• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan

D. Job Description Keterangan Struktur Organisasi Perusahaan PT

2. Perhitungan Nilai Perusahaan

a. Perhitungan Indikator Skor Penilaian Kesehatan Keuangan BUMN

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor:

Kep.100/BUMN/2002 diatas tentang Metode Penilaian Kesehatan BUMN dapat dihitung rasio BUMN dengan Skor Penilaian Kesehatan keuangan BUMN pada Tabel 14 berikut ini:

1. ROE

58

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 15 dibawah ini : Tabel 15

Return Of Equity (ROE) Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun EAT Equity ROE

Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Dari Hasil Analisis pada Tabel 15 diatas maka pada tahun 2010 perhitungan Return Of Equity (ROE) menunjukan angka sebesar 100%

yang berarti tingkat penghasilan yang diperoleh pemilik perusahaan atau modal yang diinvestasikan memperoleh laba sebesar 100%, akan tetapi jika melihat besarnya modal perusahaan maka perusahaan masih bisa menambah utang jangka panjangnya dikarenakan jumlah utang lancar lebih rendah yang harus dibayar dan biaya operasional dari pada jumlah modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu untuk membayar utang lancar dengan modal yang besar berati perusahaan tidak perlu menjual asset tetap agar bisa membayar utang lancar dan biaya operasional bisa dibayar. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2011 dan 2012, dmana tahun 2011 perhitungan Return Of Equity (ROE) menunjukan angka sebesar 100% yang berarti tingkat penghasilan yang diperoleh pemilik perusahaan atau modal yang diinvestasikan memperoleh laba sebesar 100%, sehingga laba yang diperoleh tahun 2012 lebih kecil dari laba yang diperoleh tahun 2010, sedangkan

59

Return Of Equity (ROE) tahun 2012 menunjukan angka sebesar 100%yang berarti tingkat penghasilan yang diperoleh pemilik perusahaan atau modal yang diinvestasikan memperoleh laba sebesar 100%. Kinerja perusahaan PT. Perkebunan Nusantara sudah maksimal.

Hal ini dikarenakan nilai ROE pada tahun 2010, 2011, dan 2012 berada pada standar BUMN yaitu berada pada bobot 20.

2. ROI

2010 ROI = Laba Bersih x 100%

Rata- Rata Modal

= 38.127.048.368x 100%

57.913.646.368

= 66%

2011 ROI = Laba Bersih x 100%

Rata- Rata Modal

= 26.767.401.588x100%

75.183.676.292

= 36%

2012 ROI = Laba Bersih x 100%

Rata- Rata Modal

= 42.699.705.575 x 100%

65.133.984.795

= 66%

60

60

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 16 dibawah ini : Tabel 16

Return Of Invesment (ROI) Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun EBIT Capital Employed ROI

2010 38,127,048,368

Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Return on Invesment menjelaskan tentang hasil yang didapatkan dari investasi yang dilakukan perusahaan pada total aktiva. Dari hasil analisis yang dilakukan rasio ini mengalami peniurunan dari tahun 2010 ketahun 2011 dan mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012. Hal ini disebabkan laba sebelum pajak mengalami penurunan karena meningkatnya beban lain-lain perusahaan sebesar Rp 1.317.367.646 atau naik 7% jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya berkisar Rp 700.430.328, dan terus mengalami peningkatan ditahun 2012 menjadi Rp 2.690.388.695 sehingga terdapat selisih 29%. Sedangkan total aktiva mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 dikarenakan kas dan setara kas naik, dan piutang mengalami penurunan, Persediaan mengalami kenaikan, aktiva tetap serta asset tanaman yang mengalami kenaikan, Jadi rasio ini menunjukkan bahwa setiap Rp.1,00 dari total aktiva mampu menghasilkan laba bersih sebesar 66% atau Rp. 0,66 pada tahun 2010, sebesar 36 % atau Rp 0,36 ditahun 2011 dan 66% atau Rp 0,66 tahun 2012. Dari Penjelasan yang telah diuraikan dapat dilihat pada Grafik 11 berikut ini:

