• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku - Petunjuk Teknis Zonasi WP-3-K"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

JUKNIS

JUKNIS

PERENCANAAN TATA RUANG LAUT

PERENCANAAN TATA RUANG LAUT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

(2)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

KATA

KATA SAMBUTAN SAMBUTAN ii

KATA

KATA PENGANTAR PENGANTAR iiii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …….……….…….………. iiiiii DAFTAR TABEL .

DAFTAR TABEL .……….………. iviv DAFTAR GAMBAR 

DAFTAR GAMBAR ……….………. vv

BAB

BAB I I PENDAHULUANPENDAHULUAN ……….………. 11 1.1

1.1 Latar Latar Belakang………Belakang……….………. 11

1.2 Tujuan

1.2 Tujuan dan sasaran ……….……….…………dan sasaran ……….……….………… 22 1.3

1.3 Ruang Ruang LingkupLingkup Petunjuk Petunjuk Teknis………Teknis……….. 22

BAB

BAB II II GAMBARAN GAMBARAN RUANG RUANG LAUTLAUT.……….……… 44 2.1 Pengertian

2.1 Pengertian Ruang Laut ………..Ruang Laut ……….. 44 2.2 Karakt

2.2 Karakteristik eristik Ruang Laut………Ruang Laut……….……. 55 2.2.1 Dimensi

2.2.1 Dimensi Ruang Laut……….………Ruang Laut……….……….…..…. 55 2.2.2 Geomorfologi Laut

2.2.2 Geomorfologi Laut ……….……….….……….……….…. 66 2.2.3 Geologi Laut

2.2.3 Geologi Laut ……...………..……….………..……….… 88 2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum 2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum

Internasional Internasional ……….……….… 1212 2.2.5 Ekosistem Laut 2.2.5 Ekosistem Laut ……… 1414 2.2.6 Organisme Laut 2.2.6 Organisme Laut……….……….… 1818 2.2.7 Hydrooceanografi 2.2.7 Hydrooceanografi ……….……….……… 2222 2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut

2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut ……… 2323 2.3

2.3 Daya Daya Tarik Tarik Wilayah Wilayah LautLaut ……….……….……… 2323 2.3.1 Potensi

2.3.1 Potensi ……….……….……… 2323 2.3.2 Permasalahan

2.3.2 Permasalahan ……….….……….….… 2525 BAB

BAB III III PROSES PROSES PERENCANAAN PERENCANAAN RUANG RUANG LAUTLAUT.………..………. 2727 3.1

3.1 Pendekatan Pendekatan Teknis Teknis PerencanaanPerencanaan.………..………. 2727 3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan

3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan ……… 2727 3.1.2 Data dan Peta Dasar

3.1.2 Data dan Peta Dasar……… 3636 3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis

3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……… 4242 3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ……… 4444 3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut

(3)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

KATA

KATA SAMBUTAN SAMBUTAN ii

KATA

KATA PENGANTAR PENGANTAR iiii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …….……….…….………. iiiiii DAFTAR TABEL .

DAFTAR TABEL .……….………. iviv DAFTAR GAMBAR 

DAFTAR GAMBAR ……….………. vv

BAB

BAB I I PENDAHULUANPENDAHULUAN ……….………. 11 1.1

1.1 Latar Latar Belakang………Belakang……….………. 11

1.2 Tujuan

1.2 Tujuan dan sasaran ……….……….…………dan sasaran ……….……….………… 22 1.3

1.3 Ruang Ruang LingkupLingkup Petunjuk Petunjuk Teknis………Teknis……….. 22

BAB

BAB II II GAMBARAN GAMBARAN RUANG RUANG LAUTLAUT.……….……… 44 2.1 Pengertian

2.1 Pengertian Ruang Laut ………..Ruang Laut ……….. 44 2.2 Karakt

2.2 Karakteristik eristik Ruang Laut………Ruang Laut……….……. 55 2.2.1 Dimensi

2.2.1 Dimensi Ruang Laut……….………Ruang Laut……….……….…..…. 55 2.2.2 Geomorfologi Laut

2.2.2 Geomorfologi Laut ……….……….….……….……….…. 66 2.2.3 Geologi Laut

2.2.3 Geologi Laut ……...………..……….………..……….… 88 2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum 2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum

Internasional Internasional ……….……….… 1212 2.2.5 Ekosistem Laut 2.2.5 Ekosistem Laut ……… 1414 2.2.6 Organisme Laut 2.2.6 Organisme Laut……….……….… 1818 2.2.7 Hydrooceanografi 2.2.7 Hydrooceanografi ……….……….……… 2222 2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut

2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut ……… 2323 2.3

2.3 Daya Daya Tarik Tarik Wilayah Wilayah LautLaut ……….……….……… 2323 2.3.1 Potensi

2.3.1 Potensi ……….……….……… 2323 2.3.2 Permasalahan

2.3.2 Permasalahan ……….….……….….… 2525 BAB

BAB III III PROSES PROSES PERENCANAAN PERENCANAAN RUANG RUANG LAUTLAUT.………..………. 2727 3.1

3.1 Pendekatan Pendekatan Teknis Teknis PerencanaanPerencanaan.………..………. 2727 3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan

3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan ……… 2727 3.1.2 Data dan Peta Dasar

3.1.2 Data dan Peta Dasar……… 3636 3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis

3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis ……… 4242 3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ……… 4444 3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut

(4)

3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut

3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut ………… 6262

3.2 Kelembagaan

3.2 Kelembagaan ……… 6363 3.3

3.3 Legalisasi Legalisasi dan dan Skala Skala PetaPeta ……… 6464

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1 1 Design Design Kebutuhan Kebutuhan Data Data PerencanaanPerencanaan ……… 3737 Tabel 2

Tabel 2 Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir danBerbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan

(6)

DAFTAR GAMBAR 

Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia ……… 9

Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ………. 11

Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia ……… 12

Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi

Hukum Laut 1982 ……….……….. 14

Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis

Dasar ……… 28

Gambar 6 Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar ……… 31 Gambar 7 Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang

Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan … 31 Gambar 8 Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis

Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan 32 Gambar 9 Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan

Pada Daerah yang Berdampingan ……… 32

Gambar 10 Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu Propinsi ………

33

Gambar 11 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam Satu Propinsi ………

34

Gambar 12 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang

Berada Dalam Satu Propinsi ……… 35

Gambar 13 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi

yang berbeda ……… 36

Gambar 14 Proses Kompilasi Data ……… 41

Gambar 15 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang

Akan Melibatkan Multi Sektor ……… 47

Gambar 16 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut

Untuk Satu Sektor Tertentu ……… 50

Gambar 17 Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang

Laut ……… 50

Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional ……… 51

Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ……… 53

Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan …… 56 Gambar 21 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor ……… 56

(7)

Gambar 23 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan ……… 59 Gambar 24 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ……… 59 Gambar 25 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut ……… 60

Gambar 26 Contoh Rencana Pola Ruang Overlay ……… 60

(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.

Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik.

Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat peruntukkan ruang laut (permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya,

BAB

I

(9)

Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut.

Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kajian tata ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut.

Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah :

1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut;

2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata ruang terpadu.

1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis A. Lingkup Materi Kajian

1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut;

2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang laut;

(10)

B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan

1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait);

2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut;

3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan ruang laut/Perencaan Zonasi Laut;

4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis; 5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis;

6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis; 7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait;

(11)

GAMBARAN

RUANG LAUT

2.1 Pengertian Ruang Laut

Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya.

Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir, termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya (Suparman, 2007).

BAB

II

(12)

Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.

2.2 Karakteristik Ruang Laut 2.2.1 Dimensi Ruang Laut

Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3 (tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.

Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah selat dan teluk yaitu :

a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang

diklasifikasi sebagai “selat internasional”

b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut menjorok kearah daratan

(13)

c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia. d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar

paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya

e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari batas 200 mill ZEE

2.2.2 Geomorfologi Laut

Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan bentuk lahan asal pengendapan.

Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu : 1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa,

Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru; 2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut.

Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di Kalimantan Barat;

3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P. Timor;

4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison  terdapat di Irian Jaya dan P. Timor.

5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik, penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda.

(14)

1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera;

2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera;

3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau Toba.

