• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Wilayah Pegunungan

Investasi Sumberdaya Manusia Wilayah Pegunungan

Wilayah pegunungan yang mempunyai infrastruktur lebih sulit dijangkau dibanding wilayah pantai akan mempengaruhi perilaku yang berbeda dengan petani pantai. Dengan tingkat mobilitas yang rendah, interaksi dengan pihak luar juga terbatas, termasuk terbatasnya untuk memperoleh informasi tentang kegiatan pengembangan sumberdaya manusia. Seperti dikatakan Rhommy (2006) bahwa masyarakat pegunungan mempunyai karakteristik yang adaptif, yaitu akan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Investasi sumberdaya manusia berpengaruh terhadap perilaku kualitas sumberdaya manusia.

Semua faktor yang berpengaruh nyata bertanda positif terhadap kualitas sumberdaya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa peran investasi sumberdaya manusia sangat penting dalam kehidupan rumahtangga petani wilayah pegunungan. Semakin tinggi investasi sumberdaya manusia dan tingkat pendidikan, semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga. Kualitas sumberdaya manusia ditunjang dengan pengalaman dan kondisi kesehatan yang lebih baik akan bermanfaat bagi rumahtangga. Seperti dikatakan Bryant (1990) walaupun memiliki tingkat pendidikan tinggi, tetapi apabila mengesampingkan kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan terhadap jumlah waktu untuk bekerja. Pendidikan formal yang dimiliki petani sudah diperoleh sejak lama yang dapat memberikan manfaat saat ini. Bagi petani yang berpendidikan lebih tinggi dan berkualitas akan memperoleh manfaat lebih besar dibanding petani yang berpendidikan lebih rendah. Hasil pendugaan persamaan kualitas sumberdaya manusia wilayah pegunungan dapat dilihat pada Tabel 57.

Tabel 57. Hasil Pendugaan Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Wilayah Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009

Persamaan Kualitas Sumberdaya Manusia (KSDM) Wilayah Pegunungan (R2=0.1248)

Estimasi Parameter Peluang Elastisitas Intercep

Investasi pendidikan (INVPEN) Investasi pelatihan (INVPEL) Investasi kesehatan (INVKES) Pendidikan petani (CP2 2.222959 3.556924E-8 0.000000434 6.527102E-8 0.028261 0.056546 )

Pendidikan anggota keluarga (PAK)

<0.0001 0.0246* 0.0005* 0.0273* 0.0060* 0.0581* - 0.0171 0.0258 0.0161 0.0940 0.0472 Keterangan : *α ≤ 0.10.

Begitu juga bagi anggota keluarganya, akan berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam rumahtangga. Isteri dan anak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan dapat memberi kontribusi pemikiran dalam

rumahtangga. Semakin tinggi pendidikan formal ataupun keterampilan yang dimiliki anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan rumahtangga. Menurut Scott (1976) dan Soekanto (1994) bahwa masyarakat petani pegunungan (dataran tinggi) yang berbasis ikatan keluarga dan kehidupan keagamaan, merupakan masyarakat yang sangat menghormati tokoh masyarakat (sesepuh) termasuk kepala keluarga. Petani sebagai kepala keluarga sangat berperan dalam keluarga, bagaimanapun kondisi sosial ekonomi dan pendidikan anggota keluarga, kepala keluarga merupakan sentral pengambil keputusan. Bagi petani yang berpendidikan lebih tinggi dan berkualitas akan memperoleh manfaat lebih besar dibanding petani yang berpendidikan lebih rendah. Investasi pendidikan, investasi pelatihan, investasi kesehatan, pendidikan petani dan pendidikan anggota keluarga berpengaruh positif terhadap kualitas sumberdaya. Artinya bahwa dengan investasi sumberdaya manusia yang dilakukan rumahtangga petani di wilayah pegunungan memberikan dampak dan manfaat positif.

Wilayah pegunungan yang memiliki fasilitas kurang memadai dan cenderung terisolir akan sangat berpengaruh dengan adanya perubahan. Pengaruh ini bisa positif ataupun negatif. Pengembangan sumberdaya manusia di wilayah pegunungan lebih memberikan pengaruh terhadap perilaku kualitas sumberdaya manusia dibanding wilayah pantai. Infrastruktur di wilayah pegunungan kurang memadai, fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi dan layanan kesehatan terbatas. Dengan kondisi ekonomi rumahtangga yang terbatas, petani berusaha untuk menambah penghasilan dengan beralih pada kegiatan usaha luar keluarga. Untuk mendapatkan pekerjaan di luar usaha keluarga baik usahatani dan

luar usahatani, kondisi sumberdaya manusia harus berkualitas, yang semua ini diperoleh dari kegiatan investasi sumberdaya manusia.

