004) bahwa dengan adanya sarana dan prasarana yang baik, maka akan mampu memenuhi kebutuhan bagi siswa. Berdasarkan temuan penelitian dan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana dalam rangka mendukung penyelenggaraan program layanan kelas akselerasi cukup baik.

e. Pembiayaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan untuk penyelenggaraan program akselerasi di SMP Negeri 6 Ambon bersumber dari pemerintah (dana BOS) dan pihak sekolah mengambil kebijakan dengan menarik sumbangan berupa iuran tetap dari orang tua peserta didik setiap bulan. Hal ini selaras dengan pendapat Levin (1987 dalam Fattah, 2008), pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumberdaya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Setiap kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya

diperoleh dan dialokasikan. Ghozali (2012 dalam Fattah, 2008) menyatakan bahwa biaya pendidikan adalah merupakan nilai uang dari sumber daya pendidikan yang dibutuhkan untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan, oleh karenanya untuk menghitung biaya pendidikan harus terlebih dahulu mengidentifikasi kebutuhan sumber daya pendidikan termasuk kualifikasi atau spesifikasi dan jumlahnya, untuk mengelola dan menyelenggarakan pendidikan.

Lebih lanjut, Nurhadi (2012 dalam Fattah, 2008) membedakan antara pembiayaan pendidikan dengan pendanaan pendidikan. Pembiayaan pendidikan (costing) lebih menyangkut persoalan estimasi dan perencanaan kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mendukung proses pendidikan, sedangkan pendanaan (funding/financing) lebih berkaitan dengan persoalan bagaimana, siapa, dan seberapa mendanai pendidikan. Dengan demikian pihak sekolah harus berusaha untuk memenuhinya dengan mencari dari sumber-sumber pendanaan yang lain.

4.3.3 Evaluasi Process Program Akselerasi SMP Negeri 6 Ambon

1. Persiapan Penyelenggaraan Program Akselerasi

Dokumen terkait