• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat diatas, kandungan logam berat pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya

10. Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn

Untuk menghitung kapasitas adsorpsi, digunakan rumus sebagai berikut : Logam teradsopsi partikel

Kapasitas adsorp si = ______________________________________ X 100 % Logam terlarut + logam teradsopsi partikel

Analisis Data

Untuk mengetahui sebaran menegak salinitas dilakukan dengan cara interpolasi, menggunakan program surver 8.0 dan untuk melihat kecenderungan pola hubungan antara logam berat terlarut terhadap salinitas dengan menggunakan ’mixing graph’, dimana nilai konsentrasi elemen terlarut (sebagai sumbu y) diplotkan terhadap nilai yang bersifat konservatif, yang dalam penelitian ini menggunakan nilai salinitas (sebagai sumbu x). Untuk mendapatkan nilai theoritical dillution line (TDL) dengan cara menarik suatu garis dari nilai konsentrasi yang berada pada salinitas rendah (0 0/00) ke nilai konsentrasi pada salinitas paling tinggi (32 0/00). Mixing graph ini digunakan untuk melihat ke-konservatif-an suatu elemen terlarut (Chester 1990).

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut Logam Pb Terlarut

Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Pb Terlarut (10 -3 ppm ) I II

Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun 1 dan 2 (1. 10-3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm).

Pada pengambilan I dan II, konsentrasi Pb di stasiun dekat laut (stasiun 4 sampai 7) mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber dari logam Pb di lokasi penelitian berasal dari laut. Pada pengambilan I, konsentrasi Pb lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang, sehingga

logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada pengambilan II, perairan dalam kondisi surut.

Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976).

Logam Cd Terlarut

Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi (konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb.

Logam Cu Terlarut

Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara. Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 11. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Cu Terlarut (10 -3 ppm ) I II

Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 11 menunjukkan konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur di lokasi pengambilan sampel berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (2.10-3 ppm), kemudian mengalami penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II,

konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10-3 ppm) dan menjadi menurun di semua stasiun (2.10-3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan. Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun.

Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsioleh partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut.

Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil), menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005). Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10-3 ppm.

Logam Zn Terlarut

Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS. Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 12.

0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam Zn Terlarut (10 -3 ppm)

I II

Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 2.10-3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10-3 ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan -lahan. Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang teru kur berkisar antara 3.10-3 – 9.10-3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10-3 ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10-3 ppm).

Penurunan nilai konsentrasi ini disebabkan adanya faktor pengenceran dari air laut. Tingginya konsentrasi Zn di stasiun 1 berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Pada pengambilan II terjadi penambahan konsentrasi di stasiun 5. Adanya penambahan nilai ini berhubungan dengan adanya pengadukan sedimen yang disebabkan adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan, dimana

pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29).

Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10-3 ppm.

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen

Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada Gambar 13. Gamb ar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93 ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 – 55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam dalam

Sedimen (ppm) Pb Cu Zn (a) 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam Cd dalam

Sedimen (ppm)

(b) Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd

Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya. Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan.

Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36). Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35).

Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb, Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik, sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi keberadaannya.

Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ±

0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652 ppm dan logam Zn antara 75,662 ± 9,652 ppm. Dibandingkan dengan penelitian tesebut, ternyata Pb dan Zn yang terukur di daerah penelitian lebih tinggi sedangkan logam Cd dan Cu lebih rendah konsentrasinya. Hal ini di sebabkan karena di sekitar sungai Banjir Kanal Timur lebih banyak terdapat berbagai industri, antara lain industri kimia, farmasi, tekstil dan plastik ( BAPPEDA Jawa Tengah 1987, diacu dalam Sunoko dkk. 1993).

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston Logam Pb dalam Seston

Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm.

0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam Pb dalam Seston (ppm)

I II

Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pengambilan II.

Logam Cd dalam Seston

Konsentrasi logam Cd selama penelitian disajikan pada Gambar 15. Pada pengambilan I konsentrasinya berkisar antara 4,21 – 9,615 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 12,541 – 20,617 ppm. Konsentrasi Cd dalam seston sangat kecil dibanding dengan logam yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa sumber Cd di lokasi penelitian memang sangat kecil, sehingga kandungan dalam air juga kecil <1 ppb. Begitu juga kandungan logam Cd dalam sedimen yang cukup kecil (Gambar 13 b).

0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam Cd dalam Seston (ppm)

I II

Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II

Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan men ingkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31).

Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd yang terukur sedikit lebih tinggi.

Logam Cu dalam Seston

Konsentrasi logam Cu dalam seston disajikan pada Gambar 16. Pada pengambilan I konsentrasi berkisar antara 13,33 – 44,258 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 37,14 – 97,826 ppm

0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentras Logam Cu dalam

Seston (ppm)

I II

Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II

Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai.

Logam Zn dalam Seston

Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 81,43 – 226,27 ppm. 0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun

Konsentrasi Logam Zn dalam

Seston (ppm)

I II

Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen. Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen

Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 18.

Seston dan Sedimen

0 5 10 15 20 25 30 35 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Pb (ppm)

Seston I Sedimen Seston II

Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen

Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4 dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil leb ih banyak mengadsorpsi logam berat (Supriharyono, 2000)

Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Karena konsentrasinya yang selalu lebih besar dalam kolom air mengakibatkan logam Cd yang terendapkan dalam sedimen sangat kecil (<1 ppm).

