• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam proses komunikasi selalu ada yang namanya pengharapan (expectation). Jika expectation menjadi lebih positif, maka ketidakpastian dan

kecemasan akan berkurang atau rendah (Gudykunst & Gueverro, 1990). Pengharapan kita mempunyai konsekuensi yang sanagt besar dengan komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain

Misalkan saja, ketika kita sudah mengenal seseorang dengan baik maka kita akan cenderung memiliki harapan dalam proses komunikasi kita. Semenjak pertama kali bertemu dan berkenalan mungkin kita masih setengah ragu dengan pengharapan kita, apakah akan sesuai dengan pengharapan kita atau tidak. Akan tetapi setelah komunikasi antara kita dengan dia sudah berjalan lama dan kita telah mengetahui karakternya, maka pengharapan kita terhadapnya akan cenderung tinggi. Akan tetapi, jika dalam pertengahan jalan ternyata orang yang kita kenal itu melakukan kesalahan pada diri kita dan menyebabkan kita sakit hati, maka pengaharapan kita pada seseorang itu akan berkurang atau mungkin bisa hilang dan tidak ada sama sekali.

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain, perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Tujuan spesifik tidak selamanya diketahui dengan sadar oleh yang bersangkutan. Dorongan yang memotivasi pola perilaku individu yang nyata dalam kadar tertentu berada dalam alam bawah sadar (Hersey& Blanch 2004), sedangkan Rogers menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu kebiasaan dari individu atau kelompok di dalam menerima atau menyampaikan pesan yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, hubungan dengan sisitem sosial,

kekosmopolitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan dengan media massa, keaktifan mencari informasi, pengetahuan mengenai hal-hal baru.

Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998), perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.

Berdasarkan pada definisi perilaku yang telah diungkapkan sebelumnya, perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, atau dengan kata lain perilaku komunikasi adalah cara berfikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak atau melakukan tindakan yang dianut seseorang, keluarga atau masyarakat dalam mencari dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang ada di dalam jaringan komunikasi masyarakat setempat (Hapsari 2007).

Berlo (1960) mendeskripsikan level komunikasi adalah mengukur derajat kedalaman mencari dan menyampaikan informasi yang meliputi: (1) sekedar bicara ringan, (2) saling ketergantungan (independen), (3) tenggang rasa (empaty), (4) saling interaksi (interaktif). Berlo juga mengungkapkan bahwa perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi. Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka hal-hal yang sebaiknya perlu dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi sesuai

dengan kebutuhannya. Halim (1992) mengungkapkan bahwa komunikasi, kognisi, sikap, dan perilaku dapat dijelaskan secara lebih baik melalui pendekatan situasional, khususnya mengenai kapan dan bagaimana orang berkomunkasi tentang masalah tertentu.

E.3 Adaptasi

Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajaripada umumnya dipengaruhi oleh kekuata – kekuatan sosial budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang terpenting dan paling mendasar. Kita belajar banyak hal lewat respon- respon komunikasi terhadap rangsangan lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan – pesan sehingga pesan – pesan tersebut akan dikenali, diterima dan direspon oleh individu – individu yang berinteraksi dengan kita. Kegiatan – kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita (Mulyana dan Rakhmat, 2005:137).

Ellingsworth dalam dykunst (1983), mengemukakan bahwa setiap individu dianugerahi kemampuan untuk beradaptasi antarpribadi. Oleh karena itu maka setiap individu memiliki kemampuan untuk menyaring manakah perilaku yang harus atau yang tidak harus dia lakukan. Adaptasi nilai dan norma antarpribadi termasuk antarbudaya sangat ditentukan oleh dua faktor, yakni pilihan untuk mengadaptasikan nilai dan norma yang fungsional atau mendukung hubungan

antarpribadi. Atau nilai dan norma yang disfungsionalkan atau tidak mendukung hubungan antarpribadi.

Dalam realitas komunikasi antarbudaya, pendekatan adaptasi selalu digunakan dalam komunikasi antarbudaya di negara – negara berkembang. Jawaban atas beberapa pertanyaaan yang menentukan proses adaptasi nilai dan norma antarpribadi; (1) bagaimana individu mengadakan musyawarah untuk menerima kaidah peran yang berasal dari kebudayaan pihak ketiga; (2) bagaimana kebudayaan pihak ketiga mempengaruhi perilaku verbal maupun nonverbal masyarakat tuan rumah?

Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, adalah konsep mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990: 248). Di dalam ilmu sosial dipahami bahwa akulturasi merupakan proses pertemuan unsur-unsur kebudayaan yang berbeda yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut namun perbedaan di antara unsur-unsur asing dengan yang asli masih tampak.

Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh

pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukan lewat komunikasi. Proses selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan ruang, jarak antarpribadi, ekspresi wajah, gerak mata, gerakan tubuh lainnya dan persepsi tentang penting tidaknya perilaku nonverbal. Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang baru (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 137-140).

Salah satu kerangka konseptual yang paling komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi oleh Ruben (1975). Dalam perspektif sistem, unsur dasar suatu sistem komunikasi manusia teramati ketika seseorang secara aktif sedang berkomunikasi, berusaha untuk dan mengharapkan berkomunikasi dengan lingkungan. Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui tiga proses yang saling berhubungan, yakni komunikasi persona, komunikasi sosial dan lingkungan komunikasi.

1. komunikasi persona atau intrapersona mengacu kepada proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami dan merespons lingkungan. Salah satu variabel komunikasi persona terpenting dalam akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam mempersepsi lingkungan pribumi. Faktor yang erat berhubungan dengan kompleksitas kognitif adalah pengetahuan imigran tentang pola-pola dan sistem-sistem komunikasi pribumi. Bukti empiris yang memadai menunjang fungsi penting pengetahuan tersebut, terutama pengetahuan tentang bahasa dalam memudahkan aspek-aspek akulturasi lainnya. Suatu variabel persona lainnya dalam akulturasi adalah citra diri (self image) imigran yang berhubungan dengan citra-citra imigran tentang lingkungannya. Selain itu, motivasi akulturasi seorang imigran juga dapat memudahkan proses akulturasi. Motivasi akulturasi mengacu kepada kemauan imigran untuk belajar tentang, berpartisipasi dalam dan diarahkan menuju sistem sosio-budaya pribumi.

2. komunikasi sosial. Komunikasi sosial ditandai ketika individu-individu mengatur perasaan, pikiran dan perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi sosial dilakukan melalui komunikasi antarpersona. Komunikasi antarpersona seorang imigran dapat diamati

melalui derajat partisipasinya dalam hubungan-hubungan antarpersona dengan anggota masyarakat pribumi.

3. lingkungan komunikasi. Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran sangat bergantung pada derajat kelengkapan kelembagaan komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanan-tekanan situasi antarbudaya dan memudahkan akulturasi (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 141-144).

E.4 Budaya

Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, kebiasaan, nilai, pemprosesan informasi dan pengalihan pola – pola konvensi pikiran, perkataan dan perbuata/tindakan yang dibagiakn diantara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok sosial dalam suatu masyarakat.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,

nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek – objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang lain dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.

Budaya menampakan diri dalam pola – pola bahasa dan dalam bentuk – bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model – model dan tindakan – tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang – orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Berdasarkan pemikiran tersebut, komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda, bahkan dalam suatu bangsa sekalipun.

Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan maka langkah selanjutnya merumuskan kerangka konsep sebagai hasil dari suatu pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1991:40). Maka komponen penelitian yang akan diteliti adalah:

1. Komunikasi Antarbudaya

a) Pertukaran pesan antarbudaya yang mungkin terjadi baik pesan verbal maupun non verbal

b) Komponen dari komponen komunikasi

 Motivasi : hasrat kita untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif dengan orang lain.

 Pengetahuan : kesadaran kita atau pemahaman kita akan apa yang kita butuhkan untuk dilakukan agar komunikasi berjalan secara efektif dan tepat.

 Kemampuan : kemampuan kita dalam mengolah perilaku yang perlu dalam berkomunikasi secara tepat dan efektif (Gudykunst dan Kim 2003: 275)

c) Masalah potensial dalam komunikasi antarbudaya:

 Pencarian kesamaan usaha untuk mencari orang yang memiliki kesamaan budaya, etnis dan lainnya lalu berkumpul dalam satu kelompok.

 Kecemasan: perasaan psikologis yang secara tiba-tiba menghasilkan sebuah situasi baru yang kurang aman/nyaman.  Pengurangan ketidakpastian: usaha untuk mengurangi

ketidakpastian atau dengan berusaha memprediksi perilaku apa yang akan dilakukan lawan bicara saat berinteraksi.

 Culture Shock: kecemasan yang dihasilkan dari perasaan kehilangan tanda keluarga dan simbol dari pergaulan sosial, gegar budaya terjadi ketika kita memasuki lingkungan baru yang berbeda budaya.

a) Bagaimana individu mengadakan musyawarah untuk menerima kaidah peran yang berasal dari kebudayaan pihak ketiga

b) Bagaimana kebudayaan pihak ketiga mempengaruhi perilaku verbal maupun non verbal masyarakat tuan rumah.

Dokumen terkait