DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG
LILIK MASLUKAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Konsentrasi Logam
Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Ju li 2006
LILIK MASLUKAH. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan I WAYAN NURJAYA.
Estuari merupakan daerah pertemuan air tawar dan air laut, yang mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda. Tingkat percampuran air tawar dan air laut ini sangat dipengaruhi oleh keadaan pasut dan debit sungai. Logam berat yang masuk ke estuari akan mengalami proses pengenceran; adsorpsi oleh partikel yang diikuti proses flokulasi; desorbsi;dan proses pengendapan. Proses adsorpsi terjadi karena kereaktifan logam terhadap bahan organik terlarut dan oleh adanya ikatan permukaan pada partikel. Bahan organik terlarut tersebut terikat oleh partikel. Dengan bertambahnya nilai salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel semakin kuat dan terbentuk agregat yang lebih besar (floc). Pada saat arus lemah, agregat ini akan mengendap di dasar. Adanya proses adsorpsi di estuari mengakibatkan logam terlarut mengalami proses removal dan menambah konsentrasi logam dalam sedimen.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi logam terlarut, logam dalam seston dan logam dalam sedimen di sepanjang muara sungai; menentukan pola sebaran logam terlarut ditinjau dari nilai sebaran salinitas serta hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam terlarut. Analisis pola sebaran logam berat terlarut dengan nilai salinitas menggunakan “mixing graph”.
Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa logam terlarut Pb berkisar antara1.10-3 – 4.10-3 ppm, Cd tidak terdeteksi atau konsentrasinya < 0,001 ppm, Cu berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm, dan Zn berkisar antara 2.10-3 – 1.10-3 ppm; logam Pb dalam sedimen berkisar antara 4,14 –13,93 ppm, logam Cd berkisar antara 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 –55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm; logam dalam seston untuk Pb berkisar antara 10,56 – 30,56 ppm, Cd berkisar antara 4,21 – 20,62 ppm, Cu berkisar antara 13,33 – 97,83 ppm, dan Zn berkisar antara 48,33 – 226,27 ppm.
Hasil analisis menunjukkan bahwa logam Pb terlarut mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas , sedangkan Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Logam Pb, Cu dan Zn terlarut di Estuari Banjir Kanal Barat, mengalami removal pada salinitas antara 5 – 15 0/00. Padatan
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
KONSENTRASI LOGAM BERAT
Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA
DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG
OLEH
LILIK MASLUKAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Lilik Maslukah NRP : C65 103 0011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa buat Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul “Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang“ ini merupakan karya kecil yang kehadirannya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan kali ini, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya
ingin penulis sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta:
1. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan tesis.
Bapak Dr. Ir.Harpasis S. Sanusi, M.Sc, selaku dosen penguji luar komisi atas
saran dan masukannya.
2. Orang-orang terkasih dalam hidup ini: Suamiku, Nasiruddin dan Anakku (Zuba dan Rafif), trimakasih untuk kehangatan cinta, dukungan, pengorbanan dan doa tiada henti. Keluarga di Pati (Bapak, Ibu, dan adik ).
3. Bapak Razak, Ibu Endang, mba Teri, serta mas Budi, yang telah membantu
penulis selama di lapangan dan analisa di Lab oratorium P3O-LIPI, Jakarta.
4. Rekan-rekan IKL (Bahar, Wieke, Era, kak Rosa, Nana, mas Karyo, dan rekan
lainnya), terimakasih atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini.
Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat
diharapkan demi kesempurnaan di masa datang. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2006
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 9 September 1975 dari Ayahanda Fakih dan Ibunda Mualamah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Halaman DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR LAMPIRAN...
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... Perumusan Masalah... Tujuan dan Manfaat Penelitian...
TINJAUAN PUSTAKA
Hidrodinamika Perairan Estuari... Sedimen Estuari...
Logam Berat di Estuari... Tingkah Laku Logam Pb, Cd, Cu dan Zn ...
Material Padatan Tersuspensi di Estuari... Proses -proses yang Terjadi di Estuari... Nasib Logam Berat setelah Memasuki Perairan... Kualitas Perairan Estuari... Salinitas... Derajat Keasaman... Oksigen Terlarut... Bahan Organik...
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian... Alat dan Bahan Penelitian... Teknik Pengumpulan Data... Analisis Data...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentras i Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston... Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn... Kondisi Pasang Surut... Tipe Estuari. ... Kedalaman ... Kecepatan dan Arah Arus...
Kualitas Air... Total Padatan Tersuspensi... Oksigen Terlarut ... Bahan Organik Total ... Derajat Keasaman ... Kualitas Sedimen... Fraksi Sedimen ... Bahan Organik Sedimen... Laju Sedimentasi ... Debit Sungai... Keadaan Cuaca Bulan September... Konsentrasi Logam Berat yang Masuk Ke Laut...
Pembahasan ... Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ... Pola Sebaran Logam Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ... Pola Sebaran Logam Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ...
