• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. Hasil dan Pembahasan

3.7. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

3.7.6. Perilaku Higienis

Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci

tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang.

Tabel 3.130 memperlihatkan persentase pendudu 10 tahun ke atas yang berperilaku benar dalam hal BAB dan cuci tangan menurut provinsi. Secara nasional, sebesar 71,1 berperilaku benar dalam hal BAB, namun hanya 23,2 yang berperilaku cuci tangan benar. Provinsi Sulawesi Barat (57,4), Gorontalo (59,2) dan Sumatera Barat (59,3) adalah provinsi-provinsi yang perilaku BAB benarnya rendah. Sedangkan Provinsi Sumatera Barat (8,4), Sumatera Utara (14,5) dan Riau (14,6) adalah provinsi-provinsi yang perilaku cuci tangan benarnya rendah. DKI Jakarta menduduki tempat tertinggi untuk perilaku baik dalam hal BAB dan cuci tangan.

Tabel 3.130

Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Berperilaku Benar Dalam

Buang Air Besar dan Cuci Tangan menurut Kabupaten di Sulawesi Barat,

Riskesdas 2007

Kabupaten Berperilaku benar

dalam hal BAB*

Berperilaku benar dalam hal cuci

tangan** Majene 47.1 36.4 Polewali Mandar 62.5 21.7 Mamasa 68.8 17.1 Mamuju 49.5 3.7 Mamuju Utara 49.9 28.6 Sulawesi Barat 56.2 18.4

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban

**) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, dan setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang.

rilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban

**) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, dan setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang.

Tabel 3.131 memperlihatkan persentase penduduk 10 tahun ke atas yang berperilaku benar dalam hal BAB dan cuci tangan menurut karakteristik. Semakin tinggi usia semakin berperilaku benar dalam BAB dan cuci, tetapi tampak menurun lagi pada umur 55 tahun ke atas. Persentase perempuan yang berperilaku benar dalam BAB dan cuci tangan lebih tinggi dari laki-laki (berturut-turut 71,2 dibanding 70,9, dan 27,8 dibanding 18,8). Semakin tinggi pendidikan, perilaku baik dalam BAB dan cuci tangan semakin tinggi. Dari segi pekerjaan, petani/buruh/ nelayan memiliki persentase perilaku baik BAB dan cuci tangan terendah (56,1 dan 18,6). Penduduk perkotaan berperilaku baik lebih tinggi dari perdesaan. Sedangkan semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga semakin tinggi persentase perilaku baik dalam BAB dan cuci tangan.

Tabel 3.131

Persentase Penduduk 10 tahun Ke Atas yang Berperilaku Benar dalam Hal

Buang Air Besar dan Cuci Tangan menurut Karakteristik Responden,

Riskesdas 2007

Karakteristik responden Berperilaku benar dalam hal BAB*

Berperilaku benar dalam hal cuci

tangan** Umur 10-14 tahun 68,2 17,2 15-24 tahun 72,4 23,6 25-34 tahun 71,8 26,1 35-44 tahun 72,1 25,9 45-54 tahun 71,6 24,5 55-64 tahun 69,6 22,1 65-74 tahun 68,5 18,1 75+ tahun 68,0 14,1 Jenis Kelamin Laki-laki 70,9 18,4 Perempuan 71,2 27,8 Pendidikan Tidak sekolah 52,2 17,1 Tidak tamat SD 59,1 18,0 Tamat SD 65,8 21,8 Tamat SMP 76,7 24,8 Tamat SMA 88,9 29,0 Tamat PT 94,7 36,9 Pekerjaan Tidak kerja 69,9 20,6 Sekolah 73,6 19,9 Ibu RT 73,7 30,7 PNS/Polri/TNI/BUMN 93,3 31,8 Wiraswasta 83,7 24,8 Petani/nelayan/buruh 56,1 18,6 Lainnya 77,8 23,7 Tipe daerah Perkotaan 89,4 28,7 Perdesaan 59,7 19,8

Tingkat pengeluaran per kapita per bulan Kuintil 1 58,0 19,6 Kuintil 2 64,3 21,4 Kuintil 3 70,6 22,4 Kuintil 4 75,8 24,4 Kuintil 5 84,5 27,7

*) Perilaku benar dalam BAB bila BAB di jamban

**) Perilaku benar dalam cuci tangan bila cuci tangan pakai sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, dan setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang.