Alokasi Sumberdaya Produksi Wilayah Pegunungan

Perilaku produksi wilayah pegunungan dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, luas lahan, biaya input dan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, rumahtangga akan mampu untuk mengelola usahatani tanaman pokoknya, yang ditunjukkan dengan semakin tinggi produksi. Sedangkan luas lahan, biaya input dan jumlah tenaga kerja merupakan faktor produksi yang dapat meningkatkan produksi. Secara deskriptif menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan petani wilayah pegunungan, ada kecenderungan semakin tinggi produksi pertanian. Dengan pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia tinggi, maka petani dan keluarganya akan lebih mudah menerima informasi dan teknologi baru tentang bagaimana mengelola usahataninya. Selama ini rumahtangga petani wilayah pegunungan mendapatkan hasil produksi dari lahan yang hanya seluas rata-rata 0.13 hektar.

Biaya usahatani rumahtangga petani dipengaruhi negatif oleh kualitas sumberdaya manusia dan secara positif oleh produksi pertanian, upah usahatani. Menurut Huffman (1999), tingkat pendidikan, kualitas sumberdaya manusia dan pengalaman tidak dapat dijadikan pedoman mengukur besarnya biaya usahatani. Petani yang berpengalaman sudah bisa mengetahui komposisi penggunaan input yang tepat untuk mengelola usahataninya, sehingga dengan pengalaman dan kualitas sumberdaya manusia yang semakin meningkat petani bisa bekerja lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi dan dapat menekan biaya produksi. Secara deskriptif semakin tinggi pendidikan, biaya usahatani semakin menurun,

artinya petani yang berpendidikan tinggi lebih baik mengelola usahataninya dengan menggunakan faktor produksi lebih efisien. Permintaan tenaga kerja luar keluarga wilayah pegunungan dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia dan produksi pertanian. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, rumahtangga akan mencurahkan waktunya bekerja di luar usahatani, sehingga akan memerlukan tenaga kerja upahan untuk mengerjakan lahannya. Hal ini berhubungan dengan alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga akan digunakan rumahtangga petani dengan jumlah sesuai kebutuhan untuk mengerjakan usahataninya. Apabila tenaga kerja keluarga yang dicurahkan pada usahatani keluarga tidak memadai, karena banyak tenaga yang dialokasikan untuk kegiatan luar usahatani, maka rumahtangga akan menggunakan tenaga kerja luar keluarga walaupun tingkat upah usahatani meningkat. Hasil pendugaan persamaan produksi dan penggunaan input wilayah pegunungan dapat dilihat pada Tabel 58.

Tabel 58. Hasil Pendugaan Persamaan Produksi dan Penggunaan Input pada Rumahtangga Petani Wilayah Pegunungan Provinsi DIY Tahun

2009

Persamaan / Variabel Wilayah Pegunungan

Estimasi Parameter Peluang Elastisitas Produksi (PROD)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Pengalaman petani (PENGL) Luas lahan (LL)

Biaya input (INPUT) Jumlah tenaga kerja (JAK) Nilai alat mekanisasi (MEK)

(R2 0.0116 0.0021* 0.3126 <0.0001* 0.0002* 0.0002* 0.3920 =0.5718) -5007628 2497590 -6098.663911 1587.162600 1.626842 31076 -0.471966 - 1.3411 - 0.4922 0.1447 0.2304 - Biaya Usahatani (BUT)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi (PROD)

Upah usahatani (UPAHUT)

(R2 0.0038 0.0013* <0.0001* 0.0432* =0.3726) 2134961 -1008995 0.252475 16.693115 - -1.9425 0.9052 0.3008 Permintaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi (PROD)

Curahan waktu keja usahatani (CUT) Upah usahatani (UPAHUT)

(R2 0.0010 0.0023* <0.0001* 0.3062 0.4951 =0.2888) 54.987648 21.216474 0.000004542 -0.056764 -0.000003046 - 2.3098 0.9209 - - Keterangan : *α ≤ 0.10.

Alokasi Curahan Waktu Kerja Wilayah Pegunungan

Data menunjukkan bahwa curahan waktu kerja usahatani di wilayah pegunungan (desa Giripeni dan Kebunrejo) lebih tinggi dibanding curahan waktu kerja pada kegiatan luar usahatani. Persamaan curahan waktu kerja untuk usahatani wilayah pegunungan dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, pengalaman, umur petani dan upah usahatani. Hal ini sesuai hasil penelitian Mangkuprawira (1985) alokasi waktu kerja akan dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, pendapatan, pendidikan, usia dan jumlah anggota keluarga. Semakin tinggi upah usahatani, maka curahan waktu kerja pada usahatani semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa petani dan anggota keluarga juga mencurahkan waktunya di lahan usahataninya sendiri. Hal ini berbeda dengan dugaan awal bahwa semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia petani akan mencurahkan waktu kerjanya ke luar usahatani. Apabila dilihat dari umur petani, kondisi petani akan menurun seiring dengan semakin bertambahnya umur, sehingga curahan waktu kerja akan berkurang. Berbeda dengan pengalaman, semakin berpengalaman akan semakin tinggi waktu kerjanya pada usahatani. Di wilayah pegunungan dengan infrastruktur yang kurang memadai, lapangan pekerjaan di luar usahatanipun terbatas.