KESIMPULAN
Simpulan... Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN
48 48 49 50 50 51 51 53 54 55 55 55 56 57 60 63
65 65
Halaman 1. Kecepatan endap beberapa tipe sedimen...
2. Kadar normal dan kadar maksimum logam b erat dalam air laut... 3. Alat dan bahan penelitian... 4. Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian... 5. Posisi geografis stasiun penelitian... 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn... 7. Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen... 8. Laju sedimentasi... 9. Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001...
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Perumusan masalah... Karakter salinitas tiap profil kedalaman... Tingkah laku elemen terlarut di estuari... Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas dan penampang melintang salinitas di estuari... Box model estuari... Proses yang dialamai bahan cemaran di lingkungan laut... Lokasi pengambilan sampel... Garis -garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus... Jenis tekstur sedimen berdasarkan segitiga tekstur……… Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II……….…… Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II………….... Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II………. Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen……….. Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II……... Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II….….. Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II…….. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II……... Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen………. Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen………. Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September……….. Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I……….. Kondisi pasang surut pengambilan II…...……… Sebaran salinitas menegak saat pasang……….……. Sebaran salinitas menegak saat surut……….……… Sebaran menegak salinitas saat pasang dan surut………..……
30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II………. Nilai TSS di lapisan permukaan pengambilan I dan II……….………. Nilai konsentrasi oksigen terlarut pengambilan I dan II………..……. Sebaran nilai bahan organik total (TOM)... Nilai pH di setiap stasiun pengambilan I dan II……..……..…………. Sebaran rata-rata fraksi sedimen………...………..……… Nilai bahan organik sedimen ….……….……… Pola hubungan antara Pb terlarut dengan salinitas ... ... Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS... Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas... Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS ... Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas ……..………..…… Pola hubungan antara Zn terlarut dengan TSS ………...…………
1.
2. 3. 4.
5.
6.
7. 8.
9.
Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang... Kualitas sedimen... Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005... Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk ke laut……….…………. Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan
kandungan logam berat dalam sedimen... Analisa logam berat terlarut dalam air Laut, dalam seston dan dalam sedimen………..………. Analisa oksigen terlarut…………..………. Analisa material organik dalam sedimen dan analisa kandungan bahan organik total ……..……….……… Nilai salinitas pada saat pasang dan surut...
69 70 71
73
74
76
78
79
Latar Belakang
Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 – 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun (Philips 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut limbah tersebut masuk ke estuari melalui aliran air sungai.
Estuari dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi. Kekeruhan yang terjadi di daerah estuari dipengaruhi oleh masukan massa air sungai dan adanya resuspensi sedimen. Kekeruhan itu juga disebabkan oleh adanya percampuran air tawar dan air laut di dalam estuari, yang menyebabkan bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah (Chester 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikel-partikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat, sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Pengaruh filter dapat bervariasi dari satu estuari ke estuari lainnya.
ini juga melewati daerah pertanian serta kawasan perumahan penduduk yang cukup padat. Melalui aliran sungai ini, berbagai bahan terangkut, termasuk logam berat dan terbawa ke estuari yang pada akhirnya ke laut.
Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai pola sebaran logam berat di estuari, antara lain (1) Boyle et al. (1985), diacu dalam Chester (1993) mengenai pola sebaran konsentrasi cadmium (Cd) di Estuari Amazon dan Changjiang, dimana konsentrasi cadmium terlarut mengalami desorpsi pada salinitas rendah (2) Windom et al. (1983), diacu dalam chester (1993) di Sungai Savannah (USA), dimana konsentrasi tembaga terlarut di muara lebih rendah daripada di sungai dan laut (3) Apte and Day (1998), diacu dalam Marine Pollution Bulletin (1998) di Selat Torres dan Teluk Papua, dimana konsentrasi Cu terlarut mengalami variabilitas pada salinitas < 27 0/00.
Perbedaan waktu dan lokasi penelitian diperkirakan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik dan perubahan konsentrasi dari logam Pb, Cd, Cu dan Zn. Informasi mengenai karakteristik dan pola sebaran logam berat terlarut di estuari di Indonesia masih sangat terbatas, khususnya di Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu penelitian terkait dengan hal tersebut diatas.
Perumusan Masalah
Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari. Konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan selama berada di estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini di pengaruhi oleh berbagai proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi oleh partikel.
menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi oleh bahan organic terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel tersuspensi tersebut menyebabkan gaya attraktive molekular (gaya van der walls) mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel karena gaya gravitasi.
Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian diikuti proses flokulasi maka konsentrasi logam terlarut ini akan mengalami pengurangan dan sebaliknya apabila terjadi proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel maka konsentrasi logam berat terlarut ini akan mengalami penambahan.
Gambar 1. Perumusan masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut, tersuspensi, dan dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang 2. Untuk menentukan distribusi dan pola sebaran konsentrasi logam berat Pb,
Cd, Cu, dan Zn terlarut ditinjau dari sebaran salinitas.