Seston dan Sedimen 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Cd (ppm)

Seston I Seston II Sedimen Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola SebaranLogam Cu dalam Seston dan Sedimen

Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II jauh lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada pengambilan II, di stasiun 2, 3 dan 7 konsentrasi logam Cu dalam seston lebih rendah daripada dalam sedimen dan stasiun 4, 5 dan 6 mempunyai konsentrasi yang hampir sama. Di stasiun 2 dan 3, penurunan konsentrasi ini mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan daerah dimana sering terjadi flokulasi sedimen dan apabila proses ini berlanjut (gaya tarik lebih besar) floc yang terbentuk akan semakin besar dan pada saat arus tenang terjadi pengendapan. Proses ini sangat berhubungan dengan bahan organik. Laju pengendapan atau sedimentasi stasiun 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya pengendapan di stasiun ini menyebabkan logam yang terukur dalam sedimen juga tinggi, dimana kehadirannya erat hubungannya dengan kehadiran bahan organik dalam sedimen(Gambar36).

Seston dan Sedimen 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Cu (ppm)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen

Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam hal ini mengandung logam Cu.

Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses difusi atau secara biologi.

Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen

Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21

Seston dan Sedimen

0 50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Zn (ppm)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5 dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam Zn dalam seston.

Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn

Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn Jenis logam

Pb Cd Cu Zn

Nilai Kapasitas Adsorpsi (%)

99.71 99.66 99.90 99.91

Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh partikel.

Kondisi Pasang Surut

Berdasarkan data Dinas Hidrooseanografi (DISHIDROS) menunjukkan bahwa tipe pasut Perairan Semarang didominasi oleh tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah setiap hari (satu hari terjadi dua kali pasang dan 2 kali terjadi surut). Gambar 22 menyajikan kondisi pasang surut daerah penelitian (Bulan September 2005 ).

0 15 30 45 60 75 90 105 120 1 73 145 217 289 361 433 505 577 649 Jam

Tinggi Muka Air (cm)

Gambar 22 Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September (DISHIDROS, 2005)

Keterangan :

: Kondisi pasut pada pengambilan 8 September 2005

: Kondisi pasut pada pengambilan 22 September 2005

Pengambilan sampel untuk parameter salinitas (tipe estuari) dilakukan pada saat pasang dan surut (Gambar 23). Kemudian untuk pengambilan parameter yang lain dilakukan pada saat surut (Gambar 24).

0 1 5 3 0 4 5 6 0 7 5 9 0 1 0 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 Jam

Tiggi Muka Air (cm)

Gambar 23 Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I (8 September 2005)

Keterangan :

: Pengukuran salinitas pada saat Pasang : Pengukuran salinitas pada saat Surut : Pengambilan sampel I

0 15 30 45 60 75 90 105 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jam

Tiggi Muka Air (cm)

Gambar 24 Kondisi pasang surut p engambilan II (22 September 2005)

Keterangan :

: Pengambilan sampel II

Tipe Estuaria

Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26.

0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 Salinitas (0/00) Kedalaman (cm) St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7

Surut 0 20 40 60 80 100 0 10 20 30 40 Salinitas (ppt) Kedalaman (cm) St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7

Gambar 26 Sebaran salinitas menegak saat surut

Berdasarkan pendekatan nilai salinit as pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat kelompokan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah, baik dalam kondisi pasang maupun surut, lapisan permukaan tidak dipengaruhi oleh masukan air laut sehingga nilai salinitas mendekati 0 0/00 yaitu pada stasiun 1, wilayah kedua adalah wilayah yang dipengaruhi oleh air sungai maupun air laut, sehingga salinitas di daerah ini berfluktuasi, yaitu pada stasiun 2,3,4,5, dan 6. Untuk wilayah tiga terdapat pada stasiun 7, dimana pada wilayah ini tidak dipengaruhi oleh air sungai.

Adanya pengaruh aliran air tawar dari sungai dan air laut di sepanjang badan sungai menyebabkan adanya stratifikasi salinitas di berbagai kedalaman baik pada waktu pasang maupun surut. Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah ini juga lebih rendah dengan salinitas dasar perairan. Stratifikasi salinitas ini juga terjadi secara horizontal dimana stasiun yang berada jauh dari muara mempunyai salinitas lebih tinggi daripada stasiun yang berada di muara (Gambar 27).

(a)

(b)

Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut

Pola penyebaran salinitas seperti ini menunjukkan bahwa muara Banjir Kanal Barat tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Duxbury and Duxbury (1993) mengemukakan bahwa karakteristik estuari tercampur sebagian adalah adanya variasi salinitas secara vertikal dan horizontal, stratifikasi densitas sedang, air laut digerakkan menuju sungai dengan arus dari laut yang cukup kuat pada kedalaman percampuran horizontal, terdapat stratifikasi densitas yang kuat dekat permukaan ketika air tawar masuk dalam jumlah banyak serta terjadi pertukaran yang baik antara air tawar dan air laut (Gambar 28).

Gambar 28 Estuari tercampur sebagian (Pinet 2000)

Kedalaman

Hasil pengukuran kedalaman di lokasi penelitian hampir tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 – 3 m. Hal ini disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel. Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju

Dokumen terkait