• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Perhatian Orang Tua

a. Pengertian Perhatian Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:857) perhatian adalah

“hal memperhatikan : apa yang diperhatikan”. perhatian adalah pemusatan atau kesadaran jiwa yang diarahkan kepada suatu objek yang memberikan rangsangan pada aktivitas yang dilakukan, sehingga ia hanya memperdulikan objek yang merangsang itu. Sedangkan orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:802) adalah “ayah ibu kandung”. Orang tua adalah pendidik pertama dimana anak akan sangat bergantung padanya.baiknya sikap orang tua dalam hal mengajar dan mendidik anaknya, maka anak pun menjadi baik dan terdidik. (Rohinah, 2012:148). Dari pengertian perhatian orang tua diatas , maka dapat disimpulkan bahwa perhatian orang tua adalah kesadaran jiwa seorang ayah dan ibu untuk memperhatikan, mengajar dan mendidik anaknya terutama dalam hal mencukupi kebutuhan anaknya.

b. Bentuk Perhatian Orang Tua 1) Pemberian Bimbingan Belajar

Orang tua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya. Karenanya sikap orang tua yang bermalas-malasan tidak baik, hendaknya dibuang jauh-jauh. Demikian belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar, tumbuh pada diri anak (Ahmadi dkk, 2004:87).

Bimbingan belajar pada anak berarti memberikan bantuan kepada anak dalam membuat pilihan dalam penysuaian diri terhadap tuntutan hidup trutama dalam hal belajar agar lebih terarah dalam belajarnya dan bertanggung jawab terhadap kemampuannya sendiri

Orang tua adalah pmbimbing belajar siswa di rumah. Enanggung jawab utama siswa adalah orang tuanya. Karena keterbatasan kemampuannya orang tua melimpahkan sebagian dari tanggung jawabnya kepada sekolah, tetapi tidak berarti mereka lepas tanggung jawab tersebut. Orang tua dituntut untuk memberikan bimbingan belajar dirumah (Syaodih, 2011:242).

Jika orang tua sibuk bekerja, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak mendapatkan pengawasan atau bimbingan dari orang tua, hingga kemungkinan akan banyak

mengalami kesulitan dalam hal belajar (Abu Ahmadi dkk, 2004:87).

Namun orang tua tidak boleh memaksakan terhadap kemampuan seseorang, tetapi pendidikan bersifat membimbing dan mengarahkan agar potensi yang dimiliki olh anak dapat berkembang dengan baik (Rifa Hidayah, 2009:61).

2) Memberikan Nasihat

Bentuk lain dari perhatian orang tua adalah memberikan nasihat kepada anak. Menasihati anak merupakan salah satu dari bentuk perhatian juga, karena memberikan nasihat sama dengan memberikan saran pada anak dalam memecahkan suatu masalah.

Orang tua mempunyai tanggung jawab untuk menghantarkan putra putrinya menjadi seorang yang sukses dan bagi orang tua penting memahami dan memperhatikan perkembangan anak (Rifa Hidayah: 2009:16).

Terutama dalam memberikan nasihat karena memiliki pengaruh yang sangat besar terutama dalam hal belajar. Memberikan nasihat yang diberikan kepada anak yaitu agar anaknya rajin dalam belajar sehingga mendapatkan prestasi belajar yang sangat memuaskan.

Motif atau motive adalah dorongan yang trarah kpada pmnuhan kbutuhan psikis maupun rokhaniah. Kebutuhan atau need merupakan suatu keadaan di mana individu merasakan adanya kekuranga, atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya (Nana Syaodih, 2004:60).

Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan dalam belajarnya (Abu Ahmadi dkk, 2004:83). Hal ini berarti apabila seorang anak itu memiliki kecerdasan inteleksual yang tinggi, jika tidak disertai dengan motivasi yang tinggipun juga untuk mencapai prestasi belajarnya akan kurang memuaskan. Karena tidak adanya motivasi atau dorongan dari orang tua. Oleh karena itu agar tercapai prestasi yang maksimal, maka orang tua perlu memotivasi dan bisa juga memberikan penghargaan kepada anaknya agar mendapatkan hasil belajar yang baik serta apa yang dicita-citakan tercapai.

Peran orang tua untuk memotivasi anaknya agar berprestasi baik dilingkungan sekolah maupun luar sekolah sagat besar. Oleh karena itu orang tua perlu memberikan motivasi yang besar untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik terutama dalam hal belajar yaitu dengan menanamkan sifat optimis pada diri anak,

menumbuhkan rasa aman belajar, membantu anak dalam menentukan apa yang ingin di cita-citakan, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk pengembangan dirinya.

4) Memenuhi Kebutuhan Anaknya

Selain itu salah satu perhatian orang tua juga memenuhi kebutuhan anaknya. Memenuhi kebutuhan anak sangat penting karena akan mempermudah untuk belajar dengan baik.

