• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. MATERI DAN METODE

3.5. Perhitungan Data

Persentase tutupan karang hidup dapat dihitung dengan rumus berikut: L = 𝐿𝑖𝑁 x 100

Keterangan :

L = Persentase tutupan karang (%) Li = Panjang kategori Lifeform ke-i N = Panjang transek

Kisaran untuk penilaian ekosistem terumbu karang menurut KepmenLH (2001) dengan berdasarkan kisaran tingkat persentase karang hidup yaitu sebagai berikut: Tabel 3. Kriteria penilaian penutupan karang

Persentase Tutupan Kriteria Penilaian

0 - 24,9% Rendah

25 - 49,9% Sedang

50 – 74,9% Baik

75 – 100% Baik sekali

a. Prevalensi Penyakit Karang

Prevalensi dapat dihitung sebagai berikut (Raymundo et al., 2008) Prevalensi = π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž πΎπ‘œπ‘™π‘œπ‘›π‘– π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘“π‘’π‘˜π‘ π‘– π‘ƒπ‘’π‘›π‘¦π‘Žπ‘˜π‘–π‘‘ π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΎπ‘œπ‘™π‘œπ‘›π‘– x 100%

b. Struktur Komunitas Ikan Karang 1. Indeks Keanekeragaman

21

Perhitungan indeks keanekaragaman ikan karang menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut:

𝐻′ = βˆ’ βˆ‘[𝑝ᡒ ln 𝑝ᡒ]

𝑠

𝑖=1

Keterangan:

H' : indeks keanekaragaman Shannon Wiener s : jumlah spesies ikan karang

pi : perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (n,) terhadap jumlah total ikan karang (N) : n/N

2. Indeks Keseragaman

Perhitungan indeks keseragaman ikan karang dengan persamaan sebagai berikut:

𝐸′ = 𝐻′ π»π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  Keterangan:

E’ : Indeks Keseragaman

H’ : indeks keanekaragaman Shannon Wiener Hmaks : lnS

S : jumlah spesies dalam sampel 3. Dominansi

Perhitungan dominansi suatu jenis digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1971) sebagai berikut:

22 𝐢 = βˆ‘(𝑝𝑖2)

𝑠

𝑖=1

Keterangan:

C : indeks dominansi Shannon-Wiener s : jumlah spesies ikan karang

pi : perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (n,) terhadap jumlah total ikan karang (N) : n/N

4. Kelimpahan

Perhitungan dominansi suatu jenis digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1993) sebagai berikut

𝐴 =𝑋𝑖 𝑛𝑖 Keterangan :

A : Kelimpahan Indvidu

Xi : Jumlah Individu dari spesies ke-i

23

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Tutupan Karang

3.1.1 Grafik Tutupan Karang Pada Kedalaman 1-5 meter

Hasil perhitungan presentase tutupan karang di kedua Pulau pada kedalaman 1-5 meter memiliki nilai tutupan karang yang bervariasi. Untuk nilai presentase tutupan karang tertinggi berada pada stasiun selatan Pulau Bengkoang dengan nilai presentase sebesar 57,67%. Sedangkan, untuk nilai presentase tutupan karang terendah berada pada stasiun barat Pulau Gleyang dengan nilai presentase sebesar 10%. Rata-rata nilai presentase tutupan karang pada Pulau Bengkoang adalah sebesar 50,35% dengan nilai presentase tersebut, dapat dikategorikan termasuk kategori baik dan untuk Pulau Gleyang nilai presentase sebesar 19,65% dengan nilai presentase tersebut, dapat dikatergorikan termasuk kategori rusak.

