• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN RUANG LAUT

Dalam dokumen Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K (Halaman 34-61)

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan

Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi laut yang memiliki perbedaan dengan perencanaan tata ruang darat. Beberapa muatan perencanaan tata ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.

3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan

Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penetapan batas wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan batas administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.

BAB

III

Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif  A. Definisi Teknis 

1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar (lihat gambar 5)

2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.

3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2)

4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai.

5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter. 6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa

berada di atas permukaan laut pada saat air pasang. Gambar 5

Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar

Garis Pantai pada

Peta Laut Garis Pantai pada UU no 32/2004 Garis Pantai pada

Peta Topografi Garis Air Tinggi

Garis Air Rata-rata Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi

Garis Air Rendah Acuan Penarikan Garis Dasar Titik Awal pada UU No 32/2004

7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut.

B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik) 

1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI).

2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia.

3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan penerapan garis dasar lurus dan garis dasar normal dengan memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut.

4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan.

5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta yang digunakan.

6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih dari 12 mil laut.

7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sepertiganya.

8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat. 9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya

yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri

C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)  1. Penelitian dokumen batas 

Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas

daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.

2. Pelacakan batas 

Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum ditentukan titik koordinatnya.

3. Pemasangan pilar di titik acuan 

Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada  jaringan Titik Geodesi Nasional.

4. Penentuan titik awal dan garis dasar 

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui survei batimetri dan pengukuran pasang surut.

Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2.

Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6

Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal) 5. Pengukuran batas 

Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal). Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7

Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan .

Garis Dasar Lurus Garis Dasar Normal

Titik Awal

12 mil

Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar

Titik Awal Titik Acuan Titik Batas

DAERAH B

Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8

Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah (median line) pada dua daerah yang berhadapan

Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.

Gambar 9

Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan pada dua daerah yang berdampingan

DAERAH A

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 11.

Pulau Kecil 12 mil 4 mil > 24 mil 12 mil 4 mil

Gambar 11

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 12. < 24 mil Pulau Kecil 12 mil 4 mil 12 mil 4 mil

Gambar 12

Contoh penarikan garis batas pada

pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.

Pulau Kecil 4 mil 12 mil > 24 mil > 24 mil 12 mil 4 mil < 8 mil < 24 mil

Gambar 13

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda

= laut provinsi

= laut kabupaten dan kota = daratan

Penetapan batas wilayah perencanaan maupun cakupan wilayah  pengamatan secara fungsional 

Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan  fungsi ekosistem laut , seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi  ekologis laut , seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi , seperti sel sedimen.

3.1.2. Data dan Peta Dasar

Penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut memerlukan keakuratan data yang sangat signifikan. Ketersediaan data mengenai sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data

< 24 mil Prov.A 12 mil 4 mil 12 mil 4 mil Prov. B

dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros. Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

Tabel 1

Design Kebutuhan Data Perencanaan

NO. DATA METODE

PENGUMPULAN KETERANGAN FUNGSI

1. Karakteristik fisik : a. Iklim

Temperatur, angin, curah hujan

b.Hidro- oseanografi - Bathimetri - Suhu, Kecerahan - Salinitas, Arus, Pasang-surut, Gelombang b. Geologi/ geomorfologi pantai Data primer

Data sekunder : Data iklim (BMG),

Data Primer :

Pengukuran di lapangan

Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL), interpretasi citra, Data primer : pengukuran di lapangan Data sekunder : Interpretasi citra Data primer : pengukuran di lapangan Data Sekunder : data salinitas (LIPI) Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai

Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran)

Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir

Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime. Data sekunder :

Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi kedalaman secara kualitatif 

Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer.

Data sekunder :

Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif  Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity 

Temperatur ) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe

Data sekunder :

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai

Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi

Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi

Ristek, Perikanan, Wisata

Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata

c. Ekosistem pesisir

(Bakosurtanal),Interpret asi citra

Data primer : observasi lapangan

Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi

(Bakosurtanal), kajian literatur

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder :

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)

Perikanan, Wisata

4. Spesies/Biota

(Biota darat dan biota perairan)

Data primer :

pengamatan di lapangan

Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb)

Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving

Ristek, Perikanan, Wisata

5. Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa) Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal)

Navigasi / Pelayaran,

Perhubungan, Pertambangan & Energi

6. Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir) Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : interpretasi citra

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder :

Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal Perikanan, Ristek 7. Daerah konservasi a. Kawasan lindung nasional b. Kawasan konservasi yang diusulkan daerah c. Kawasan perlindungan laut lokal Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP) Data primer :

diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan,

sekaligus melakukan ground  check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh

Data sekunder :

Peta Lingkungan Laut Nasional (Bakosurtanal)

Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Bakosurtanal)

Peta Ekosistem (Bakosurtanal)

Hasil penelitian (WWF, TNC, CI, dsb)

Peta Kawasan Konservasi Laut Nasional (DKP)

Data Kawasan Konservasi Laut Daerah (DKP), yang

sudah ditetapkan maupun dalam bentuk usulan 8. Pola pemanfaatan ruang (eksisting) a. Kawasan pantai ke arah darat b. Kawasan budidaya c. Kawasan pertahanan dan keamanan d. Kawasan tertentu e. Alur tertentu Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : interpretasi citra Data sekunder :

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal pemanfaatan lahan eksisting

Perhubungan, Perikanan, Wisata, Ristek

9. Potensi pulau-pulau kecil

a. Jumlah pulau & luas b. Kondisi geografis c. Demografi d. Ekosistem e. Kondisi fisik perairan f. Ketersediaan air g. Pemanfaatan ruang h. Sarana/prasarana Data primer : pengamatan di lapangan, wawancara, questioner Data sekunder :

Data jumlah pulau (DKP, depdagri, lapan)

Wisata, Perikanan, Hankam

10. Identifikasi kegiatan daratan yang berpengaruh terhadap kegiatan perairan Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder :

BPS time series 5 tahun terakhir, Interpretasi citra time series 5 tahun terakhir

Data primer :

Data jenis ini dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan survey lapangan baik melalui pengamatan di lapangan maupun dari hasil questioner atau wawancara.

