• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. ANALISIS PRAGMATIK

B. Aspek-Aspek dalam Naskah Gurindam Dua Belas

4. Perilaku Baik

/Jika hendak mengenal orang yang bahagia/ /Sangat memeliharakan yang sia-sia/ (RAH, 3). Bahagia adalah keadaan atau perasaan tenang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan) (KBBI, 2008: 114). Orang yang berbahagia tidak akan menyia-nyiakan apa yang ada di hadapan dia. Dan orang yang berbahagia merupakan orang yang bersyukur atas rezeki dan anugerah yang Tuhan berikan kepada dia. Merugilah mereka yang tidak berbahagia karena nikmatnya tidak akan bertambah.

b. Mulia

/Jika hendak mengenal orang yang mulia/ /Lihatlah

kepada kelakuan dia/ (RAH, 3). Mulia adalah luhur (budi dsb); baik budi (hati dsb); tinggi (tentang kedudukan, pangkat, martabat) (KBBI, 2008: 936). Akhlak atau kelakuan seseorang yang baik cerminan kemuliaan seseorang dalam kehidupan. Seseorang yang mulia tidak mungkin melakukan kelakuan-kelakuan yang menjatuhkan kemuliaan. Salah satu bentuknya

sesuai ajaran Islam: dari Ibnu „Umar ra. dari Abu Bakar Ash

-Shiddiq ra. berkata: “Peliharalah kehormatan Nabi Muhammad Saw. yaitu dengan memuliakan ahli baitnya” (HR. Bukhari).

Itulah kelakuan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang yang berperilaku mulia.

Jika ingin mengecek seorang yang mulia, salah satu caranya bisa kita lihat ketika kita bertamu ke rumahnya. Apakah ia akan memuliakan tamunya ataukah tidak. Ketika seseorang melayani sang tamu hingga tamu tersebut pulang kembali. Maka merugilah mereka yang tidak bersikap mulia karena harga dirinya bisa rendah di mata orang lain.

c. Berperangai baik

/Jika hendak mengenal orang yang baik perangai/ /Lihatlah kepada ketika bercampur dengan orang ramai/ (RAH, 3). Berperangai adalah mempunyai perangai; berkelakuan (KBBI, 2008: 1052). Baik adalah tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan, dsb) (KBBI, 2008: 118). Seseorang yang sudah jelas berperangai atau berperilaku baik, menurut Raja Ali Haji akan nampak ketika dia berada di tengah kerumunan bersama teman-temannya. Bagaimana sikap-sikap yang dia perlihatkan di tengah-tengah mereka.

Allah Ta‟ala berfirman: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali

Dari Anas ra. berkata:

“Belum pernah saya memegang sutra baik yang

tebal maupun yang tipis, yang lebih halus dari tangan Rasulullah Saw.; dan saya belum pernah mencium bau yang lebih harum dari bau Rasulullah Saw. Saya pernah menjadi pelayan Rasulullah Saw. selama sepuluh tahun, beliau

sama sekali tidak pernah mengatakan “hus”

kepada saya; begitu pula beliau tidak pernah

menegur dengan ucapan “kenapa kamu tidak berbuat demikian” terhadap apa saja yang tidak saya kerjakan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari hadist ini berkolerasi dengan bagian gurindam yang sudah disebut di atas, bahwa seperti itulah akhlak Rasulullah Saw. ketika tidak sedang sendiri. Ia mampu menempatkan posisi perlakuannya pada saat-saat yang tepat, bahka ketika berada di tengah keramaian. Contoh kasus ketika sedang ingin marah di tengah keramaian. Maka ia bisa menahan diri dari melakukan hal tersebut. Ia bisa menampakkan sikap ramahnya kepada orang banyak di sekelilingnya. Beda dengan mereka yang tidak bisa bersikap seperti itu maka perangai buruknya akan merusak nuansa harmoni di keramaian tersebut.

d. Sabar

/Apabila menengar akan khabar/ /Menerimanya itu hendaklah sabar/ (RAH, 4). Ketika mendengar suatu kabar, apapun bentuk kabar itu, maka ia yang mendapatkan kabar

diharapkan bisa bersabar dalam menerima konfirmasi jelas dari kabar tersebut. Terutama bila itu kabar tidak baik.

