• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Berrisiko

Dalam dokumen SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU (Halaman 57-67)

1.

Perilaku Membeli Seks

Perilaku membeli seks dalam setahun terakhir merupakan perilaku membeli seks responden dari semua jenis penjaja seks. Sebanyak 59 persen Pria Risti mengaku membeli seks dalam setahun terakhir dan merupakan kelompok dengan persentase tertinggi diikuti dengan Penasun, Waria dan LSL. Perilaku membeli seks dalam setahun terakhir termasuk tinggi pada Waria (39 persen) yang selama ini dikenal sebagai kelompok penjaja seks.

Gambar 32. Persentase Responden yang Pernah Membeli Seks dalam 1

Tahun Terakhir

Tabel berikut ini menggambarkan perilaku membeli seks responden dalam satu tahun terakhir menurut jenis penjaja seksnya. Persentase LSL yang mengaku membeli seks dalam setahun terakhir dari laki-laki dan perempuan hampir sama besarnya, yakni 18 persen dari laki-laki dan 12 persen dari perempuan. Sebagian besar Penasun (34 persen) mengaku membeli seks dari perempuan.

Tabel 25. Persentase Responden menurut Jenis Penjaja Seks dalam

Setahun Terakhir

LSL Waria Pria Risti Penasun

Pernah Membeli Seks dari Laki-laki 18 39 0.1 0,3 Pernah Membeli Seks dari Perempuan 12 6 59 34 Pernah Membeli Seks dari Waria 24 7 38 1,2

Persentase kelompok responden laki-laki untuk membeli seks dalam setahun terakhir menunjukkan hasil yang beragam. Pada kelompok Waria, Pria Risti, dan Penasun terlihat bahwa persentase pria yang membeli seks pada STBP 2009 lebih tinggi dibandingkan hasil 2007. Hanya pada kelompok LSL yang menunjukkan hasil STBP menurun bila dibandingkan pada tahun 2004, 2007 dan 2009.

Gambar 33. Perbandingan Persentase Responden Menurut yang Pernah

Membeli Seks dalam Setahun Terakhir

2.

Perilaku Menjual Seks

Perilaku menjual seks dalam setahun terakhir paling tinggi pada kelompok Waria (63 persen) dan diikuti oleh LSL (51 persen). Sedangkan pada Penasun, persentase yang menjual seks dalam setahun terakhir masih cukup rendah yaitu 8 persen. Untuk kelompok WPS Langsung dan Tak Langsung, menjual seks merupakan syarat untuk ikut serta dalam STBP 2009 sehingga 100 persen WPS Langsung dan Tak Langsung Menjual Seks dalam setahun terakhir.

43

Gambar 34. Persentase Responden yang Pernah Menjual Seks dalam 1

Tahun Terakhir

Sebagian besar LSL menjual seks kepada pelanggan laki-laki (51 persen) dan sebagian kecil (12 persen) mengaku menjual seks kepada pelanggan perempuan dalam setahun terakhir. Sedangkan pada kelompok Waria dan Penasun jumlah pelanggan perempuan yang dilayani tidak ditanyakan. Penasun yang sebagian besar laki-laki, juga ada yang menjual seks (berhubungan seks dengan mendapatkan imbalan uang atau Napza). Meskipun persentase pada kelompok ini masih rendah tetapi penting untuk diwaspadai mengingat tingginya prevalensi HIV pada Penasun.

Tabel 26. Persentase Responden menurut Pelanggan dalam Setahun

Terakhir

Pernah Menjual Seks LSL Waria WPS L WPS TL Penasun

Laki-laki 51 63 100 100 0.88 Perempuan 12 TT TT TT 8

3.

Frekuensi Kontak Seks Komersial

Salah satu hal yang dapat mempercepat penularan HIV adalah banyaknya kontak seks komersial yang terjadi. Jumlah kontak seks komersial dapat diindikasikan dari jumlah pelanggan yang membeli jasa seks dari penjaja seks dan frekuensi Pelanggan dalam membeli seks.

