• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekapitulasi Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Wilayah Pantai dan

Pegunungan

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perilaku rumahtangga di wilayah pantai dan pegunungan. Perbedaan tersebut juga terjadi pada pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga petani. Dengan perbedaan agroekologi antara kedua wilayah menyebabkan adanya perbedaan nilai sosial budaya dan nilai manfaat ekonomi, sehingga peluang ekonomi dua wilayah tersebut berbeda. Interaksi manusia dan biofisik yang beragam kondisinya ini memberikan bentuk aktivitas sosial, ekonomi dan budaya yang beragam pula. Hal ini mengakibatkan sumber mata pencaharian penduduk di masing-masing wilayah berbeda yang akhirnya terjadi perbedaan pendapatan, pengeluaran dan pola konsumsi masyarakatnya. Aktivitas ekonomi masyarakat akan tergantung pada kondisi fisik wilayah, kondisi sumberdaya manusia, modal yang dimiliki, infrastruktur fisik dan sosial. Pendapatan dan pengeluaran masyarakat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, usia, tingkat pendidikan, keterampilan dan kondisi kesehatan.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran investasi sumberdaya manusia yang menunjukkan keputusan rumahtangga petani untuk melakukan pengembangan sumberdaya manusia berbeda antara wilayah pantai dan pegunungan. Sebagian besar rumahtangga petani mengalokasikan pendapatan yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan pokok rumahtangga. Aspek pengembangan sumberdaya manusia yang berpengaruh terhadap perilaku

rumahtangga di kedua wilayah tersebut juga berbeda. Di wilayah pantai kualitas sumberdaya manusia berpengaruh positif terhadap perilaku produksi, biaya usahatani, permintaan tenaga kerja luar keluarga, curahan waktu kerja usahatani, pendapatan usahatani dan pengeluaran konsumsi bukan pangan. Di wilayah pegunungan kualitas sumberdaya manusia berpengaruh secara positif terhadap perilaku produksi, permintaan tenaga kerja luar keluarga, curahan waktu kerja usahatani dan pendapatan usahatani.

Dengan analisis kuantitatif investasi sumberdaya manusia dan pendidikan petani berpengaruh positif terhadap kualitas sumberdaya di wilayah pegunungan, namun tidak berpengaruh di wilayah pantai. Kondisi infrastruktur wilayah pantai lebih memadai dibanding wilayah pegunungan, sehingga mobilitas petaninya lebih tinggi. Kesempatan untuk bekerja di berbagai bidang lebih tinggi, sehingga upaya pengembangan sumberdaya manusia di lingkungannya menjadi kurang diperhatikan. Berbeda dengan wilayah pegunungan yang infrastrukturnya lebih terbatas, dengan ada kegiatan sedikit saja akan sangat berpengaruh.

Perilaku produksi rumahtangga petani pantai dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia dan pengalaman petani, sedangkan di pegunungan dipengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Investasi sumberdaya manusia yang dilakukan rumahtangga petani di wilayah pantai dan pegunungan berhubungan positif dengan produksi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fafchamps dan Quisumbing (1997) menunjukkan investasi sumberdaya manusia berdampak pada produktivitas.

Perbedaan yang terjadi pada kedua wilayah tersebut adalah kualitas sumberdaya manusia berpengaruh positif terhadap biaya usahatani di wilayah

pantai, tetapi berpengaruh negatif di wilayah pegunungan. Kualitas sumberdaya manusia berpengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja luar usahatani. Artinya semakin berkualitas rumahtangga petani banyak mencurahkan waktunya pada kegiatan usahatani. Lahan sawahnya dikelola dengan tenaga kerja keluarga saat tidak bekerja pada luar usahatani. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lockheed, et al. (1980) dalam Fafchamps (1997) yang dilakukan pada usaha pertanian. Lockheed mengatakan bahwa pendidikan mempunyai dampak positif pada produktivitas pertanian. Pendidikan sebagai investasi dapat dianalisis tidak melalui dampak langsung pada produksi dan pendapatan, tetapi melalui dampaknya terhadap alokasi waktu kerja. Petani akan mengalokasikan waktunya untuk bekerja pada usahatani dan luar usahatani, yang merupakan sumber pendapatan petani. Hasil penelitian yang diperoleh Lockheed (1980), bahwa pendidikan berdampak positif pada kegiatan luar usahatani dan mampu menggeser sumberdaya tenaga kerja dari usaha tani ke luar usahatani.

