• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENELITIAN

4.6 Perhitungan Indeks Kerentanan Lingkungan Pulau-Pulau Kecil

Hasil analisis indeks kerentanan lingkungan pulau-pulau kecil kasus Pulau Kasu, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Saonek disajikan pada Tabel 20. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan indeks kerentanan antar ketiga pulau. Pulau Kasu memiliki indeks kerentanan lingkungan yang masih berada pada kategori kerentanan rendah (lebih kecil dari 6.04) dimana nilai indeks kerentanan lingkungan untuk Pulau Kasu sebesar 2.44. Sebaliknya nilai indeks kerentanan lingkungan Pulau Barrang Lompo dan Pulau Saonek berada pada kategori kerentanan sedang dengan nilai masing-masing 7.67 dan 6.18.

Nilai indeks kerentanan lingkungan Pulau Barrang Lompo berada pada kategori sedang (Doukakis 2005), hal ini menunjukkan beberapa parameter kerentanan lingkungan di pulau ini sudah berada pada kategori sedang sampai tinggi. Sebagaimana telah disajikan pada Tabel 19, parameter kerentanan pada dimensi exposure yang memiliki nilai skor yang tinggi adalah gelombang, kejadian tsunami, pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Jika dibandingkan dengan Pulau Saonek dan Kasu, kejadian tsunami lebih dominan terjadi di sekitar Pulau Barrang Lompo. Hal ini mengindikasikan bahwa Pulau Barrang Lompo berada pada wilayah yang memiliki peluang terjadinya tsunami pada masa yang akan datang. Fenomena ini tentunya menjadi perhatian dalam kaitan pengelolaan pulau-pulau kecil berkelanjutan. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk di pulau ini juga tinggi. Sebagian besar lahan daratan Pulau Barrang Lompo sudah dikonversi menjadi pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang besar, akan memberikan tekanan terhadap kebutuhan lahan untuk keperluan pemukiman penduduk. Karakteristik Pulau Barrang Lompo sebagai pulau karang dari kelompok pulau datar menyebabkan parameter kerentanan lingkungan untuk dimensi sensitivity umumnya tinggi. Ketinggian daratan Pulau Barrang Lompo yang dominan berada pada ketinggian kurang dari 1 m, hal ini menjadi ciri spesifik pulau ini dibandingkan pulau lainnya. Demikian juga parameter kemiringan dan penggunaan lahan di Pulau Barrang Lompo memiliki nilai skor yang cukup besar. Kondisi daratan yang datar dengan ketinggian rendah, menyebabkan daratan Pulau Barrang Lompo sangat landai. Parameter kerentanan

lingkungan dari dimensi adaptive capacity secara umum cukup tinggi, hal ini terlihat dari luasan habitat pesisir, kualitas terumbu karang dan lamun yang masih baik. Karakteristik Pulau Barrang Lompo yang cenderung memiliki nilai sensitivitas yang tinggi dan nilai keterbukaan/ketersingkapan yang tinggi menyebabkan tingkat kerentanan lingkungan juga tinggi, meskipun jika dilihat dari kapasitas adaptifnya masih cukup baik.

Nilai indeks kerentanan lingkungan Pulau Saonek juga sudah berada pada kategori kerentanan sedang (lebih dari 6.04). Jika dilihat dari karakteristik dimensi exposure, tinggi gelombang dan pertumbuhan penduduk yang cepat menjadi ciri dari pulau ini. Keberadaan pulau ini pada perairan/lautan yang luas menyebabkan keterbukaan terhadap gelombang yang tinggi. Kenaikan muka laut di perairan sekitar Pulau Saonek lebih tinggi dibandingkan kenaikan muka laut di sekitar Pulau Barrang Lompo dan Pulau Kasu. Karakteristik dimensi sensitivity Pulau Saonek lebih rendah dibandingkan Barrang Lompo. Ketinggian daratan pulau secara merata beradapada ketinggian 0-48 m. Pulau Saonek memiliki bukit dengan ketinggian mencapai 48 m. Karakteristik dimensi adaptive capacity Pulau Saonek lebih rendah dibandingkan dengan Pulau Barrang Lompo, meskipun Pulau Saonek memiliki ekosistem yang lengkap (terumbu karang, mangrove, dan lamun), namun karena luasan dan kualitasnya relatif sedang, maka nilai adaptive capacity tidak terlalu tinggi.

Pulau Kasu memiliki nilai indeks kerentanan lingkungan paling rendah dari 3 pulau yang diteliti. Jika dilihat dari karakteristik dimensi exposure, parameter kerentanan lingkungan yang memiliki nilai tinggi adalah gelombang, sedangkan parameter lainnya berada pada nilai yang rendah sampai sedang. Oleh karena sebagian besar parameter kerentanan lingkungan dimensi exposure masih rendah, maka nilai ketersingkapan pulau ini relatif rendah. Karakteristik dimensi sensitivity yang spesifik dari Pulau Kasu adalah tipologi pemukiman. Pemukiman penduduk di pulau ini dominan berada di atas pemukaan laut, atau berada di depan garis pantai. Pada waktu tertentu, hempasan gelombang laut dari bawah lantai rumah penduduk cukup besar, sehingga dapat merusak lantai rumah penduduk yang berada di atas perairan. Pulau Kasu merupakan pulau petabah dari kelompok pulau berbukit, memiliki ketinggian daratan rata-rata lebih dari 2 m

di atas permukaan laut. Karakteristik dimensi adaptive capacity Pulau Kasu sama dengan Pulau Saonek. Ekosistem lamun tumbuh dan berkembang dengan baik di pulau ini. Demikian juga luas habitat pesisir lebih besar dibandingkan dengan Pulau Saonek. Ekosistem mangrove yang tumbuh dominan di sekeliling pantai Pulau Kasu menjadi pelindung bagi daratan Pulau Kasu. Secara ringkas karakteristik spesifik dari masing-masing pulau yang mempengaruhi tingkat kerentanan lingkungan pulau-pulau kecil disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Karakteristik spesifik masing-masing pulau Pulau