61 3. Cash Ratio

2010 Rasio kas = Cash &bank surat berhargax 100%

Utang Lancar

= 2.820.809.098x 100%

8.574.836.505

= 7%

2011 Rasio kas = Cash &bank surat berhargax 100%

Utang Lancar

= 3.134.067.627x100%

8.196.018.893

= 12%

2012 Rasio kas = Cash &bank surat berhargax 100%

Utang Lancar Tahun 2010, 2011 dan 2012

62

62

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 17 dibawah ini:

Tabel 17 Cash Ratio (CR)

Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun Kas Utang Lancar CR Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

`Dari Hasil Perhitungan table 17 diatas analisis Cash Ratio (CR) Perkebunan Nusantara XIV (Persero) selama 3 tahun berturut-turut mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif . Seperti pada tahun 2010 terlihat nilai Quick Cash Ratio (CR) sebesar 7% yang berarti bahwa setia Rp 1 utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancaryaitu kas dan efek sebesar Rp 0,07. Rasio ini merupakan rasio yang paling lancar /likuid, sehingga Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar Kas dan efek. Dengan Demikian kondisi Perusahaan tidak dalam keadaaan likuid, hal ini dikarenakan perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar atau kas dan efek yang tersedia dalam perusahaan. Tentu saja dalam kondisi ini perusahaan harus mampu bekerja lebih optimal lagi.

Pada tahun 2011 terlihat nilai Cash Ratio (CR) sebesar 12%

yang berarti bahwa setia Rp 1 utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar kas dan efek sebesar Rp 0,12, berati nilai Cash Ratio (CR) mengalami kenaikan sebesar 5% jika dibandingkan tahun 2010, Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan belum sudah mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar kas dan efek. Rasio ini merupakan rasio yang paling lancar / likuid, sehingga Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan belum mampu menutupi utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar Kas dan efek. Dengan Demikian kondisi Perusahaan tidak dalam

63

keadaaan likuid, hal ini dikarenakan perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar atau kas dan efek yang tersedia dalam perusahaan.

Kondisi berbeda terlihat Seperti pada tahun 2012 terlihat nilai Cash Rasio (CR) mengalami penurunan dari tahun 2011 ke tahun 2012, sebesar 9% sedangkan pada tahun 2012 nilai Cash Rasio (CR) sebesar 3%

yang berarti bahwa setia Rp 1 utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 0,03. Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar Kas dan efek. Dengan Demikian kondisi Perusahaan dalam keadaaan tidak likuid, hal ini dikarenakan Cash Rasio (CR) yang paling likuid sehingga dapat dikatakan perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar yaitu kas dan efek, selain itu standar rasio rata-rata adalah 100%

sedangkan nilai cash Rasio tahun 2012 sebesar 3% sehingga terjadi penurunan sebesar 9% dari tahun 2011 dengan Cash Rasio (CR) 12%.

Perusahaan belum mampu menutupi utang lancarnya dengan aktiva yang dimiliki, dengan standar cash ratio yang harus terpenuhi adalah pada bobot 5 yang artinya bahwa kinerja keuangan PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) belum maksimal. Hal ini dikarenakan nilai cash ratio pada tahun 2010, 2011, dan 2012 berada di bawah bobot standar yaitu yang hanya berada pada bobot 1, 1.5 dan 0. Dari Penjelasan yang telah diuraikan dapat dilihat pada Grafik 5 berikut ini:

64

Cash Ratio (CR) Tahun 2010, 2011 dan 2012

2011 Rasio Lancar = Aktiva Lancarx 100%

65

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 18 dibawah ini:

Tabel 18 Current Ratio (CR)

Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun Aktiva Lancar Utang Lancar CR

2010 9,647,186,118 Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Dari Tabel 18 diatas diperoleh bahwa current Rasio (CR) PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero)selama 3 tahun berturut-turut mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif . Seperti pada tahun 2010 terlihat nilai current Rasio (CR) sebesar 113% yang berarti bahwa setia Rp 1 utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 1,13 berarti bahwa perusahaan sudah mampu menutup utang lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki, dengan standar current Rasio (CR) yang harus terpenuhi yaitu berada pada bobot 5, yang artinya bahwa kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) belum maksimal, hal ini dikarenakan nilai current Rasio (CR) pada tahun 2010 neraca dibawah rata-rata standar rasio yang seharusnya yaitu berada pada bobot 4. lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki, dengan standarcurrent Rasio (CR) yang harus terpenuhi yaitu berada pada bobot 5, yang artinya bahwa kinerja keuangan PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) sudah maksimal, hal ini dikarenakan nilai current Rasio (CR) pada tahun 2011 berada diatas rata-rata standar rasio yang seharusnya.

