BAB III. AKUNTANSI PIUTANG
C. Perhitungan Harga Perolehan Persediaan
E. Item Yang Termasuk Persediaan
F. Penyajian Persediaan Di Neraca
Jenis persediaan antara perusahaan dagang berbeda dengan perusahaan manufaktur. Pada perusahaan dagang, hanya terdapat satu jenis persediaan yakni persediaan barang dagangan. Pada perusahaan manufaktur persediaan dibedakan menjadi tiga jenis yaitu perediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi.
A. Arti Penting Persediaan
Menurut PSAK, persediaan adalah aktiva yang:
1. Tersedian untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan,
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (suplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi:
1. Barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali 2. Barang jadi yang telah diproduksi
3. Barang dalam penyesuaian yang sedang diproduksi 4. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
Pada neraca persediaan dikelompokkan sebagai aktiva lancar. Manajemen harus mengupayakan investasi pada persediaan se efektif dan se efisien mungkin, karena jika terjadi kelebihan maupun kekurangan persediaan keduanya sama-sama berakibat tidak baik pada perusahaan. Kelebihan persediaan berakibat pada peningkatan biaya
penimpanan dan pemeliharaan persediaan, kecepatan kerusakan dan keusangan serta tertanamnya dana pada pembelian persediaan.
Kekurangan persediaan menimbulkan risiko kehilangan pelanggan serta pembelian dengan harga yang lebih tinggi akibat lemahnya posisi tawar. Dengan demikian sangat penting bagi manajemen untuk memikirkan berapa jumlah ideal persediaan yang harus tersedia di perusahaan. Pembahasan persediaan pada bab ini difokuskan pada persediaan barang dagangan pada perusahaan dagang.
B. Cara Pencatatan Persediaan
Pada laporan keuangan baik laporan Laba/Rugi maupun Neraca, dilaporkan nilai persediaan. Jumlah nilai persediaan merupakan perkalian antara jumlah unit dengan harga per unitnya. Untuk mengetahui nilai persediaan terdapat dua cara yang umumnya digunakan yaitu:
1. Cara fisik
Menurut cara ini nilai persediaan baru dapat diketahui diakhir periode dengan menghitung jumlah unit persediaan kemudian dikalikan dengan harga per unit. Keunggulan cara ini adalah nilai persediaan yang dilaporkan tepat, namun kelemahannya adalah menggunakan banyak waktu. Cara ini cocok digunakan pada perusahaan yang relatif masih kecil dengan jumlah persediaan tidak begitu banyak jumlah dan jenisnya.
Semua transaksi yang berhubungan dengan persediaan seperti pembelian, ongkos angkut pembelian, potongan pembelian, retur pembelian, penjualan, potongan penjualan, retur penjualan dan harga pokok penjualan dicatat dengan menggunakan akun yang bersangkutan.
2. Cara perpetual
Dengan cara ini, untuk mengetahui nilai persediaan tidak harus menunggu akhir tahun. Setiap saat diperlukan, nilai persediaan bisa diketahui dari catatan/kartu tiap jenis persediaan. Pada kartu persediaan tercatat mutasi persediaan yang berisikan informasinya
tentang kapan barang masuk, berapa jumlahnya yang masuk, kapan barang keluar dan jumlahnya serta berapa masih saldo barang.
Pada saat terjadi pembelian maka akan ditulis pada kolom masuk, dan jika terjadi penjualan atau barang rusak maka akan ditulis pada kolom keluar. Untuk mengetahui apakah kartu barang memberikan informasi yang tepat, maka pada akhir periode perlu dilakukan pencocokan jumlah fisik barang dengan jumlah yang tertera pada kartunya. Jika terdapat perbedaan antara fisik barang dengan kartu, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Berikut adalah pencatatan yang dilakukan jika perusahaan menggunakan cara perpetual
a. Pembelian Tunai dan Retur
Pembelian tunai didebet dengan menggunakan rekening persediaan sebesar harga perolehan (harga faktur ditambah dengan biaya kirim, jika biaya kirim tidak ditanggung oleh penjual). Misalnya tanggal 03 Maret 2014 dibeli tunai 50 unit persediaan barang dagangan @Rp 50.000, jurnal untuk mencatat pembelian tersebut adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Maret 03 Persediaan barang dagangan
Kas
2.500.000
2.500.000
Apabila tanggal 05 Maret seperlima barang ternyata rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang masih bisa dikembalikan, maka jurnal atas retur pembelian tersebut adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Maret 05 Kas
Persediaan barang dagangan
2.500.000
2.500.000
b. Pembelian Kredit
Pembelian kredit biasanya disertai dengan diskon atau potongan pembelian dengan menggunakan tenggang waktu misalnya 2/10, n/30 yang artinya diskon akan diberikan sebesar 2% jika pembayaran dilakukan dalam jangka 10 hari sejak tanggal pembelian. Pembelian seperti itu boleh dicatat sebesar jumlah
bruto atau sejumlah neto. Agar lebih praktis, maka pada bab ini pembahasan dilakukan dengan menggunakan cara bruto.