0% 20% 40% 60% 80% Barat Selatan Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau

Bengkoang Stasiun 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% Selatan Barat Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau

Gleyang

24

3.1.2 Grafik Tutupan Karang Pada Kedalaman 10-20 m

Hasil perhitungan presentase tutupan karang di kedua Pulau pada kedalaman 10-20 meter memiliki nilai tutupan karang yang bervariasi. Untuk nilai presentase tutupan karang tertinggi berada pada stasiun utara Pulau Gleyang dengan nilai presentase sebesar 82,67%. Sedangkan, untuk nilai presentase tutupan karang terendah berada pada stasiun barat Pulau Bengkoang dengan nilai presentase sebesar 46,50%. Rata-rata nilai presentase tutupan karang pada Pulau Bengkoang adalah sebesar 58,90% dengan nilai presentase tersebut, dapat dikategorikan termasuk kategori baik dan untuk Pulau Gleyang nilai presentase sebesar 69,78% dengan nilai presentase tersebut, dapat dikatergorikan termasuk kategori baik. Pada hasil kedua pulau tersebut dapat disimpulkan bahwa presentase tutupan karangnya termasuk pada kategori yang baik.

3.2 Ikan Karang

1. Struktur Komunitas Ikan Karang pada Kedalaman 1-5 meter - Grafik Indeks Keanekaragaman (H’)

0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Barat Selatan Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau

Bengkoang Stasiun 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

Utara Barat Selatan

Persentase Tutupan Terumbu Karang Pulau

Gleyang

25

Hasil yang didapat selama penelitian menunjukkan indeks keanekaragaman berada pada kondisi sedang. Berkisar antara 0.05 – 2,18 dengan nilai rata-rata 1,29 yaitu keanekaragaman sedang. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi berada pada stasiun selatan Pulau Bengkoang, dan nilai terendah pada stasiun selatan Pulau Gleyang. Nilai indeks keanekaragaman rendah menandakan bahwa ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya menurun. Hartati dan Edrus (2005), melaporkan bahwa indeks keanekaragaman (H’) ikan karang yang kurang dari nilai 3 menunjukkan bahwa habitat ikan karang mengalami gangguan, yang berakibat pada penurunan keanekaragaman ikan karang di lokasi tersebut. Pada kondisi terumbu karang yang sehat biasanya indeks H’ lebih dari nilai 3.

2.18 1.88 0.05 1.06 0 0.5 1 1.5 2 2.5 St. Selatan Pulau Bengkoang St. Barat Pulau Bengkoang St. Selatan Pulau Gleyang St. Utara Pulau Gleyang Indeks Keanekaragaman (H’)

26 - Grafik Indeks Keseragaman (E’)

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa Indeks keseragaman tertinggi berada pada stasiun utara Pulau Gleyang yaitu 0,96 kategori komunitas stabil, dan terendah berada pada stasiun selatan Pulau Gleyang yaitu 0,02 dengan rata-rata sebesar 0.69 . Kisaran nilai indeks keseragaman di kedua pulau tersebut termasuk ke dalam kategori komunitas labil hingga stabil. Ditemukan bila ada keseragaman yang menunjukkan komunitas kondisi tertekan yaitu pada stasiun selatan Pulau Gleyang. Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang ditemukan belum merata pada setiap stasiunnya karena terdapat spesies yang lebih dominan. Odum (1993) menyatakan bahwa makin besar nilai Keseragaman menunjukkan keragaman spesies yang tinggi. Nilai indeks keseragaman (E’) menunjukkan kestabilan sebuah komunitas. Nilai E yang semakin mendekati 1 menunjukkan komunitas semakin stabil dan jika mendekati 0, maka komunitas semakin tertekan (Latuconsina et al., 2012). 0.91 0.86 0.02 0.96 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 St. Selatan Pulau Bengkoang St. Barat Puau Bengkoang St. Selatan Pulau Gleyang St. Utara Pulau Gleyang

27 - Grafik Indeks Dominasi ( C )

Nilai indeks dominansi dari hasil pengolahan data berkisar 0,13 - 0,36 dengan nilai rata-rata tiap stasiun 0,20. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman berbanding terbalik dengan nilai indeks dominansi dimana nilai rata-rata indeks keanekaragaman adalah 1,29 dan nilai rata-rata indeks dominansi adalah 0,20. Menurut Odum (1993) jika nilai indeks dominansi dibawah 0,5 menunjukkan dominansi yang rendah, sehingga bisa simpulkan bahwa dominansi ikan karang yang berada di perairan Pulau Bengkoang dan Pulau Gleyang termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menandakan bahwa kelimpahan ikan tidak di dominasi oleh beberapa spesies sehingga sulit untuk diamati karena ikan tersebar secara merata.

