• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.7 Wilayah Jelajah

5.7.1 Pergerakan Horizontal

Parameter pergerakan harian primata meliputi tiga aspek yaitu jauhnya pergerakan dalam 1 hari, radius maksimum yang dapat dicapai dari lokasi pohon tempat tidur dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya (Chivers 1980, Bismark 1987). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan

software Global Mapper, pergerakan horizontal kedua kelompok studi di

Citalahab dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pergerakan harian dua kelompok studi owa jawa

No Ulangan Kelompok A Kelompok B DR (m) RM (m) NPS (m) DR (m) RM (m) NPS (m) 1 Ulangan ke-1 499,16 304,91 235,88 669,38 664,26 469,70 2 Ulangan ke-2 640,23 489,71 456,77 909,57 289,13 224,34 3 Ulangan ke-3 474,09 331,38 297,62 938,67 505,75 336,26 4 Ulangan ke-4 890,97 596,18 581,79 1363,44 295,88 143,66 5 Ulangan ke-5 854,43 604,63 555,38 1693,03 507,15 31,07 6 Ulangan ke-6 492,88 268,49 259,97 1845,92 764,85 706,90 7 Ulangan ke-7 1527,27 702,11 495,38 Rata-rata 641,96 432,55 397,90 1278,18 532,73 343,90 Keterangan :

DR : Daily range , RM : Radius Maximum, NPS : Night Position Shift

Owa jawa memulai aktivitas harian dengan bergerak dari pohon tidur menuju pohon pakan. Dalam waktu satu hari aktivitas, owa jawa dapat menempuh pergerakan harian yang berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lain tergantung dari luasan wilayah jelajah. Berdasarkan hasil perhitungan, pergerakan harian kedua kelompok studi owa jawa memiliki jarak tempuh yang berbeda. Kelompok B memiliki rata-rata pergerakan harian (daily range) dugaan lebih besar dalam satu hari daripada kelompok A. Kelompok B memiliki rata-rata daily

range dugaan sebesar 1.278,18 m atau 1,28 km sedangkan kelompok A memiliki

tersebut dikarenakan bahwa ketersediaan pakan pada kelompok B lebih tersebar berjauhan antar setiap pohon pakan dalam area wilayah jelajahnya dibandingkan kelompok A. sehingga kelompok B bergerak lebih jauh untuk mencapai pohon pakannya.

Radius maksimum pada kelompok A mencapai rata-rata 432,55 m sedangkan kelompok B mencapai rata-rata 532,73 m. Radius maksimum kedua kelompok studi owa jawa dipengaruhi oleh luasan wilayah jelajah owa jawa yang dibatasi oleh factor kelimpahan pakan dan gangguan aktivitas manusia. Pada wilayah jelajah kelompok A sering didatangi oleh pengunjung sehingga kelompok A tidak terlalu aktif bergerak agar menghindari gangguan dari aktivitas pengunjung.

Berdasarkan hasil pengamatan langsung, lokasi pohon tidur setiap kelompok owa jawa berbeda hampir setiap harinya. Hal tersebut diduga karena beberapa faktor, diantaranya yaitu bahaya dari predator dan lokasi pohon pakan. Penghindaran kelompok studi owa jawa dari predator diindasikan bahwa dengan tidak tetapnya lokasi pohon tidur kelompok owa jawa maka akan menghindari pengintaian dari predator. Selain itu, lokasi pohon pakan yang menyediakan pakan pada musimnya akan mempengaruhi lokasi pohon tidur di hari selanjutnya agar pada saat bangun dari istirahat panjangnya kelompok owa jawa akan dengan mudah mencapai lokasi pohon pakan. Perbedaan lokasi tempat tidur (night

position shift) pada kedua kelompok studi owa mencapai rata-rata 397,90 m dan

343,90 m untuk kelompok B.

Pada saat pengamatan langsung di lapangan, pengamatan kesulitan mengetahui lokasi pohon tidur sebelumnya terutama pada saat perpindahan jadwal pengamatan dari kelompok A ke kelompok B ataupun sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan, pada awal memulai pengamatan pengamat harus mencari terlebih dahulu lokasi keberadaan kelompok owa jawa pada wilayah jelajahnya. Namun, hal ini dapat diselesaikan dengan asumsi bahwa kelompok owa jawa memulai aktivitas harian dengan menuju pohon pakan yang tidak jauh dari lokasi pohon tidurnya.

