• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Prosedur Penelitian

C.3. Perhitungan Berat Kepiting

Perhitungan kepiting dilakukan dengan mengihitung rata-rata berat kepting per ekor dalam 1 kilogram pada awal penebaran bibit kepiting dan pada masa panen.

C.4. Isolasi Fungi Perombak Serasah

Alat-alat yang akan digunakan terlebih dahulu disterilkan menggunakan oven dengan suhu ±80°C selama 3 jam. Media yang digunakan untuk biakan fungi yaitu media Potato DextroseAgar (PDA) serta ditambahkan antibiotik Cloramfenicol. Media tersebut dipanaskan kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf.

Serasah daun yang diambil terlebih dahulu dibersihkan dari tanah yang menempel. Kemudian dipotong secara aseptik dengan pisau menjadi potongan-potongan berukuran kurang lebih 1 cm × 1 cm dan diletakkan langsung di atas permukaan agar PDA dalam cawan petri. Kemudian diinkubasi di dalam inkubator. Sesudah diinkubasi selama 2-7 hari pada suhu yang sesuai (28°C)., koloni-koloni jamur yang tumbuh terpisah atau tumbuh tunggal diamati, dan segera dipindahkan secara aseptik ke cawan petri yang lain dengan medium PDA (Gandjar et al., 1999).

1. Identifikasi jamur perombak serasah a. Identifikasi secara makroskopis

Masing-masing jenis fungi yang diperoleh, dikultur tunggal pada media PDA dan diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati warna spora, permukaan atas, permukaan bawah dan diameter koloni.

b. Identifikasi secara mikroskopis

Identifikasi dilakukan dengan pengamatan hifa, konidia, bentuk spora dan warna spora dilakukan dibawah mikroskop cahaya. Dari hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis diidentifikasi dan dicocokkan dengan menggunakan buku identifikasi jamur (Gandjar et al., 1999).

2. Perhitungan populasi fungi

Sebanyak 10 gram sampel serasah Rhizophora stylosa dihaluskan dengan mortal dan alu secara aseptik. Lalu serasah yang telah dihaluskan disuspensikan dengan 90 ml aquades. Kemudian dilakukan pengenceran 10⁻¹ sam pai 10 ⁻ ³.

Satu milliliter dari masing-masing pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PDA dengan metode agar sebar. Kemudian diinkubasi selama 5-8 hari. Fungi yang tumbuh dihitung jumlah koloni dengan rumus:

Jumlah total fungi = Jumlah koloni muncul x faktor pengenceran (Deni dan Delvian, 2011).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Produksi Serasah

Tanaman Rhizophora stylosa pada penelitian ini berumur sekitar 5 tahun dengan tinggi rata-rata 4 m, diameter rata-rata 4,3 cm dan populasi 9 individu/

500 m². Produksi serasah diambil pada bulan November sampai Januari. Produksi yang dihitung beratnya hanya daun. Mengacu pada hasil penelitian Rusrita et al., (2014) yang menyatakan bahwa baik pada pengamatan di daerah muara sungai maupun pesisir pantai,sumbangan serasah paling banyak berasal dari daun yaitulebih dari 80%.Secara lengkap produksi serasah Rhizophora stylosa disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Produksi serasah tiap gr/m²/7 hari.

Serasah daunRhizophora stylosayang tertangkap pada litter trap selama 8 minggu adalah 290,483 g/m²/7hari, sedangkan rata-ratanya adalah sebesar 36,310 g/m²/7hari. Hasil produksi tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Wahyuni dan Taqwa (2014) yang mendapatkan produksi serasah daun R.apiculata sebanyak 262 gram selama 3 bulan, yakni sebanyak 66 gram pada bulan April, 96 gram pada bulan Mei dan 100 gram pada bulan juni. Hal ini Waktu Pengamatan Bulan Produksi Serasah

(gram)

Minggu I November 40,00

Minggu II 21,66

Minggu III Desember 40,956

Minggu IV 29,621

diduga karenajarak tanaman R. stylosa yang rapat pada daerah penelitian. Hal ini didukung hasil penelitian Rusrita et al., (2014) yang mengatakan bahwa Tingginya produksi serasah dipengaruhi kerapatan tanaman. Tanaman dengan kerapatan 10/100 m² lebih tinggi produksinya dibandingkan dengan kerapatan 9/100m² dan 5/100 m². Semakin tinggi kerapatan pohon, maka semakin tinggi pula produksi serasahnya, begitu juga sebaliknya.