3. Untuk menentukan pola hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam berat dalam seston.
INPUT
Logam berat
Sungai
PROSES
Estuari:
* Hidrodinamika perairan
* Adsorpsi, dan desorpsi * Pengendapan
OUT PUT
Perubahan Konsentrasi
Air
- Kandungan logam berat terlarut - Kandungan logam berat tersuspensi - Total padatan tersuspensi
- Total organik matter - Salinitas
- pH
- Oksigen terlarut
Sedimen
- Kandungan logam berat - Bahan organik
- Fraksi sedimen - Laju sedimentasi
Penelitian
- Arus
Hidrodinamika Perairan Estuari
Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan
laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron and
Pritchard 1963, diacu
dalam
Dyer 1973). Pertemuan serta percampuran air tawar dan
air laut mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari
sepenuhnya air laut (33-37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar
pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut
bersentuhan, air tawar akan terapung di atas air laut karena densitas air tawar lebih
ringan dibandingkan densitas air laut (Dyer 1973; Nybakken 1992; Duxbury and
Duxbury 1993). Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan suhu akan tetapi di
estuari, peranan salinitas dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan
suhu karena dua alasan yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan kisaran
suhu serta kedalaman yang relatif dangkal sehingga umumnya
mixing
di estuari
dipengaruhi oleh perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu (Dyer 1973).
Elliot dan James (1984) mengemukakan bahwa di perairan estuari terdapat
tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air,
yaitu :
1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan
pergerakan pasang surut air laut.
2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke
estuari secara periodik.
3. Adanya gaya coriolis, menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai
yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air.
Dari ketiga gaya tersebut maka pola sirkulasi dan tingkat percampuran antara air
tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas yang berbeda-beda
sepanjang estuari.
Terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut menyebabkan adanya
1.
Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama
yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan
tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut
terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut,
dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan
terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan
pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom
air dengan lebih efektif.
2.
Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit
air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air
sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air
tawar.
3.
Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air
sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh
pasang surut, angin dan gelombang.
Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan
sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu :
A.
Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (
vertically mixed
estuary
, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal
sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar
sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari
hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi
pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses
pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara
vertikal (Chester 1990; Brown
et al.
1989).
B.
Estuari stratifikasi sebagian (
partially stratified estuary
, Gambar 2B). Terjadi
pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara
dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown
et al.
1989; Chester
1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan
percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari
berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah
dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury
and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau
outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang
lebih dalam.
Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang
melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)
C.
Estuaria stratifikasi tinggi (
highly stratified estuary
, Gambar 2C), lapisan atas
salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar
mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara
perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari.
D.
Estuari baji garam (
salt wedge
, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup
dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai
penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi.
Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada
partially stratified
estuary
dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada
high
stratified estuary
. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang
mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga
sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai
A
B
dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas
pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam.
Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran
kurang efektif (Brown
et al
. 1989).
Sedimen Estuari
Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir
ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas
ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang
berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di
sekitarnya.
Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan
diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000).
Sedimen dengan diameter 104
µ
m akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150
cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya
mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus,
dengan diameter 102
µ
m, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan
terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det.
Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus
pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan
akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000).
Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap
dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa
arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di
daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu.
mengendap secara cepat di perairan. Sedimen-sedimen ini dapat mengendap dalam
satu siklus pasang. Sedangkan sedimen-sedimen dalam yang lebih kecil, seperti silt
dan clay, kecepatan endapannya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu
siklus pasang. Lebih lanjut kecepatan endapan beberapa tipe sedimen disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kecepatan endap beberapa tipe sedimen
Tipe sedimen
Diameter (
µ
m)
Kecepatan endap (cm/det)
Pasir halus
Pasir sangat halus
Silt
Clay
250 – 125
125 – 62
31,2 – 3,9
1.95 – 0.12
1.2037
0.3484
0.0870 – 0.0014
3.47 x 10
-4– 1.16 x 10
-6 Sumber : King (1976)Logam Berat di Estuari
Dalam perairan logam berat ditemukan dalam bentuk :
a.
Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan
senyawa organik dan anorganik.
b.
Tidak terlarut, terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang
teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak 1980).
Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah
tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen
misalnya akibat konta minasi bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi
lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan
Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).
Mengendapnya logam berat bersama -sama dengan padatan tersuspensi akan
mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan serta perairan di sekitarnya. Kadar
normal dan maksimum logam berat dalam air laut ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut
Kadar (ppm) Jenis Logam Berat
Normal* Maksimum**
Cd 0.00011 0.01
Cu 0.002 0.05
Pb 0.00003 0.05
Zn 0.002 0.1
Keterangan :
*
: Waldichuk (1974)
**
Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat
dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat
keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam
penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan
bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti
pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut
serta pergerakan dan pencampuran massa air.
Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase
larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam
terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan
materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan
koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan
dekomposisi dan penambahan konsentrasinya di dalam sedimen (proses
sedimentasi).
Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat
tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul
dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat
pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif. Namun demikian
karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen
tersebut dapat kembali ke kolom air.
Tingkah Laku Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn di Estuari
Logam berat di perairan khusunya di estuari memiliki sifat konservatif dan
non konservatif (Chester 1990). Sifat ko nservatif menunjukkan kestabilan
konsentrasi suatu komponen. Konsentrasinya tidak dipengaruhi proses - proses kimia
dan biologi.
Teknik yang paling umum yang digunakan untuk melihat ke-konservatif-an
suatu elemen terlarut dengan menggunakan
mixing graph
atau diagram mixing.
Dengan diagram ini, konsentrasi setiap komponen terlarut dari setiap sampel dapat
diplotkan dengan beberapa elemen yang konservatif. Nilai salinitas di estuari bersifat
(proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap
salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam
dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering
disebut
theoritical dilution line
(TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif
melimpah di sungai (air tawar, salinitas 0
0/
00) daripada di air laut maka bentuk TDL
ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam
terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik
sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i).
Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami
removal
atau
addition
oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami
removal
apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami
addition
, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3).
Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari (Chester 1990)
Ket :(i) Komponen dimana konsentrasi air laut > air tawar (ii) Komponen dimana konsentrasi ait Tawar > air laut
Pada umumnya logam berat (
trace metal
) di estuari mempunyai sifat non
konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak
berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari.
Danielsson
et al
. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses
removal
logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota
terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non
konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe
estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu
dalam
Chester (1990) di
Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses
removal
terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle
et al.
(1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan
organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd
mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond
et al.
(1985), diacu dalam
Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami
desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom
et al.
(1983), diacu dalam Chester (1990)
di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses
addition
pada salinitas < 5
0/
00dan > 20
0/
00, serta bersifat
removal
pada salinitas
intermediet (5 – 20
0/
00). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya
penambahan Cu pada salinitas < 5
0/
00disebabkan karena adanya pelepasan dari
material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada
salinitas > 20
0/
00sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li
et al.
(1984), diacu
dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan
terdesorpsi dari material tersuspensi yang berasal dari sungai di sistim estuari.
Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas.
Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari
Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari
1.
Sungai
Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral),
bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic)
dan berbagai macam polutan (sewage).
2.
Atmosfer
Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu
3.
Laut
Berasal dari komponen biogenous yang berasal dari organisme laut (skeletal
debris/tulang, material organik) dan komponen an organik (berasal dari
sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri).
4.
Estuari itu sendiri
Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara
lain :
Flocculation
, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang
menghasilkan material organik
Penggumpalan (
Flocculation
) terjadi di estuarine karena adanya percampuran
air yang mempunyai salinitas berbeda. Adanya perbedaan salinitas ini menyebabkan
bertambahnya kekuatan ikatan ionic (
ionic strength
).
Flocculation
ini dipengaruhi
oleh komponen organik maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya
clay mineral tersuspensi yang di bawa oleh air sungai, spesies koloidal dari besi (Fe)
dan material organik terlarut seperti material humic.
Distribusi dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses
fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman
sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi.
Proses-proses yang terjadi di estuari
Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi,
dimana interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan yaitu adanya penambahan
(addition
) atau pengurangan (
removal
) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini
1.
Flocculation
,
adsorpsion
,
presipitation
, dan pengambilan secara biologi. Hal
ini menyebabkan pengurangan (
removal
) komponen dari fase terlarut dan
membentuk fase partikulate.
2.
Desorption
dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini
akan menghasilkan penambahan komponen terlarut.
3.
Adanya reaksi kompleksasi dan
chelation
dengan ligan an organik dan
organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut.
Interaksi antara material terlarut
⇔
partikulat dipengaruhi oleh sejumlah
komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium
Salomons (1980), diacu dalam Chester (1980) menyatakan bahwa
1.
Adsorpsi
kedua logam ini akan bertambah dengan bertambahnya pH (7-8,5)
2.
Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya chlorinitas.
Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk
ikatan kompleks.
3.
Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas
(tingginya konsentrasi material tersuspensi)
Hubungan antara elemen terlarut dan partikulat dalam estuari dapat
digambarkan dalam suatu box model seperti Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5 Box Model Estuari (Chester 1990)
Keterangan :P ↔ d = mengindikasikan adanya hubungan antara partikulat dan terlarut yang berhubungan dengan faktor fisika, kimia, dan biologi.
kd = X/C dengan X : konsentrasi perubahan elemen partikulat C : konsentrasi elemen terlarut
Nasib Bahan Pencemar (Logam Berat) setelah Memasuki Perairan
Menurut Metcalf dan Edy (1978) tingkat pencemaran yang masuk ke dalam
perairan sungai, danau, estuari dan laut adalah berbeda, karena kondisi
hidrodinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan model
percampuran atau
mixing
dan penyebaran atau dispersi suatu bahan, yang
berhubungan dengan kadar pencemar dan laju penguraian.