0.13 0.18 0.13 0.36 0 0.1 0.2 0.3 0.4 St. Selatan Pulau Bengkoang St. Barat Pulau Bengkoang St. Selatan Pulau Gleyang St. Utara Pulau Gleyang

Indeks Dominasi ( C )

28

2. Struktur Komunitas Ikan Karang pada Kedalaman 10-20 meter - Grafik Indeks Keanekaragaman (H’)

Hasil pengolahan data indeks keanekaragaman (H’) pada kedalaman 10-15 meter menunjukkan indeks keanekaragaman kondisi sedang. Berkisar antara 2,05 – 2,58 dengan nilai rata-rata 2,26 yaitu keanekaragaman sedang. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi berada pada stasiun utara Pulau Gleyang, dan nilai terendah pada stasiun selatan Pulau Gleyang. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman ikan karang pada kedalaman 10-15 meter lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman 1-5 meter.

- Grafik Indeks Keseragaman (E’)

2.35 2.13 2.58 2.18 2.05 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 St. Utara Pulau Bengkoang St. Barat Pulau Bengkoang St. Utara Pulau Gleyang St. Barat Pulau Gleyang St. Selatan Pulau Gleyang

Indeks Keanekaragaman (H’)

0.72 0.66 0.78 0.77 0.71 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 St. Utara Pulau Bengkoang St. Barat Pulau Bengkoang St. Utara Pulau Gleyang St. Barat Pulau Gleyang St. Selatan Pulau Gleyang

Indeks Keseragaman (E’)

29

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keseragaman ikan karang pada kedalaman 10-15 meter pada tiap stasiun pengamatan berada pada keseragaman populasi tinggi yaitu berkisar 0,66 – 0,78. Keseragaman tertinggi berada pada stasiun utara Pulau Gleyang dan yang terendah adalah stasiun barat Pulau Bengkoang dengan rata-rata tiap pulau 0.73. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman stabil karena, nilainya mendekati angka 1. Keseragaman yang tinggi pada masing-masing stasiun menandakan kesamaan jumlah individu antar spesies tinggi, jadi tiap spesies mempunyai kesamaan jumlah yang tinggi.

- Grafik Indeks Dominasi ( C )

Indeks dominansi (C) digunakan untuk melihat tingkat dominansi kelompok biota tertentu. Nilai indeks dominansi dari hasil pengolahan data berkisar dari 0,14 – 0,21. Hasil nilai indeks dominansi yang didapat menunjukkan dominansi rendah. hal ini menunjukkan hasil yang berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman. Dominansi yang rendah ini menunjukkan bahwa perairan masih mampu mendukung kehidupan ikan karang sehingga tidak terjadi persaingan yang menyebabkan spesies tertentu saja yang dominan (Muqsit Iet al., 2018).

0.17 0.21 0.14 0.15 0.17 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 St. Utara Pulau Bengkoang St. Barat Pulau Bengkoang St. Utara Pulau Gleyang St. Barat Pulau Gleyang St. Selatan Pulau Gleyang

Indeks Dominasi ( C )

30

Menurut Odum (1971), bahwa apabila nilai indeks dominansi mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang dominan.

3.3 Penyakit Karang

1. Prevalensi Penyakit Karang

Hasil dari analisis prevalensi penyakit karang pada kedalaman 1-5 meter diperoleh hasil rata-rata yaitu 65,14% dengan prevalensi penyakit karang pada kedalaman 1-5 meter tertinggi berada di Pulau Bengkoang titik selatan yaitu 87,27%. Sedangkan, prevalensi penyakit karang pada kedalaman 1-5 meter terendah berada di Pulau Gleyang Selatan yaitu 42,11%.