Misalnya tanggal 12 April dibeli persediaan barang dagangan sebanyak 60 unit @ Rp 30.000 secara kredit dengan syarat 3/15, n/30. Jurnal yang dibuat untuk mencatat pembelian ini adalah
Tanggal Keterangan Debet Kredit
April 12 Persediaan barang dagangan
Utang dagang
1.800.000
1.800.000 Jika pembayaran dilakukan di atas tanggal 27 April, artinya pembayaran dilakukan di luar masa potongan, maka jumlah pembayaran sebanyak Rp 1.800.000 dengan jurnal:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
April 28 Utang
Kas
1.800.000
1.800.000 Harga pokok per unit persediaan barang adalah Rp 30.000.
Jika tanggal 27 April dilakukan pembayaran, artinya pembayaran dilakukan dalam periode potongan, maka potongan yang diperoleh sebesar 3% x Rp 1.800.000 = Rp 48.000 tidak dicatat sebagai potongan pembelian, namun dicatat sebagai pengurang persediaan. Jurnal untuk mencatat pembayaran utang adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
April 12 Utang dagang
Persediaan barang Kas
1.800.000
48.000 1.752.000 Harga pokok per unit persediaan adalah Rp 1.752.000:60 = Rp 29.200. Dengan cara seperti ini, harga pokok per unit produk berbeda-beda, tergantung dari kapan pembayaran dilakukan. Secara teori, hal ini tidak dibenarkan, namun hal ini dilakukan karena alasan kepraktisan.
c. Retur Pembelian Kredit
Pada saat pembelian dilakukan secara kredit, kemudian ditemukan ada barang yang dibeli dalam keadaan rusak atau tidak sesuai pesanan, sehingga harus di retur, maka retur harus segera dilakukan sebelum terjadi pembayaran. Misalnya dengan contoh di
Tanggal Keterangan Debet Kredit
September 30 Retur penjualan
Kas
(mencatat retur penjualan
tunai)
Persediaan barang dagangan HPP
(mencatat harga pokok dari
barang yang dikembalikan
pelanggan)
750.000
700.000
750.000
700.000 atas barang dikembalikan misalnya tanggal 15 April sebanyak 10 unit, maka jurnal untuk mencatat retur tersebut adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
April 15 Utang dagang
Persediaan barang dagangan
300.000
300.000
d. Penjualan Tunai dan Retur
Terdapat dua jurnal yang harus dibuat jika terjadi penjualan. Jurnal pertama untuk mencatat penerimaan kas dan mencatat nilai penjualan, sedangkan jurnal kedua untuk mencatat harga pokok penjualan (HPP) barang dan mengurangi nilai persediaan.
Misalnya tanggal 27 September dijual tunai barang dagangan Rp 7.500.000, harga pokok barang yang dijual adalah Rp 7.000.000. Transaksi ini dicatat sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
September 27 Kas
Penjualan
(mencatat pendapatan dari penjualan tunai)
HPP
Persediaan
(mencatat harga pokok dari barang yang dijual)
7.500.000
7.000.000
7.500.000
7.000.000
Misalnya tanggal 30 September barang yang dijual tanggal 27 September, di kembalikan oleh pembeli senilai 10% dari penjualan. Jurnal yang dibuat untuk mencatat retur adalah:
e. Penjualan Kredit dan Retur
Terdapat dua jurnal untuk mencatat penjualan kredit, jurnal pertama mendebet piutang dan mengkredit penjualan untuk mengakui nilai penjualan sebesar harga jual. Jurnal kedua mendebet HPP dan mengkredit persediaan, sebesar harga pkok dari barang yang terjual. Misalnya 12 Maret terjadi penjualan secara kredit sebanyak 75 unit produk dengan harga Rp 15.000 per unit. Harga pokok produk per unit Rp 12.000 Jurnal untuk mencatat penjualan kredit ini adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Maret 12 Piutang dagang
Penjualan
(mencatat retur penjualan tunai) HPP
Persediaan barang dagangan (mencatat harga pokok dari barang yang dikembalikan pelanggan)
1.125.000
900.000
1.125.000
900.000
Misalnya tanggal 15 Maret, sebelum pelanggan membayar, 2% dari barang yang terjual tersebut dikembalikan karena alasan tertentu, maka jurnal untuk mencatat retur penjualan tersebut adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Maret 15 Retur penjualan
Piutang dagang
(mencatat retur penjualan tunai) Persediaan barang dagangan