4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok. Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu :

1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P. Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai.

2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P. Flores.

3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik, terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi, bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo.

4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah Utara pegunungan Jaya-Wijaya.

5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor.

Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi, yaitu:

1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera

(15)

dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya.

2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau, terdapat di Irian Jaya.

3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.

4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.

5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa dan Sulawesi.

6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan di sebelah Barat Sumatera.

7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan Tukangbesi.

2.2.3 Geologi Laut

Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda, karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil. Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera, secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

- Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan perairan di sekitarnya.

- Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.

(16)

- Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.

- Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.

- Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan Riau.

Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik) Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.

Gambar 1

(17)

Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempeng-lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair.

Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya, Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah zona tetonik besar, yaitu :

- Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur

- Busur kepulauan Banda

- Zona tumbukkan laut Maluku

Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km. Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas gempa tercatat ± 650 Km.

Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa yang terletak di selatan.

Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda

(18)

dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton, 1989).

Gambar 2

Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempeng-lempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat, lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus. Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.

(19)

Peta 2

Gambar 3

Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia

(sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)

Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa.

2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional.

Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional terdiri atas :

a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu :

- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial (pada negara pantai biasa)

- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada negara kepulauan).

(20)

- Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan.

c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu :

- Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut.

d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu :

a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal.

e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu :

- Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak,

kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan dengan ukuran jarak sebagai berikut:

- Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya curam;

- Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai. f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu :

- Jalur di Luar dan Berbatasan Dengan Laut Wilayah Indonesia Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan Undang-undang Yang Berlaku Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia.

g. Laut Lepas (High Seas), yaitu :

- Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara pantai di zee-nya.

(21)

- Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.

Gambar 4

Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982

2.2.5 Ekosistem Laut

Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove, Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang ( Coral Reef ) dan Ekosistem Padang Lamun

A. Ekosistem Pantai

Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.

(22)

 Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni

oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.

 Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah,

dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.

 Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah

dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

B. Ekosistem Mangrove

Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda  dan Conocarpus .

Beberapa karakteristik fisik antara lain :

 Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan

substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.

 Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana

frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan mangrove.

 Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2  – 22 ppm

sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut, sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada perairan dangkal.

 Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang

terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat, sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.

(23)

Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain :

 Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang

dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen);

 Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;

 Daerah pemijahan (spawning ground ), penyedia makanan (nutrient), tempat

mencari makan (feeding ground ), tempat berlindung dan tempat pengasuhan (nursery ground ) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang hidup didalamnya;

 Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan

bahan baku kertas (pulp );

 Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;  Sebagai tempat pariwisata.

C. Ekosistem Estuaria

Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau.

Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

(24)

D. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut terdiri dari karang-karang yang terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut yang bernama polip yang bersimbiosis dengan organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae . Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal (daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain :

 Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil

dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter

 Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat

sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat tumbuhnya karang yaitu berkisar 18 – 340C, dan salinitas antara 30 – 380 / 0.

Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain :

 sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran

dan

 sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk

sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur, binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada di sekitar ekosistem terumbu karang

 sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi

(25)

 sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota lautsebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut

lainnya; lainnya;

 sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagaisebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai

bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan

 sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.

E. Ekosistem Padang Lamun E. Ekosistem Padang Lamun Padang Lamun (

Padang Lamun (Seagrass Seagrass ), biasanya dijumpai pada), biasanya dijumpai pada perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral (antara 2

(antara 2  – – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada12 m) dengan subtrat berpasir. Pada kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem padang lamun berasosiasi dengan ekosistem padang lamun berasosiasi dengan ekosistem Terumbu Karang. Secara umum, kehidupan Terumbu Karang. Secara umum, kehidupan ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove dan terumbu karang.

dan terumbu karang.

Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain : Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain :

1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan, 1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan, daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda).

laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda). 2.

2. Untuk kegiatan manusia : Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagaisebagai bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.

bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.