Penjaja seks yang mempunyai rata-rata pelanggan terbanyak dalam seminggu adalah WPS Langsung sebanyak 8 orang, sedangkan Waria dan WPS Tidak Langsung sekitar 4 orang perminggu. Sementara rata-rata pelanggan LSL yang menjajakan seks dalam satu bulan terakhir adalah 3 orang.

Rata-rata frekuensi membeli seks pada Pelanggan Penjaja Seks dan Penasun dalam satu tahun terakhir adalah 5 orang.

Gambar 35. Rata-rata dan Median Jumlah Pelanggan dalam Seminggu

(Penjaja Seks) dan Berapa Kali Beli Seks Setahun (Pelanggan dan

Penasun)

Rata-rata Jumlah pelanggan dalam seminggu mununjukkan hasil yang beragam. Pada kelompok WPS Langsung dan LSL hasil STBP 2009 lebih rendah dari STBP 2007. Sedangkan pada kelompok Waria yang hasil STBP 2009 lebih tinggi dari pada STBP 2007. Hasil pada kelompok WPS Tak Langsung menunjukan hasil yang stabil selama beberapa tahun terakhir.

Sementara rata-rata frekuensi membeli seks, baik pada pelanggan seks dan penasun cenderung meningkat setiap tahun.

Gambar 36. Perbandingan Rata-rata Jumlah Pelanggan dalam Seminggu

(Penjaja Seks) dan Berapa Kali Beli Seks dalam Setahun (Pria Risti dan

Penasun)

4.

Perilaku Seks Berisiko Lainnya

Selain seks komersial (hubungan seks dengan membayar atau menerima bayaran), banyak juga responden yang berhubungan seks dengan bukan pasangan tetapnya tanpa membayar atau dibayar. LSL adalah kelompok dengan persentase tertinggi yang pernah berhubungan seks dengan pasangan tidak tetap dan non komersial yaitu 86 persen, diikuti oleh Waria (72 persen) dan WPS L

45

(66 persen). Sedangkan kelompok Penasun dan WPS Tak Langsung memiliki persentase yang lebih redah, yakni 44 persen pada Penasun dan 39.5 persen pada WPS Tak Langsung.

Gambar 37. Persentase Responden yang Pernah Berhubungan Seks

dengan Pasangan Tidak Tetap dan Non Komersial Setahun terakhir

Hasil STBP menunjukkan hasil yang beragam dalam persentase hubungan seks dengan pasangan tidak tetap dan bukan komersial. Pada kelompok WPS TL, hasil survei menunjukkan persentase hubungan seks dengan pasangan tidak tetap dan bukan komersil menurun bila dibandingkan pada tahun 2002, 2004, 2007 dan 2009.

Pada kelompok LSL dan Waria, hasil STBP 2007 lebih tinggi daripada SSP 2004. Sedangkan hasil STBP 2009 menunjukkan persentase hubungan seks dengan pasangan tidak tetap dan bukan komerisal lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Hasil pada kelompok WPS Langsung persentase hubungan seks dengan pasangan yang tidak tetap menunjukkan hasil yang lebih tinggi pada STBP tahun 2009. Pada tahun-tahun sebelumnya persentase tersebut menurun bila dibandingkan pada tahun 2002, 2004, dan 2007.

Persentase hubungan seks dengan pasangan tidak tetap dan bukan komersial pada Penasun cenderung stabil, berkisar anatara 34-39 persen pada tahun 2004, 2007 dan 2009.

Gambar 38. Perbandingan Persentase Responden yang Pernah

Berhubungan Seks dengan Pasangan Tidak Tetap dan Non Komersial

Setahun Terakhir

5.

Perilaku Berisiko Terkait dengan Penggunaan Napza

Suntik

a. Menggunakan Napza Suntik

Kecuali pada populasi Penasun, penggunaan Napza suntik dalam satu tahun terakhir pada populasi berisiko lainnya masih cukup rendah. Pada kelompok WPS Langsung, WPS Tak Langsung, Waria dan Pria Risti, persentase yang pernah menggunakan Napza Suntik seatahun terakhir masih dibawah 2 persen. Pada LSL persentase yang menggunakan Napza Suntik mencapai hingga 2.7 persen.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulisan hasil STBP yag terkait dengan perilaku berisiko penggunaan Napza suntik di laporan ini hanya akan berfokus pada populasi Penasun.

