• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.1. Data Karakteristik Teknis Kritikal Track Link Aktual

5.2.2.4. Perhitungan Loss of Quality Proses Produksi Usulan

Perhitungan loss dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

�= �

9��2

dimana L : Loss yang terjadi per unit produksi

A : Loss yang terjadi ketika nilai karakteristik sebesar USL atau LSL

Cp: Kapabilitas proses

Perhitungan loss of quality perusahaan yang terjadi untuk setiap

karakteristik adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Hardness Index

A = Rp.1.369,97 ; Cp = 0,8728

Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah

�= �

9��2 =

1.369,97

2. Karakteristik Tensile Strength

A = Rp.1.369,97 ; Cp = 0,863

Maka, loss of quality yang terjadi per unit produksi adalah

�= �

9��2 =

1.369,97

9(0,863)2 = 204,38

Rekapitulasi rekapitulasi loss yang terjadi untuk setiap karakteristik proses

produksi usulan ditunjukkan pada Tabel 5.17.

Tabel 5.17. Rekapitulasi Loss yang Terjadi untuk Setiap Karakteristik

No. Sumber Loss Loss yang Terjadi

1 Karakteristik A Rp. 545,13

2 Karakteristik B Rp. 435,27

3 Karakteristik Hardness Index Rp. 199,82 4 Karakteristik Tensile Strength Rp. 204,38

Total Loss of Quality per Unit Produksi Rp.1.384,60

Perusahaan memproduksi 2000 unit track link setiap bulannya, dengan

kata lain, setelah mengaplikasikan proses produksi usulan perusahaan akan

mengalami loss of quality sebesar 2000 × Rp.1.384,60 = Rp.2.769.208 per bulan.

5.3.3. Perbandingan Proses Produksi Awal dan Proses Produksi Usulan

Selisih perhitungan loss perusahaan per tahun ditunjukkan pada Tabel

Tabel 5.18. Tabel Selisih Perhitungan Loss Perusahaan Pertahun

Keterangan Biaya Total

Proses Produksi

Awal

Loss of Quality Rp.3.892.240/bulan Rp.3.892.240/bulan

Proses Produksi

Usulan

Loss of Quality Rp.2.769.208/bulan

Rp.3.361.568/bulan

Penambahan

Biaya Produksi Rp.592.360/bulan

Maka, setelah mengaplikasikan proses produksi usulan, perusahaan

akan menurunkan loss sosial sebesar Rp.3.892.240/bulan − Rp.3.361.568/bulan = Rp.530.672/bulan.

5.2.3. Usulan Perbaikan Losses Perusahaan Failure Mode and Effect

Analysis

FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai resiko-resiko yang

berhubungan dengan potensi kegagalan serta prioritas langkah perbaikan. FMEA

merupakan suatu prosedur terstruktur yang mengidentifikasi dan mencegah

sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Mode kegagalan merupakan

semua yang termasuk dalam kecacatan dan kondisi di luar batas spesifikasi.

Kegagalan yang terjadi pada setiap tahapan proses produksi diidentifikasi efek

yang disebabkannya dengan melakukan wawancara pada setiap responden yang

Tahap-tahap dalam proses FMEA adalah sebagai berikut:

1. Penentuan Jenis Kegagalan Potensial

Jenis kegagalan potensial pada produksi track link berhubungan dengan loss

perusahaan adalah kecacatan dimensi panjang yaitu karakteristik A dan

karakteristik B, dan kecacatan mechanical properties yaitu karakteristik

hardness index dan karakteristik tensile strength.

2. Penentuan Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan

Efek kegagalan ditentukan melalui wawancara terhadap bagian kepala

produksi dan kepala quality control, dengan menggunakan acuan Tabel 5.19.

Tabel 5.19. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan

Severity Rank Kriteria

None 1 Dapat terlihat oleh operator (Proses). Mungkin/tidak terlihat oleh user (Produk).

Very

Slight 2

Tidak ada efek kegagalan pada proses berikutnya (Proses). Efek kegagalan dapat diabaikan (Produk).

Slight 3 User mungkin dapat memperhatikan efek kegagalan, namun efek tersebut sangat kecil (Proses dan Produk).