HPP
(mencatat harga pokok dari
barang yang dikembalikan
pelanggan)
22.500
18.000
22.500
18.000
Penjualan kredit biasanya menawarkan potongan tunai untuk masa pembayaran tertentu, sehingga jumlah kas yang diterima oleh perusahaan penjual lebih kecil daripada nilai nominal piutangnya. Pada saat terjadinya, piutang bisa dicatat sejumlah bruto maupun neto. Pembahasan pada bab ini menggunakan
f. Penerimaan Kas dari Piutang
Kas yang diterima dari pembayaran piutang oleh pelanggan, dicatat dengan mendebet kas, dan mengkredit piutang. Apabila terdapat potongan tunai, maka potongan yang diberikan diakui sebagai potongan penjualan. Misalnya penjualan kredit tanggal 12 Maret bersyarat 3/10, n/30. Tanggal 14 Maret pelanggan melakukan pembayaran, maka jurnalnya adalah:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
Maret 14 Kas Potongan penjualan Piutang dagang 1.091.250 33.750 1.125.000
C. Perhitungan Harga Pokok Persediaan
Menurut prinsip akuntansi aktiva dicatat sebesar harga perolehannya. Dengan demikian persediaan yang merupakan salah satu bagian dari aktiva lancar juga dicatat sebesar harga perolehannya. Harga perolehan persediaan meliputi harga faktur ditambah biaya angkut pembelian dikurangi potongan pembelian dan retur pembelian. Semua biaya yang dikeluarkan yang berhubungan dengan persediaan seperti biaya pengurusan pembelian, penerimaan dan penyimpanan seharusnya dimasukkan dalam penentuan harga perolehan. Namun dalam prakteknya sering ditemui kesulitan dalam mengalokasikan biaya-biaya tersebut ke dalam persediaan, sehingga mengacu pada konsep cost and
benefit, biaya tersebut dicatat sebagai biaya operasi pada periode
terjadinya.
Ketika perusahaan menjual barang dagangannya, maka sangat penting untuk mengetahui berapakah harga perolehan dari barang yang akan terjual tersebut?. Jika pembelian hanya dilakukan hanya sekali saja, akan mudah untuk mengetahui harga perolehan dari darang yang akan dijual. Namun kenyataannya pembelian yang dilakukan oleh perusahaan terjadi berkali-kali. Misalnya berikut adalah ringkasan pembelian dan penjualan
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo
3 250 unit @ Rp 20.000 - 250 unit
12 50 unit @ Rp 22.000 - 300 unit
23 - 270 unit 30 unit
31 20 unit @ Rp 21.000 - 50 unit
Berdasarkan ringkasan di atas maka penting untuk diketahui berapakah harga perolehan per unit atas penjualan tanggal 23, apakah dipakai harga perolehan per unit pembelian tanggal 3 sebesar Rp 20.000 atau harga perolehan per unit pembelian tanggal 12 sebesar Rp 22.000 atau rata-rata harga perolehan tanggal 3 dan tanggal 12? Permasalahan kedua yang penting untuk diketahui jawabannya adalah berapakah harga perolehan per unit sisa 50 unit barang per tanggal 31 Maret apakah harga per unitnya Rp 20.000, Rp 22.000, Rp 21.000 atau rata- ratanya?.
Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk mengetahui harga perolehan per unit persediaan yang terjual dan harga perolehan per unit persediaan diakhir periode. Cara tersebut adalah:
1. Cara sesungguhnya
Dalam metode ini persediaan sebanyak 50 unit ditelusuri keberadaan sesungguhnya atau diidentifikasi secara khusus, sehingga cara ini juga disebut cara identifikasi khusus. Misalnya setelah dilakukan secara sesungguhnya atas persediaan akhir tanggal 31 Maret ditemukan bahwa 50 unit persediaan tersebut berasal dari: 20 unit dari pembelian tanggal 3, 10 unit dari pembelian tanggal 12 dan 20 unit dari pembelian tanggal tanggal 31. Dengan demikian nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan dapat dihitung sebagai berikut:
Tanggal Jumlah unit HP Per unit(Rp) HP Total (Rp)
03 20 20.000 400.000
12 10 22.000 220.000
31 20 21.000 420.000
Harga Pokok Persediaan akhir 1.040.000
Lalu berapakah nilai harga pokok penjualan bulan Maret?, harga pokok penjualan merupakan harga barang yang tersedia dijual dikurangi dengan harga pokok persediaan akhir.