Gambar 39. Persentase Responden yang Pernah Menggunakan Napza

Suntik

Perilaku penggunaan Napza Suntik pada kelompok WPS Langsung, WPS Tak Langsung, Pria Risti dan Waria kurang dari 2%. Meskipun begitu bila dibandingkan dari tahun ke tahun perbedaan hasil survei bisa mencapai dua kali lipat.

47

Perbandingan yang mencolok dapat dilihat pada kelompok LSL. Hasil survei menunjukkan penambahan persentase LSL yang pernah menggunakan Napza Suntik mulai dari 1,1% pada SSP 2004 dan 5,18% pada STBP 2009.

Gambar 40. Perbandingan Persentase Responden yang Pernah

Menggunakan Napza Suntik

b. Perilaku Menyuntik Penasun

Hasil STBP 2009 menunjukkan bahwa persentase perilaku menyuntik berisiko yang beragam di keempat kota tersebut. Di kota DI Yogyakarta, 80 persen penasun mengaku pernah berbagi Napza dengan setting basah, diikuti dengan Kota Tangerang dengan persentase 78 persen dan lebih dari setengah Penasun di Kota Pontianak. Dilihat secara umum, perilaku di kota Tangerang memperlihatkan persentase perilaku berisiko yang cukup tinggi, baik untuk perilaku menggunakan jarum umum, meminjam dan meminjamkan jarum suntik, serta berbagi Napza dengan setting basah. Sedangkan persentase berisiko yang relatif rendah diantara keempat kota tersebut.

c. Frekuensi Menyuntik

Rata-rata menyuntik dalam seminggu terakhir Penasun di 4 kota yang disurvei adalah 5.1 kali, dimana Penasun di Makassar memiliki rata-rata menyuntik paling tinggi yaitu 8 kali , diikuti dengan Tangerang (6 kali), Pontianak (4 kali), dan DI Yogyakarta (3 kali). Sedangkan rata-rata menyuntik pada hari terakhir menyuntik dari semua kota yang disurvei adalah 1.04 kali.

Gambar 42. Rata-rata Frekuensi Menyuntik Penasun

Penyajian hasil tentang perilaku menyuntik dan kecenderungannya dalam bagian ini difokuskan pada Penasun. Seperti yang sudah dijabarkan diawal, perbandingan pada Penasun pada STBP 2009 merupakan hasil dari surveilans yang dilaksanakan pada tahun dan kota yang berbeda.

Rata-rata frekuensi menyuntik pada Penasun pada hari terakhir cenderung turun. Sedangkan untuk rata-rata frekuensi menyuntik seminggu terakhir pada Penasun terlihat meningkat pada STBP tahun 2007 dan menurun pada STBP tahun 2009.

Gambar 43. Perbandingan Rata-rata Frekuensi Menyuntik Penasun

1.9 4.6 1.6 7.3 1 5.1 0 1 2 3 4 5 6 7 8

H ari T erakhir Menyuntik S eming g u T erakhir

49

d. Berbagi Jarum

Secara umum, 18.3 persen Penasun mengaku menggunakan jarum secara bersama-sama dalam 1 minggu terakhir dan 35 persen persen pada hari terakhir menyuntik. Distribusi persentase Penasun yang berbagi jarum cukup bervariasi dari 4 kota yang disurvei. Lebih dari setengah Penasun di Tangerang (60 persen) mengaku menggunakan jarum secara bersama-sama saat menyuntik pada hari terakhir, diiku sedangkan di DI Yogyakarta sebanyak 44 persen dan di Pontianak sebanyak 34 persen. Penasun di kota Makassar memiliki persentase yang paling kecil, hanya 17 persen yang berbagi jarum pada hari terakhir.

