• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. Hasil dan Pembahasan

3.2 Penyakit Menular

3.2.1 Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue dan Malaria

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Umumnya penyakit ini diketahui setelah timbul gejala klinis kronis dan kecacatan. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis filariasis oleh tenaga kesehatan‖ dalam 12 bulan terakhir ditanyakan gejala-gejala sebagai berikut : adanya radang pada kelenjar di pangkal paha, pembengkakan alat kelamin, pembengkakan payudara dan pembengkakan tungkai bawah atau atas.

Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis DBD oleh tenaga kesehatan‖ dalam 12 bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita demam/panas, sakit kepala/pusing disertai nyeri di ulu hati/perut kiri atas, mual dan muntah, lemas, kadang-kadang disertai bintik-bintik merah di bawah kulit dan atau mimisan, kaki/tangan dingin.

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan ―tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ dalam satu bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita panas tinggi disertai menggigil (perasaan dingin), panas naik turun secara berkala, berkeringat, sakit kepala atau tanpa gejala malaria tetapi sudah minum obat antimalaria. Pada responden yang menyatakan ―pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan‖ ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam pertama menderita panas.

Tabel 3.45

Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan

Pemakaian Obat Program Malaria menurut Kabupaten

di Provinsi Sulawesi Barat, Riskesdas 2007

Kabupaten Filariasis DBD Malaria D DG D DG D DG O Majene 0,1 0,1 0,2 0,4 0,4 0,6 35,2 Polewali Mandar 0,0 0,0 0,1 0,3 0,2 0,8 31,6 Mamasa 0.0 0,1 0,1 0,5 0,1 0,7 7,1 Mamuju 0,0 0,0 0,0 0,7 1,8 3,5 42,5 Mamuju Utara 0,0 0,0 0,4 2,8 2,2 5,8 32,0 Sulawesi Barat 0.01 0,03 0,10 0,70 0,86 2,02 36,10

Data Riskesdas 2007 menunjukkan dalam 12 bulan terakhir filariasis terdapat di Kabupaten Majene dan Mamasa dengan prevalensi berdasarkan gejala klinis (DG) sebesar 1,0‰. Di tingkat provinsi prevalensi filariasis (DG) kurang dari 1,0‰ dan lebih rendah dari angka prevalensi nasional sebesar 1,1‰.

Dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, kasus DBD klinis tersebar di seluruh kabupaten dengan prevalensi (DG) tingkat provinsi 0,7% (rentang : 0,3 - 2,8%). Prevalensi DBD klinis di Sulawesi Barat lebih tinggi dari angka nasional (0,6%).

Di Provinsi Sulawesi Barat kasus DBD klinis lebih banyak didapatkan berdasarkan gejala klinis yang disampaikan oleh responden bukan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan.

Penyakit malaria tersebar di seluruh kabupaten dengan angka prevalensi yang beragam dan prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Mamuju Utara. Semua kabupaten, kasus malaria lebih banyak terdeteksi berdasarkan gejala klinis yang disampaikan oleh responden bukan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan.

Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, prevalensi malaria klinis nasional adalah 2,9% (rentang : 0,2 - 26,1%). Ada dua kabupaten mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional, yairu Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara. Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan dengan obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit hanya 2,2%. Di Kabupaten Mamuju proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi, yaitu sebesar 42,5%.

Tabel 3.46

Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian

Obat Program Malaria menurut Karakteristik Responden

di Provinsi Sulawesi Barat, Riskesdas 2007

Karakteristik

Filariasis DBD Malaria

D DG D DG D DG O

Kelompok umur (tahun)