Dukungan fasilitas perlu ada karena tersedianya fasilitas akan member kesempatan yang luas bagi anak untuk belajar dengan leluasa dan memberikan banyak pilihan bagi anak untuk menggunakan perlengkapan yang tersedia di lingkungan belajar (Mariyana dkk, 2010:148-149).

Dengan memberikan fasilitas yang lengkap atau memenuhi kebutuhan anak, maka akan memberikan dampak yang positif bagi anak. Karena dapat menggunakan fasilitas yang ada, sehingga dalam proses belajarnya tidak tergangggu.

5) Pengawasan Terhadap Anaknya

Pengawasan orang tua dalam hal ini dalam lingkup belajar karena dengan mengawasi orang tua akan mengetahui dimana anak mengalami kesulitan dalam belajarnya. Sehingga jika orang tua selalu mengawasi atau memperhatikan anak maka orang tua akan

tau bagaimana perkembangan belajar anak selama disekolah, apakah mengalami kemajuan atau kemunduran.

Pengawasan orang tua bukan berarti mengekang anak, tetapi memberikan kebebasan dalam berkreasi tetapi lebih menekankan pada tanggung jawab orang tua ketika anak mulai menunjukkan tanda-tanda menyimpang. Dengan demikian orang tua dapat membenahi segala sesuatunya hingga akhirnya anak dapat meraih hasil belajar yang maksimal.

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak akan mendorong perharian anak dalam belajar. Pengaruh oreang tua dalam pendidikan di waktu kecil akan member keuntungan jangka panjang bagi anak (Mariyana dkk, 2010:152).

2. Kompetensi Guru

a. Pengertian Kompetensi Guru 1) Pengertian Kompetensi

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1

ayat (10) dinyatakan tegas bahwa “kompetensi adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan

tugas dan keprofesionalan”. Wujud profesional atau tidak tenaga pendidik diwujudkan dengan sertifikat pendidik.

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakanpelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.

Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (Mulyasa, 2008: 33-34).

2) Pengertian Guru

Guru menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 - Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dalam Siti Asdiqoh (2015:13) menjelaskan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, sosial guru adalah orang yang identik dngan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa

mengajar merupakan tugas pokok seorang guru dalam mendidik muridnya.

Dari uraian diatas berarti kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuwan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik

pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan

profesionalisme.

Guru sebagai bagian dari pendidikan, pun juga harus menyesuaikan dirinya dengan perkembangan atau kemajuan zaman yang ada. Guru senantiasa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya sebagai langkah evaluasi dan proyeksi dalam menjalankan proses pendidikan (Manpan Drajat dkk, 2017:88).

b. Macam-Macam kompetensi 1) Kompetensi pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Mulyasa, 2008:75).

Menurut sumber lain kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Selain itu, kemampuan pedagogis juga ditunjukkan dalam membantu, membimbing, dan memimpin peserta didik, menurut Permendiknas nomor 17 tahun 2007, kompetensi pedagogis guru mata pelajaran terdiri 37 buah kompetensi yang dirangkum dalam 10 kompetensi inti seperti yang disajikan berikut ini:

(1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual;

(2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik;

(3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu;

(4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik;

(5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran;

(6) Memfasilitasi pengembangan profesi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki;

(7) Berkomunikasi secara efektif, emapatik, dan santun dengan peserta didik;

(9) Memanfaatkan hasil penilaiaan dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran;

(10)Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. (Asmani, 2009: 65-66)

Kompetensi pedagogik sebagaimana keterangan diatas adalah kompetensi pertama yang harus dikuasai dan di praktikkan guru dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya kompetensi ini, efektivitas pembelajaran akan berjalan.

Penguasaan anak didik, penyampaian materi dengan menyenangkan, penilaian berjalan, secara objektif, hasil pembelajaran, ditindaklanjuti, dan pengembangan terus dilakukan dengan baik dan dinamis. (Asmani, 2009: 73)

2) Kompetensi kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian sangat besar

pengaruhnya terhadap pertumbuhan pertumbuhan dan

perkembangan pribadi para peserta didik.

Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna

menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya. Dengan kepribadian akan turut menentukan apakah guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru perusak anak didiknya. (Siti Asdiqoh, 2015:27-28)

Mengacu kepada standar nasional pendidikan, kompetensi kepribadian guru meliputi:

(1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma, hukum, norma sosial. Bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

(2) Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri, menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja.

(3) Memiliki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan yang bermanfaat bagi peserta didik, sekolah dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.

(4) Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik yang memiliki perilaku yang disegani.

(5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan, dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur,ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. (Asmani, 2009:116-117) 3) Kompetensi sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kuranya memiliki kompetensi untuk:

(1) Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat

(2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional

(3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; dan

(4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (Heri Gunawan, 2014:202)

Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan member pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu.

4) Kompetensi Profesional

Dalam Standar Nasional Pendidikan, Penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. (Mulyasa, 2008:135) Kemudian pada pasal 7 ayat (1) profesi guru merupakan bidang pekerja yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

(1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme

(2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.