2.2.6 Organisme Laut 2.2.6 Organisme Laut

Jenis Organisme laut terdiri dari : Jenis Organisme laut terdiri dari : 2.2.5.1 Ikan

2.2.5.1 Ikan

Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni : Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :

(26)

A. Ikan Pelagis A. Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam   jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan   jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis ikan tersebut :

ikan tersebut :

 Ikan Pelagis BesarIkan Pelagis Besar

Tuna (

Tuna (Tuna Tuna ),), Cakalang (Cakalang (Skipjack Skipjack ),), Marlin (Marlin (Marlin Marlin ),), Tongkol (Tongkol (Little tuna Little tuna ),), Tenggiri (

Tenggiri (Spanish mackerel Spanish mackerel ),), Cucut (Cucut (Shark Shark ),), Lemadang,Lemadang, Pelagis Besar LainnyaPelagis Besar Lainnya ((Other Big Pelagic Fish Other Big Pelagic Fish ).). Neritik, laut lepas (oceanic)Neritik, laut lepas (oceanic)

 Ikan Pelagis KecilIkan Pelagis Kecil ::

Layang, Benggol (

Layang, Benggol (Scad mackerel Scad mackerel ),), Selar kuning (Selar kuning (Yellowstripe trevally Yellowstripe trevally ),), DaunDaun Bambu (

Bambu (Queen Fish/Slender leatherskin Queen Fish/Slender leatherskin ),), Talang-talang (Talang-talang (Deep leatherskin Deep leatherskin ),), Teri (

Teri (Anchovies Anchovies ),), Tembang (Tembang (Fringescale sardinella Fringescale sardinella ),), Lemuru (Lemuru (Indonesian oil Indonesian oil  sardinella 

sardinella ),), Siro/Sardin/Sembulak (Siro/Sardin/Sembulak (Spotted sardine Spotted sardine ),), Terubuk (Terubuk (Tolishad Tolishad  (Chinese herrings)

(Chinese herrings),, Kembung Perempuan (Kembung Perempuan (Short-bodied mackerel Short-bodied mackerel ),), KembungKembung lelaki (

lelaki (Striped mackerel Striped mackerel ),), Julung-julung (Julung-julung (Barred garfish Barred garfish ),), Ikan Terbang/ToraniIkan Terbang/Torani ((Spotted flyingfish Spotted flyingfish ),), dandan Alu-alu/Barakuda (Alu-alu/Barakuda (Barracuda Barracuda ).). Neritik, laut dangkalNeritik, laut dangkal B. Ikan Demersal

B. Ikan Demersal ::

Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter). dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter). Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah  jenis-jenis ikan damersal :

 jenis-jenis ikan damersal : Manyung (

Manyung (Marine catfish Marine catfish ),), Kuro/Senangin (Kuro/Senangin (Giant threadfish Giant threadfish ),), Bawal Hitam (Bawal Hitam (Black Black  Pomfret 

Pomfret ),), Bawal Putih (Bawal Putih (Silver Pomfret Silver Pomfret ),), Gulamah/Samgeh (Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums Croackers/Drums ),), Swanggi/Mata besar (

Swanggi/Mata besar (Big eyes Big eyes ),), Tigawaja/Gulamah (Tigawaja/Gulamah (Bearded croaker Bearded croaker ),), LayurLayur ((Hairtail/Cuttlass fishes Hairtail/Cuttlass fishes ),), Ikan Sebelah (Langkau) (Ikan Sebelah (Langkau) ( Indian halibut Indian halibut ),), BelosoBeloso

(27)

((Lizardfish Lizardfish ),), Kuniran/Biji Nangka (Kuniran/Biji Nangka (Yellow goatfish Yellow goatfish ),), Kurisi (Kurisi (Treadfin bream Treadfin bream ),), IkanIkan Lidah (Lidah pasir) (

Lidah (Lidah pasir) (Flat fishes/long tongue-sole Flat fishes/long tongue-sole ),), Ikan Belanak (Ikan Belanak (Mullet Mullet ),), PariPari kembang (

kembang (Spotted stingray Spotted stingray ),), Pari kelapa (Pari kelapa (Cawtail ray Cawtail ray ),), Pari burung (Pari burung (Eagle ray Eagle ray ),), Sembilang (

Sembilang (Canine catfish eet Canine catfish eet ),), dandan Ikan Sidat (Ikan Sidat (Eel Eel )) (batial), laut dangkal, laut(batial), laut dangkal, laut oceanic

oceanic C.