Minor 4

Proses lokal selanjutnya mungkin akan kena dampak (Proses). User akan mengalami efek negatif yang minor (Produk).

Moderate 5 Dampak akan terasa sepanjang proses selanjutnya (Produk). Performansi produk yang rendah, user kecewa (Produk)

Severe 6

Gangguan terhadap proses selanjutnya (Proses). Produk akan mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, user kecewa (Produk).

Tabel 5.19. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan (Lanjutan)

Severity Rank Kriteria

High

Severity 7

Downtime yang signifikan (Proses). Performansi produk terkena efek yang parah, user sangat kecewa (Produk).

Very High Severity 8

Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar (Proses). Produk tak dapat dioperasikan namun masih aman, user sangat kecewa (Produk).

Extreme

Severity 9

Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi perhatian (Proses dan Produk).

Maximum

Severity 10

Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat

dipastikan akan terjadi (Proses). Keselamatan dan peraturan terlanggar (Produk).

Efek yang ditimbulkan oleh setiap kegagalan tersebut adalah dampak finansial

yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat dioperasikan oleh

customer. Berdasarkan hal yang ditimbulkan tersebut nilai severity berada pada posisi 8.

3. Penentuan Penyebab Kegagalan

Penyebab kegagalan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi

dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan

Tabel 5.20. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan

Occurrence Rank Kriteria

Extremely Unlikely 1 Kegagalan sangat jarang terjadi Remote Likelihood 2 Kegagalan jarang terjadi

Very Low Likelihood 3 Kegagalan sangat sedikit terjadi Low Likelihood 4 Kegagalan sedikit terjadi

Moderately Low

Likelihood 5 Kegagalan kadang-kadang terjadi Medium Likelihood 6 Kegagalan yang terjadi secara moderat Moderately High

Likelihood 7 Kegagalan yang lumayan banyak terjadi High Likelihood 8 Kegagalan yang banyak terjadi

Very High Likelihood 9 Kegagalan yang sangat banyak terjadi Extremely Likely 10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan

akan terjadi

Adapun penyebab kegagalan karakteristik A dan karakteristik B adalah

sebagai berikut:

a. Ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi.

Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor

bagian pembuatan pattern, hal ini jarang terjadi, yaitu 1 dalam 1.000 kali

pembuatan pattern. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan

nilai 4.

b. Cast yang tidak sejajar.

Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality

dalam 1.000 kali perakitan casting. Berdasarkan hal tersebut, nilai

occurrence diberikan nilai 7.

c. Proses pengelasan dan penggerindaan yang berlebih ataupun tidak cukup. Hal ini dikarenakan proses pengelasan dan penggerindaan hanya bertujuan

untuk menghaluskan permukaan track link, bukan sebagai proses dalam

pembentukan track link untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan.

Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan diskusi dengan kepala quality

control dan supervisor bagian workshop, hal ini sering terjadi, yaitu 20 dalam 1.000 kali proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal

tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 8.

Adapun penyebab kegagalan karakteristik hardness index dan karakteristik

tensile strength adalah sebagai berikut:

a. Peleburan logam yang tidak mencapai suhu yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil rekaman perusahaan dan hasil diskusi dengan kepala

quality control dan supervisor bagian foundry, hal ini jarang terjadi, yaitu 1 dalam 1.000 kali peleburan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai

occurrence diberikan nilai 4.

b. Suhu ruangan pembekuan logam yang berubah-ubah tiap waktu.

Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor

bagian foundry, hal ini konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100 dalam 1.000

kali pembekuan logam. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence

c. Nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda untuk setiap produk sebelum masuk proses heat treatment dikarenakan proses

pembekuan yang terjadi sebelumnya.

Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala quality control dan supervisor

bagian heat treatment, hal ini terjadi konsisten terjadi, yaitu lebih dari 100

dalam 1.000 kali kejadian. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence

diberikan nilai 10.

4. Identifikasi kontrol proses yang ada untuk mencegah dan mendeteksi penyebab kegagalan yang ada, dengan menggunakan acuan Tabel 5.21.

Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan

Detection Rank Kriteria

Extremely Likely 1 Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.

Very High

Likelihood 2

Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk mendeteksi kegagalan.