66

66

Pada Tahun 2012 terlihat nilai current Rasio (CR) sebesar 118%

berati nilai current Rasio (CR) pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 180% jika dibandingkan dengan nilai current Rasio (CR) pada tahun 2011, yang berarti bahwa setia Rp 1 utang lancar akan dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 1,18 berarti bahwa perusahaan belum mampu menutup utang lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki, dengan standar current Rasio (CR) yang harus terpenuhi adalah pada bobot 5 (lihat tabel 1 hal. 30) yang artinya bahwa kinerja keuangan PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) belum maksimal. Hal ini dikarenakan Nilai Current Ratio (CR) pada tahun 2012 berada di bawah bobot standar BUMN yaitu yang hanya berada pada bobot 4, atau berada di bawah bobot standar BUMN. Dari Penjelasan yang telah diuraikan dapat dilihat pada Grafik 3 berikut ini:

5. Collected Period

6. Inventory Turn Over (ITO)/ PP

2010 inventory turn over = Penjualanx 100%

Inventory

Current Ratio (CR) Tahun 2010, 2011, dan 2012

67

2011 inventory turn over = Penjualanx 100%

Inventory

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 19 dibawah ini:

Tabel 19

Inventory Turn Over (ITO) Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun Inventory Penjualan ITO

2011 Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Pada Tabel 19 diperoleh hasil perhitungan analisis ITO, sehingga diperoleh Perputaran Persediaan tahun 2010 sebanyak 2.033 kali hal ini disebabkan adanya kenaikan beban pokok penjualan dan kenaikan jumlah persediaan, tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 611 kali dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2011 menjadi 2.237 kali. Perusahaan belum mampu memenuhi bobot atau skor ITO, dengan standar yang harus terpenuhi adalah pada bobot 5 yang artinya bahwa kinerja keuangan belum maksimal , karena nilai ITO pada tahnu 2010 , 2011, dan 2012 berada dibawah standar BUMN yaitu yang berada pada bobot 0. Dari Penjelasan yang telah diuraikan dapat dilihat pada

68

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 20 dibawah ini:

Tabel 20

Total Asset Turn Over (TATO) Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

50,000,000,000 Tahun 2010, 2011 dan 2012

69

Tahun Total aktiva Penjualan TATO

2010 Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Dari Hasil Perhitungan Tabel 20 diatas analisis TATO PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) selama 3 tahun berturut-turut mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif . Seperti pada tahun 2010 terlihat nilai TATO bahwa dana yang ada pada total aktiva berputar sebanyak 209 kali pada tahun 2010, Hal ini dapat berarti bahwa perputaran pada tahun ini banyak, maka dapat dipastikan bahwa tidak banyak dana cair yang menganggur atau tidak berfungsi atau tidak digunakan, karena hasil dari penjualan tinggi sedangkan total aktiva rendah.

Seperti pada tahun 2011 terlihat nilai TATOsebesar 169 berati terjadi penurunan nilai TATO dari tahun 2010 sebesar 40%, sehingga dapat disimpulkan bahwa dana yang ada pada total aktiva berputar sebanyak 169 kali pada tahun 2011, Hal ini dapat berarti bahwa perputaran pada tahun ini sedikit jika dibandingkan tahun 2010, maka dapat dipastikan bahwa tidak banyak dana cair yang menganggur atau tidak berfungsi atau tidak digunakan boleh dikatakan bahwa dana yang cair tidak ada yang menganggur, karena hasil dari penjualan lebih tinggi sedangkan total aktiva rendah.