Pendapatan luar usahatani di wilayah pantai dan pegunungan tidak dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya manusia. Kegiatan usahatani bagi rumahtangga petani merupakan mata pencaharian pokok walaupun hasilnya belum memadai dan mencukupi kebutuhan hidup. Bagaimanapun kondisi kualitas petani, petani tetap akan bekerja untuk mencari nafkah dari usaha keluarga atau sebagai buruh di usahatani dan luar usahatani. Pendapatan usahatani di wilayah pegunungan dipengaruhi positif oleh curahan waktu usahatani. Usahatani merupakan mata pencaharian pokok rumahtangga petani, bagaimanapun kondisi pendidikan, keterampilan dan kualitas sumberdaya manusia, petani tetap mengelola lahannya. Bekerja di luar usaha keluarga baik usahatani maupun luar

usahatani merupakan upaya rumahtangga petani untuk mencari tambahan penghasilan. Walaupun petani tidak memiliki keahlian dan keterampilan apapun.

Semakin tinggi pendidikan petani, ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan luar usahatani, seperti penelitian yang dilakukan Locheed (1990) bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan luar usahatani. Di wilayah pantai lebih banyak aktivitas ekonomi dibanding wilayah pegunungan, karena akses menuju wilayah pantai relatif lebih mudah. Menurut Scott (1976) dan Popkin (1979) dalam Rhommy (2006) bahwa masyarakat petani pegunungan (dataran tinggi) merupakan komunitas yang berbasis ikatan keluarga atau kekerabatan dan mengandalkan pada sumberdaya alam yang ada. Berbeda dengan wilayah pantai (dataran rendah), terdapat masyarakat yang lebih responsif, berbasis pada kelompok dan aktivitas yang lebih komersial. Atas dasar ini terlihat bahwa rumahtangga petani pantai lebih banyak kegiatan sampingan di luar usaha pokoknya sebagai petani.

Dari hasil penelitian semakin tinggi pendidikan petani maka alokasi untuk pengeluaran konsumsi pangan semakin menurun dan alokasi pengeluaran konsumsi bukan pangan akan meningkat, seperti terlihat pada Tabel 35. Pendapatan rumahtangga petani berpengaruh positif terhadap konsumsi bukan pangan di wilayah pantai dan pegunungan, hal ini seperti dikatakan Harianto (2007) bahwa dengan semakin tinggi pendapatan maka akan semakin meningkat permintaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor non pertanian.

Permintaan tenaga kerja luar keluarga di wilayah pantai dan pegunungan dipengaruhi positif oleh kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dikarenakan semakin berkualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga akan mempunyai

kesempatan lebih banyak bekerja di luar usahatani, sehingga rumahtangga lebih banyak menggunakan tenaga kerja upahan. Penelitian yang dilakukan Fafchamps dan Quisumbing (1997) bahwa pendidikan berdampak terhadap alokasi penggunaan tenaga kerja dalam rumahtangga untuk bekerja di luar usahatani, yang menyebabkan semakin tinggi permintaan tenaga kerja luar keluarga.

Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, curahan waktu kerja luar usahatani di wilayah pantai dan pegunungan menurun. Tidak berarti rumahtangga menggunakan lebih banyak tenaga kerja keluarga untuk usahatani, tetapi rumahtangga tetap menggunakan tenaga kerja upahan. Hal tersebut karena masih ada anggota keluarga yang berstatus masih sekolah dan ada sebagian anggota keluarga memilih untuk menganggur atau melakukan pekerjaan rumahtangga yang tidak menghasilkan pendapatan.

Di kedua wilayah kualitas sumberdaya manusia berpengaruh pada perilaku pendapatan usahatani, namun tidak berpengaruh pada perilaku pendapatan luar usahatani. Perilaku pengeluaran konsumsi pangan dan konsumsi bukan pangan wilayah pantai dan pegunungan keduanya dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga petani. Kualitas menu makanan yang dikonsumsi rumahtangga petani semakin baik untuk menjaga kondisi kesehatan. Ada kecenderungan rumahtangga semakin mengkonsumsi lebih banyak produk-produk bukan pangan.

Dokumen terkait