C. Ikan Ikan KarangKarang ::

Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang Kerapu (

Kerapu (Groupers Groupers ),), Kakap (Kakap (Perch Perch ),), Lencam (Lencam (Emperor Emperor ),), Napoleon (Napoleon (Napoleon Napoleon ),), Beronang (

Beronang (Rabbitfishes Rabbitfishes ),), Ekor kuning (Ekor kuning (Yellow tail travelly Yellow tail travelly ),), Ikan KarangIkan Karang Konsumsi Lainnya (

Konsumsi Lainnya (Other Coral Fish Consumption Other Coral Fish Consumption ),), neritik laut dangkalneritik laut dangkal 2.2.5.2 Crustacea :

2.2.5.2 Crustacea :

Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya crustacea :

crustacea :

Udang Penaeid (

Udang Penaeid (Shrimps Shrimps ),), Lobster (Lobster (Lobster Lobster ),), Udang Kipas (Udang Kipas (Spanish Lobster Spanish Lobster ),), Udang Laut Dalam (

Udang Laut Dalam (Deep Sea Shrimps Deep Sea Shrimps ),), Udang Ronggeng (Udang Ronggeng (Matis Shrimps Matis Shrimps ),), Udang Rebon (

Udang Rebon (Mysid Mysid ),), Kepiting (Kepiting (Swimming crabs Swimming crabs ),), dandan Krustacea LainnyaKrustacea Lainnya ((Other Crustacea Other Crustacea ).).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas 2.2.5.3 Molusca :

2.2.5.3 Molusca :

Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan gurita

gurita

Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain

A.

(28)

Tiram (

Tiram (Rock edible oyster Rock edible oyster ),), Simping (Simping (Common windowpen shell Common windowpen shell ),), Remis/Kepah (

Remis/Kepah (Hard clam Hard clam ),), Kerang darah (Kerang darah (Cockle shell Cockle shell ),), Kerang bulu (Kerang bulu (Ark Ark  (cockle) shell 

(cockle) shell ),), Kerang hijau/Serindit Hijau (Kerang hijau/Serindit Hijau ( Green Edible Oyster Green Edible Oyster ),), KerangKerang mutiara/Tapis-tapis (

mutiara/Tapis-tapis (Block peark oyster Block peark oyster ),), Kima raksasa/Kima raja (Kima raksasa/Kima raja ( Giant Giant  clam 

clam ),), dandan Kima kuning (Kima kuning (Scaled clam Scaled clam ).).

B.

B. Cepalopoda (Cepalopoda Cepalopoda (Cepalopoda )) :: Cumi-cumi, Enus (

Cumi-cumi, Enus (Squid Squid ),), Sotong, Blekutak (Sotong, Blekutak (Cuttlefish Cuttlefish ),), Gurita (Gurita (Octopus Octopus ),), dan

dan Notilus (Notilus (Chambered nautilus Chambered nautilus ).).

C.

C. Siput/Keong ::Siput/Keong Mata kucing (

Mata kucing (Blue green cat eye Blue green cat eye ),), Lola, Susubunder (Lola, Susubunder (Top shell Top shell ),), KepalaKepala kambing (

kambing (Fimbriate helmet Fimbriate helmet ),), Taburik, kepala kambing (Taburik, kepala kambing ( Horned helmet Horned helmet ),), Keong terompet, Onem (

Keong terompet, Onem (False trumpet shell False trumpet shell ),), Concong raja, lolonggok,Concong raja, lolonggok, Serobong batik (

Serobong batik (Triton shell Triton shell ),), Nang-punangan (Nang-punangan (Noble voluta Noble voluta ),), dandan KeongKeong pepaya, Taburi (

pepaya, Taburi (Aethiopian melon Aethiopian melon ).).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas D. Binatang air lainnya :

D. Binatang air lainnya : Penyu (Penyu (Turtle Turtle ),), Mamalia Air (Mamalia Air (Mammals Mammals ),), Lumba-lumbaLumba-lumba ((Dolphin Dolphin ),), Duyung (Duyung (Mere Mere ),), Ubur-ubur (Ubur-ubur (Jelly Fish Jelly Fish ),), Tripang,Tripang, dandan Bulu babi.Bulu babi. 2.2.5.4 Rumput Laut

2.2.5.4 Rumput Laut

Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati, pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati, potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah atau buatan (

atau buatan (artificial artificial ).).