Produksi serasah daun Rizophora Stylosa terbesar terdapat pada minggu VIII yaitu 51,00 gram pada bulan Januari. Produksi terendah adalah pada minggu II yaitu sebesar 21,66 gram pada bulan November. Hal ini sejalan dengan penelitian Zamroni (2008), yang mengatakan bahwa selama musim kemarau serasah meningkat pada bulan Januari-Maret, pada pertengahan musim hujan serasah meningkat di bulan Juli-Agustus, dan di akhir musim hujan serasah meningkat di bulan Nopember-Desember.

Besar-kecilnya produksi serasah dapat menentukan tingkat kesuburan suatu ekosistem mangrove, dimana serasah-serasah daun yang jatuh akan diuraikan oleh mikroorganisme dan makrobentos pengurai. Serasah daun yang terurai akan menyumbangkan nutrisi besar bagi suatu ekosistem mangrove.

Selanjutnya dijelaskan oleh Andy (2009) yangmengatakan bahwa guguran daun yang banyak akan menyebabkan banyaknya unsur hara di lokasi tersebut, sehingga membuat lokasi tempat Rhizophora itu dapat tumbuh dengan subur.

B. Dekomposisi Serasah

Dekomposisi serasah Rhizophora stylosa terjadi ditandai dengan adanya pengurangan bobot serasah setiap periode pengamatan. Nilai Dekomposisi dan bobot serasah yang tersisa setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju Dekomposisi dan Pengurangan Bobot Serasah Rhizophora stylosa

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa dekomposisi R. stylosa tergolong cepat. Hal tersebut mengacu pada Graca et al. (2005) yang menyatakan bahwa Laju dekomposisi lambat jika nilai k < 0.005 per hari (<1.8 per tahun), laju sedang jika k = 0.005 – 0.01 per hari (1.8 – 3.6 per tahun) dan laju cepat jika k >

0.01 per hari (> 3.6 per tahun). Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat salinitas yang rendah yaitu 0-10 ppt. Pada salinitas yang tinggi sedikit mikroorganisme dan makrobentos pengurai serasah yang dapat bertahan hidup.

Kurniawan (2012) menyatakan bahwa jumlah jenis fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt dan 0-10-20 ppt lebih besar dibandingkan dengan tingkat salinitas 20-30 ppt dan >30 ppt selanjutnya dijelaskan Damanik (2010) bahwa salah satu respons mikroorganisme terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi.

Pengamatan

Dari Tabel 2 diketahui bahwa sisa serasah cenderung menurun, dimana sisa serasah di hari ke-7 adalah 10,564 gram dan sisa serasah di hari ke-56 adalah 6,962 gram, sementara laju dekomposisinya cenderung semakin meningkat yaitu dari 0,029 gram/hari di hari ke-7 dan mencapai 0,302 gram/hari di hari ke-56.Hal di atas menunjukkan bahwa laju dekomposisi serasah dapat dikatakan berbanding terbalik dengan serasah yang tersisa pada setiap waktu pengamatan, dapat dilihat pada (Gambar 2). Semakin banyak sisa serasah yang tertinggal, artinya dekomposisi serasah yang terjadi lambat. Sebaliknya, semakin sedikit sisa serasah yang tertinggal maka serasah yang terdekomposisi dapat dikatakan berlangsung singkat.

Gambar di bawah ini menunjukkan penurunan berat dan laju dekomposisi serasah daun R. stylosa setiap waktu pengamatan (Gambar 2.)

Gambar 2. Sisa serasah dan Dekomposisi serasah Rhizophora stylosa

Dari Gambar 2 terlihat bahwa pengurangan bobot terbesar terjadi pada pengamatan pertama di hari ke-7 yaitu dari 50 gram menjadi 10,564 gram. Sisa serasah pengamatan kedua di hari ke-14 adalah 10,021 gram. Perbedaan

0

sisaserasah pada pengamatan pertama di hari ke-7 dan pengamatan kedua di hari ke-14 serta selanjutnya sangat berbeda. Penurunan sisa serasah pada awal pengamatan jauh lebih besar dibandingkan pengamatan selanjutnya. MenurutLeo (2017) Penguraian serasah daun di setiap minggunya berbeda, dimana penurunan berat serasah pada awalnya akan tinggi. Hal ini dimungkinkan karena pada serasah yang masih baru masih terdapat banyak persediaan unsur-unsur yang merupakan makanan bagi organisme pengurai, sehingga serasah cepat hancur.

