• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan analisis sensitivitas penurunan penjualan 10%

NO ITEM TAHUN ANALISIS

0 1 2 3 4 5

A INFLOW

1 Produk Bibit Minyak Wangi 499,950,000 635,769,750 727,638,479 832,782,239 953,119,273

2 Produk Botol 42,449,400 53,981,487 61,781,812 70,709,284 80,926,775 3 Produk Aksesoris 3,780,000 4,326,210 4,951,347 5,666,817 6,485,672 4 Nilai Sisa 147,975,000 TOTAL INFLOW 546,179,400 694,077,447 794,371,638 909,158,340 1,188,506,720 B OUTFLOW 1 BIAYA INVESTASI

a Bangunan Toko dan Instalasi 220,000,000

b Perizinan 4,000,000

c Etalase Pajangan 3,100,000

d Etalase Botol 1,550,000

e Etalase Aksesoris 775,000

f Lemari Bibit Minyak Wangi 5,425,000

g Gelas Ukur 425,000 425,000 425,000

h Suntikan 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000 180,000

i Pesawat Telepon 96,000

j Dispenser 96,000

Lanjutan Lampiran 10.

NO ITEM TAHUN ANALISIS

0 1 2 3 4 5

l Kursi 500,000 500,000 500,000

m Meja 166,667 500,000

n Spanduk dan Banner 133,333 400,000

o Alat-alat kebersihan 75,000 75,000 75,000 75,000 75,000

p Alat tulis kantor 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000

2 BIAYA TETAP

a Tenaga Kerja

Gaji Karyawan 54,000,000 56,700,000 79,380,000 83,349,000 109,395,563

Tunjangan Hari Raya (THR) 6,000,000 6,300,000 8,820,000 9,261,000 12,155,063

b Pajak Bumi dan Bangunan 200,000 200,000 200,000 200,000 200,000

c Biaya perawatan 4,200,000

3 BIAYA VARIABEL

a Alkohol 18,900,000 21,631,050 24,756,737 28,334,085 32,428,360

b Bahan Baku

Bibit Minyak Wangi 414,200,000 474,051,900 542,552,400 620,951,221 710,678,673

Botol 41,731,200 47,761,358 54,662,875 62,561,660 71,601,820

Aksesoris 3,468,000 3,969,126 4,542,665 5,199,080 5,950,347

c Plastik kemasan 1,500,000 1,575,000 1,653,750 1,736,438 1,823,259

Lanjutan Lampiran 10.

NO ITEM TAHUN ANALISIS

0 1 2 3 4 5 e Tagihan Air 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 f Tagihan Telepon 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 TOTAL OUTFLOW 238,472,000 545,779,200 618,968,434 727,523,426 818,372,484 950,088,084 C BENEFIT (A - B) -238,472,000 400,200 75,109,013 66,848,212 90,785,856 238,418,636 D PAJAK PENGHASILAN (15%) 60,030 11,266,352 10,027,232 13,617,878 35,762,795 E NET BENEFIT (C - D) -238,472,000 340,170 63,842,661 56,820,981 77,167,978 202,655,840 F DISCOUNT FACTOR 13% 1 0.943396226 0.88999644 0.839619283 0.792093663 0.747258173 G PV/TAHUN -238,472,000 320,915 56,819,741 47,707,991 61,124,266 151,436,233 H PV POSITIF 317,409,146 I PV NEGATIF -238,472,000 J NPV 78,937,146 K NET B/C 1.33 L IRR 14% M PBP 1.50

PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR

Oleh

MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin pesat sekarang ini sangat menuntut profesionalisme setiap individu, baik dari segi kemampuan maupun segi penampilan. Untuk menjaga profesionalisme dalam segi penampilan, bukan hanya di lihat dari kebugaran, kesegaran dan kerapihan pakaian, akan tetapi juga harus diiringi dengan aroma yang mendukung terjaganya profesionalisme tersebut.