pada tahun 2012 terlihat nilai TATO mengalami kenaikan menjadi 295 kali jika dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2011 , hal ini berati adanya kenaikan penjualan meskipun terjadi sedikit penurunan aktiva, sehingga dapat disimpulkan bahwa dana yang ada pada total aktiva berputar sebanyak 295 kali pada tahun 2012, maka dapat dipastikan bahwa dana yang cair telah digunakan untuk melunasi utang dapat digunakan untuk persediaan sehingga tidak ada dana yang menganggur. Dalam hal ini perusahaan sudah maksimal, hal ini dikarenakan nilai TATO pada tahun 2010, 2011 dan 2012 berada pada

70

70

bobot standar BUMN yaitu 5. Dari Penjelasan yang telah diuraikan dapat dilihat pada Grafik 6 berikut ini:

8. Total Modal Sendiri dengan Total Asset

2010 TMS = Total Modal Sendiri x 100%

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 21 dibawah ini : Tabel 21

Total Asset Turn Over (TATO) Tahun 2010, 2011 dan 2012

2012 TMS = Total Modal Sendiri x 100%

Total Asset

= 42.699.705.575 x 100%

65.133.984.795

= 66%

71

TMS Terhadap Total Asset Untuk Tahun 2010, 2011 dan 2012

Tahun Modal Sendiri Total Asset TMS

2010 38,127,048,368

Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Dari Perhitungan yang dilakukan (tabel 1-10) dapat dibuatkan tabel rekapitulasi Skor Penilaian Kesehatan BUMN Tahun 2010, 2011 dan 2012 akan nampak pada tabel 22 berikut ini:

Tabel 22

Rekapitulasi Skor Penilaian Kesehatan keuangan BUMN Tahun 2010, 2011 dan 2012

Keterangan 2010 Skor 2011 Skor 2012 Skor

Berdasarkan Perhitungan Skor penilaian Kesehatan Keuangan BUMN berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep.100/BUMN/2002 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010, total skor kinerja keuangan PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero ) adalah 59. Kemudian ditahun 2011 total skor 62 dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58, sehingga berdasarkan SK Mentri BUMN Nomor: Kep.100/BUMN/2002, maka penilaian tingkat kesehatan BUMN pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) sesuai dengan total Skor pada Tahun 2010

72

72

diperoleh total skor 59 sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase 84,2% (skor total BUMN Non Ifra adalah 70, sehingga Skor yang diperoleh tahun 2010 adalah 59 sehingga Skor Penilaia Kinerja Keuangan BUMN = Skor Perusahaan/ skor Kinerja BUMN x 100% maka

, kemudian pada tahun 2011 diperoleh total skor 62, sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase yang diperoleh 88,5% dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58 sehingga Perusahaan dalam kategori sehat dengan predikat AA dengan persentase perolehan 82,8%.

b. Perhitungan Tobins Q (Nilai Perusahaan)

Berdasarkan Data laporan Keuangan, sehingga Nilai perusahaan diukur melalui Tobins Q, yang diformulasikan (dengan satuan persentase)

{ }

Dimana :

Tobins Q = Nilai perusahaan CP = Closing Price TL = Total Liabilities I = Inventory CA = Current Assets TA = Total Assets

73

2010 Tobins Q = {CP x Jumlah Saham + TL + I} –CA TA

=

{1.000.000 x 450.000 + 23.721.870.062 +5.944.887.050} – 9.647.186.118

{1.000.000 x 450.000 + 23.343.052.450 +20.768.518.895} – 24.762.953.718

{1.000.000 x 450.000 + 24.085.187.743 +8.593.796.402} – 10.509.988.940 75.183.676.292

= 7,25

Sehingga dari perhitungan diatas nampak pada tabel 23 dibawah ini:

Tabel 23 Perhitungan Tobins Q Tahun 2010, 2011 dan 2012

Keterangan Tahun

74

Sumber : Data Perusahaan diolah (2015)

Dari Tabel diatas diperoleh Nilai Tobins Q Tahun 2010 adalah 8,12, mengalami penurunan ditahun 2011 menjadi 6,24 atau turun (1,88) dan kembali mengalami kenaikan ditahun 2012 menjadi 7,25 (1.01).