Laju pergerakan owa jawa dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti kesehatan owa akan

memperlambat laju pergerakan pada saat aktivitas berpindah, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi laju pergerakan owa jawa yaitu sebagai berikut : 1. Musim dan ketersediaan pakan

Apabila ketersediaan pakan berlimpah dan merata maka owa akan betah berlama-lama di tempat terdapatnya sumber pakan dan frekuensi melakukan lokomotor akan lebih sedikit. Sedangkan jika ketersediaan pakan sedikit maka owa jawa akan terus bergerak mencari sumber pakan (Tabel 4). Ketersediaan pakan pada wilayah jelajah setiap kelompok owa jawa tergantung pada musim ketersediaan buah pada pohon pakan dan air (Iskandar 2007). Pada musim kemarau, ketersediaan buah-buahan relative sedikit sehingga memaksa kelompok owa jawa untuk melebarkan jelajah hariannya dalam mencari pakan. Kebutuhan air pada musim tersebut bisa terpenuhi dari buah-buahan yang dikonsumsi. Hal ini terlihat pada kedua kelompok owa jawa yang cenderung terus bergerak untuk menemukan sumber pakan dan akan berada pada pohon pakan lebih lama (± 1 jam). Pengamatan dilakukan pada saat musim kemarau (Mei – Juni) dimana sumber pakan lebih sedikit dibandingkan pada saat musim berbuah.

2. Cuaca dan suhu

Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pengaruh cuaca dan suhu akan berbeda pada setiap kelompok owa jawa. Pada kasus kelompok A dan kelompok B teramati melakukan reaksi pergerakan berbeda terhadap faktor cuaca dan suhu. Kelompok A akan cenderung pasif dan diam pada saat cuaca hujan dan berkabut sedangkan kelompok B cenderung tetap aktif bergerak tetapi dengan frekuensi yang lebih rendah dibanding cuaca cerah .

3. Kondisi arsitektur dan profil pohon

Kondisi arsitektur dan tutupan tajuk akan berpengaruh terhadap tipe lokomotor (pergerakan) yang digunakan owa jawa selama aktivitas hariannya (Iskandar 2007). Owa jawa akan melakukan tipe lokomotor melompat apabila jarak antar pohon lebih lebar. Kondisi cabang antar pohon yang saling terhubung dan tutupan tajuk yang rapat akan mempermudah owa jawa dalam melakukan tipe pergerakan brakhiasi selama aktivitas harian. Oleh sebab itu, tajuk pohon yang rapat akan mempercepat laju pergerakan owa jawa.

4. Gangguan dari kelompok lain (agonistic) dan predator.

Ancaman baik ketika perilaku agonistic atau ancaman predator akan mempercepat laju pergerakan owa jawa. Laju pergerakan tersebut termasuk kedalam pergerakan penyelamatan diri dari bahaya (Ario 2010). Pada kasus kedua kelompok studi, pada saat agonistik kelompok owa jawa yang kalah akan bergerak dengan cepat yang biasa melakukan pergerakan terbang (brakhiasi-melompat) untuk kembali kedalam wilayah teritori kelompok tersebut. Sedangkan pada saat ada ancaman predator, kelompok owa jawa akan bergerak dengan kelajuan tinggi untuk menghindari bahaya.

5.8 Wilayah Jelajah

Wilayah jelajah (home range) adalah luas areal yang digunakan suatu kelompok satwa dari suatu spesies dalam melakukan aktivitasnya pada kurun waktu tertentu. Rowe (1996) mendefinisikan daerah jelajah sebagai estimasi pengunaan lahan oleh suatu kelompok pada kurun waktu tertentu. Owa jawa sangat tergantung kepada daerah jelajah yang telah dikuasainya. Walaupun banyak mengalami gangguan, owa jawa akan tetap bertahan pada wilayah jelajah yang telah dikuasainya tersebut, sehingga perilaku ini menyebabkan keberlangsungan hidup spesies tersebut mudah terancam jika mengalami kerusakan (Geissmann 2002).

Setiap kelompok studi owa jawa di Citalahab memiliki wilayah jelajah yang berbeda. Dengan banyaknya data yang dikumpulkan memungkinkan dilakukan pendugaan luas wilayah jelajah dengan metode Fixed Kernel (FK). Perhitungan dengan FK 95 % memberikan rata-rata luas wilayah jelajah 50,27 ha sedangkan dengan metode Minimum Convex Polygon (MCP) memberikan rata-rata luas wilayah jelajah sebesar 24,38 ha. Perkiraan ukuran wilayah jelajah dengan metode FK memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan sampel data yang besar (Mitchell 2007).

Tabel 11. Luas wilayah jelajah kelompok studi owa jawa 2D dan 3D yang dianalisis berdasarkan Minimum Convex Polygon serta Fixed Kernel

Kelompok Studi Owa Jawa N data Posisi Wilayah Jelajah MCP (100 %) Wilayah Jelajah FK (95 %) Overlap MCP (100 %) Overlap FK (95 %) 2D (ha) 3D (ha) 2D (ha) 3D (ha) 2D (ha) 3D (ha) 2D (ha) 3D (ha) A 83 16,28 17,39 36,12 39,02 0,13 0,14 6,55 7,00 B 122 32,48 33,90 64,41 67,47 Rata-rata 24,38 25,65 50,27 53,25

Berdasarkan hasil perhitungan tiga dimensi dengan Digital Elevation

Model (DEM), luas wilayah jelajah kelompok studi memiliki rata – rata sebesar

25,65 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan sebesar 53,25 ha untuk hasil analisis dengan FK 95%. Sedangkan overlap yang muncul memiliki luas dugaan sebesar 0,14 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan 7,00 ha untuk hasil analisis

dengan metode FK 95% (Tabel 11). Hasil analisis tiga dimensi mempermudah dalam menduga luas wilayah jelajah serta overlap yang terjadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

Pendugaan wilayah jelajah owa jawa sangat dipengaruhi oleh lama penelitian serta frekuensi pertemuan antara pengamat dengan owa jawa. Variasi yang terjadi dalam pendugaan wilayah jelajah bergantung pada lamanya penelitian, serta waktu penelitian yang paling lama menghasilkan pendugaan wilayah jelajah yang paling beasr (Singleton dan Schaik 2000).