Arief (2003) dalam kurniawan (2011) mengatakan bahwa unsur hara yang dikandung oleh daun-daun mangrove adalah karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Unsur tersebut semakin berkurang sampai hanya tinggal unsur yang tidak diperlukan oleh dekomposer.

Salah satu dekomposer pengurai tersebut adalah cacing. Pada hari ke-14 dan hari ke-28 ditemukan cacing pada kantung serasah (Lampiran 1). Cacing tersebut mempengaruhi peningkatan laju dekomposisi. Kurniawan (2011) menyatakan bahwa makrobentos termasuk salah satu dekomposer awal yang mencacah sisa-sisa daun yang kemudian dikeluarkankembali sebagai kotoran setelah itu dilanjutkan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan bahan organik.

Yahya (2014) mengatakan bahwa jumlah bakteri yang paling banyak ditemukan pada lingkungan dengan tingkat salinitas 10-20 ppt. Bakteri akan lebih mudah diisolasi dari bagian tanah dengan kedalaman tertentu. Nurrochman (2015) mengatakan, populasi bakteri paling banyak ditemukan pada tanah hutan mangrove dengan kedalaman 20 cm, sedangkan fungi dapat diisolasi dari serasah daun. Oleh karena itu dalam penelitian ini mikroorganisme dekomposer yang diisolasi adalah fungi.

C. Fungi Dekomposer C.1. Jenis Fungi Dekomposer

Dari hasil isolasi fungi perombak serasah daun Rhizophora stylosa didapatkan 8 jenis isolat fungi. Secara makroskopis dapat dilihat melalui pertumbuhan koloni fungi perombak serasah, sedangkan secara mikroskopis dapat diamati dengan bantuan mikroskop. Adapun jenis-jenis fungi tersebut adalah sebagai berikut.

Isolat 1

Secara makroskopis, koloni berbentuk bulat-bulat kecil seperti kolom yang semula berwarna putih, kemudian menjadi hijau kekuningan, selanjutnya dalam waktu 4 hari berubah menjadi warna coklat hingga hitam di hari ke 5-7. Secara mikroskopis, konidia berbentuk bulat dengan tonjolan-tonjolan yang meruncing.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar et al.,(1999) yang menyatakan bahwa Aspergillus sp ditandai dengan kepala konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi kolom-kolom pada koloni berumur tua. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berwarna coklat, memiliki ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan. Berdasarkan penjelasan tersebut, isolat 1 merupakan fungi Aspergillus sp 1. Gambar 3 di bawah merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Aspergillus sp 1.

Gambar 3. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Aspergillus sp 1 yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

A B

Isolat 2

Secara makroskopis koloni yang mula-mula berwarna hijau kekuningan dengan bagian dasar berwarna putih ini menjadi hitam dalam 7-10 hari. Koloni memenuhi cawan, diameter koloni dapat mencapai 5 cm dalam waktu 7 hari.

Secara mikroskopis, ditandai dengan konidiofor yang halus. Hal ini sesuai pernyataan Gandjar et al.,(1999) yang mengatakan bahwa koloni Aspergillus sp terdiri dari suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam.

Berdasarkan penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa isolat 2 merupakan fungi Aspergillus sp 2. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4 yang merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis dari fungi Aspergillus sp 2.

Gambar 4. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Aspergillus sp 2 yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

Isolat 3

Secara makroskopis ditandai dengan koloni yang berwarna coklat dan menyebar. Secara mikroskopis, Konidia cenderung berbentuk elips. Mengacu pada Gandjaret al., (1999) menyatakan bahwa koloni Aspergillus sp terdiri dari suatu lapisan padat yang terbentuk oleh konidiofor berwarna coklat kekuningan yang makin gelap dengan bertambahnya umur koloni. Berdasarkan penjelasan tersebut isolat ini merupakan fungi jenis Aspergillus sp 3. Secara lengkap dapat

A B

dilihat pada Gambar 5yang merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Aspergillus sp 3.

Gambar 5. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Aspergillus sp 3 yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

Isolat 4

Secara makroskopis, isolat ini berbentuk seperti kapas putih dan abu kecoklatan hingga hitam di bagian tengah. Pertumbuhannya agak lambat.