85.71% 87.27% 45.45% 42.11% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%

Prevalensi Penyakit Karang Pada

Kedalaman 1-5 meter

31

Hasil dari analisis prevalensi penyakit karang pada kedalaman 10-20 meter diperoleh hasil rata-rata yaitu 37,39% dengan prevalensi penyakit karang pada kedalaman 10-20 meter tertinggi berada di Pulau Bengkoang titik barat yaitu 57,45%. Sedangkan, prevalensi penyakit karang pada kedalaman 10-20 meter terendah berada di Pulau Bengkoang Selatan yaitu 18,84%. Wobeser (1981) dalam Hazrul (2016) menyatakan penyakit adalah setiap gangguan yang mengganggu kinerja fungsi normal suatu organism termasuk respon terhadap factor lingkungan seperti nutrisi, toxicant, iklim, agen penular, cacat bawaan, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Kondisi karang yang masih sehat didukung dengan persentase tutupan karang hidup di lokasi penelitian rata-rata sebesar 73% (data tidak dipublikasikan). Berdasarkan pengamatan di lapangan, karang yang terinfeksi berupa karang Acropora Digitata, karang Massive, dan Submassive. Ketiga jenis bentuk pertumbuhan ini memang sangat mendominasi. Selain faktor

57.45% 18.84% 28.87% 40% 41.82% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

Prevalensi Penyakit Karang

Kedalaman 10-20 meter

32

agent atau pembawa penyakit karang, faktor lingkungan juga sangat berperan dalam terjangkitnya penyakit oleh biota karang. Lingkungan perairan yang kurang sehat dalam hal ini adanya polusi, sedimentasi, pengkayaan nutrient oleh Nitrat dan phospat, serta air buangan kapal dapat mengakibatkan kehadiran mikroorganisme patogen di perairan (Hazrul,2016).

2. Jenis Penyakit Karang - Pada Kedalaman 1-5 meter

0 2 4 6 8 10 12 14 barat pulau bengkoang selatan pulau bengkoang utara pulau geleang selatan pulau geleang WPA WBD UWS SEB WP BBD W. SYNDROME GARIS UNGU FB

33 - Pada Kedalaman 10-20 meter

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan penyakit karang yang ditemukan berjumlah 10 jenis penyakit, antara lain Purple spot, Tumor, White Band Disease, White Plague, Fish Bite, Skeletal Eroding, Yellow Band Diesase, Ulcerativ White Spot, Black Band Disease, White Syndrome.

Pada barat Pulau Bengkoang, stasiun 1-5 meter mendapatkan 7 jenis penyakit yaitu WBD, UWS, BBD, WPA, SEB, WP, danW. Syndrome, dengan jenis penyakit yang mendominasi yaitu SEB, pada stasiun 10-20 meter ditemukan 5 jenis penyakit yaitu WP, WBD, FB, BlBD, dan GAN, dengan didominasi penyakit FB.

Pada selatan Pulau Bengkoang, stasiun 1-5 meter mendapatkan 9 jenis penyakit yaitu WPA, WBD, UWS, SEB, WP, BBD, W.

SYNDROME, GARIS UNGU, FB, dengan jenis penyakit yang mendominasi yaitu SEB, pada stasiun 9-20 meter ditemukan 5 jenis

0 5 10 15 20 25 barat pulau bengkoang selatan pulau bengkoang utara pulau geleang selatan pulau geleang barat pulau geleang WP UWS WHITE SYNDROME DSD WBD YBD WPA BBD SEB FB

34

penyakit yaitu WP, WPA, SEB, PURPLE, dan GAN, dengan didominasi penyakit PURPLE.

Pada utara Pulau Gleyang, stasiun 1-5 meter mendapatkan 2 jenis penyakit yaitu WBD dan W. SYNDROME dengan jenis penyakit yang mendominasi yaitu WBD, pada stasiun 10-20 meter ditemukan 11 jenis penyakit yaitu WP , UWS, WHITE SYNDROME, DSD, WBD, YBD, WPA, BBD, FB, BlBD, GAN, dengan didominasi penyakit UWS.

Pada selatan Pulau Gleyang, stasiun 1-5 meter mendapatkan 3 jenis penyakit yaitu WBD UWS, dan FB dengan jenis penyakit yang mendominasi yaitu WBD, pada stasiun 10-20 meter ditemukan 9 jenispenyakityaitu WP , , WHITE SYNDROME, DSD, WBD, YBD,

WPA,BBD, SEB, dan GAN, dengan didominasi penyakit White Syindrome dan BBD dengan nilai yang sama.