/Daripada memuji diri hendaklah sabar/ /Biar daripada orang datangnya kabar/ (RAH, 4). Sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati (KBBI, 2008: 1196). RAH mengamanatkan sifat sabar dalam segala hal, kabar apapun yang didapat, dan peristiwa apapun yang menimpanya. Di antara

manzilah “Iyyaka Na‟budu wa Iyyaka Nasta‟iin” ialah manzilah sabar. Imam Ahmad ra. berkata, “Sabar disebutkan di dalam alquran sebanyak 94.” Sabar itu wajib menurut kesepakatan ummat Islam, karena merupakan separuh iman, sebab iman ada dua bagian: yang separuh berupa sabar dan separuhnya lagi berupa syukur. Di dalam alquran sabar ada 16 konteks.

Pertama: perintah untuk bersabar. Seperti firman-Nya: “Hai

orang-orang yang beriman, minta tolonglah kamu dengan sabar

dan shalat” (al-Baqarah: 153). Konteks serupa terdapat pula dalam QS. Ali Imran: 200, QS. An-Nahl: 127.

Kedua: larangan terhadap kebalikannya. Sebagaimana firman

Allah: “Maka bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah bersabar,

(al-Ahqaf: 35). Terdapat pula dalam QS. al-Anfaal: 15. QS. Muhammad: 33, QS. Ali Imran: 139.

Ketiga: pujian terhadap orang-orang yang sabar. Firman Allah:

“...yaitu orang-orang yang sabar dan orang-orang yang benar...”

(QS. Ali Imran: 17). Ayat lainnya: QS. al-Baqarah: 177, QS. Ali Imran: 146.

Kelima: sambutan Allah untuk menyertai orang-orang yang sabar, suatu kesetaraan khusus, yang mengandung arti menjaga, memelihara, melindungi, menolong, dan membantu mereka. Bukan kesetaraan umum, yaitu kesetaraan pengetahuan dan peliputan-Nya. Firman Allah: “Dan bersabarlah, sesungguhnya

Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 46), ayat senada terdapat dalam QS. al-Baqarah: 249; dan QS. al-Anfaal: 66).

Keenam: pemberitahuan dari Allah bahwa sabar sangat baik

bagi para pelakunya, sebagaimana firman Allah: “Dan jika kamu

bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar” (QS. an-Nahl: 126) dan QS. an-Nisaa‟: 25)

Ketujuh: pembalasan yang lebih baik bagi mereka daripada apa yang mereka kerjakan, seperti firman-Nya: “Dan sesungguhnya

dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka

kerjakan.” (QS. an-Nahl: 96).

Kedelapan: Allah akan memberikan balasan kepada mereka tanpa perhitungan, seperti firman-Nya: “Hanya orang-orang

yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas “

(QS. Az-Zumar: 10).

Kesembilan: pemberian kabar gembira secara mutlak kepada

orang yang sabar, seperti firman Allah: “Dan sungguh akan

Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS.

al-Baqarah: 155).

Kesepuluh: jaminan pertolongan dan bantuan kepada mereka.

Firman Allah: “Ya, jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan

mereka datang kepadamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai

tanda” (QS. Ali Imran: 125). Nabi Saw. bersabda: “Ketahuilah bahwa pertolongan itu bersama kesabaran.”

Kesebelas: pemberitahuan dari Allah bahwa orang yang sabar adalah orang yang mendapatkan keutamaan. Firman-Nya: “Dan

perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan”

(QS. asy-Syuura: 43).

Kedua belas: pemberitahuan dari Allah bahwa yang mendapatkan amal saleh berikut balasannya, keberuntungan yang besar hanyalah orang yang sabar. Allah berfirman:

“Kecelakaan yang besar bagimu, pahala Allah adalah lebih baik

bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh; dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar. (QS. al-Qashash: 80) dan di QS. Fushshilat: 35.

Ketiga belas: pemberitahuan bahwa hanya orang-orang yang sabarlah yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seperti firman Allah:

“Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada

cahaya yang terang-benderang, dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan

banyak bersyukur.” (QS. Ibrahim: 5).

Terdapat juga pada QS. Saba‟: 19 dan QS. asy-Syuura: 32-33. Keempat belas: pemberitahuan bahwa kebahagiaan yang dicari dan dicintai, keselamatan dari sesuatu yang dibenci dan ditakuti, dan masuk surga, hanyalah dapat diraih dengan kesabaran.

Firman Allah: “Dan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): “Keselamatan

atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat

kesudahan itu.” (QS. ar-Ra‟d: 23-24).