Romimohtarto (1991), diacu dalam Anna (1999) menyebutkan bahwa setelah
memasuki perairan, sifat dan kondisi bahan pencemar sangat ditentukan oleh
beberapa faktor atau jalur dengan kemungkinan perjalanan adalah :
1.
Terencerkan dan tersebarkan oleh adukan atau turbulensi dan arus laut.
2.
Pemekatan melalui proses biologi dengan cara di serap oleh ikan plankton
nabati atau oleh ganggang laut bentik. Biota ini pada gilirannya dimakan
oleh pemangsanya, dan seterusnya. Pemekatan dapat juga terjadi melalui
proses fisik dan kimiawi dengan cara di adsorpsi, di endapkan dan
pertukaran ion, kemudian bahan pencemar itu baru akan mengendap di
dasar perairan. Bahan pencemar dapat masuk dan tinggal di dasar perairan
akibat proses sedimentasi dan penggumpalan (
flocculation
)
3.
Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang beruaya.
Untuk lebih jelasnya mengenai nasib bahan pencemar di lingkungan laut dapat di
lihat pada Gambar 6.
Kualitas Perairan Estuari
1. Salinitas
Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang
surut dan debit air sungai. Fluktusi salinitas di estuari terjadi karena daerah tersebut
merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan
massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air.
2
. Derajat Keasaman atau pH
Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion
hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat
besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu
larutan.
[image:31.623.131.528.224.717.2]Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang
sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada
perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan
lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah
(Chester 1990).
Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976,
diacu dalam
Hutagalung 1991)
Zat Pencemar
Diencerkan dan Disebarkan
Masuk ke Ekosistem Laut
Dibawa oleh
Adukan Turbulensi
Arus laut Biota yang
Beruaya
Arus Laut
Dipekatkan oleh
Proses Biologis Proses Fisis dan
Kimiawi
Absorbsi oleh Ikan
Absorbsi oleh Plankton Nabati
Absorpsi oleh Rumput Laut dan Tumbuhan
Lainnya
Adsorpsi Pertukaran
Ion
Pengendapan
Avertebrata Plankton Hewani Pengendapan di Dasar
3. Oksigen Terlarut (DO)
Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut.
Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah daya larutnya lebih rendah
sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan
sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).
4. Bahan Organik
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan Bulan September – Oktober 2005, yang dibagi dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 8 dan 22 September 2005. Lokasi penelitian terletak di lokasi sekitar Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang dengan letak lintang 110 23’ 23.5” - 110 23’ 56” BT dan 06 56’ 30” – 06 58’ 7.5’’ LS. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta dan analisis parameter lainnya seperti total padatan tersuspensi (TSS), tekstur sedimen dan bahan organik dilakukan di Laboratorium Kelautan, UNDIP, Jepara.
Alat dan Bahan Penelitian
[image:33.612.129.515.438.696.2]Alat dan bahan penelitian ini meliputi : peralatan lapangan dan peralatan laboratorium seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Alat dan bahan penelitian
No Alat dan Bahan Kegunaan Unit
A Peralatan Lapangan
1. Bola duga Mengukur kecepatan arus m/det
2. Kompas Menentukan arah arus -
3. GPS Garmin 410 Mengetahui posisi stasiun derajat
4. Roll meter Mengukur jarak m
5. Kapal Transportasi -
6. Sedimen Trap t:29 cm Diameter: 8,97 cm
Mengukur laju sedimentasi gr/minggu
7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water
Sampler
Mengambil sampel air -
9. Botol polyetilen Tempat sampel air dan sedimen - 10. Stopwatch merk Citizen Mengukur waktu detik
11. Buret Titrasi oksigen terlarut -
12. Refraktometer Mengukur salinitas 0/00
13. pH meter Mengukur pH air -
14. Grab Sampler Mengambil Sedimen -
Tabel 3 (lanjutan)
No Alat dan bahan Kegunaan Unit
16. Botol BOD Tempat sampel air untuk oksigen terlarut
-
17. Kotak pendingin Tempat sampel air dan sedimen
-
B Bahan di lapangan
1. Aquades Mencuci alat -
2. MnCl2, NAOH/KI, H2SO4,
Na2S2O3
Titrasi Oksigen -
C Peralatan laboratorium
1. Pompa hisap Memisahkan zat padat tersuspensi dalam sampel air
-
2. Timbangan analitik Menimbang sedimen gr 3. Sieve shaker (2; 0.8; 0.4;
0,15; 0,063 mm)
Mengayak sedimen -
4. Gelas Ukur Mengukur sampel air ml
5. Pipet 20 ml Proses pemipetan ml