Minyak wangi (parfume) saat ini telah menjadi suatu barang yang identik dengan wanita, karena menjadi bagian tidak terpisahkan dari gaya hidup wanita modern. Tidak lengkap seorang wanita meskipun telah menggunakan pakaian yang bagus dan sesuai dengan perkembangan mode, jika tidak ada bau harum minyak wangi yang tercium darinya. Bahkan saat ini minyak wangi telah menjadi sebuah komoditas yang sangat penting, tidak kalah dengan perkembangan mode pakaian. Dalam hal ini para wanita menghabiskan begitu banyak uang (kebutuhan pokok) untuk memenuhi selera dan keinginan akan minyak wangi yang bagus, bermutu dan terkenal. Bahkan sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa untuk memperoleh minyak wangi yang terkenal, banyak dari kaum wanita, rela pergi sampai ke kota atau bahkan Negara lain dengan membayar ongkos yang tidak sedikit tentunya.

Namun, paradigma bahwa minyak wangi merupakan barang yang identik dengan wanita telah berubah, karena pria sangat membutuhkan minyak wangi untuk menjaga aroma tubuhnya agar tetap segar. Tidak kalah dengan wanita, pria juga rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk memenuhi keinginannya akan minyak wangi yang bagus, bermutu dan terkenal.

Menurut Bakorwil Bogor Provinsi Jawa Barat (2006), Bogor adalah sebuah wilayah di Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang terdiri dari wilayah Kota dan Kabupaten. Wilayah Bogor terdiri dari 6 Kabupaten/Kota, yaitu

Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Depok dengan luas wilayah sekitar 1.102.059 ha (11.020 km2). Jumlah penduduk di wilayah Bogor pada tahun 2006 adalah sekitar 10.930.969 jiwa (atau 27,35 persen dari jumlah penduduk Propinsi Jawa Barat), namun seiring dengan berjalannya waktu, jumlah penduduk di Bogor semakin meningkat.

Kota Bogor merupakan bagian dari wilayah Bogor yang memiliki banyak fasilitas sosial yang mudah diperoleh selain itu juga kota Bogor merupakan kota penyangga ibu kota Negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal di kota Bogor. Hasil Registrasi Penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik Kota Bogor pada akhir tahun 2008 menunjukan bahwa jumlah penduduk kota Bogor sebanyak 942.204 jiwa dengan perincian seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Bogor

Kelompok Umur Jumlah Penduduk Laki-laki Wanita L+P 0-9 87.641 93.550 181.191 10-19 87.155 90.768 177.923 20-29 101.198 103.929 205.127 30-39 82.852 77.151 160.003 40-49 58.578 49.225 107.803 50-59 31.165 25.369 56.534 60+ 27.887 25.736 53.623 Jumlah 476.476 465.728 942.204 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2009

Bogor yang merupakan wilayah terdekat dengan ibu kota Jakarta adalah salah satu pemasok karyawan bagi perusahaan di Jakarta pada umumnya. Dengan demikian, setiap individu, terutama yang bekerja di Jakarta, sangat dituntut untuk menjaga penampilannya. Namun, tidak semua orang dapat menjaga aroma tubuhnya untuk tetap wangi dengan menggunakan minyak wangi yang mahal.

Isi ulang minyak wangi (parfume refill) adalah solusi untuk menjawab keterbatasan yang dimiliki individu yang ingin menjaga aroma tubuh dengan harga yang tidak mahal. Selain dengan aroma yang mirip dengan aslinya, usaha isi ulang minyak wangi juga memberikan banyak pilihan aroma yang beragam dengan harga murah dan produk bermutu.