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp.Eucheuma sp.,, Gelidium Gelidium  sp., dan

sp., dan Gracilaria sp Gracilaria sp . Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti. Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput

(29)

laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar.

2.2.7 Hidro oseanografi

Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia. Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut ( storm ) dan tsunami yang membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan.

Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai (longshore current ) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current  dapat pula terjadi karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore  current  dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti spits , tombolo , beach ridges , atau akumulasi sedimen di sekitar  jetty dan tanggul pantai menunjukkan adanya longshore current .

Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik. Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang

(30)

pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon  atau dataran pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat, kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.

2.2.8 Konservasi dan Heritage laut 2.3. Daya Tarik Wilayah laut

2.3.1 Potensi

Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut. Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang dapat dilakukan :

(31)

 Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 24 Perorangan/K elompok Badan Usaha Publik/Pem

erintah Permukaan Kolom Dasar I Konservasi; Suaka Perikanan Statis x x

TN Laut Statis x x Adat Statis x x Pemijahan Statis Dinamis x x Migrasi Statis Dinamis x x Sejarah Statis x x II Perikanan; Aquakultur/Budidaya Laut RL Statis x x x x

KJA Statis x x x x Penangkapan ikan Nalayan Kecil Di nami s x x x x Bagan Apung Dinamis x x x x Rumpon Statis x x x x Bagan Tancap Statis x x x x III Pariwisata; Home Stay Apung Statis x x x x x

SkiAir Dinamis x x x

Snorkling/Menyelam Statis Dinamis x x x x x Pantai Umum Statis x x x IV Pertambangan; Rig/Migas Statis x x x x

Pipa Statis x x Pasir Statis Dinamis x x x x V Riset Pendidikan dan pelatihan; Statis x x x x x Penelitian dan pengembangan; Dinamis x x x x x VI Pelayaran Alur pelayaran Besar Statis x x

Kecil Dinamis x x Pelabuhan Statis x x x Ujicoba Kapal Statis Dinamis x x x

Labuh Statis x x x x Peneggelaman Kapal Rusak x x VII Permukiman Masyarakat Adat Statis Dinamis x x x x V II I P er ta ha na n K ea ma n A re a P emb ua ng an A mu ni si S ta ti s x x

Patroli Dinamis x x

Daerah Latihan Perang Statis x x x IX Telekomunikasi/Listri Kabel Statis x x x

X BMKT Kapal Tenggelam Statis x x x XI Energi Statis x x x x x

MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT

No Kegiatan Jenis Kegiatan Mobilitas

Lokasi Kegiatan Pelaku

2.3.2 Permasalahan

2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang

Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional dengan nelayan modern, perikanan budidaya laut dengan pelayaran, kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

(32)

2.3.2 Permasalahan

2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang

Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional dengan nelayan modern, perikanan budidaya laut dengan pelayaran, kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

2.3.2.2 Degradasi lingkungan

Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :

 Pencemaran lingkungan.

Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak ekosistem di wilayah pesisir dan laut.

 Kerusakan ekosistem laut

Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri. Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan kegiatan budidaya.

 Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut.

Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang

(33)

umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas penambangan

2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut

Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8% dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield).

Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis.

Overeskploitasi terhadap sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional

(34)

PROSES

PERENCANAAN

RUANG LAUT

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan

Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi laut yang memiliki perbedaan dengan perencanaan tata ruang darat. Beberapa muatan perencanaan tata ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.

3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan

Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Penetapan batas wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan batas administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.

BAB

III

(35)

Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif  A. Definisi Teknis 

1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk menentukan garis dasar (lihat gambar 5)

2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.

3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2)

4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai.

5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter. 6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa

berada di atas permukaan laut pada saat air pasang. Gambar 5

Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar

Garis Pantai pada

Peta Laut Garis Pantai pada UU no 32/2004 Garis Pantai pada

Peta Topografi Garis Air Tinggi

Garis Air Rata-rata Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi

Garis Air Rendah Acuan Penarikan Garis Dasar Titik Awal pada UU No 32/2004

(36)

7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut.