6. Corong Pisah Memisahkan sampel dengan pelarut
-
7. AAS, Varian Spectra AA Mengukur logam berat ppm
8. Beaker glass Tempat sampel ml
D Bahan di laboratorium
1. HNO3 Pengawet sampel air -
2. KmnO4 Titrasi material organik -
3. HNO3, APDC, MIBK Pereaksi logam berat di air -
4. Aquabides, HF, HNO3 Pereaksi Logam berat dalam
sedimen dan seston
-
Teknik Pengumpulan Data
[image:34.612.128.516.87.458.2]Tabel 4 Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian
No Parameter yang diukur Satuan Alat Keterangan
Fisika Sedimen
1. Tekstur/fraksi sedimen (%) Saringan bertingkat
Laboratorium
Kimia Sedimen
1. Bahan Organik Total % Pengabuan, Oven Laboratorium 2. Logam Pb, Cd, Cu dan Zn mg/kg AAS Laboratorium
Kimia Air
1. Logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut dan tersuspensi
ppm AAS Laboratorium
2. pH pH meter In situ
3. Salinitas 0/00 Refraktometer In situ
4. Oksigen terlarut mg/l Titrasi, Winkler In situ 5. Total Organik Matter mg/l Titrasi Laboratorium
Fisika Air
1. Total Padatan Tersuspensi (TSS)
mg/l Gravimetri Laboratorium
Hidrodinamika Perairan
1. Pasang surut m Data sekunder
2. Kedalaman air m Tongkat berskala In situ
3. Arus m/det Current drouge In situ
4 Laju Sedimentasi gr/m3/min ggu
Paralon In situ
5 Debit sungai m3/dt Tongkat berskala, Current drouge, tali berskala
In situ
1. Penentuan Stasiun Penelitian
Tabel 5 Posisi geografis stasiun penelitian
Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur 1
2 3 4 5 6 7
06 57’ 36’’ 06 57’ 6.1’’ 06 57’ 0.7’’ 06 56’ 51’’ 06 56’ 46’’ 06 56’ 46” 06 56’ 30”
110 23’ 24” 110 23’ 46” 110 23’ 44” 110 23’ 41.3” 110 23’ 25.6” 110 23’ 43” 110 23’ 23.5”
2. Pengambilan Sampel Air
Data parameter yang diambil melalui pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung meliputi parameter kedalaman, salinitas, pH dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara mengambil contoh air. Pengambilan contoh air digunakan untuk penentuan parameter total padatan tersuspensi (TSS), analisa bahan organik dan analisa logam berat. Contoh air diambil dengan Van Dorn Water sampler yang mempunyai kapasitas 2 liter, yang diambil dari permukaan. Kemudian contoh air disimpan dalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es (ice box) untuk dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Sebelum digunakan water sampler dan botol polyethylene telah dibersihkan dengan cara direndam dalam HCL 2 N selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion 3 kali.
3. Pengukuran Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian. Bola duga dipasang dengan tali sepanjang 5 m kemudian dilepaskan dan dicatat waktu yang digunakan untuk memanjangkan tali tersebut, dilakukan perulangan sampai 3 kali. Kecepatan arus ditentukan dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Arah arus ditentukan dengan kompas.
4. Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala, pengukuran dilakukan pada tiap -tiap stasiun.
5. Pengambilan Contoh Sedimen
Pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan grab sampler. Ketebalan sedimen yang diambil ± 10 cm dari permukaan. Sampel diambil sebanyak 2 kali dan diambil dari bagian tengah dari grab, untuk menghindari adanya kontaminasi alat. Dari 2 kali pengambilan sampel di’mix’ jadi satu, d imasukkan dalam botol polyetilen dan simpan dalam ice box.
Untuk pengukuran tekstur sedimen dasar diambil sebanyak kira-kira 500 gr dari setiap stasiun, dan disimpan dalam kantong plastik hitam. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode mekanis menggunakan saringan bertingkat, kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butiran sedimen.
6. Pengukuran Salinitas
7. Pengukuran Debit Sungai
Pengukuran debit sungai dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang melintang (Sosrodarsono dan Takeda 1993). Perhitungan debit sungai dilakukan di stasiun 1. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Qd = Fd x Vd
Fd = 2 X b x
4
2d e
c+ +
Keterangan :
Qd : debit sungai
Fd : Luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air c dan e
Vd : Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran d
b : Lebar sungai dan
c.d.e : dalamya air pada setiap pengukuran
Garis – garis pengukuran kedalaman dilakukan menurut metoda yang dilakukan Sosrodarsono dan Takeda (1993). Penampang melintang sungai di bagi dalam empat penampang dan setiap penampang dilakukan pengukuran 3 kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pengukuran arus dilakukan pada kedalaman kedua (d).