Diameter 1-2 cm dalam waktu 3-5 hari. Pengamatan mikroskopis, isolat memiliki sporangiofor dan pada bagian bawah berbentuk seperti akar, mengacu pada Dwidjoseputro (1978) yang menyatakan bahwa semula Rhizophus sp tampak seperti sekelompok kapas. Miselium Rhizophus terbagi-bagi atas stolon, yang menghasilkan alat-alat seperti akar (Rhizoid) dan sporangiofor. Sesuai dengan penjelasan-penjelasan tersebut maka isolat ini merupakan Rhizophus sp 1. Gambar 6merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Rhizophus sp 1.

Gambar 6. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Rhizophus sp 1yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

A B

A B

Isolat 5

Jika diamati secara makroskopis, koloni isolat ini berwarna putih dan menyebar. Pertumbuhannya agak lama. Jika diamati secara mikroskopis, isolat ini memiliki sporangia. Sporangiofornya bercabang dan terdapat rhizoid-rhizoid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gandjar et al., (1999) yang menyatakan bahwa rhizoid Rhizopus sp memiliki warna kecoklatan, bercabang berlawanan arah dengan sporangiofornya, sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok hingga 5, kadang-kadang membentuk struktur seperti percabangan garpu. Maka sesuai dengan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa isolat 5 adalah fungi jenis Rhizopus sp 2. Gambar 7merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Rhizophus sp 2.

Gambar 7. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Rhizophus sp 2 yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

Isolat 6

Secara makroskopis, koloni isolat ini berwarna hijau kecoklatan dan bentuknya seperti beludru. Secara mikroskopis, konidianya berbentuk seperti rantai radiate yang memanjang. Mengacu pada buku Gandjaret al., (1999) yang mengatakan bahwa koloni Penicillium sp memiliki permukaan seperti beludru walaupun kadang-kadang seperti kapas dan berwarna kuning sampai hijau

A B

kecoklatan, sedangkan menurut Kurnia (2011) konidiofor Penicillium sp memiliki panjang 5-50 µm. Konidia radiate dengan panjang rantai 80 µm. Maka sesuai literatur tersebut, dapat disimpulkan bahwa isolat 6 merupakan fungi jenis Penicillium sp. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8 yang merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Penicillium sp.

Gambar 8. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Penicillium sp yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

Isolat 7

Secara makroskopis, awalnya koloni berwarna putih kemudian menjadi abu-abu, dan berubah menjadi coklat. Secara mikriskopis, kepala sporangia berbentuk globe (menbulat). Terdapat seperti rhizoid tempat tumbuh dan percabangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gilman (1957) yang menyatakan bahwa koloni Syncephalastrum sp. pada awalnya putih, kemudian abu-abu.

Konidiopornya kuat, pada awalnya tidak bercabang, kemudian bercabang lateral yang melengkung. Terhubung dengan rhizoid pendek yang menjadi tempat tumbuh. Sesuai penjelasan tersebut, isolat 7 merupakan Syncephalastrum sp.

Secara lengkap dapat dilihat Gambar 9 yang merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Penicillium sp.

A B

Gambar 9. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Syncephalastrum sp yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

Isolat 8

Secara makroskopis, Koloni berwarna putih seperti kapas dan menyebar.

Secara mikroskopis, konidia berukuran makro yang memanjang. Mengacu pada literatur Gandjar (1999) yang menyatakan bahwa Fusarium sp memiliki miselia seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru. Makrokonidia bersepta berbentuk hampir seperti sabit, agak lurus, sampai sedikit membengkok.

Berdasarkan penjeasan-penjelasan tersebut, isolat 8 dapat dikatakan adalah Fusarium sp. Gambar 10 merupakan bentuk makroskopis dan bentuk mikroskopis fungi Fusarium sp.

Gambar 10. Bentuk makroskopis (A) dan mikroskopis (B) Fusarium sp yang diisolasi dari serasah daun Rhizophora stylosa.

A B

A B

Berdasarkan isolat yang berhasil diamati, diperoleh fungi dekomposer sebanyak 8 jenis. Adapun jenis-jenis fungi tersebut berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Penicillium, Syncephalastrum, dan fusarium. Dibandingkan dengan penelitian Ratna (2016) mengenai Keanekaragaman Jenis Fungi Pada ProsesDekomposisi Serasah Ceriops Tagal di BerbagaiTingkat Salinitas di Kampung NipahSei Nagalawan Sumatera Utara, terdapat 5 genus fungi dekomposer yang diisolasi dari daun Ceriops tagal yaitu Aspergillus sp 1, Aspergillus sp 2, Aspergillus sp 3, Aspergillus sp 4, Aspergillus sp 5, Aspergillus sp 6, Aspergillus sp 7, Aspergillus sp 8, Aspergillus sp 9, Syncephalastrum sp 1, Syncephalastrum sp 2, Syncephalastrum sp 3, Syncephalastrum sp 4, Tricodherma sp dan Penicillium sp.