B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik) 

1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN) dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI).

2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia.

3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan penerapan garis dasar lurus dan garis dasar normal dengan memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut.

4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan.

5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta yang digunakan.

6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih dari 12 mil laut.

7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sepertiganya.

8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat. 9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya

yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri

C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)  1. Penelitian dokumen batas 

Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas

(37)

daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.

2. Pelacakan batas 

Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum ditentukan titik koordinatnya.

3. Pemasangan pilar di titik acuan 

Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada  jaringan Titik Geodesi Nasional.

4. Penentuan titik awal dan garis dasar 

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui survei batimetri dan pengukuran pasang surut.

Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2.

Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.

(38)

Gambar 6

Contoh penentuan titik awal dan garis dasar (garis dasar lurus dan garis dasar normal) 5. Pengukuran batas 

Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal). Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7

Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan .

Garis Dasar Lurus Garis Dasar Normal

Titik Awal

12 mil

Garis Pantai pada Peta Laut Garis Dasar

Titik Awal Titik Acuan Titik Batas

(39)

DAERAH B

Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8

Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah (median line) pada dua daerah yang berhadapan

Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.

Gambar 9

Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan pada dua daerah yang berdampingan

DAERAH A

(40)

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 11.

Pulau Kecil 12 mil 4 mil > 24 mil 12 mil 4 mil

(41)

Gambar 11

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 12. < 24 mil Pulau Kecil 12 mil 4 mil 12 mil 4 mil

(42)

Gambar 12

Contoh penarikan garis batas pada

pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2 kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.

Pulau Kecil 4 mil 12 mil > 24 mil > 24 mil 12 mil 4 mil < 8 mil < 24 mil

(43)

Gambar 13

Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda

= laut provinsi

= laut kabupaten dan kota = daratan

Penetapan batas wilayah perencanaan maupun cakupan wilayah  pengamatan secara fungsional 

Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan  fungsi ekosistem laut , seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi  ekologis laut , seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi , seperti sel sedimen.

3.1.2. Data dan Peta Dasar

Penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut memerlukan keakuratan data yang sangat signifikan. Ketersediaan data mengenai sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data

< 24 mil Prov.A 12 mil 4 mil 12 mil 4 mil Prov. B

(44)

dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros. Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

Tabel 1

Design Kebutuhan Data Perencanaan

NO. DATA METODE

PENGUMPULAN KETERANGAN FUNGSI

1. Karakteristik fisik : a. Iklim

Temperatur, angin, curah hujan

b.Hidro- oseanografi - Bathimetri - Suhu, Kecerahan - Salinitas, Arus, Pasang-surut, Gelombang b. Geologi/ geomorfologi pantai Data primer

Data sekunder : Data iklim (BMG),

Data Primer :

Pengukuran di lapangan

Data sekunder : Peta Hidro-oceanografi (Dishidros TNI AL), interpretasi citra, Data primer : pengukuran di lapangan Data sekunder : Interpretasi citra Data primer : pengukuran di lapangan Data Sekunder : data salinitas (LIPI) Data sekunder : Peta Geologi (PPGL), Peta Geomorfologi (Bakosurtanal), Peta Geologi Pantai

Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan (menggunakan termometer, barometer, atau pengamatan di stasiun pengukuran)

Data sekunder minimal berupa data 1 tahun terakhir

Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan melalui alat Echo Sounder/LIDAR. Kegunaan melakukan survey langsung dapat diketahui kondisi bathimetri secara realtime. Data sekunder :

Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi kedalaman secara kualitatif 

Data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan pengukuran suhu dengan alat bantu termometer.