Persentase penasun yang berbagi jarum seminggu terakhir yang tertinggi ditemukan pada kepada Kota Tangerang (45 persen), sedangkan persentase yang terendah pada kota DI Yogyakarta.

Gambar 44. Persentase Responden yang Pernah Berbagi Jarum

Program Layanan Jarum Suntilk Steril telah dilakukan sejak Tahun 2004. Persentase Penasun yang berbagi jarum seminggu turun memperlihatkan adanya penurunan. Perbedaan persentase Penasun yang berbagi jarum selama seminggu terakhir terlihat hingga setengahnya, yaitu 40 persen pada tahun 2007 dan 18 persen pada tahun 2009. Sedangkan persentase Penasun yang berbagi jarum pada hari terakhir pada STBP Tahun 2009 memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil STBP Tahun 2007. Hal ini menunjukan adanya kenaikan persentase setelah tahun sebelumnya terlihat persentase tahun 2007 lebih rendah daripada hasil STBP 2004.

e. Frekuensi Berbagi Basah

Perilaku berbagi basah terlihat paling tinggi di DI Yogyakarta (44 persen) dan diikuti oleh Tangerang (36 persen). Fenomena sebaliknya terlihat di kalangan penasun Makassar dan Pontianak, yaitu persentase penasun yang tidak pernah berbagi basah adalah yang terbesar, yaitu sebesar 62 persen dan 42 persen. Pada kedua kota tersebut persentasi yang tidak pernah berbagi basah juga kecil, yakni 8 persen di Makassar dan 7 persen di Pontianak.

Gambar 46. Persentase Penasun menurut Frekuensi Berbagi Basah

Narkoba

Kecenderungan Penasun untuk berbagi Napza yang sudah dicairkan dalam alat suntik yang sama (berbagi basah) memiliki bahaya yang hampir sama dalam penularan HIV bila dibandingkan dengan berbagi jarum diantara Penasun.

Persentase Penasun yang tidak pernah berbagi basah memperlihatkan angka relatif stabil, yakni berkisar antara 19 hingga 21 persen pada tahun 2004, 2007 dan 2009.

Persentase penasun yang selalu berbagi basah pada STBP Tahun 2004 sebanyak 44 persen, kemudian memperlihatkan persentase yang lebih kecil pada STBP 2007 (33 persen), namun kemudian naik pada STBP Tahun 2009 yaitu sebesar 40 persen.

f. Perilaku Beli Patungan

Hasil STBP pada kelompok Penasun ternyata juga menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara perilaku patungan dengan berbagi basah. Hal ini dapat terlihat dari semakin sering penasun membeli narkoba secara patungan, maka semakin besar pula persentase yang berbagi basah. Hal ini menyiratkan bahwa ada kemungkinan perilaku berbagi basah disebabkan oleh perilaku membeli narkoba secara patungan. Atau sebaliknya, berbagi basah tidak akan membangun kebersamaan bila pembelian narkoba hanya ditanggung sendiri oleh orang tertentu.

Patungan dalam membeli narkoba akan sangat menguntungkan bagi kelompok, termasuk dalam membangun kebersamaan di antara penasun. Kebersamaan sebagai teman senasib dibangun dengan upaya-upaya seperti itu, yang pada gilirannya dapat menyebabkan semua anggota tertular penyakit-penyakit berbahaya.

Fenomena ini terlihat jelas pada kalangan penasun di keempat kota pelaksanaan STBP Tahun 2009 yang bila dilihat secara umum sebagian besar Penasunnya membeli secara patungan

51

seminggu terakhir. Pada DI Yogyakarta dan Tangerang yang persentase selalu berbagi basah tinggi, memiliki persentase penasun yang selalu membeli patungan yang tinggi pula. Sedangkan di kota Pontianak dan Makassar yang persentase penasun selalu berbagi basahnya rendah, memilik persentase selalu membeli Napza secara patungan yang rendah.

Gambar 47. Persentase Penasun Membeli Napza secara Patungan

Seminggu Terakhir

Dalam dokumen SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU (Halaman 57-67)

Dokumen terkait