(3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang bidang tugas. (4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang

(6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

(7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan menganut prinsip belajar sepanjang hayat.

(8) Memiliki jaminan perlindugan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan

(9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesional guru. (Rohinah, 2012:47-48)

Kompentensi ini merupakan kemampuan seorang guru dalam

penguasaan materi secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. (Nurochim, 2013:2).

Selain itu juga meliputi penguasaan meteri keilmuwan, metode khusus pembelajaran bidang studi serta pengembangan wawasan etika dan pengembangan profesi sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. (Manpan Draja dkk, 2017:90) Keempat kompetensi diatas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetnsi guru meliputi; (1) pengenalan peserta didik secara mendalam; (2) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu

(discliplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (3) peyelenggaraan pembelajaran mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses, hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; (4) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. (Asmani, 2009:45) 3. Belajar dan Hasil Belajar

a. Belajar

1) Pengertian Belajar

Menurut R.Gagne dalam bukunya (Susanto, 2012:3) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

Adapun menurut dictionary of sychology disebutkan bahwa belajar memiliki dua definisi. Pertama; belajar diartikan the process permanent acquiring knowledge”. Kedua; belajar diartikan

a relatively permanent change potentiality which occurs as a result of reinforced practice”. Pengertian pertama, belajar memiliki arti suatu proses untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian kedua,

relative lamnggeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Sriyanti,2011:17).

Sedangkan pengertian belajar menurut Slameto dalam Saiful Bahri (2011:12) adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru.

Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perkembangan individu. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri seseorang, dimanapun dan kapanpun proses belajar dapat terjadi (Sriyanti, 2011:16).

2) Ciri- Ciri Belajar

Berdasarkan berbagai pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Perubahan yang terjadi secara sadar

b) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif d) Perubahan dalam belajar bukan besifat sementara

e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau searah

f) Perubahan mencakup seluruh aspektingkah laku (Syaiful Bahri, 2011:15-16)

3) Jenis-Jenis Belajar

Robert M. Gagne dalam Nurochim (2013 : 12-13) manusia memiliki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar:

a) Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon, dalam konteks inilah signal learning terjadi. contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada ymuridnya yang hgaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.

b) Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (Reinforcement) sehingga tebentuk perilaku tertentu (Shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan sesuatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru memberikan pertanyaan kemudian murid menjawab.

c) Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contonya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.

d) Belajar asosiasi verbal (verba association). Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu objek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu membuat langkah kerja dalam suatu praktik dengan bantuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktik kayu.

e) Belajar membedakan (diskrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi, tetapi masih dalam satu bagian dalam jawabn yang benar. Guru memberi sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dan sebagainya.

f) Belajar konsep (consept learning). Belajar mengklasifikasikan stimulus, atau menempatkan objek-objek dalam kelompok

tertentu yang membentuk suatu konsep (konsep: satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktik uji bahan sebelum praktek atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.

g) Belajar dalil (rule learning). Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep baiasanya dituangkan dalam bentuk kalimat.contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahanya.

h) Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang menngabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaidah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau menyelesaikan dari masalah tersebut.

perilaku yang yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan (Nurochim, 2013:8).

b. Hasil Belajar

1) Pengertian Hasil Belajar

Berdasarkan uraian tentang konsep belajar diatas, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, psikmotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan diatas dipertegas oleh Nawawi (Brahim (2007:39) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperolah dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2012 : 5).

2) Macam-Macam Hasil Belajar

Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan diatas meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pemahaman menuruut Bloom dalam Ahmad Susanto (2013:6) diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan. b) Keterampilan proses

Menurut Indrawati dalam Ahmad Susanto (2013:9) merumuskan bahwa ketrampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penampungan (valsifikasi). Dengan kata lain, keterampilan ini digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep, prinsip, dan teori. selanjutnya, indrawati menyebutkan ada 6 aspek keterampilan proses, yaitu meliputi :observasi, klasifikasi, pengukuran, mengkomunikasikan, memberikan penjelasan atau interpretasi terhadap suatu

c) Sikap

Sikap tidak hanya merupakan mental semata, melainkan mencakup pula aspek respon fisik jadi, sikap ini harus ada kekompakan antara mental dan fisik secara serentak jika mental saja yang dimunculkan, maka belum tampak secara jelas sikap seseorang yang ditunjukkannya. Selanjutnya, Azwar mengungkapkan tentang stuktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang, yaitu: komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap; komponen afektif, yaitu perasaan yang menyangkup perasaan emosional; dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Susanto, 2013:6-11).

3) Faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar

Proses belajar melibatkan faktor yang sangat komplek oleh sebab itu, masing-masing faktor perlu diperhatikan agar proses belajar dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Sriyanti, 2011:23).

Menurut Wasliman dalam buku Susanto (2013: 12-13), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik adalah hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun

eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:

Dokumen terkait