Data sekunder :

Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui

perkembangan masing-masing pemanfaatan ruang

Ristek, Perikanan, Wisata

11. Sarana dan prasarana a. Sistem Transportasi b. Sarana/prasarana perikanan c. Sarana/prasarana pariwisata d. Sarana/prasarana utilitas Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder :

Bappeda, DLLAJ, DPU, BPS, TELKOM, PLN, dsb

Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya hanya menilai kualitas dari sarana/prasarana

Data sekunder :

Data sekunder berupa data numerik secara time series untuk mengetahui gambaran ketersediaan sarana prasarana

Perikanan, Wisata, Perhubungan 12. Perekonomian a. kegiatan perekonomian masyarakat b. kegiatan investasi dunia usaha c. potensi investasi sektor kelautan Data primer : Pengamatan di lapangan Data sekunder : BPS

Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan di lapangan, sifatnya untuk mengetahui gambaran secara umum ekonomi wilayah Data perekonomian dari hasil survey primer dapat didukung dengan ketersediaan data secara numerik yang disajikan secara time series sehingga dapat diketehui gambaran kondisi dan perkembangan kegiatan ekonomi wilayah

Perikanan, Ristek 13. Keadaan sosial budaya a. Kependudukan b. Adat istiadat Data primer : pengamatan di lapangan, questioner atau wawancara

Data primer dilakukan untuk mengetahui gambaran kependudukan melalui pengamatan di lapangan baik

c. Proses partisipasi dan aspirasi masyarakat d. Permukiman Data sekunder : BPS, bappeda,

dengan kegiatan survey lapangan, penyebaran questioner atau melakukan wawancara.

Data sekunder dilakukan untuk mengetahui gambaran

perkembangan kependudukan secara numerik maupun visual dalam bentuk peta penyebaran penduduk dengan data

kepadatannya

Tabel 2

Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan

Sektor Wilayah Pesisir Laut Dangkal Laut Dalam

Konservasi

Taman Suaka Alam Laut

Lahan basah, Rawa pesisir, Mangrove Satwa liar yang dilindungi, gua pantai Terumbu karang/Atol Paus Lumba-lumba

Rekreasi/Wisata Landscape Pesisir/ Laut Turis Resort

Renang, Selam, Olahraga, Mancing, Selancar Air Jalur Pelayaran (Yachting) Kapal Wisata Pelayaran Navigasi Transportasi Pelabuhan Rambu Navigasi Feri Penumpang Pelayaran Internasional, Pelayaran Antar Pulau Dan Pantai

Pelayaran Internasional

Perikanan Budidaya Tambak, Pembenihan Udang/Ikan, Pengolahan Pasca Panen Budidaya Laut, Penanaman Rumput Laut, Pemancingan, Penangkapan Ikan Demersal dan Pelagis Perikanan Pelagis Kecil Dan Besar

Industri Pertambangan Pengerukan Jalur Pipa Pengerukan Pasir/Kerikil, Pengambilan Karang, Penambangan Timah, Penambangan Minyak Dan Gas

Jalur Pipa, Penambangan Pasir dan Karang, Penambangan Timah, Penambangani Minyak Dan Gas

Penambangan Minyak Lepas Pantai Pencemaran Lingkungan Limbah domestik, Limbah Pertanian Tumpahan Minyak Pencemaran Limbah Kapal, Pembuangan

dan Budidaya Tambak, Limbah Industri, Erosi Pantai, Sedimentasi Industri Limbah Penelitian Kelautan Meteorologi Ekosistem Pantai, Ekosistem Mangrove Geologi/Morfologi Pantai, Daerah Pasang Surut Ekosistem Terumbu Karang, Ekosistem Rumput Laut dan padang Lamun, Geologi Laut, Eksplorasi Mineral, Eksplorasi Minyak dan Gas Eksplorasi Mineral Di Dasar Samudera, Arus Samudera, Prakiraan Cuaca

Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)

Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah, pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan bagaimana tahapan pengumpulan data untuk kebutuhan rencana tata ruang/rencana zonasi :

Gambar 14

Proses Kompilasi Data

Identifikasi kebutuhan data, sumber data dan metoda pengumpulan data :

Proses Pengumpulan/koleksi Data

Metode pengumpulan data Data sekundersurvey sekunder

Metode pengumpulan data Data primer survey primer 1. Questioner

2. Observasi Lapangan 3. Ground check  4. Wawancara

Proses Analisis Data

3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa

Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan, fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.

Analisa Kebijakan

Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi daerah yang berbatasan dengan negara lain.

Analisa Fisik

Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder, dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Ekonomi

Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya, menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut, boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat. Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa

ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY). Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensi-potensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi-potensi tinggi untuk dikembangkan atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Sosial Budaya

Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data

dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut dilakukan melalui dua pendekatan :

1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor

2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk satu sektor tertentu

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).

2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang laut (Mobile 1), 2), 3))

3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu

Dalam dokumen Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K (Halaman 34-61)

Dokumen terkait