Petani dan keluarga mulai beralih mencurahkan waktu kerjanya ke luar usahatani karena mempunyai tujuan untuk mencari tambahan penghasilan. Bagi mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan tertentu akan lebih banyak kesempatan untuk bekerja di luar usahataninya sesuai dengan bidangnya. Rumahtangga petani di wilayah pegunungan tetap berkonsentrasi pada usahataninya, karena merupakan mata pencaharian pokok. Secara deskriptif

rata-rata waktu yang dicurahkan anggota rumahtangga petani pada kegiatan usahatani (71.11 jam/minggu) lebih tinggi dibanding kegiatan luar usahatani (28.11 jam/minggu).

Curahan waktu kerja petani dan keluarganya akan dicurahkan untuk usahatani dan luar usahatani. Kegiatan usahatani bisa terjadi pada usahatani keluarga ataupun sebagai buruh di usahatani luar keluarga. Perilaku curahan waktu kerja untuk luar usahatani wilayah pegunungan dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia dan penerimaan usahatani. Petani akan mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan yang memberikan pendapatan yang tinggi. Dengan pendapatan luar usahatani yang tinggi, maka petani akan bekerja pada luar usahatani. Hasil pendugaan persamaan curahan waktu kerja untuk usahatani dan luar usahatani rumahtangga petani wilayah pegunungan dapat dilihat pada Tabel 59.

Tabel 59. Hasil Pendugaan Persamaan Curahan Waktu Kerja Untuk Usahatani dan Luar Usahatani Rumahtangga Petani Wilayah Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009

Persamaan / Variabel Wilayah Pegunungan

Estimasi Parameter Peluang Elastisitas Curahan Waktu Kerja Usahatani (CUT)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Upah usahatani (UPAHUT)

Upah tenaga kerja (UPAHTK) Pengalaman petani (PENGL) Umur petani (UM)

(R2 0.2266 0.0817* 0.0027* 0.4383 0.0520* 0.0432* =0.0687) 24.087760 16.871222 0.000965 0.000057277 0.463806 -0.578666 - 0.6060 0.3245 - 0.1791 -0.4550 Curahan Waktu Kerja Luar Usahatani (CNUT)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Upah tenaga kerja (UPAHTK) Penerimaan usahatani (PNRUT) Pendapatan luar usahatani (PENUT) Total pengeluaran (TOPENG) Umur petani (UM)

(R2 0.0660 0.0304* 0.3727 0.1188 0.0014* 0.4852 0.2654 =0.0807) 42.080350 -19.115664 0.000090426 0.000000439 0.000005616 0.00000002 0.113474 - -1.7366 - - 2.8715 - - Keterangan : *α ≤ 0.10.

Secara deskriptif semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, maka semakin tinggi pula curahan waktu usahatani. Penghasilan pada usahatani di

wilayah pegunungan kurang kompetitif, mengingat letak geografisnya yang tidak rata dan fasilitas lembaga ekonomi yang tidak sebanyak wilayah yang relatif datar (pantai). Petani dan keluarganya yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan luar usahatani. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia di wilayah pegunungan maka alokasi waktu petani dan keluarga akan banyak dicurahkan pada kegiatan luar usahatani. Faktor pendapatan luar usahatani juga berpengaruh positif terhadap curahan waktu kerja luar usahatani di wilayah pegunungan. Hal ini yang menyebabkan petani beralih mencurahkan waktunya pada kegiatan luar usahatani, yang lebih kompetitif dalam memperolah penghasilan. Tenaga kerja yang masih diharapkan dapat mengelola lahannya, sebagian besar tidak memiliki keterampilan (unskill).

Pendapatan Rumahtangga dan Alokasi Pengeluaran Konsumsi Wilayah Pegunungan

Pendapatan usahatani dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, curahan waktu kerja usahatani dan produksi pertanian. Persamaan pendapatan luar usahatani dipengaruhi curahan waktu kerja luar usahatani. Kualitas sumberdaya manusia tidak berpengaruh pada perilaku pendapatan luar usahatani. Tanpa memperhatikan kualitasnya, petani tetap bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangganya. Usahatani merupakan mata pencaharian pokok, apabila usahatani belum mencukupi kebutuhan rumahtangga sehari-hari, maka petani akan mencari tambahan dengan bekerja di luar usaha keluarga baik usahatani dan luar usahatani.