Boss Parfum merupakan salah satu jenis perusahaan perseorangan, karena kepemilikannya dimiliki oleh satu orang, diawasi dan dikelola oleh seseorang, bermodal kecil, terbatasnya jenis serta jumlah produksi, memiliki tenaga kerja atau buruh yang sedikit dan menggunakan alat produksi teknologi sederhana. Boss Parfum bergerak di bidang isi ulang minyak wangi dan terletak di Jl. R.E. Abdullah No. 1, Bogor. Pendirian usaha ini merupakan langkah yang diambil oleh pemilik untuk dapat mengambil peluang yang ada. Walaupun sudah berdiri sejak tahun 2007, akan tetapi perusahaan ini belum melakukan studi kelayakan bisnis terhadap kegiatan usaha yang dilakukannya.

1.2. Perumusan Masalah

Kebutuhan masyarakat untuk menjaga aroma tubuhnya merupakan peluang tersendiri bagi pengusaha minyak wangi. Terdapatnya perbedaan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan akan minyak wangi tersebut juga merupakan peluang yang dapat diambil oleh pengusaha untuk mendirikan kios isi ulang minyak wangi yang menawarkan variasi aroma dengan mutu yang baik, tetapi dengan harga terjangkau.

Aspek-aspek kelayakan merupakan hal yang harus terpenuhi sebelum mendirikan sebuah usaha isi ulang minyak wangi. Perencanaan pendirian yang tepat dan terfokus dalam upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi akan menghasilkan keputusan tepat dalam pengambilan keputusan, maka permasalahan yang diteliti adalah :

1. Bagaimana kondisi usaha isi ulang minyak wangi tersebut ?

2. Apakah pendirian usaha isi ulang minyak wangi layak, terutama dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan operasional, maupun aspek finansial ?

3. Apa langkah atau masukan yang dapat digunakan untuk memajukan usaha isi ulang minyak wangi ?

1.3. Tujuan Peneitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi usaha isi ulang minyak wangi.

2. Menganalisis kelayakan pendirian usaha isi ulang minyak wangi dilihat dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan operasional, serta aspek finansial.

3. Memberikan langkah atau masukan yang dapat digunakan untuk memajukan usaha isi ulang minyak wangi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Kelayakan

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, tergantung dari segi penilaian yang dilakukan (Ibrahim, 2003).

Sofyan (2003) berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis sekurang-kurangnya mencakup tiga pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi secara lebih obyektif.

2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara langsung maupun muncul karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.

4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis ini bagi pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya, baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam (SDA) maupun

pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga kerja, selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis yang dilakukan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan pemerintah baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun dari pajak penghasilan (PPH) dan retribusi berupa biaya perijinan, biaya pendaftaran, administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai dengan ketentuan berlaku. Secara makro, pemerintah dapat berharap dari keberhasilan studi kelayakan bisnis ini mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional, sehingga tercapai pertumbuhan penduduk domestik bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan per kapita.

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), tahap-tahap untuk melakukan investasi usaha adalah :

1. Indentifikasi

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut.

2. Perumusan

Tahap perumusan merupakan tahap untuk menterjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu rencana proyek yang konkrit, dengan faktor- faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.

3. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen dan finansial.

4. Pemilihan

Pemilihan dilakukan dengan meningkatkan segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai.

5. Implementasi

Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.

2.1.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan

Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi dan peluang yang

tersedia dari berbagai aspek. Dengan demikian, dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, menurut Ibrahim (2003) sekurang- kurangnya dapat mengkaji aspek-aspek berikut :

a. Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen (Husnan dan Muhammad, 2000). Proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pemasaran, pengembangan strategi pemasaran, perencanaan program pemasaran, dan pengelolaan usaha pemasaran (Kotler, 1997).

b. Aspek Teknis dan Teknologis

Aspek teknis bertujuan untuk meyakini, apakah secara teknis dan pilihan teknologi perencanaan yang telah dilakukan dapat dilakukan secara layak atau tidak layak (Husnan dan Muhammad, 2000). Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan beberapa faktor, yaitu penentuan kapasitas produksi, tata letak pabrik, pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi (Umar, 2003).

Kapasitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Tata letak (layout) atau disebut juga tata ruang, yaitu penempatan fasilitas-fasilitas yang dipakai di dalam pabrik seperti letak mesin- mesin, letak alat-alat produksi, jalur pengangkutan, dan seterusnya. Letak dari berbagai fasilitas tersebut harus dikaji, agar proses produksi dapat dijalankan secara efektif dan efisien (Umar, 2003).

Pemilihan mesin, peralatan, serta teknologi yang akan diterapkan dewasa ini hampir tidak dapat dipisahkan. Beberapa kriteria dalam pemilihan teknologi yang digunakan adalah kesesuaian dengan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi, keberhasilan penggunaan teknologi di tempat lain,

kemampuan tenaga kerja dalam mengimplementasikan teknologi dan kemampuan mengantisipasi terhadap teknologi lanjutan (Umar, 2003).

c. Aspek Manajemen Operasional

Manajemen operasional merupakan suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2003). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis manajemen operasional meliputi deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan, persyaratan untuk melakukan pekerjaan tersebut dan struktur organisasi perusahaan.

Aspek manajemen operasional juga perlu mengkaji mengenai legalitas atau apek yuridis dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk meyakini, apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah dibuat dinyatakan layak atau tidak layak dihadapan pihak yang berwajib dan masyarakat (Umar, 2003).

d. Aspek Finansial

Aspek finansial membicarakan tentang bagaimana menghitung kebutuhan dana, baik kebutuhan dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk modal kerja. Analisis aspek finansial juga membicarakan mengenai sumber dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jumlah dana tersebut, sekaligus pengalokasiannya secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis aspek finansial, antara lain penentuan kebutuhan dan pengalokasian dana, serta kriteria penilaian investasi (Husnan dan Muhammad, 2000).

Penentuan suatu keputusan investasi dilihat dari kriteria penilaian investasi. Kriteria penilaian investasi digunakan untuk menilai apakah suatu usaha layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitasnya (Husnan dan Muhammad, 2000). Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa

dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit/Cost (Net B/C), Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP) dan analisis sensitivitas (Gray dkk, 1992).

1) NPV atau Nilai Bersih Sekarang

Nilai bersih sekarang sebuah proposal investasi sama dengan nilai bersih sekarang arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal investasi (Keown dkk, 2001).

Nilai bersih sekarang usaha memberikan ukuran nilai bersih proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Oleh karena itu semua arus kas didiskontokan kembali ke masa sekarang, membandingkan selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran investasi menjadi tepat.

Perbedaan antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran awal menentukan nilai bersih atas penerimaan proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Jika NPV proyek lebih besar atau sama dengan nol, maka proyek tersebut diterima, dan jika ada nilai negatif muncul dalam penerimaan proyek, maka proyek tersebut ditolak. Jika nilai bersih sekarang dari proyek nol, maka proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang disyaratkan dan harus diterima.

2) IRR atau Tingkat Pengembalian Internal

Tingkat pengembalian internal ialah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas bersih masa depan proyek dengan pengeluaran awal proyek (Keown dkk, 2001). Kriteria penilaiannya yaitu, jika nilai IRR yang didapat ternyata lebih besar dari discount factor (DF) yang ditentukan, maka investasi dapat diterima.

3) Net B/C atau Rasio Keuntungan/Biaya sama dengan

Profitability Index (PI)

Rasio keuntungan/biaya atau indeks keuntungan adalah rasio nilai sekarang dari arus kas bersih pada masa depan terhadap pengeluaran awalnya. Jika kriteria nilai bersih investasi sekarang memberikan ukuran kelayakan proyek dalam nilai uang yang absolut, maka indeks keuntungan memberikan ukuran relatif dari keuntungan bersih masa depannya terhadap biaya awal (Keown dkk, 2001).

Kriteria keputusan dengan menggunakan indeks keuntungan adalah menerima proyek, jika Net B/C lebih besar atau sama dengan 1,00 dan menolak proyek jika Net B/C kurang dari 1,00.