Tabel 3.132

Sebaran Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat,

Menurut Kabupaten/Kota, Riskesdas 2007

KABUPATEN Baik Buruk

MAJENE 30.8 69.2 POLEWALI MANDAR 28.2 71.8 MAMASA 14.8 85.2 MAMUJU 21.6 78.4 MAMUJU UTARA 28.4 71.6 Sulawesi Barat 33.0 67.0

Hampir semua penduduk ≥10 tahun kurang mengonsumsi sayur dan buah berdasarkan kriteria WHO. Proporsi terendah adalah 95,4% (tabel 3.115). Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kota desa maupun tingkat ekonomi dengan kebiasaan konsumsi buah dan sayur.

Pada tingkat Provinsi Sulawesi Barat 97,4% penduduk ≥10 tahun kurang mengunsumsi buah dan sayur (tabel 3.116). Tidak ada perbedaan antar kabupaten.

Hampir semua penduduk ≥10 tahun tidak mengonsumsi alkohol selama 12 bulan terakhir pada semua kelompok umur (tabel 3.117). Mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir cukup rendah. Tertinggi 4,1% pada kelompok umur 25-34 tahun dan 3,7% pada kelompok umur 35-44 tahun. Proporsi yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir relatif lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Terlalu kecil proporsi penduduk yang mengonsumsi alkohol satu bulan terakhir bial dihubungkan dengan karakteristik responden.

Pada tingkat provinsi mereka yang mengonsumsi alkohol selama 12 bulan yang lalu 4,0% dan yang mengonsumsi alkohol sebulan yang lalu 2,6% (tabel 3.118). Proporsi penduduk penduduk ≥10 tahun yang mengonsumsi alkohol tertinggi sebulan yang lalu 9,1% di Kabupaten Mamasa.

Dalam menghubungkan antara kebiasaan minum alkohol dari peminum yang relatif rendah dengan karakteristik responden ada kecenderungan hubungan yang kurang stabil dan menyesatkan. Karena itu interpretasi harus dilakukan secara hati-hati. Proporsi peminum alkohol dengan konsumsi alkohol 1-4 kali seminggu terdapat kecenderungan semakin tinggi seiring dengan umur yang semakin tua (tabel 3.119 ). Proporsi terbesar minuman yang dikonsumsi adalah yang tradisional. Semakin tua semakin besar proporsi yang mengonsumsi minuman tradisonal. Tidak ada pola hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan tingkat pendidikan. Konsumsi minuman industri pabrik lebih banyak dikota sedangkanminuman tradisional lebih banyak di perdesaan. Tidak ada pola hubungan tingkat ekonomi dengan pola konsumsi minuman beralkohol.

Pada tingkat provinsi lebih dari separuh mengonsumsi >1 kali perminggu dan 75,1% peminum mengonsumsi minuman tradisional.

Tidak ada pola hubungan antara karakteristik responden dengan dosis konsumsi minuman ( tabel 3.120). Sulit menginterpretasikan sebaran peminum menurut dosis konsumsi minuman karena jumlah kasus yang kecil (tabel 3.121).

4. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik yang cukup lebih tinggi pada kelompok usia produktif dari usia 15 -65 tahun (tabel 3.123). Proporsi yang aktifitasnya cukup pada kelompok ini >70%. Relatif tidak berbeda proporsi yang aktivitas cukup antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada pola hubungan antara proporsi aktifitas cukup dengan tingkat pendidikan maupun tingkat ekonomi rumahtangga. Pada tingkat provinsi hanya 55,9% penduduk ≥10 tahun mempunyai tingkat aktifitas fisik yang cukup (tabel3.124 ). Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan aktifitas fisik cukup tertinggi 64,7% di Kabupaten Mamasa dan terenddah 49,4% di Kabupaten Polewali Mandar.

5. Pengetahuan dan sikap tentang Flu burung

Proporsi penduduk ≥10 tahun yang pernah dengar Flu burung dan pengetahuan yang benar, dan bersikap yang benar (PSP) tentang Flu burung semakin rendah seiring dengan semakin tuanya umur, kecuali pada kelompok umur 10-14 tahun (tabel 3.124). Laki-laki relatif lebih banyak yang mengetahui dan berperilaku yang benar tentang Flu burung daripada perempuan. Semakin tinggi pendidikan dan tingkat ekonomi semakin banyak yang mempunyai PSP yang benar tentang Flu burung. Proporsi penduduk ≥10 tahun yang punya PSP yang baik tentang Flu burung lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan.

Pada tingkat provinsi proporsi penduduk ≥10 tahun yang pernah dengar Flu burung 56,1%, berpengetahuan yang benar 36,0% dan bersikap yang benar 46,5% (tabel 3.125). Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan PSP Flu Burung tertinggi di Kabupaten Polewali Mandar dan terendah di Kabupaten Mamuju Utara.

6. Pengetahuan tentang HIV/AIDS

Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan PSP yang baik tentang HIV/AIDS semakin rendah dengan semakin tingginya kelompok umur , kecuali pada kelompok umur termuda 10-15 tahun(tabel 3.126). PSP yang baik tentang HIV/AIDS relatif lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan PSP tentang HIV/AIDS semakin tinggi seiring dengan semakin tinggi pendidikan dan semakin tinggi tingkat ekonomi rumahtangga. Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan PSP yang baik tentang HIV/AIDS lebih tinggi pada penduduk perkotaan daripada penduduk perdesaan. Pada tingkat provinsi proporsi penduduk ≥10 tahun yang pernah dengan HIV/AIDS 29,2%, yang punya pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS hanya 4,7% dan berpengetahuan benar tentang pencegahan HIV/AIDS hanya 1,6% (tabel 3.127).

Pada tingkat provinsi proporsi penduduk ≥10 tahun yang merahasikan bila ada anggota rumahtangga (ART) yang menderita HIV/AIDS 9,5%, yang membicarakan dengan ART lain 65,4%, yang melakukan konseling dan pengobatan 88,0%, yang mencari pengobatan alternatuf 64,3% dan yang mengucilkan 2,4% (tabel 3.128). Yang merahasikan paling tinggi 12,9% di Kabupaten Mamuju dan terendah 5,3% di Kabupaten Mamasa. Mereka yang membicarakan dengan ART lain tertinggi 88,5% di Kabupaten Mamasa dan terendah 36,7 di Kabupaten Mamuju. Mereka yang melakukan pengobatan dan konseling merata di semua kebupaten >80%. Mereka yang memilih pengobatan alternatif tertinggi 85,5% di Kabupaten Mamasa dan terendah 53,0% di Mamuju.

Tidak ada hubungan antara umur maupun jenis kelamin dengan tindakan merahasiakan, melakukan konseling dan pengobatan serta mencari pengobatan alternatif bila ada ART yang menderita HIV/AIDS (tabel 3.129). Semakin tua umur semakin banyak yang membicarakan dengan ART lain. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi yang membicarakan dengan ART lain, konseling dan pengobatan, kecuali pada pendidiakn tidak sekolah. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak yang mencari pengobatan

alternative, kecuali yang tamat SLTA dan tamat perguruan tinggi. Proporsi mereka yang membicarakan dengan ART lain lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Tidak ada pola hubungan antara tingkat ekonomi dengan tindakan bila ada ART yang menderita HIV/AIDS.

Tidak ada hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan perilaku BAB ( tabel 3.127). Kecuali kelompok umur 10-14 tahun, semakin tua semakin rendah proporsi yang cuci tangan dengan sabun. Proporsi perempuan yang biasa mencuci tangan dengan sabun relatif lebih tinggi daripada laki-laki. Semakin tinggi pendidikan dan semakin tinggi tingkat ekonomi semakin tinggi proporsi yang berperilaku yang benar tentang BAB dab cusi tangan.

Pada tingkat provinsi 56,2% berperilaku benar dalam BAB (tabel 3.128). Sedangkan yang berperilaku benar tentang cuci tangan dengan sabun baru 18,4%. Perilaku benar BAB proporsinya beragam antar kabupaten, terendah 47,1% di Kabupaten Majene dan tertinggi 68,8% di Mamasa. Mereka yang berperilaku benar cuci tangan dengan sabun terendah 3,7% di Mamuju dan tertinggi 36,4% di Majene.

Proporsi penduduk ≥10 tahun dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 33,0% pada tingkat provinsi (tabel 3.129). Proporsinya terendah 14,8% di Kabupaten Mamasa dan tertinggi 30,8% di Majene.

3.8. Akses Dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Dokumen terkait