<1 0.000 0.01 0.137 0.21 0.140 0.33 0,0 1-4 0.012 0.03 0.297 0.43 0.370 0.79 46,7 5-14 0.028 0.05 0.396 0.61 0.407 0.94 51,0 15-24 0.029 0.07 0.239 0.50 0.496 1.12 32,0 25-34 0.037 0.07 0.200 0.52 0.610 1.36 27,1 35-44 0.033 0.09 0.126 0.37 0.536 1.26 37,8 45-54 0.046 0.11 0.137 0.43 0.540 1.31 33,7 55-64 0.062 0.10 0.109 0.36 0.462 1.23 31,6 65-74 0.039 0.09 0.064 0.33 0.423 1.06 27,3 >75 0.083 0.18 0.065 0.32 0.424 1.34 26,5 Jenis Kelamin Laki-laki 0.03 0.07 0.23 0.46 0.57 1.25 34,3 Perempuan 0.03 0.07 0.22 0.48 0.40 1.02 38,0 Wilayah/daerah Kota 0.32 0.52 0.03 0.06 0.27 0.63 76,1 Desa 0.14 0.43 0.04 0.08 0.66 1.54 30,9 Pendidikan Tidak sekolah 0.05 0.11 0.10 0.42 0.45 1.32 25,7 Tidak tamat SD 0.04 0.10 0.18 0.48 0.57 1.49 13,1 Tamat SD 0.03 0.07 0.14 0.42 0.51 1.23 35,0 Tamat SMP 0.04 0.07 0.20 0.46 0.58 1.24 48,3 Tamat SMA 0.04 0.07 0.26 0.46 0.45 0.93 44,2 Tamat PT 0.04 0.07 0.29 0.57 0.37 0.71 0,0 Pekerjaan Tidak kerja 0.10 0.32 0.15 0.47 0.39 1.02 34,8 Sekolah 0.05 0.22 0.35 0.57 0.39 0.93 56,1 Ibu RT 0.07 0.30 0.13 0.43 0.41 1.08 39,4 Pegawai 0.06 0.19 0.31 0.50 0.38 0.74 0,0 Wiraswasta 0.10 0.21 0.17 0.38 0.44 0.93 61,1 Petani/Nelayan/ Buruh 0.09 0.30 0.10 0.40 0.77 1.83 19,7 Lainnya 0.10 0.25 0.23 0.47 79,0 1.25 79,0 Tingkat pengeluaran per

kapita Kuintil_1 0.03 0.07 0.18 0.43 0.52 1.22 18,8 Kuintil_2 0.04 0.08 0.21 0.46 0.49 1.18 34,1 Kuintil_3 0.03 0.06 0.22 0.46 0.49 1.17 46,0 Kuintil_4 0.05 0.09 0.24 0.48 0.47 1.08 33,7 Kuintil_5 0.03 0.07 0.29 0.52 0.43 0.94 34,2

sosial-ekonomi tinggi dan rendah. Filariasis klinis lebih tinggi didapati pada responden di perdesaan dan responden yang tidak sekolah, tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh. DBD dahulu dikenal hanya sebagai penyakit pada anak-anak, kini cukup banyak ditemukan penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 5 - 14 tahun (0,61%) dan terendah pada bayi (0,21%). Tidak terlihat perbedaan prevalensi DBD pada laki-laki dan perempuan. DBD klinis relatif lebih tinggi di perdesaan, baik kasus yang didiagnisis oleh tenaga kesehatan maupun kasus yang terdeteksi berdasarkan gejala klinis yang disampaikan oleh responden.

Temuan yang juga perlu menjadi perhatian adalah DBD klinis relatif lebih banyak ditemukan pada responden dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), responden (anak) sekolah. Prevalensi DBD klinis juga cenderung meningkat pada status ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran penderita dalam mengenali penyakit dan mencari pengobatan yang lebih baik di kelompok status ekonomi yang lebih tinggi.

Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, relatif lebih rendah pada bayi, dan relatif meningkat pada kelompok umur produktif (25 - 54 tahun). Prevalensi penyakit ini juga relatif lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan kelompok tersebut lebih banyak terpapar (exposed) dengan nyamuk malaria, sehingga risiko terkena infeksi relatif lebih besar. Prevalensi malaria klinis di perdesaan dua kali lebih besar dari prevalensi di perkotaan, dan cenderung tinggi pada responden dengan pendidikan rendah, kelompok petani/nelayan/buruh dan status ekonomi rendah.

Walaupun prevalensi malaria klinis pada anak (<15 tahun) relatif lebih rendah dari orang dewasa, tetapi proporsi pengobatan dengan obat malaria program cenderung lebih baik pada anak dibandingkan orang dewasa. Keadaan ini menunjukkan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada anak sudah cukup baik di mana >50% malaria klinis mendapat obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit. Pengobatan dengan obat malaria program juga relatif lebih baik (≥50,0%) di daerah perkotaan, anak sekolah dan wiraswasta. Oleh sebab itu program pengendalian malaria pada kelompok yang berisiko perlu ditingkatkan.

Dokumen terkait