4) BEP atau Titik Impas

Titik impas adalah suatu kondisi pada saat tingkat produksi atau besarnya pandapatan sama dengan besarnya pengeluaran perusahaan, sehingga pada saat itu perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Mulyadi, 1997).

5) PBP atau Masa Pengembalian Investasi

Setelah mendapat nilai sekarang dari keuntungan bersih, maka ditentukan pada tahun ke berapa total biaya investasi dapat tertutupi oleh keuntungan. Semakin cepat tingkat pengembalian usaha, maka akan semakin baik (Mulyadi, 1997).

6) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis suatu usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan pada perhitungan biaya dan penjualan. Setiap kemungkinan yang terjadi dilihat pengaruhnya terhadap usaha. Implikasi dari kondisi tersebut harus diadakan analisis kembali untuk berbagai kemungkinan yang terjadi pada kondisi riil. Analisis usaha umumnya

berdasarkan pada nilai dari perkiraan-perkiraan yang dapat terjadi pada masa mendatang (Sutojo, 1983).

2.2. Usaha Kecil Menengah (UKM)

Pembahasan usaha kecil menengah dibatasi dengan mengelompokkan jenis usaha menjadi dua yaitu usaha industri dan usaha perdagangan. Pengertian tentang usaha kecil menengah (UKM) di suatu negara tidak selalu sama, tergantung konsep yang digunakan oleh negara tersebut. Definisi usaha kecil ternyata sangat bervariasi, di suatu negara berlainan dengan negara lainnya.

Mengacu pada Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), dan

b. Memiliki hasil penjualan paling banyak 1 milyar per tahun. Sedangkan untuk kriteria usaha menengah yaitu:

a. Untuk sektor Industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar, dan

b. Untuk sektor non-industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar.

Definisi UKM dalam Kepmenperindag adalah suatu usaha dengan nilai investasi maksimal Rp. 5 milyar termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan BPS mengenai jenis UKM berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu:

a. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang termasuk tenaga yang tidak dibayar,

b. Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 9 orang,

c. Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 – 99 orang. Bank Indonesia mengacu pada definisi yang sesuai dengan Undang- undang Nomor 9 tahun 1995 karena kriteria UKM dalam peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan pemberian kredit usaha kecil (PBI No. 3/2/PBI/2001) merujuk pada Undang-undang tersebut.

2.3. Minyak Wangi (Parfum)

Menurut Romaro (2009), Parfum adalah senyawa kimia dari minyak wangi, aroma blends, fixatives, dan pelarut yang menghasilkan bau yang menyenangkan atau menarik kepada siapa pun, apa pun, atau ruang apapun yang diterapkan, baik secara langsung atau melalui spray. Ini digunakan terutama bagi wanita atau pria yang ingin menarik pasangan atau ingin berbau harum untuk acara sosial.

1. Konsentrasi atau komposisi parfum dimulai dengan dasar minyak parfum, yang alami, hewan, atau sintetis bila disiram minyak ini turun dengan pelarut parfum yang membuat cahaya dan berlaku. Murni atau tidak murni, minyak wangi letusan terdiri dari unsur-unsur yang dapat merusak kulit atau menimbulkan reaksi alergi, sehingga merapuhkan menambahkan pelarut minyak dan membuat kurang kuat sehingga harus digunakan pelarut etanol.

2. Tanaman, adalah sumber tertua senyawa minyak wangi dalam parfum, bunga dan bunga-bunga bagian yang paling lazim digunakan dalam parfum. Bagian tanaman lain termasuk daun dan ranting; akar, rhizomes, umbi, benih, buah dan kayu.

3. Hewan, terdapat beberapa jenis, diantaranya :

a. Musk, yang berasal dari kantong kesturi dari Asian rusa kesturi; b. Civets, juga disebut Musk Civet dan senyawa lemak yang dikenal

sebagai Ambar adalah di antara yang paling lazim digunakan dalam parfum.