Pada barat Pulau Gleyang, stasiun diving ditemukan 8 jenis penyakit yaitu WP , WHITE SYNDROME, DSD, WBD, WPA, BBD, SEB dan Purple, dengan didominasi penyakit WBD dan WPA dengan nilai yang sama

- Menurut Lalamentik (2013), permasalahan perusakan karang disebabkan oleh beberapa masalah seperti bom ikan, racun, jala, predator kerusakan terumbu dan dapat menjelaskan bagaimana tutupan karang didominasi oleh rubble. Bentuk patahan karang (rubble) yang tersebar umumnya berasal dari karang acropora mati. Kerusakan juga sangat dipengaruhi oleh

35

adanya aktivitas manusia di sekitar, seperti pelepasan jangkar oleh kapal nelayan akan memberikan dampak yang buruk bagi pertumbuhan karang tersebut. Jangkar kapal dapat mengakibatkan patahnya cabang-cabang karang yang member sumbangan rubble. Sesuai dengan pendapat Tulungen dkk.(2002) menyatakan peningkatan kegiatan manusia sepanjang garis pantai semakin memperparah kondisi terumbu karang. Menurut Dahuri dkk. (2001), bahwa rendahnya persentase karang hidup disebabkan dari berbagai kegiatan manusia dalam menangkap ikan dengan menggunakan bahan kimia ataupun bom dan akibat terkena jangkar perahu.

Kerusakan karang dapat terjadi akibat faktor alam dan antropogenik meliputi pemutihan (bleaching), pertumbuhan alga, limpahan sedimen dan gangguan kesehatan sehingga member dampak buruk bagi pertumbuhan karang. Ekosistem terumbu karang ini merupakan ekosistem yang mengalami stress tertinggi akibat beberapa ancaman yang meliputi pemutihan, overfishing, penangkapan ikan dengan alat yang tidak ramah lingkungan, sedimentasi, dan kerusakan langsung akibat pembangunan di wilayah pesisir (Aldyza, 2015)

36

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan data di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Kondisi presentase tutupan karang di Pulau Bengkoang pada kedalaman 1-5 meter dan kedalaman 10-20 meter termasuk kategori baik. Sedangkan, kondisi presentase tutupan karang di Pulau Gleyang pada kedalaman 1-5 meter termasuk kategori rusak dan kedalaman 10-20 meter termasuk kategori adalah baik.

2. Status ikan karang di Pulau Bengkoang pada kedalaman 1-5 meter yaitu memiliki keanekaragaman sedang, keseragamnnya stabil, dan tidak ada spesies yang mendominasi, sedangkan pada kedalaman 10-20 meter yaitu yaitu keanekaragaman dan keseragamnnya sedang serta tidak ada spesies yang mendominasi. Kondisi ikan karang di Pulau Gleyang pada kedalaman 1-5 meter yaitu keanekaragamannya tidak stabil, ada spesies yang tertekan, dan ada spesies yang mendominasi, sedangkan pada kedalaman 10-20 meter memiliki keanekaragaman dan keseragaman yang stabil namun, ada spesies yang mendominasi.

3. Prevalensi penyakit karang yaitu pada Pulau Bengkoang kedalaman 1-5 meter rata-rata presentase prevalensi mencapai > 85% sedangkan pada kedalaman 10-20 meter rata-rata presentase penyakitnya sebesar >30%. Sedangkan, di Pulau Gleyang kedalaman 1-5 meter rata-rata presentase prevalensi mencapai > 40% sedangkan pada kedalaman 10-20 meter rata-rata presentase penyakitnya sebesar >45%.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan penulis yaitu untuk penelitian mengenai presentase tutupan karang, ikan karang, dan presentase penyakit karang dapat dilakukan secara maksimal yaitu mencakup 4 arah mata angin supaya, data penelitian semakin lengkap dan valid.