Pengukuran debit sungai dalam penelitian ini dihitung dari penampang melintang badan sungai pada stasiun 1. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali (tanggal 8 dan 22 September 2005 pada kondisi pasang menuju surut).
[image:39.612.149.492.515.635.2]8. Pengukuran Laju Sedimentasi
Pengukuran laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap berbentuk silinder, modifikasi dari pipa pralon dengan diameter 9 cm dan tinggi 29 cm (aspek rasio 3,38). Bagian bawah pralon ditutup dengan semen yang sekaligus berfungsi sebagai pemberat. White (1990) menyatakan bahwa silinder dengan perbandingan tinggi dan diameter > 3 merupakan kolektor yang efisien pada kecepatan arus 0,2 m/det ik. Pemasangan sedimen trap selama 1 minggu. Hasilnya ditampung dalam kantong plastik, diendapkan selama satu malam kemudian setelah mengendap air di bagian atas diambil menggunakan pipet sedangkan bagian bawah ditampung pada kertas aluminium foil dan langkah selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven sampai pada suhu konstan 105 0C selama 10 jam setelah itu dilakukan penimbangan. Pengukuran laju sedimentasi ini hanya dilakukan di stasiun 2, 3 dan 4. Perhitungan laju sedimentasi menggunakan rumus menurut Supriharyono (1988) sebagai berikut :
gr/luas pralon/minggu = A – B / luas / minggu
Keterangan :
A : Berat aluminium foil + sedimen setelah pemanasan 105 0C dalam gram
B : Berat awal aluminium foil setelah pemanasan 105 0C dalam gram
9. Analisa Ukuran Butir Sedimen (Buchanan, 1984)
Analisa ukuran butir dilakukan dengan sistim ayak dan metode pemipetan, melalui tahapan sebagai berikut :
• Sampel diambil 25 mg kemudian disaring dengan ukuran 0,063 sampai terbagi 2 yang satu dibaskom dan satunya lagi di ayakan.
• Masukkan sampel yang tidak lolos dalam oven pada temperatur 105 0C, ayak sampel dengan ukuran 2; 0,8; 0.4; 0,15 dan 0,063 mm dan catat berat masing-masing ukuran.
• Dilakukan pemipetan pada jangka waktu tertentu, teteskan pada aluminium foil yang telah ditimbang beratnya, kemudian masukkan oven pada suhu 100 0C sampai kering. Simpan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.
• Untuk menentukan fraksi silt, pemipetan dilakukan pada 1 menit pertama dan setelah 30 menit. Sedangkan fraksi clay dapat dilakukan setelah 2 jam pengendapan.
• Pemipetan dilakukan pada jarak 20 cm dari permukaan air.
• Hasil pemipetan dikonversikan ke dalam liter sehingga didapatkan berat dalam gram.
[image:41.612.211.483.361.639.2]Sampel yang didapatkan dianalisis dan ditentukan jenisnya (pasir, debu dan liat) kemudian dihitung persentasenya. Data jenis sedimen dan persentasenya diproyeksikan dalam segitiga tekstur (Gambar 9)
10. Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn
Untuk menghitung kapasitas adsorpsi, digunakan rumus sebagai berikut : Logam teradsopsi partikel
Kapasitas adsorp si = ______________________________________ X 100 % Logam terlarut + logam teradsopsi partikel
Analisis Data
Untuk mengetahui sebaran menegak salinitas dilakukan dengan cara interpolasi, menggunakan program surver 8.0 dan untuk melihat kecenderungan pola hubungan antara logam berat terlarut terhadap salinitas dengan menggunakan ’mixing graph’, dimana nilai konsentrasi elemen terlarut (sebagai sumbu y) diplotkan terhadap nilai yang bersifat konservatif, yang dalam penelitian ini menggunakan nilai salinitas (sebagai sumbu x). Untuk mendapatkan nilai theoritical dillution line (TDL) dengan cara menarik suatu garis dari nilai konsentrasi yang berada pada salinitas rendah (0 0/00) ke nilai konsentrasi pada
salinitas paling tinggi (32 0/00). Mixing graph ini digunakan untuk melihat
Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut Logam Pb Terlarut
Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Pb
Terlarut (10
-3 ppm
)
[image:43.612.162.483.265.433.2]I II
Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II
Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun 1 dan 2 (1. 10-3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm).
logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada pengambilan II, perairan dalam kondisi surut.
Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976).
Logam Cd Terlarut
Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi (konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb.
Logam Cu Terlarut
[image:44.612.162.482.405.590.2]Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara. Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 11.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Cu
Terlarut (10
-3 ppm
)
I II
Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II
konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10-3 ppm) dan menjadi menurun di semua stasiun (2.10-3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan. Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun.
Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsioleh partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut.
Logam Zn Terlarut
Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS. Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 12.
0 2 4 6 8 10 12
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Zn Terlarut (10 -3 ppm)
I II
Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II
Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 2.10-3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10-3 ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan -lahan. Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang teru kur berkisar antara 3.10-3 – 9.10-3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10-3 ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10-3 ppm).
pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29).
Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10-3 ppm.
Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen
Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada Gambar 13. Gamb ar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93 ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 – 55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm.
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam dalam
Sedimen (ppm)
Pb
Cu
Zn
(a)
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Cd dalam
Sedimen (ppm)
[image:47.612.153.502.329.693.2]Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya. Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan.
Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36). Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35).
Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb, Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik, sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi keberadaannya.
Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ±
0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652
Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston Logam Pb dalam Seston
Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm.
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Pb dalam Seston (ppm)
[image:49.612.151.481.190.374.2]I II
Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pengambilan II.
Logam Cd dalam Seston
0 5 10 15 20 25
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Cd dalam Seston (ppm)
I II
Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II
Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan men ingkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31).
Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd yang terukur sedikit lebih tinggi.
Logam Cu dalam Seston
0 20 40 60 80 100 120
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentras Logam Cu dalam
Seston (ppm)
I II
Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II
Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai.
Logam Zn dalam Seston
Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 81,43 – 226,27 ppm.
0 50 100 150 200 250
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Zn dalam
Seston (ppm)
I II
Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen. Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen
Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 18.
Seston dan Sedimen
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Pb
(ppm)
Seston I Sedimen Seston II
Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen
Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4 dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil leb ih banyak mengadsorpsi logam berat (Supriharyono, 2000)
Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen
Seston dan Sedimen
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Cd
(ppm)
Seston I Seston II Sedimen
Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen
Pola SebaranLogam Cu dalam Seston dan Sedimen
Seston dan Sedimen
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Cu
(ppm)
Seston I Seston II Sedimen
Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen
Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam hal ini mengandung logam Cu.
Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses difusi atau secara biologi.
Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen
Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21
Seston dan Sedimen
0 50 100 150 200 250
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Konsentrasi Logam Zn
(ppm)
Seston I Seston II Sedimen
Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5 dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam Zn dalam seston.
Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn
Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn Jenis logam
Pb Cd Cu Zn
Nilai Kapasitas Adsorpsi (%)
99.71 99.66 99.90 99.91
Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh partikel.
Kondisi Pasang Surut
0 15 30 45 60 75 90 105 120
1 73 145 217 289 361 433 505 577 649
Jam
Tinggi Muka Air (cm)
Gambar 22 Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September (DISHIDROS, 2005)
Keterangan :
: Kondisi pasut pada pengambilan 8 September 2005
: Kondisi pasut pada pengambilan 22 September 2005
Pengambilan sampel untuk parameter salinitas (tipe estuari) dilakukan pada saat pasang dan surut (Gambar 23). Kemudian untuk pengambilan parameter yang lain dilakukan pada saat surut (Gambar 24).
0 1 5 3 0 4 5 6 0 7 5 9 0 1 0 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 Jam
Tiggi Muka Air (cm)
Gambar 23 Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I (8 September 2005)
Keterangan :
: Pengukuran salinitas pada saat Pasang
: Pengukuran salinitas pada saat Surut
0 15 30 45 60 75 90 105 120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jam
Tiggi Muka Air (cm)
Gambar 24 Kondisi pasang surut p engambilan II (22 September 2005)
Keterangan :
: Pengambilan sampel II
Tipe Estuaria
Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26.
0
20
40
60
80
100
0 10 20 30 40
Salinitas (0/00)
Kedalaman (cm)
[image:57.612.159.481.82.221.2]St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7
Surut
0
20
40
60
80
100
0 10 20 30 40
Salinitas (ppt)
Kedalaman (cm)
St.1
St.2
St.3 St.4
St.5
St.6
[image:58.612.163.490.86.252.2]St.7
Gambar 26 Sebaran salinitas menegak saat surut
Berdasarkan pendekatan nilai salinit as pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat kelompokan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah, baik dalam kondisi pasang maupun surut, lapisan permukaan tidak dipengaruhi oleh masukan air laut sehingga nilai salinitas mendekati 0 0/00 yaitu
pada stasiun 1, wilayah kedua adalah wilayah yang dipengaruhi oleh air sungai maupun air laut, sehingga salinitas di daerah ini berfluktuasi, yaitu pada stasiun 2,3,4,5, dan 6. Untuk wilayah tiga terdapat pada stasiun 7, dimana pada wilayah ini tidak dipengaruhi oleh air sungai.
(a)
[image:59.612.178.482.92.407.2](b)
Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut
Gambar 28 Estuari tercampur sebagian (Pinet 2000)
Kedalaman
Hasil pengukuran kedalaman di lokasi penelitian hampir tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 – 3 m. Hal ini disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel. Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju sedimentasi cukup tinggi, sehingga kedalamannya relatif cukup dangkal.. Untuk selengkapnya nilai kedalaman dari semua stasiun dapat dilihat pada Gambar 29.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun
Kedalaman (m)
I II
[image:60.612.165.481.526.688.2