Kelima belas: bahwa Allah akan mewariskan kepada orang-orang yang sabar derajat keimanan (kepemimpinan). Syaikhul Ibnu Taimiyah qaddasallahuruhahu berkata, “Dengan kesabaran

dan keyakinan maka keimanan di dalam agama dapat

diperoleh.” Kemudian beliau membacakan firman Allah: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu

pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”

(QS. as-Sajdah: 24).

Keenam belas: kesabaran diiringkan dengan maqam-maqam Islam dan iman, sebagaimana Allah menggiringkan keyakinan dengan keimanan, ketaqwaan dengan tawakkal, dan syukur dengan amal saleh dan rahmat. Maka kedudukan sabar terhadap iman adalah seperti kedudukan kepala bagi tubuh. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar. Umar bin Khaththab ra.

berkata: “Sebaik-baik kehidupan kami peroleh dengan

kesabaran” (al- Jauziah, 1972: 403-406). Janganlah menjadi orang yang merugi besar karena keimanan pupus akibat ketidaksabaran, orang-orang yang tidak bertawakkal kepada Allah Swt.

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang

beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan

terdapat kecuali hanya pada orang mu‟min: Yaitu

jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya” (HR. Muslim).

e. Bekerja dengan Benar

/Apabila pekerjaan yang amat besar/ /Tiada boleh orang berbuat onar/ (RAH, 4). Pada suatu pekerjaan besar tidaklah boleh ada orang berbuat onar terhadap pekerjaan tersebut, dalam artian lakukan pekerjaan besar itu dengan sebaik-baiknya. Jangan ada seorangpun yang hendak menghancurkan pekerjaan tersebut. Bekerja Allah wajibkan semenjak nabi Adam Alaihi Salam sampai nabi Muhammmad Saw. Perintah ini berlaku kepada semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat, status dan jabatan seseorang. Al-Qur‟an dan Sunnah pun mengungkapkan perintah

tentang kewajiban bekerja. Tetapi pekerjaan yang dikerjakan itu bukanlah pekerjaan yang merusak. “Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan (bekerja); Tetapi sedikit sekali diantaramu yang bersyukur” (QS. A’raf : 10)

f. Ramah

/Hendak ramai/ /Murahkan perangai/ (RAH, 5). Salah satu perangai baik yang disampaikan dalam GDB adalah ramah. Ramah adalah baik hati dan menarik budi bahasanya; manis tutur kata dan sikapnya; suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan (KBBI, 2008: 1136). Ketika seseorang ingin

mendapatkan suatu “keramaian” atau kawan banyak maka ia

harus memiliki sifat ramah atau perangai yang murah atau budi pekerti yang baik. Maka di situlah rasa keramaian didapat karena banyaknya teman. “Tidak ada sesuatu yang lebih memperberat

timbangan pahala kebaikan (pada Hari Kiamat) kecuali budi

pekerti (akhlak) yang baik” (HR. Abu Daud).

Sayangnya mereka yang tidak memiliki perangai yang ramah, baik hati, dan perangai baik lainnya juga pasti akan sulit mendapatkan kawan yang banyak. Jaringan persahabatan pun sempit.

g. Hemat

/Adapun orang tahu yang hemat/ /Syaitan tak suka membuat sahabat/ (RAH, 5). Orang-orang yang senang berhemat berarti ia tidak suka menghambur-hamburkan uang. Setan sangat tidak suka dengan sikap seperti ini, maka si setan tidak sudi bersahabat dengan orang hemat.

Sikap tidak hemat akan membuat kekuatan finansial manusia menjadi lemah, karena uang yang dimiliki banyak digunakan untuk keperluan yang terhitung tidak penting. Termasuk soal waktu yang akan terbuang sia-sia ketika dihabiskan tanpa kemanfaatan berjalannya waktu tersebut. Setan pun bergembira. h. Menutup Aib Orang Lain

/Keaiban orang jangan dibuka/ /Keaiban diri hendaklah sangka/ (RAH, 4). Agama memerintahkan kita untuk menutup aib saudara mereka sendiri, dan soal aib diri sendiri sesungguhnya bisa kita ketahui sendiri dan bisa menjadi sarana mengintropreksi diri sendiri. Ketika kita menutup aib orang lain maka Allah akan menutup aib kita kelak. Ketika aib orang lain malah diumbar-umbar maka besok ketika di akhirat Allah akan membuka aib si pembuka aib orang lain itu di hadapan seluruh mahkluk ciptaan-Nya.