Pada serasah R. stylosa, jenisfungi dekomposer dari genus Aspergillus merupakan yang terbanyak yaitu sebanyak 3 jenis. Melalui pengamatan, Aspergillus adalah jenis fungi yang paling mudah tumbuh pada cawan. Hal ini sesuai pernyataan Gandjar (1999) yang menyatakan bahwa fungi Aspergillus merupakan fungi yang bersifatkosmopolit di daerah tropis dan subtropis, dan mudah diisolasi dari tanah, udara, air, serta serasah dedaunan.

Jenis fungi terbanyak kedua adalah Rhizopus sp, Soeroyo (1992) mengatakan bahwa jenis-jenis Rhizopus dari Sonneratia membiarkan sedikit garam memasuki sistem perakaran mereka melalui akar sebab garam-garam yang memasuki sangat kecil diekskresikan dan kelebihan garam-garam mungkin dihubungkan dengan penyimpanan dalam daun.

Jenis Penicillium didapatkan satu jenis. Gandjar (1999) mengatakan bahwa Spesies ini kosmopolitan, dan umum terdapat di daerah tropis. Spesies ini mudah

diisolasi dari udara, serelia, rempah-rempah, serasah, sayuran, pulp dan kertas.

Jenis fungi selanjutnya adalah Syncephalastrum sp. Penelitian Ratna (2016) melaporkan bahawa pada tingkat salinitas 21-30 ppt koloni tertinggi adalah Syncephalastrum sp. Ini menunjukkan jenis fungi ini mampu bersaing dengan jenis fungi lain yang bersifat kosmopolit dalam dekomposisi serasah. Jenis terakhir adalah Fusarium sp. Gandjar (1999) mengatakan bahwa Fusarium sp umumnya hanya terdapat pada bagian tumbuhan yang sudah mati.

C.2. Jumlah Total Fungi

Perhitungan total fungi dengan metode pengenceran sampai 10⁻³ m asing -masing dilakukan dua ulangan menghasilkan jumlah koloni rata-rata fungi sebanyak 32,81 cfu/ml. Sementara jumlah total rata-rata adalah 5,99 x 10³ cfu/ml.

Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Total Fungi Rhizophora stylosa Ulangan Jumlah Total Fungi

(10³ cfu/ml)

R. Stylosa 1 7,44

R. Stylosa 2 4,55

Cfu: Coloni Forming Unit

Berdasarkan Tabel 3, ditemukan jumlah total rata-rata fungi sebesar 7,44 x 10³ cfu/ml pada cawan 1 dan 4,55 x10³ cfu/ml pada cawan 2. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitianKurniawan (2012) yang menemukan Populasi fungi tertinggi pada tingkat salinitas >30 ppt yaitu sebesar 17,16 x 10²cfu/ml. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh aliran sungai dimana propagul fungi berupa spora, hifa ataupun konidia tercuci dan terbawa oleh aliran sungai menuju ke laut sehingga sewaktu terjadinya pasang air laut, banyak propagul fungi yang terbawa ke lokasi penelitian dan menempel pada serasah

daun A. marina serta terlibat dalam proses dekomposisi serasah pada tingkat salinitas >30 ppt, sementara total fungi yang diperoleh dari R. stylosa pada salinitas 0-10 ppt jauh dari aliran sungai dan pantai sehingga jumlah total fungi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa populasi pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang dibutuhkan fungi untuk bertahan hidup.

Tingginya jumlah total fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah, menunjukkan bahwa pertumbuhan ternak (kepiting) pada tambak yang bervegetasi tanaman mangrove dengan lumpur lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan tambak yang tidak bervegetasi. Berdasarkan pengamatan, pada lahan tambak bervegetasi mangrove berat bibit kepiting pada awal penebaran

±57,62 gr/ekor dan dapat mencapai ±500 gr/ekor dalam waktu 2,5 bulan. Hal ini dikarenakan ternak kepiting mendapatkan tambahan pakan alami dari serasah tanaman mangrove. Dimana mikroorganisme akan menguraikan serasah yang menjadi nutrisi bagi tanaman sehingga pakan tambahan bagi ternak pada tambak terpenuhi. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Budi (2011) yang menyatakan bahwa serasah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalva, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Laju dekomposisi serasah Rhizophora stylosapada tingkat salinitas 0-10 ppt tergolong cepat dengan nilai dekomposisi >0,005 gram/hari.