High Likelihood 3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk mendeteksi kegagalan

Moderately High Likelihood 4

Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk mendeteksi kegagalan

Medium

Likelihood 5

Kontrol memililki efektifitas menengah untuk mendeteksi kegagalan

Moderately Low

Likelihood 6

Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk mendeteksi kegagalan

Low Likelihood 7 Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan

Tabel 5.21. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan (Lanjutan)

Detection Rank Kriteria

Very Low

Likelihood 8

Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah untuk mendeteksi kegagalan

Remote

Likelihood 9

Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendeteksi kegagalan.

Extremely

Unlikely 10

Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi kegagalan.

Kontrol proses yang ada diidentifikasi dengan cara pengamatan dan diskusi

dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control.

a. Dilakukan proses inspeksi-operasi secara bersamaan pada setiap proses pembuatan pattern.

Menurut kepala quality control dan supervisor bagian pembuatan pattern

berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat

mendeteksi kesalahan ukuran pattern yang terjadi. Berdasarkan hal

tersebut, nilai detection diberikan nilai 1.

b. Dilakukan teknik fail-proof pokayoke pada saat perakitan casting.

Menurut kepala quality control dan supervisor bagian casting berdasarkan

hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan moderat

dalam mendeteksi kesalahan perakitan casting terjadi. Berdasarkan hal

tersebut, nilai detection diberikan nilai 5.

c. Tidak ada kontrol yang bersifat objektif, kontrol hanya berdasarkan subjektivitas operator pada proses pengelasan dan penggerindaan.

Menurut kepala quality control dan supervisor bagian workshop

berdasarkan hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki

keefektifan yang sangat rendah, bahkan hampir tidak mungkin mendeteksi

kesalahan proses pengelasan dan penggerindaan. Berdasarkan hal tersebut,

nilai detection diberikan nilai 10.

d. Dilakukan inspeksi suhu menggunakan thermometer infrared untuk mengecek suhu leburan logam.

Menurut kepala quality control dan supervisor bagian foundry berdasarkan

hasil yang telah dicapai selama ini, cara ini pasti dapat mendeteksi

kesalahan suhu leburan logam yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai

detection diberikan nilai 1.

e. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi suhu ruangan yang berubah-ubah.

Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.

f. Tidak ada kontrol yang dilakukan untuk mencegah ataupun mendeteksi nilai hardness index dan tensile strength yang berbeda-beda sebelum

masuk proses heat treatment.

Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan nilai 10.

5. Perhitungan Risk Priority Number (RPN).

Risk priortiy number adalah nilai yang merepresentasikan nilai severity, occuerence dan detection.

Perhitungan nilai risk priority number untuk jenis kecacatan dimensi panjang,

penyebab ukuran pattern yang tidak sesuai spesifikasi, dan kontrol proses

inspeksi-operasi secara bersamaan adalah sebagai berikut:

RPN=Severity×Occurence×Detection

=8×4×1

Adapun hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority number ditunjukkan pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22. Failure Mode and Effect Analysis

No. Jenis Kegagalan

Potensial

Efek yang Ditimbulkan oleh

Kegagalan S

Penentuan Penyebab

Kegagalan O Kontrol Proses D RPN

1

Kecacatan dimensi panjang

(A&B)

Dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat

dioperasikan oleh customer

8

Ukuran pattern tidak sesuai spesifikasi 4

Proses inspeksi- operasi secara

bersamaan

1 32

2 Cast yang tidak sejajar 7 Teknik fail-proof

pokayoke 5 280

3

Proses pengelasan dan penggerindaan yang berlebih

ataupun tidak cukup

Tabel 5.23. Failure Mode and Effect Analysis (Lanjutan)

No. Jenis Kegagalan

Potensial

Efek yang Ditimbulkan oleh

Kegagalan S

Penentuan Penyebab

Kegagalan O Kontrol Proses D RPN

4

Kecacatan mechanical

properties (HI&TS)

Dampak finansial yang negatif pada perusahaan dan track link tidak dapat

dioperasikan oleh customer

8

Peleburan logam tidak

mencapai suhu yang ditetapkan 4

Inspeksi suhu dengan thermometer infrared 1 32 5

Suhu ruangan pembekuan logam yang berubah-ubah tiap

waktu

10 Tidak ada 10 800

6 Nilai HI dan TS yang berbeda-

VI-1

Dokumen terkait