Nilai Kerentanan

Karakteristik spesifik

Exposure Sensitivity Adaptive

capacity

Indeks Kerentanan

Kasu 2.93 2.50 3.00 2.44 •Pemukiman terletak di

depan garis pantai (berada di atas perairan)

•Dominan ekosistem

mangrove dan lamun

•Ketinggian daratan pulau

dominan di atas 2 m Barrang

Lompo

6.28 4.15 3.40 7.67 •Ketinggian pulau dominan

kurang dari 2 m

•Dekat dengan lokasi

kejadian tsunami

•Dominan terumbu karang

dan lamun

Saonek 4.85 3.82 3.00 6.18 •Gelombang relatif besar

•Terdapat ekosistem

terumbu karang, mangrove, dan lamun

4.6.2. Dinamika Kerentanan

Dari hasil analisis kecenderungan perubahan nilai parameter kerentanan seperti yang disajikan pada Tabel 19 sebelumnya, diperoleh beberapa parameter yang akan mengalami perubahan pada masa yang akan datang. Parameter yang bersifat dinamis adalah kenaikan muka laut dan pertumbuhan penduduk pada dimensi exposure. Asumsi yang digunakan dalam analisis dinamika kerentanan ini adalah perubahan faktor-faktor eksternal khususnya kenaikan muka laut akan mengalami peningkatan, sehingga memberikan dampak terhadap sistem pulau-pulau kecil.

Kasus Pulau Kasu, parameter kerentanan yang diprediksi akan berubah untuk 2 tahun ke depan adalah kenaikan muka laut yang berdampak terhadap

pemukiman penduduk yang terletak di atas permukaan air, serta terendamnya beberapa bagian pulau yang memiliki elevasi rendah. Dengan asumsi yang disebutkan sebelumnya, maka terjadi perubahan nilai parameter kenaikan muka laut dari nilai semula (1) berubah menjadi 2, serta perubahan nilai parameter pemukiman dari semula (4) menjadi 5. Dengan menggunakan perubahan nilai kedua paremeter tersebut, maka kerentanan Pulau Kasu pada 2 tahun ke depan menjadi 5, dengan kofisien kerentanan sebesar 0.008086. Skenario perubahan kerentanan Pulau Kasu ini merupakan skenario minimal, karena tidak memasukkan perubahan laju pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada kepadatan penduduk Pulau Kasu.

Kasus Pulau Barrang Lombo, kecenderungan perubahan parameter kerentanan yang akan terjadi adalah perubahan nilai kenaikan muka laut dari nilai semula (2) menjadi 3, serta kemungkinan perubahan nilai parameter terumbu karang pada dimensi adaptive capacity dari nilai semula (4) menjadi 3. Perubahan nilai terumbu karang ini diperkirakan terjadi karena masih berlangsungnya kegiatan penambangan karang oleh masyarakat, sehingga diprediksi akan terjadi penurunan kualitas tutupan karang hidup. Berdasarkan perubahan nilai dari 2 parameter tersebut, diperoleh nilai indeks kerentanan Pulau Barrang Lompo pada 2 tahun kedepan sebesar 9.41, dengan koefisien kerentanan 0.012847.

Untuk kasus Pulau Saonek, parameter kerentanan yang cenderung mengalami perubahan adalah kenaikan muka laut yang akan tinggi sehingga diprediksi akan mengubah nilai kenaikan muka laut dari semula (2) menjadi 3. Dengan adanya perubahan kenaikan muka laut ini, nilai kerentanan Pulau Saonek pada 2 tahun kedepan adalah 7.74 dengan koefisien kerentanan sebesar 0.011298. Berdasarkan nilai-nilai koefisien kerentanan seperti yang disebutkan sebelumnya, nilai indeks kerentanan lingkungan ketiga pulau kecil yang diteliti dapat diproyeksikan sampai tahun 2100 seperti pada Gambar 26.

Gambar 26. Proyeksi dinamika kerentanan lingkungan Pulau Kasu, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Saonek

Seperti terlihat pada Gambar 26, Pulau Barrang Lompo memiliki kerentanan saat ini yang paling tinggi, disusul Pulau Saonek dan Pulau Kasu. Dengan melakukan proyeksi sampai tahun 2100, terlihat bahwa Pulau Barrang Lompo dan Pulau Saonek akan mencapai kerentanan sangat tinggi (lebih dari 40.48), sedangkan Pulau Kasu masih berada pada kategori kerentanan rendah (kurang dari 40.48). Perbedaan kerentanan ini sangat ditentukan kondisi lingkungan dan sosial dan ekonomi ketiga pulau tersebut. Perbedaan tersebut terjadi pada komponen exposure, sensitivity dan adaptive capacity.

4.7. Proyeksi Perubahan Kerentanan Lingkungan Pulau-Pulau Kecil