i. Bijak Mendengarkan Aduan

/Apabila menengar akan aduan/ /Membicarakannya itu hendaklah cemburuan/ (RAH, 4). Semua perilaku buruk dari mulut itu harus diwaspadai. RAH tidak lupa menyelipkan pesan bagaimana perilaku mulut yang seharusnya. Di sini RAH berpesan aduan bentuk apapun yang kita dengarkan dari orang lain. Hendaknya jika ingin membicarakannya kembali atau membahasnya perlulah berhati-hati atau berjaga-jaga kebenaran

dari aduan tersebut. Akibat bila tidak berhati-hati dalam membicarakannya khawatir akan timbul fitnah.

j. Berkata Lembut

/Apabila perkataannya lembut/ /Lekaslah sekalian orang mengikut/ (RAH, 4). Bagian akhir tulisan RAH mengenai lisan, ia berpesan agar lisan itu dipakai untuk berkata-kata lembut. Perkataan yang lembut dapat membuat setiap orang yang mendengarnya bersedia menerima perkataan-perkataan tersebut dan siap mengikuti pesan yang disampaikan tersebut. Sedang perkataan yang tidak lembut akan mengakibatkan orang lain tidak bersedia mendengarkan, bahkan tidak akan menuruti perkataan Anda.

k. Kurangi Tidur

/Apabila orang banyak tidur/ /Sia-sia sajalah umur/ (RAH, 4). Tidur adalah dalam keadaan berhenti (mengaso) badan dan kesadarannya (biasanya dengan memejankan mata) (KBBI, 2008: 1460). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bersama bahwa orang yang banyak tidur itu seperti orang yang sering dalam keadaan mati. Ada lima hal yang merusak hati seperti yang dikatakan oleh Syaikh al-Harawi, “Banyak bergaul, suka

berangan-angan, bergantung kepada selain Allah, banyak makan,

banyak tidur.” Banyak tidur dapat mematikan hati, menjadikan

menimbulkan kelalaian dan kemalasan. Tidur ada yang sangat tidak disukai, ada pula yang membahayakan dan tidak memberi manfaat kepada tubuh. Tidur yang paling bermanfaat ialah tidur yang dilakukan ketika sangat diperlukan, dan tidur pada separuh malam pertama dan seperenam malam akhir adalah lebih terpuji. Tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur setelah matahari terbenam hingga habis Isya. Tidur pada waktu tersebut termasuk makruh menurut hukum Islam dan tidak disukai dalam tradisi. Banyak tidur menimbulkan bermacam-macam bahaya, maka tidak tidur dan banyak bergadang pun menimbulkan berbagai bahaya lain seperti kondisi fisik menjadi jelek dan kering, jiwa tidak stabil, menyebabkan keringnya bagian-bagian tubuh yang basah yang sangat membantu untuk memahami dan bekerja, dan menimbulkan berbagai macam penyakit yang membahayakan, serta tidak memberikan manfaat bagi pelaku baik terhadap hati maupun fisiknya (Al-Jauziah, 1972: 114, 120-121).

Banyak tidur menunjukkan ketidakproduktifan, menyia-nyiakan usia karena dengan tidur jatah usia semakin cepat berkurang. Apabila ia tidur sesuai sunnah Rasul, atau sebagaimana lama tidurnya tokoh-tokoh besar, yaitu sekitar 4 jam, maka akan banyak sekali hal-hal produktif yang bisa dilakukannya.

l. Sadar Kesalahan Sendiri (Taubat)

/Dimana tahu salah diri/ /Jika tidak orang lain yang berperi/ (RAH, 3). Salah adalah tidak benar, keliru, khilaf (KBBI, 2008: 1206). Ketika orang lain memberitahukan kesalahan yang kita lakukan, sudah semestinya hal itu membuat kita lebih sadar di mana persisnya letak kesalahan kita itu, seperti petuah yang disampaikan RAH. Para ulama mengatakan bahwa taubat dari perbuatan dosa adalah wajib. Apabila perbuatan dosa itu tidak menyangkut dengan sesama manusia maksudnya hanya dosa

antara seseorang dengan Allah Ta‟ala maka harus memenuhi tiga syarat yaitu:

a) menghentikan perbuatan dosa itu b) menyesal atas perbuatan itu

c) berketetapan hati untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa itu selama-lamanya.