Data sekunder :

Interpretasi citra dapat digunakan untuk memperoleh informasi suhu permukaan dan kecerahan secara kualitatif  Data primer dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran melalui alat pengukuran : SCT (Salinity Conductivity 

Temperatur ) meter & CTD (Conductivity Temperature Depth) probe

Data sekunder :

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal geologi/geomorfologi pantai

Navigasi / Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & Energi

Navigasi / Pelayaran, Pertambangan & Energi

Ristek, Perikanan, Wisata

Ristek, Navigasi/Pelayaran, Perikanan, Pertambangan & energi, Wisata

(45)

c. Ekosistem pesisir

(Bakosurtanal),Interpret asi citra

Data primer : observasi lapangan

Data sekunder : Interpretasi citra, Peta Geoekologi

(Bakosurtanal), kajian literatur

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder :

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal sebaran ekosistem (mangrove, padang lamun, terumbu karang)

Perikanan, Wisata

4. Spesies/Biota

(Biota darat dan biota perairan)

Data primer :

pengamatan di lapangan

Data sekunder : Peta Vegetasi (Bakosurtanal), Peta Ekosistem (Bakosurtanal), Peta Sumberdaya Perikanan (Bakosurtanal), Kajian literatur (WWF, TNC,dsb)

Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan seperti dengan diving

Ristek, Perikanan, Wisata

5. Daerah rawan bencana (Banjir, sedimentasi, Erosi/abrasi, Subsiden/longsoran tanah, Tsunami, Gempa) Data sekunder : interpretasi citra, Peta Rawan Bencana, Peta Jalur Tsunami & Gempa (Bakosurtanal)

Interpretasi citra untuk memperoleh rona awal daerah rawan bencana, misalnya rawan banjir dapat dideteksi dengan pendekatan nilai wetness, rawan abrasi & sedimentasi dari analisa garis pantai dari citra sequen (temporal)

Navigasi / Pelayaran,

Perhubungan, Pertambangan & Energi

6. Masalah lingkungan dan pencemaran (Intrusi air laut, Polusi dan pencemaran, Kerusakan ekosistem pesisir) Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : interpretasi citra

Data primer dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, sekaligus melakukan ground check dari hasil interpretasi citra. Data sekunder :

Kerusakan ekosistem pesisir dapat dideteksi dengan interpretasi citra secara temporal Perikanan, Ristek 7. Daerah konservasi a. Kawasan lindung nasional b. Kawasan konservasi yang diusulkan daerah c. Kawasan perlindungan laut lokal Data primer : pengamatan di lapangan Data sekunder : (Bakosurtanal, DKP) Data primer :

diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan,

sekaligus melakukan ground  check dari hasil peta-peta sekunder yang telah diperoleh

Data sekunder :

• Peta Lingkungan Laut

Nasional (Bakosurtanal)

• Peta Lingkungan Pantai

Indonesia (Bakosurtanal)

• Peta Ekosistem

(Bakosurtanal)

• Hasil penelitian (WWF, TNC,

CI, dsb)

• Peta Kawasan Konservasi

Laut Nasional (DKP)

• Data Kawasan Konservasi

Laut Daerah (DKP), yang

Gambar

Gambar 1  Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia ………………………… 9 Gambar 2  Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ……………………………………

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang umumnya dihadapi oleh pengadilan dalam menangani perkara dimana pihak yang berperkara adalah perusahaan transnasional seperti kasus Apple vs

Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagimana dimaksud pada ayat (7), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat diperbaiki oleh gubernur, bupati/wali kota bersama DPRD

QFD adalah metode yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk yang kompleks dengan menghubungkan unsur perencanaan dari desain dan proses pembuatan berdasarkan

17 Dalam pemberian kemoterapi menggunakan APD yang terdiri atas topi pelindung, kacamata, masker, baju pelindung lengan panjang, sarung tangan4. 18 Dalam menyiapkan obat

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa score yang tertinggi dari pertanyaan Indeks Kesiapsiagaan Bertindak adalah pertanyaan tentang pernahkah anda

Berdasarkan hasil zone of tolerance (ZOT), kualitas layanan akademik UNISBA secara umum dinilai berada di atas kualitas layanan minimum yang ditetapkan tetapi masih berada

Jalan-jalan dalam dunia nyata dapat dimodelkan dalam bentuk graph. Setiap persimpangan jalan dinotasikan sebuah node. Sedangkan ruas jalan yang menhubungkannya direpresentasikan

Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik (2007), rumah tangga petani pisang ambon di Desa Padang Cermin Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran yang masuk kedalam