2. Terdapat 8 jenis fungi yang berhasil di identifikasi yang berperan dalam proses dekomposisi pada serasah daun Rhizophora stylosa pada tingkat salinitas 0-10 ppt. Adapun jenis-jenis tersebut berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Penicillium, syncephalastrum dan fusarium.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang perbandingan dekomposisi serasah dari daun bergenus Rhizophora lainnya dengan tingkat salinitas yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, F., Bintoro, A., dan Budi, S.Y. 2015. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Di Desa Durian Dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kecamatan Pesawaran. Jurnal Sylva lestari 3 (4) : 9-20.

Andy, W. A. 2010. Produksi serasah (guguran daun) pada berbagai jenis mangrove di bangkalan. Jurnal kelautan. 3 (1).

Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Seri Buku Informasi dan Potensi Mangrove Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi.

Basyuni. M. 2000. Evaluasi Penerapan Sistem Silvikultur Pohon Induk Pada Hutan Mangrove (studi Kasus di HPH PT. Bina Lestari, Riau). [Thesis].

USU Repository. Medan.

BPS. 2015. Percut Sei Tuan dalam Angka 2015. BPS: Deli Serdang

Budi. R. H. 2011. Penerapan Wanamina (silvofishery) Berwawasan Lingkungan DI Pantai Utara Kota Semarang. Jurnal Lingkunga Tropis 5 (1) : 11-19.

Deni dan Delvian. 2011. Penuntun Praktikum Biologi Tanah. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dwidjoseputro. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Fitriani, F. 2016. Produksi dan dekomposisi serasah daun mangrove rhizophora stylosa di desa pulau sembilan kecamatan pangkalan susu kabupaten langkat sumatera utara. [Skripsi]. Program Studi Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera utara. Medan.

Gandjar, I., R. A. Samson, K. van den Tweel Vermeulen, A. Oetari, dan I.

Santoso. 1999. Pengenalan kapang tropik umum. Yayasan Obor Indonesia.

Jakarta.

Gilna. V. V. 2011. Diversity Of Fungi In Mangrove Ecosystem. Journal of Experimental Sciences 2 (2) : 47-48.

Gilman, J. C. 1957. A Manual of Soil Fungi. The Loa State University Press.

USA.

Ginting, Y. 2014. Analisis Tingkat Kerusakan Hutan Mangrove Berdasarkan NDVI dan Kriteria Baku Di Kawasan Hutan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. [Skripsi]. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USU. Medan

Graca, M. A. S., Barlocher. F., Gessner, M. O, Editor. 2005. Methods to Study Litter Decomposition a Practical Guide. Springer. New York.

Herlina, R. S., Khairijon., dan Fatonah, S. 2014. Produksi Serasah Berdasarkan Zonasi Di Kawasan Mangrove Bandar Bakau, Dumai-Riau. JOM FMIPA 1 (2).

Hermawan, A. S. 2013. Struktur Komunitas Mangrove Di Sekitar Jembatan Suramadu Sisi Surabaya. Bioscientiae. 10 (1): 1-10.

Jamili, D. Setiadi., I. Qayim., E. Guhardja. 2009. Struktur dan komposisi mangrove di pulau kaledupa taman nasional wakatobi, sulawesi tenggara.

Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 14 (4): 36-45.

Kurniawan, F. 2012. Keanekaragaman Jenis Fungi Pada Serasah Daun Avicennia Marina Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas.

Edu-Bio; Vol. 3.

Leo, F. D. 2017. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah Daun Shorea Balangeran (Korth.)Burck Dan Hopea Bancana (Boerl.) Van Slooten Di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mulyani, M.S., Karrtasapoetra. A.G., Saatroatmojo. R.D.S. 1996. Mikrobiologi tanah. Rineka cipta. Jakarta.

Nahdilah, A. S. 2016. Keanekaragaman Fungi Pada Serasah Daun Bruguiera Cylindrica Yang Mengalami Proses Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Kampung Nypa, Desa Sei Nagalawan, Sumatera Utara.

[Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Naibaho, R.F. 2015. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia Marina Dan Kontribusinya Terhadap Nutrisi di Perairan Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu. [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian USU. Medan.

Noor, Y. R., M. Khazali., dan I N. N. Suryadiputra. 2012. Panduan pengenalan

Noor, Y. R., M. Khazali., dan I N. N. Suryadiputra. 2012. Panduan pengenalan

Dokumen terkait