Apabila tidak memenuhi tiga persyaratan itu maka tidak akan diterima taubatnya. Dan apabila perbuatan dosa itu menyangkut dengan sesama manusia maka harus memenuhi empat syarat yaitu tiga syarat seperti yang tersebut di atas ditambah dengan satu syarat yaitu harus menyelesaikan urusannya itu kepada yang bersangkutan. Jika ada kaitannya dengan harta atau yang serupa maka ia harus mengembalikannya. Jika itu ada kaitannya dengan sumpah, tuduhan dan yang serupa maka ia harus minta maaf. Dan

jika itu ada kaitannya dengan umpat-mengumpat maka ia harus minta dihalalkannya. Seseorang yang berbuat dosa harus segera bertaubat, bila ia bertaubat hanya dari sebagian dari dosa saja maka yang diampuni juga hanya sebagian dari dosanya saja dan

dosa yang lain masih tetap (tidak diampuni). Allah Ta‟ala berfirman: “Bertaubatlah kamu semuanya kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu sekalian berbahagia.” (QS.

An-Nuur: 31). Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al Anshary pembantu Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu lebih gembira untuk menerima

taubat hamba-Nya, melebihi dari kegembiraan seseorang di antara kamu sekalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di tengah-tengah

padang sahara.” (HR. Bukhari Muslim) (Shabir, 2004:

9-10).

m. Menghormati Majelis

/Hendak dimulai/ /Jangan melalui/ (RAH, 5). Jika kita berada dalam suatu majelis, hendaknya tidak mendahului. Dalam artian hormatilah keberlangsungan acara dalam majelis, jangan mendahului orang atau pihak-pihak yang seharusnya berbicara lebih dahulu. Tunggulah saat untuk berbicara. segala sesuatu perlu awal untuk dimulai.

Perlu diketahui bahwa bergaul dengan sesama manusia dengan ketentuan yang telah ada adalah perbuatan yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw., para nabi yang lain, Khulafaur Rasyidin, sahabat-sahabat yang lain, tabi‟in, ulama

dan tokoh-tokoh agama sesudah tabi‟in, ulama dan tokoh-tokoh

agama sesudah tabi‟in. Perbuatan sangat sering dilaksanakan oleh para tabi‟in dan ulama sesudahnya, begitu pula Imam Syafi‟i, Imam Ahmad dan ahli-ahli fiqih yang lain. Semoga Allah memberi keridhaan kepada mereka. Allah Ta‟ala berfirman: “Tolong-menolonglah kamu sekalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa” (QS. Al-Maidah: 2). Jangan sampai mengganggu khidmatnya majelis karena akan sangat mengusik orang lain.

n. Amanat

/Hendak memegang amanat/ /Buanglah khianat/ (RAH, 5). Amanat adalah pesan; perintah (dari atas) (KBBI, 2008: 47). Sesuai dengan ajaran Islam maka sudah seharusnyalah seseorang yang akan memegang amanah untuk membuang sifat khianatnya. Sudah banyak sekali bukti orang-orang yang diberi amanah dan mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya.

Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS.

An-Nisa‟: 58). sejalan dengan hadits dari Abu Hurairah ra.

bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Tanda orang munafik itu ada tiga yaitu: “Bila berkata ia berdusta, bila berjanji ia menyelisihi, dan bila dipercaya ia berkhianat” (HR. Bukhari dan

Berikut adalah hadist: “laksanakanlah amanat (kewajiban) pada orang yang mempercayakan diri padamu, dan janganlah berkhianat (menipu) pada orang yang menipumu” (HR.

Tirmidzi).

Orang yang tidak amanat tidak akan diberi kepercayaan kembali oleh orang lain karena ia tidak bisa menunaikan amanah yang sebelumnya telah diberikan kepadanya.

o. Menyembunyikan kejahatan dan Mendiamkan Kebaikan Diri /Kejahatan diri sembunyikan/ /Kebaikan diri diamkan/ (RAH, 4). Bila kita pernah berbuat tidak baik, maka bertaubat dan sembunyikanlah kejahatan tersebut. Tidak perlu diungkit kembali jika malah membawa ketidakmanfaatan. Berbuat baiklah sebanyak mungkin namun tidak perlu berbicara bahwa kita sudah banyak berbuat baik. Sangat dikhawatirkan ketika membicarakannya akan membuat diri menjadi riya‟ dan sombong. Biarkan hanya diri sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.

5. Perilaku Buruk

Dokumen terkait