Untuk melakukan kegiatan usahatani, petani dan keluarganya memerlukan keahlian berusahatani yang diperoleh dari pengalaman. Demikian pula kegiatan

luar usahatani juga memerlukan tenaga yang mempunyai kemampuan dan keterampilan tertentu. Petani dan keluarga yang mempunyai keterampilan akan dapat memilih pekerjaan sesuai dengan bidangnya, sehingga akan memperoleh penghasilan yang lebih baik dibanding mereka yang tanpa keterampilan apapun.

Perilaku pendapatan usahatani wilayah pegunungan dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia, curahan waktu kerja usahatani dan produksi. Dengan kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik, maka diharapkan rumahtangga akan lebih baik dalam mengelola usahataninya, baik pengelolaan langsung maupun pada upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka menambah penghasilan. Dengan lebih banyak mencurahkan waktu kerja pada usahatani, maka pendapatan akan semakin tinggi. Hal ini juga dikarenakan dengan meningkatnya produksi akan meningkatkan pula pendapatan usahatani.

Persamaan pengeluaran konsumsi pangan dipengaruhi oleh produksi yang dijual dan pendapatan rumahtangga petani. Semakin tinggi pendapatan maka rumahtangga akan dapat memperbaiki kombinasi jenis makanan sehat yang dikonsumsi, walaupun alokasi dana yang digunakan untuk konsumsi pangan menurun dan akan dialokasikan pada pengeluaran konsumsi bukan pangan. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan Mangkuprawira (1985). Sudah menjadi fenomena rumahtangga petani, produksi yang dihasilkan akan dikonsumsi sendiri dan juga akan dijual ke pasar. Konsumsi pangan dalam rumahtangga akan berhubungan negatif dengan produksi yang dijual. Sebagian hasil produksi usahatani akan dikonsumsi sendiri dan sebagian lagi akan dijual ke pasar. Hasil pendugaan parameter persamaan pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumahtangga petani wilayah pegunungan dapat dilihat pada Tabel 60.

Tabel 60. Hasil Pendugaan Persamaan Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Petani Wilayah Pegunungan Provinsi DIY Tahun 2009

Persamaan / Variabel Wilayah Pegunungan

Estimasi Parameter Peluang Elastisitas Pendapatan Usahatani (PEUT)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Curahan waktu kerja usahatani (CUT) Produksi (PROD)

Upah usahatani (UPAHUT)

(R2 0.0079 0.0478* <0.0001* <0.0001* 0.1198 =0.3155) -11057314 3218189 135068 0.690037 -96.419449 - 1.1330 1.3237 0.4524 - Pendapatan Luar Usahatani (PENUT)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Curahan waktu kerja luar usahatani (CNUT) Upah tenaga kerja (UPAHTK)

(R2 54737 0.940697 =0.0718) -619441 701324 0.3802 0.1984 0.0001* 0.4846 - - 0.2805 - Pengeluaran Konsumsi Pangan (KOP)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Produksi yang dijual (PRODD) Jumlah anggota keluarga (JAK) Pendapatan rumahtangga petani (PERT)

(R2 0.0245 0.3933 0.0444* 0.1258 0.0001* =0.1052) 4348411 -229127 -0.067465 193818 0.128541 - - -0.0666 - 0.3023 Pengeluaran Konsumsi Bukan Pangan (KONP)

Intercep

Kualitas sumberdaya manusia (KSDM) Jumlah anggota keluarga (JAK)

Pendapatan rumahtangga petani (PERT)

(R2 0.4737 0.3445 0.1553 <0.0001* =0.1552) 101202 235962 120270 0.089816 - - - 0.5393 Keterangan : *α ≤ 0.10.

Semakin meningkat kualitas sumberdaya manusia pengeluaran konsumsi pangan akan cenderung menurun dari 58.65 persen (dari total pengeluaran rumahtangga) menjadi 54.38 persen. Di wilayah pegunungan semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga pengeluaran konsumsi pangan meningkat 5.30 persen, pengeluaran konsumsi bukan pangan juga meningkat dengan jumlah lebih besar (45.03 persen). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan petani, maka petani akan mengalokasikan pendapatannya untuk pengeluaran konsumsi bukan pangan lebih besar dibanding pengeluaran konsumsi pangan, sesuai penelitian yang dilakukan oleh Sumarwan (1993). Alokasi pengeluaran konsumsi pangan akan menurun dengan semakin tingginya pendapatan petani dan tingkat pendidikan petani. Berhubungan dengan jumlah anggota keluarga, Nusril (2007) mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi pangan akan meningkat dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga.

7.2.3. Rekapitulasi Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam

Dokumen terkait