Luas wilayah jelajah satwa sangat bervariasi, diantaranya tergantung pada kondisi sumberdaya lingkungan, aktivitas hubungan dengan pasangan dan ukuran tubuh satwa (Alikodra 2002). Wilayah jelajah kelompok B lebih luas daripada wilayah jelajah kelompok A. Hal tersebut diduga bahwa kondisi sumberdaya lingkungan terutama pohon pakan yang terdapat dalam wilayah jelajah kelompok B lebih tersebar berjauhan dibandingkan pohon pakan pada wilayah jelajah kelompok A. selain itu, ukuran kelompok B lebih besar yaitu sebanyak empat individu daripada ukuran kelompok A yaitu sebanyak tiga individu. Ukuran tubuh setiap individu kelompok B lebih besar daripada ukuruan tubuh kelompok A.

Wilayah jelajah dugaan kelompok A teramati berada pada daerah sekitar jalur looptrail yang menghubungkan antara stasiun penelitian Cikaniki dengan

enclave kampung Citalahab sentral. Pohon tempat aktivitas makan kelompok A

tersebar di beberapa lokasi yaitu di batas wilayah jelajah sekitar Hm 6 dan 7

looptrail, pinggir sungai, Hm 16 looptrail dan beberapa lokasi pohon pakan yang

tersebar di sekitar looptrail. Wilayah jelajah kelompok B memiliki luasan wilayah jelajah dugaan yang lebih luas daripada kelompok A. Pohon tempat aktivitas makan kelompok B tersebar luas dalam wilayah jelajah dugaan sehingga kelompok B teramati lebih aktif bergerak dari pohon pakan satu ke pohon pakan lainnya apabila dibandingkan dengan pergerakan kelompok A.

Pada saat melakukan pergerakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, satu kelompok owa jawa bisa bergerak memasuki daerah jelajah kelompok lain. Pada satwa primate yang benar-benar mempertahankan teritori, kejadian masuknya kelompok lain ke dalam wilayahnya akan dihindari, atau kalaupun terjadi, frekuensinya sangat rendah. Gambar 23 dan 24 memperlihatkan overlap

antara wilayah jelajah dugaan kelompok A dengan kelompok B. Berdasarkan hasil pengamatan, overlap terletak di daerah yang sering terjadinya konflik antara kelompok A dengan kelompok B. Konflik antara kelompok A dengan kelompok B terletak disekitar Hm 14 dan teramati kurang lebih sebanyak tiga kali. Konflik antara kelompok A dan kelompok B dalam daerah overlap terdeteksi saat terdengar suara (song) dari betina dewasa dari salah satu kelompok maupun dari kedua kelompok tersebut. Pada kasus kelompok A dan kelompok B, betina dewasa dari kedua kelompok teramati satu kali tidak bersuara ketika terjadi konflik. Jantan dewasa dan anggota kelompok lainnya hanya melakukan aktivitas mengancam seperti mengejar dan kemudian kembali lagi ke wilayah jelajahnya masing-masing.

Luas daerah overlap antar wilayah jelajah kelompok A dan kelompok B dari hasil analisis dengan menggunakan metode MCP 100% dan FK 95% memiliki perbedaan. Daerah overlap dari hasil ananlisis dengan metode FK 95% menghasilkan luasan yang lebih besar daripada daerah overlap dari hasil analisis MCP 100%. Hal ini dikarenakan, analisis dengan metode MCP 100% hanya menghubungkan titik-titik terluar dari seluruh titik koordinat posisi owa jawa dan tidak mengkalkulasikan seluruh titik yang ada terutama untuk titik-titik yang mengelompok pada suatu daerah tertentu. Sedangkan analisis dengan menggunakan metode FK 95%, penentuan luas wilayah jelajah dengan mempertimbangkan seluruh titik dan mengkalkulasikannya termasuk titik-titik yang mengelompok pada suatu daerah. Oleh karena itu, luas wilayah jelajah dan overlap dengan menggunakan metode FK 95% hasilnya lebih besar dibandingkan dengan metode MCP 100%.

Luas wilayah jelajah suatu kelompok owa jawa selain sebagai indikator ketersediaan sumber pakan dan tempat berlindung, dapat pula dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya, sehingga membuka peluang terbentuknya kelompok baru. Dengan demikian akan berpengaruh terhadap komposisi suatu kelompok

Gambar 21 Bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok A yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95%.

Gambar 22 Bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok B yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95%.

BAB VI

Dokumen terkait