250 unit x Rp 20.000 = Rp 5.000.000
50 unit x Rp 22.000 = Rp 1.100.000
20 unit x Rp 21.000 = Rp 420.000 +
Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual Rp 6.520.000
Harga Pokok Persediaan akhir Rp 1.040.000 –
Harga Pokok Penjualan Rp 5.480.000
2. Metode asumsi
Penghitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan secara hati-hati, karena harga pokok persediaan akhir akan disajikan di neraca sedangkan harga pokok penjualan akan disajikan di laporan laba/rugi. Penghitungan keduanya dengan menggunakan cara sesungguhnya/identifikasi khusus, memberikan informasi yang sangat akurat, namun cara tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak praktis dan menghabiskan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi kelemahannya, maka digunakan metode asumsi. Maksunya, persediaan barang tidak diikuti atau tidak ditelusuri arus keluar masuknya, melainkan diasumsikan bahwa barang yang masuk terlebih dulu, harga pokok barang tersebutlah yang keluar atau dijual terlebih dahulu juga, atau diasumsikan barang yang masuk ke gudang terakhir harga pokok barang tersebut yang dijual pertama. Terdapat 3 cara dalam metode asumsi ini yakni metode Rata-rata, FIFO, LIFO dimana ketiga cara ini bisa dilakukan secara fisik maupun perpetual/kartu. Uraian lebih jelas tentang ketiga cara asumsi ini adalah sebagai berikut:
a. Rata-rata
Metode ini mengasumsikan bahwa harga pokok per unit adalah harga pokok total dibagi dengan jumlah unit barang. Jadi tidak perlu dilakukan penelusuran atas barang yang masih tersisa diakhir periode berasal dari pembelian tanggal berapa. Yang dilakukan hanya tinggal menjuamlahkan nilai persediaan akhir barang kemudian dibagi dengan jumlah unitnya.
a1). Rata-rata Fisik
Cara ini disebut juga dengan rata-rata berbobot/weighted
Kartu Persediaan Rata-Rata Perpetual Tg
l
Ket Bertambah Berkurang Saldo
Unit H/U Total Unit H/U Total Unit H/U Total
3 Pembelian 250 20.000 5.000.000 250 20.000 5.000.000
12 Pembelian 50 22.000 1.100.000 300 20.333 6.100.000
23 Penjualan 270 20.333 5.489.910 30 20.336 610.090
31 Pembelian 20 21.000 420.000 50 20.602 1.030.090
Rumus untuk menghitung harga pokok rata-rata perunit adalah:
Harga pokok yang tersedia dijual Harga pokok rata-rata per unit = ---
Total unit barang yang tersedia dijual
Dengan menggunakan contoh soal pembelian UD Ganen selama bulan Maret pada halaman sebelumnya, nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan menggunakan cara asumsi rata- rata fisik dihitung sebagai berikut:
Rata-Rata Fisik
Tanggal Jumlah unit Harga Pokok
Per unit(Rp) Harga Pokok Total 03 12 31 250 50 20 20.000 22.000 21.000 5.000.000 1.100.000 420.000 Jumlah 270 6.520.000
Harga pokok rata-rata per unit = Rp 6.520.000/270 = Rp 24.148 Jumlah unit persediaan akhir = 50 unit
Harga pokok persediaan akhir= 50 unit x Rp 24.148= Rp 1.207.400 Harga pokok barang yang tersedia dijual = Rp 6.520.000
Harga pokok persediaan akhir = Rp 1.207.400 Harga pokok penjualan = Rp 5.312.600
a2). Rata-rata perpetual
Cara ini disebut juga rata-rata bergerak atau moving average, di katakan demikian karena rata-ratanya dihitung ulang jika terjadi pembelian baru. Dengan cara ini pencatatan persediaan menggunakan kartu. Berikut adalah contoh kartu untuk menghitung nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan.