C. Pembahasan

Laporan keuangan yang bermutu merupakan sarana dasar untuk mengungkapkan kondisi operasi bisnis dan keuangan perusahaan. Selain itu laporan keuangan merupakan sarana utama berupa informasi keuangan yang dikomunikasikan kepada pihak luar, dalam menilai kinerja keuangan perusahaan investor harus senantiasa berusaha untuk dapat menganalisis kemampuan keuangan perusahaan sehingga investor dapat memanfaatkan informasi yang ada dalam laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menghubungkan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pentingnya laporan keuangan juga diungkapkan bahwa laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan oleh manajer atas sumber daya pemilik. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba.

Dari penelitian yang dilakukan penulis bahwa pada tahun 2010, total skor kinerja keuangan PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero ) adalah 59. Kemudian ditahun 2011 total skor 62 dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58, sehingga berdasarkan SK Mentri BUMN Nomor: Kep.100/BUMN/2002, maka penilaian tingkat kesehatan BUMN pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) sesuai dengan total Skor pada Tahun 2010 diperoleh total skor 59 sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase 84,2% (skor total BUMN Non Ifra adalah 70, sehingga

75

Skor yang diperoleh tahun 2010 adalah 59 sehingga Skor Penilaia Kinerja Keuangan BUMN = Skor Perusahaan/ skor Kinerja BUMN x 100% , kemudian pada tahun 2011 diperoleh total skor 62, sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase yang diperoleh 88,5% dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58 sehingga Perusahaan dalam kategori sehat dengan predikat AA dengan persentase perolehan 82,8%.

Penelitian ini senada dengan pendapat yang dilakukan Marwah (2003) terkait pembahasan tentang manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan, keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hampir selalu menjadi sorotan publik dikarenakan fenomena dan kritikan terhadap kinerja BUMN. Daya saing BUMN di Indonesia pada tingkat regional mengalami penurunan. BUMN di dalam operasionalisasinya, telah sejak lama menghadapi banyak permasalahan dan tantangan, misalnya sebagian besar menderita kerugian karena dikelola secara tidak efisien, produktivitas yang rendah, sehingga BUMN tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi pada persaingan bisnis dalam pasar domestik maupun global.

Artinya Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, muncul banyak tekanan dari publik yang menghendaki agar pemerintah maupun swasta dapat menghapuskan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, yang secara politis lebih dikenal dengan istilah KKN, dan selanjutnya diharapkan mampu mengelola usaha secaraterbuka, adil, dapat dipertanggungjawabkan (Parwoto Wignjohartojo, 2001). Untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan perubahan sikap secara bersamasama dan berperilaku sesuai dengan harapan itu, agar dapat bangkit kembali dari kemelut krisis, siap bersaing menghadapi era globalisasi dan dapat meningkatkan kesejahteraan bersama. Terungkapnya skandal waskita karya,salah satu BUMN jasa konstruksi yang diduga melakukan rekayasa laporan keuangan patut dicermati secara mendalam. ditengah gembar gembor pelaksanaan implementasi GCG BUMN, kasus ini memberikan tamparan keras untuk kementrian Negara BUMN. Kasus waskita, yang disebut-sebut sebagai enronnya Indonesia menunjukkan bahwa kementrian Negara BUMN, perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi GCG di BUMN. Terbongkarnya kasus ini berawal

76

76

saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham tahun lalu.

Direktur utama waskita yang baru, M.choliq yang sebelumnya menjabat direktur keuangan PT.Adhi karya (persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp. 400 Milyar. Direksi periode sebelunya diduga melakukan rekayasa sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahun kedepan sebagai pendapatan tahun tertentu

77

Laporan keuangan yang bermutu merupakan sarana dasar untuk mengungkapkan kondisi operasi bisnis dan keuangan perusahaan.