4. Sintetik, diproduksi melalui sintesis organik dari beberapa senyawa kimia. Calone, Linalool, Coumarin dan terpenes antara sumber sintetis yang digunakan untuk membuat minyak wangi. Ini dapat menciptakan bau tidak wajar (tidak ada di alam) dan unsur-unsur yang sangat berharga yang digunakan untuk membuat parfum.

Senyawa aroma biasanya memburuk dan kehilangan kekuatan dan kohesi jika disimpan secara tidak tepat untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, akan sangat baik untuk menutup rapat senyawa dalam wadah aluminium, dan menjauhkannya dari cahaya, panas, oksigen dan zat-zat

organik lainnya. Untuk hasil terbaik, wadah ini harus disimpan dalam lemari es pada suhu sekitar 3-70C.

Parfum ini sangat populer di budaya dunia, begitu banyak sehingga penggunaannya dan aplikasi yang terus berkembang. Penciuman adalah salah satu yang paling kuat dan persuasif dari indra manusia, jadi wajar bahwa parfum akan menarik perhatian kita dalam banyak bidang kehidupan sehari- hari.

Menurut Duff (2009), parfum adalah sebuah campuran kimia kompleks dari minyak atsiri, senyawa aroma, fixatives dan pelarut. Terdapat beberapa kategori berdasarkan pada komposisi kimia dan rasio pelarut minyak wangi, antara lain :

1. Ekstrak parfum (20-40 persen senyawa aromatik) 2. Eau de parfum (10-30 persen senyawa aromatik) 3. Eau de toilette (5-20 persen senyawa aromatik) 4. Eau de cologne (2-3 persen senyawa aromatik)

Semakin banyak senyawa aromatik yang digunakan semakin lama baunya akan bertahan. Parfum terdiri dari puluhan bahan sehingga dapat menjadi sulit untuk menggambarkan efek keseluruhan sebagai satu bau. Namun, dimungkinkan untuk mengidentifikasi aroma memberikan kontribusi yang berbeda, serupa dengan orang yang mengetahui anggur bisa merasakan berbagai rasa dari komposisi.

Parfum aroma umumnya dikategorikan oleh keluarga olfactive seperti bunga (Cukup jelas), Chypre (digunakan untuk menggambarkan aroma seperti aprikot), Fougre (berkayu atau aroma herbal), kulit (madu, tembakau, atau kayu aroma tar), kayu (seperti cendana, cedar atau nilam), ambers (vanili atau aroma binatang) dan jeruk (aroma menyegarkan).

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Chaerunnisa (2007) meneliti tentang kelayakan usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang, Bogor. Analisis kelayakan usaha ini mencakup lima aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan operasional serta aspek finansial. Selain itu dilakukan analisis sensitivitas untuk usaha ini, yaitu perubahan harga input operasional

10 persen, dan penurunan volume penjualan 10 persen, dimana hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh peningkatan dan penurunan tersebut terhadap kriteria-kriteria finansial.

Selain untuk menganalisis kelayakan usaha penggilingan gabah, penelitian ini juga bertujuan untuk merekomendasikan langkah-langkah implementasi pendirian usaha penggilingan gabah dengan pendekatan kolaboratif. Tahapan yang dilakukan dalam pendekatan kolaboratif yaitu dengan sosialisasi metode Participatory Rural Apprasial (PRA) yang termasuk ke dalam Participatory Action Research (PAR) dan identifikasi potensi ekonomi desa. Tahap selanjutnya pemilihan kelompok tani, tahap ketiga membuat kesepakatan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan antara tim peneliti dengan anggota kelompok tani. Tahap keempat menggunakan teknik-teknik Focus Group Discussion (FGD), dan tahap kelima merupakan tahap perumusan masalah.

Hasil dari aspek pasar dan pemasaran menunjukkan bahwa di Desa

Dokumen terkait