FIFO Fisik
Tanggal Jumlah unit Harga Pokok
Per unit(Rp) Harga Pokok Total 31 12 20 30 21.000 22.000 420.000 660.000 Jumlah 50 1.080.000
Harga pokok barang yang tersedia dijual = Rp 6.520.000 Harga pokok persediaan akhir = Rp 1.080.000 Harga pokok penjualan = Rp 5.440.000
Nilai barang yang tersedia dijual Rp 6.520.000 Harga pokok persediaan akhir Rp 1.030.090 - Harga pokok penjualan Rp 5.489.910 b. FIFO
Cara ini mengasumsikan bahwa ketika terjadi penjualan, maka harga pokok yang dikeluarkan/terjual adalah harga pokok dari barang yang pertama kali dibeli/masuk ke gudang. Barang yang masih berada di gudang diakhir periode diasumsikan berasal dari pembelian terakhir. Dengan menggunakan contoh pembelian UD Ganen pada bulan Maret, FIFO fisik dan perpetual di hitung sebagai berikut:
b1). FIFO Fisik
Persediaan akhir 50 unit berasal dari 20 unit pembelian tanggal 31 dan 30 unit pembelian tanggal 12. Perhitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan disajikan sebagai berikut:
LIFO Fisik
Tanggal Jumlah unit Harga Pokok
Per unit(Rp)
Harga Pokok Total
3 50 20.000 1.000.000
Jumlah 50 1.000.000
Harga pokok barang yang tersedia dijual = Rp 6.520.000 Harga pokok persediaan akhir = Rp 1.000.000 Harga pokok penjualan = Rp 5.520.000
b2)FIFO Perpetual
Kartu persediaan dengan menggunakan cara FIFO perpetual adalah sebagai berikut:
Kartu Persediaan FIFO Perpetual Tg
l
Ket Bertambah Berkurang Saldo
Unit H/U Total Unit H/U Total Unit H/U Total
3 Pembelian 250 20.000 5.000.000 250 20.000 5.000.000 12 Pembelian 50 22.000 1.100.000 250 50 20.000 22.000 6.100.000 23 Penjualan 250 20 20.000 22.000 5.440.000 30 22.000 660.000 31 Pembelian 20 21.000 420.000 30 20 22.000 21.000 1.080.000
Nilai barang yang tersedia dijual Rp 6.520.000 Harga pokok persediaan akhir Rp 1.080.000 - Harga pokok penjualan Rp 5.440.000 c. LIFO
Cara ini mengasumsikan bahwa jika terjadi penjualan, maka harga pokok barang yang pertama kali terjual/keluar adalah harga pokok dari barang yang terakhir dibeli/masuk digudang. Harga pokok barang yang terdapat digudang diakhir periode, diasumsikan berasal dari pembelian diawal.
c1) LIFO Fisik
Persediaan akhir 50 unit bersal dari pembelian tanggal 3 dengan harga per unit Rp 20.000 sehingga harga pokok persediaan akhir
c2)LIFO Perpetual
Kartu Persediaan dengan menggunakan cara LIFO Perpetual adalah sebagai berikut:
Kartu Persediaan LIFO Perpetual Tg
l
Ket Bertambah Berkurang Saldo
Unit H/U Total Unit H/U Total Unit H/U Total
3 Pembelian 250 20.000 5.000.000 250 20.000 5.000.000 12 Pembelian 50 22.000 1.100.000 250 50 20.000 22.000 6.100.000 23 Penjualan 50 220 22.000 20.000 5.500.000 30 20.000 600.000 31 Pembelian 20 21.000 420.000 30 20 20.000 21.000 1.020.000
Nilai barang yang tersedia dijual Rp 6.520.000 Harga pokok persediaan akhir Rp 1.020.000 - Harga pokok penjualan Rp 5.500.000
Perbandingan hasil perhitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan cara sesungguhnya dan cara asumsi
Hasil Cara yang digunakan
Sesungguh nya
Asumsi
Rata-Rata FIFO LIFO
Fisik Perpetual Fisik Perpetual Fisik Perpetual
HP Pers Akhir 1.040.000 1.207.400 1.030.090 1.080.000 1.080.000 1.000.000 1.020.000
HP Penjualan 5.480.000 5.312.600 5.489.910 5.440.000 5.440.000 5.520.000 5.500.000
Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan harga pokok persediaan akhir dan harga pokok penjualan dengan cara sesungguhnya dan cara asumsi dengan menggunakan asumsi rata-rata, FIFO, LIFO baik fisik maupum perpetual kita dapat simpulkan bahwa:
- Nilai tertinggi untuk harga pokok persediaan akhir adalah dengan menggunakan cara asumsi rata-rata fisik, sedangkan nilai terendah dengan menggunakan cara asumsi LIFO fisik.
- Nilai tertinggi untuk harga pokok penjualan adalah dengan menggunakan cara asumsi LIFO fisik, sedangkan nilai terendah adalah dengan menggunakan cara asumsi rata-rata fisik.