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (2012), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis pada PT Perkebunan Kelapa Sawit XIV (Persero) maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penyajian laporan keuangan pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) hasilnya adalah bahwa pada tahun 2010, total skor kinerja keuangan PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero ) adalah 59. Kemudian ditahun 2011 total skor 62 dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58,

2. Penyajian laporan keuangan sangat berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) karena berdasakan analisis yang dilakukan oleh penuis penyajian tersebut berdasarkan SK Mentri BUMN Nomor: Kep.100/BUMN/2002, maka penilaian tingkat kesehatan BUMN pada PT Perkebunan Kelapa Sawit Nusantara XIV (Persero) sesuai dengan total Skor pada Tahun 2010 diperoleh total skor 59 sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase 84,2% (skor total BUMN Non Ifra adalah 70, sehingga Skor yang diperoleh tahun 2010 adalah 59 sehingga Skor Penilaia Kinerja Keuangan BUMN = Skor Perusahaan/ skor Kinerja

78

78

BUMN x 100% , kemudian pada tahun 2011 diperoleh total skor 62, sehingga Perusahaan masuk dalam kategori Sehat dengan predikat AA dengan persentase yang diperoleh 88,5% dan pada tahun 2012 diperoleh total skor 58 sehingga Perusahaan dalam kategori sehat dengan predikat AA dengan persentase perolehan 82,8%.

B. Saran

Setelah menyimpulkan hasil analisis maka penulis akan mencoba mengemukakan saran-saran yang diberikan penulis pada PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) dalam penilaian yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan terhadap tindakan manajemen laba sebagai berikut:

1. Periode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini selama tiga tahun, yaitu 2010-2012 yang tergolong pendek, dengan 1 BUMN saja sehingga belum dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya dari tindakan Nilai Perusahaan Periode yang tergolong pendek ini disebabkan karena keterbatasan waktu dan dana yang dimiliki oleh peneliti

2. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain, seperti rasio keuangan, harga saham, Deviden serta menggunakan data pemabnding antara perusahaan swasta dengan BUMN.

79 Bandung.

Badruzaman, Nuhung. 2010. Earning manajemen. Modul

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Handayani, RR. Sri dan Rachadi Agustono Dwi. 2009. Pengaruh ukuran

Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.

11. No. 2 April 2009. Hal: 33-59.

Harahap, Sofyan . 2007. Teori Akuntansi. PT Raja Gravindo :Jakarta.

Harjito, A dan Martono. 2005. Manajemen Keuangan. Yogyakarta

Hendriksen, Eldon S dan Michael E, Van Breda. 2005. Accounting Theory.

Homewood, IL:Irwin.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Jakarta: Salemba Empat Ikatan Akuntansi Indonesia. 2012. Jakarta: Salemba Empat

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat

Kieso, D.E.,JJ. Weigandt dan T.D. Warfield. 2011. Intermediate Accounting IFRS Edition. Hoboken Willey.

Kim, J and C.H. Yi. 2005. Bussiness Structure, Bussiness Group Affiliantion, Listing status and Earning Manajemen: Evidance from Korea.

http:/www.ssrn.com

Marihot, M dan Setiawan, Dody. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap manajemen Laba Di industri Perbankan Indonesia. Makassar:

Simponsium Nasional Akuntansi X

Meutia, Inten. 2004. Pengaruh Independensi Auditor terhadap manajemen Laba untuk KAP Big 5 dan Non Big 5. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 7 No.3

iii

59

Restuwulan. 2013. Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan Terhadap manajemen Laba. Bandung: Skripsi Universitas Widyatama.

Salno, H. M dan Baridwan. 2000. Analisis Perataan Penghasilan (Income

Smooting) : Faktor-faktor yang mempengaruhi dan kaitannya dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Iindoensia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.

Vol.3 No.1 Hal: 17-34.

Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono. 2004. Statistika Untuk penelitian. Bandung : Alfabeta

Suriana. 2013. Pengaruh Kepemilikan manajerial, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan dan Afiliasi Grup Perusahaan terhadap Manajemen Laba. Tesis. Universitas Gajah Mada.

Veronika, Silvia. Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan laba (earning Management). Solo: Simponsium Nasional Akuntansi VIII.15-16 September 2005 Hal: 475-490.

Wardani, Elisa. 2009. Pengaruh Pengumuman Dividen Tunai Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Publik di Bursa Efek Indonesia.Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Ekonomi Akuntansi.(online).( http://etd.eprints.ums.ac.id/5251/).

Widyaningdyah, A.U. 2001. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Widyaningdyah, A.U. 2001. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Dokumen terkait