• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Analisis Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar Biji kakao

2. Perilaku Pasar (Market Conduct)

Perilaku pasar merupakan gambaran tingkah laku lembaga pemasaran (petani sebagai produsen, lembaga perantara atau pedagang, dan konsumen) yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan (praktek transaksi) dan pembentukan harga.

a. Praktek transaksi

Berdasarkan hasil penelitian, petani responden pada umumnya tidak mendapatkan kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya. Hal ini karena PP I atau PP II akan mendatangi petani langsung ke lahan atau tempat tinggalnya dengan membawa mobil atau motor untuk

mengangkut biji kakao. Setelah melakukan transaksi jual-beli, kakao diangkut oleh pedagang ke tempat tinggalnya untuk diproses menjadi biji kakao yang benar-benar kering dan baik mutunya melalui proses penjemuran dan penyortiran.

b. Pembentukan harga

Berdasarkan hasil penelitian, pembentukan harga yang terjadi di tingkat petani dan PP I sebagian besar melalui proses tawar-menawar dengan sistem pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai. Pada tingkat PP II dan PB, harga yang terbentuk ditentukan oleh importir

dari luar negeri berdasarkan kualitas kakao (kadar air 13 %, kotoran, dan biji rusak). Jika kakao tidak sesuai dengan standar mutu, maka harga kakao akan mendapat potongan sehingga harganya menjadi rendah.

3. Keragaan Pasar (Market Performance)

Keragaan pasar merupakan gambaran gejala pasar yang tampak akibat interaksi antara struktur pasar dan perilaku pasar yang cenderung bersifat kompleks dan saling mempengaruhi secara dinamis. Untuk melihat keragaan pasar digunakan beberapa indikator, yaitu :

a. Saluran pemasaran

Pemasaran kakao merupakan proses pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan untuk menyampaikan komoditas kakao dari petani produsen kepada konsumen akhir. Saluran pemasaran kakao dari petani ke konsumen akhir di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran disajikan pada Gambar 2.

(1,2) 46,22% (2,3) (2) 53,8% 18,27% (3) (1,2) 35,52% 64,48%

Gambar 2. Saluran pemasaran kakao di Desa Sungai Langka

Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, tahun 2010

Petani PP I PP II

PB

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pemasaran kakao dari petani ke konsumen akhir di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran melalui tiga saluran, yaitu :

- Saluran I (27,94 % atau 25,72 ton)

Petani PP I PP II PB Pabrik Pengolah Kakao - Saluran II (36,55 % atau 33,64 ton)

Petani PP II PB Pabrik Pengolah Kakao - Saluran III (35,52 % atau 32,69 ton)

Petani PP I PB Pabrik Pengolah Kakao

Pada saluran pemasaran I, petani memilih menjual kakao ke PP I karena lokasi tempat tinggal petani dekat dengan PP I dan sudah saling mengenal karena adanya hubungan kekerabatan. Saat panen kakao tiba, PP I biasanya lebih cepat mendatangi petani untuk melakukan proses tawar-menawar kakao, sehingga petani dapat segera melakukan transaksi dan dapat menikmati hasil penjualan kakaonya. Hal ini sesuai dengan pendapat Tonnies dalam Sunarto (2004) dengan teorinya

Gemeinschaft”, yaitu adanya hubungan kekerabatan, kedekatan letak tempat tinggal, dan tempat bekerja, akan mendorong seseorang untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain, serta mengacu pada kehidupan bersama dalam pedesaan.

Pada saluran pemasaran II, petani memilih menjual kakao langsung kepada PP II karena semakin pendek rantai saluran pemasaran, maka biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit,sehingga

harga yang diterima petani juga menjadi lebih tinggi. Petani yang menjual kakao melalui saluran ini sebagian besar adalah petani yang memiliki luas lahan diatas 1 hektar dengan produksi kakao mencapai lebih dari 5 ton. