• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Pembahasan

2.2 Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis

Pada saat responden didampingi pasangan hidup, sebagian besar

responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah (73.9%) dengan skor

rata-rata 3 (SD= 1.65) dan pada saat responden tidak didampingi, sebagian

besar responden memiliki perilaku nyeri dalam level rendah (82.6%) dengan

skore rata-rata 2.74 (SD= 1.84). Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa

perilaku nyeri sebagian besar responden pada saat didampingi maupun tidak

Dalam penelitian ini, kriteria salah satu responden adalah pasien yang

memiliki nyeri dalam rentang ringan sampai sedang. Harahap (2007) meneliti

hubungan intensitas nyeri dengan perilaku nyeri, dari penelitian yang dilakukan

diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara intensitas nyeri dengan

perilaku nyeri(r= 0.59, p= 0.01) . Berdasarkan penelitian diatas dapat ditarik

sebuah kesimpulan yaitu sebagian besar responden memiliki perilaku nyeri

rendah karena responden penelitian ini memang pasien yang memiliki nyeri

ringan sampai sedang.

Semakin tinggi usia maka respon terhadap nyeri semakin menurun

(Brunner & Suddarth, 2001). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Woodrow dan koleganya (1972) yang menemukan bahwa baik pria

maupun wanita mengalami penurunan toleransi nyeri dengan semakin

bertambahnya usia. Selama melakukan pengumpulan data, Peneliti

menemukan banyak pasien kanker kronis yang mengaku tidak merasakan nyeri

meskipun telah memasuki stadium lanjut terutama pasien yang telah memasuki

usia madya tengah ke atas jadi usia memang sangat mempengaruhi respon

pasien terhadap nyeri. Pada penelitian ini lebih dari setengah responden

merupakan dewasa madya tengah (56.5 %) dimana mereka telah mengalami

penurunan toleransi nyeri sehingga perilaku nyeri yang diekspresikan juga

adalah perilaku nyeri rendah.

Jenis kelamin mempengaruhi perilaku nyeri pasien. Pada Robinson dan

koleganya (2003, dalam Brannon & Feist, 2007) menemukan bahwa ada

sensitif terhadap nyeri. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Berkley (1998) yang menemukan bahwa wanita lebih sering melaporkan nyeri

yang dirasakannya dan lebih mengekspresikan perilaku nyeri sedangkan pria

lebih jarang melaporkan nyeri dan cenderung menutupi rasa nyerinya. Pada

penelitian ini jumlah responden laki-laki lebih dari setengah (56.5%) dimana

pria kurang sensitif terhadap nyeri dan kurang mengekspresikan perilaku

nyerinya.

Nyeri kanker dipengaruhi oleh jenis kanker itu sendiri, tidak semua jenis

kanker menghasilkan intensitas nyeri yang sama (Baredo & koleganya, 2007).

Kanker nasopharing merupakan kanker dengan rata-rata intensitas nyeri rendah

(Anderson, Syrjala, & Cleeland, 2001). Sebagian besar responden penelitian ini

merupakan pasien kanker nasopharing (30.4%) dimana seperti yang telah

dinyatakan sebelumnya bahwa jenis kanker ini merupakan kanker dengan

intensitas nyeri rendah. Hal yang sama memang ditemukan oleh peneliti di

lapangan bahwa pasien kanker nasopharing melaporkan jarang merasakan

nyeri, keluhan yang dilaporkan lebih kepada adanya cairan yang menyumbat

hidung pasien dan beberapa pasien mengalami pendarahan dari hidung

sehingga membuat pasien kurang nyaman. Jadi hal ini juga mempengaruhi

ditemukannya perilaku nyeri responden adalah rendah.

Individu yang mengalami nyeri biasanya tergantung pada dukungan atau

bantuan dan perlindungan anggota keluarga atau teman dekat (Potter & Perry,

2005). Pasangan hidup mengambil peranan yang besar dalam penguatan pasien

data, peneliti menemukan hampir sebagian besar pasien kanker tidak

didampingi pasangan hidupnya lagi setelah siklus pertama pengobatan

terutama pada pasien perempuan, jadi yang menggantikan pendampingan

untuk pasien selama pengobatan adalah keluarga maupun anak-anak mereka.

Ketidakhadiran pasangan hidup pasien ini dikarenakan pasangan hidup harus

bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Kehadiran pasangan mempengaruhi perilaku nyeri pasien. Penelitian

yang dilakukan oleh Block dan koleganya (1980) menemukan bahwa pasien

yang didampingi pasangan hidupnya menunjukkan perilaku nyeri tinggi. Flor

dan koleganya (1987) menemukan bahwa pasien yang memiliki hubungan

yang harmonis dengan pasangan hidupnya menunjukkan perilaku nyeri yang

lebih tinggi sedangkan pasien yang memiliki hubungan yang kurang harmonis

menunjukkan perilaku nyeri yang lebih rendah. Dalam melakukan observasi

perilaku nyeri pada saat pasien didampingi pasangan hidup, peneliti

menemukan bahwa pasangan hidup pasien kurang berpartisipasi. Peneliti

sebenarnya meminta pasangan hidup pasien untuk berdiri di dekat pasien

selama observasi dilakukan tetapi sebagian besar pasangan hidup pasien tidak

bersedia, mereka memang di dalam ruangan tetapi duduk di kursi dengan jarak

satu atau dua meter dari tempat tidur pasien, beberapa pasangan hidup pasien

malah bercerita dengan pasien lain atau keluarga pasien lainnya saat observasi

dilakukan.

Peneliti melihat bahwa kondisi-kondisi di atas yang telah mempengaruhi

didampingi pasangan hidup, berbeda dengan yang ditemukan oleh Blok dan

koleganya. Hal ini pasti dikarenakan pasien memang kurang merasakan

pendampingan atau kehadiran pasangan hidup itu sendiri.

Dalam melakukan observasi perilaku nyeri ada lima item perilaku nyeri

yang akan diobservasi. Pada saat didampingi pasangan hidup perilaku nyeri

yang paling sering muncul adalah menahan nyeri (bracing) (M=0.84, SD=

0.73) dan pada saat tidak didampingi perilaku nyeri yang paling sering muncul

adalah menahan nyeri (bracing)(M= 0.98, SD= 0.62).

Menahan nyeri merupakan perilaku yang ditujukan pasien berupa

gerakan yang statis dengan memberikan tahanan pada daerah yang mengalami

nyeri. Prakchin (2008) mengatakan bahwa perilaku terjaga (guarding) dan

menahan nyeri (bracing) mengacu kepada adanya kerusakan jaringan.

Sebagian besar responden penelitian ini adalah pasien kanker nasopharing

(NPC) dan kanker payudara (Ca. Mammae). Hampir semua pasien tersebut di

atas menunjukkan gerakan yang statis pada daerah nyeri yang dialami,

misalnya pada pasien NPC jika sumber nyerinya pada leher sebelah kiri maka

pada saat ingin melihat ke sebelah kiri pasien akan membalikkan badannya ke

sebelah kiri bukan mengarahkan lehernya ke sebelah kiri. Pada pasien kanker

payudara menunjukkan perilaku menahan payudara yang merupakan sumber

nyeri pada saat melakukan aktivitas observasi perilaku nyeri. Menurut peneliti,

perilaku menahan nyeri dilakukan oleh responden karena responden memiliki

dilindungi supaya tidak terjadi gesekan atau gerakan yang dapat merangsang

nyeri.

2.3 Perbedaan Perilaku Nyeri Pasien Kanker Kronis yang Didampingi Pasangan Hidup dengan yang Tidak Didampingi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku

nyeri pasien kanker kronis yang didampingi pasangan hidup dengan yang tidak

didampingi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Gil dan koleganya

(1986) yang tidak menemukan adanya perbedaan perilaku nyeri pada pasien

nyeri kronis (51 responden) yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi

dengan yang rendah. Dukungan sosial yang tinggi diartikan jika pasien

mengaku merasakan memperoleh adanya kepuasan dari keluarga dan teman

dekat sedangkan dukungan sosial yang rendah jika pasien kurang puas terhadap

keluarga dan teman dekat.

Pada saat observasi perilaku nyeri dilakukan peneliti menemukan bahwa

sebagian besar pasangan hidup pasien kurang berpartisipasi. Mereka memang

di dalam ruangan tetapi duduk di kursi dengan jarak satu atau dua meter dari

tempat tidur pasien, beberapa pasangan hidup pasien malah bercerita dengan

pasien lain atau keluarga pasien lainnya saat observasi dilakukan. Jadi pasien

kurang mersakan kehadiran dari pasangan hidupnya tersebut sehingga tidak

berpengaruh terhadap perilaku nyeri pasien.

Penelitian-penelitian sebelumnya yang bertujuan melihat hubungan

perilaku nyeri dengan kehadiran pasangan selalu memiliki responden dengan

nyeri responden rata-rata rendah dan sedang, hal ini mungkin saja

mempengaruhi hasil penelitian ini sehingga tidak ditemukan perbedaan

perilaku nyeri pada saat didampingi dengan saat tidak didampingi.

Selain itu, selama penelitian peneliti memang kurang mengontrol faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri lainnya seperti obat-obatan sehingga

Dokumen terkait