38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Arif Priyono Susilo. 2013. Studi Perancangan Identitas Visual Wilayah Karimunjawa (Bagian 1). Jurnal Humaniora. 4 (1) : 567-579

Allen, G. R. & M. Adrim. 2003. Review article; Coral reef fishes of Indonesia. Zool. Stud. 42 (1) : 1-72.

Beeden, R., L.W. Bette, J.R. Laurie,A.P. Cathie, & W. Ernesto.2008. Underwater cards forassessing coral health onIndo-Pacific Reefs. CRTR,Melbourne Australia. 26 pp Borger, J.L., and Steiner, S.C.C. 2005. The Spatial Temporal Dynamik of Coral

Diseases in Dominica, Eest Indies. Bulletin of Marine Science. 77(1):137-154. Choat, H., Pears, R. 2003. A rapid, quantitative survey method for large, vulnerable reef

fishes. In: Wilkinson, C., Green, A., Almany, J., and Dionne, S. Monitoring coral reef marine protected areas. A practical guide on how monitoring can support effective management of MPAs. Australian Institute of Marine Science and the IUCN Marine Program Publication. 68pp.

Direktorat Konservasi Kawasan Dan Jenis Ikan. 2015. Profil Kawasan Konservasi Provinsi Jawa Tengah. Jakarta Pusat : Kementerian Kelautan Dan Perikanan.

English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey manual for tropical marine resources. Townsville : Australian Institute of Marine Science.

Erdmann MV. 1996. Destructive fishing practices in the Pulau Seribu Archipelago . Report on the coral reef management workshop for Pulau Seribu. No.10

39

Frias-Lopez, J., A. L. Zerkle, G.T. Bonheyo, and B. W. Fouke. 2002. Partitioning of bacterial communities between seawater and healthy, black band diseased, and dead coral surfaces. Appl.Environ. Microbiol. 68 : 2214-2228.

Gil-Agudelo, D.L. and J. Garzon-Ferreira 2001. Spatial and seasonal variation of dark spots disease in coral communities of the Santa Marta area (Columbian Caribbean). Bull Mar Sci. 69 : 619-630.

Green E and Bruckner AW. 2000. The Significant of Corals Disease Epizoothyology for Coral Reef conservation. Biologycal Conservation. 96 : 347-361.

Hallacher, L. E. 2003. The Ecology of Coral Reef Fishes.

http://www.kmec.uhh.hawaii.edu/QuestInfo/Cor-al20Reef20Fishes20-20May202003.pdf. Di akses 11 Juli 2019.

Hourigan, T. F., Tymothy, C. Tricas, & E. S. Reese. 1988. Coral reef fishes as indicators of environmental stress in coral reefs. In : Dorothty F. S. & G. S. Kleppel (Eds.). Springer-Verlag New York Inc., New York. Pp. 107-135.

KEPMENLH. 2001. Peraturan Perundang-undangan Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan, Keputusan Menteri Negara No. 4 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Papu, A. 2010. Kondisi Tutupan Karang Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Manado : Program Studi FMIPA Universitas Sam Ratulangi.

40

Raymundo, L.J., Couch, C.S., and Harvell, C.D. 2008. Coral Disease Handbook:Guidelines for Assessment, Monitoring & Management, Coral Reef Targeted Research and Capacity Building for Management Program. The University of Queensland. Australia.

Richardson LL, Aronson RB. 2000. Infectious diseases of reef corals. Proceedings 9th International Coral Reef Symposiu. Bali. Indonesia. 26 pp.

Rio Januardi., Agus Hartoko., Dan Pujiono Wahyu Purnomo. 2016. Analisis Habitat Dan Perubahan Luasan Terumbu Karang Di Pulau Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa Menggunakan Citra Satelit : Analysis Of Habitat And Land Area Conversion On Coral Reefin Menjangan Besar, Karimunjawa Islands Used Satellite Maps Imagery. Diponegoro Journal Of Maquares. 5 (4) : 302-310.

Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta : LIPI Press.

Suharsono dan Sumardhiharga, O.K. 2014. Panduan Kesehatan Monitoring Kesehatan Terumbu Karang. Critc Coremap Cti Lipi. Jakarta.

Dokumen terkait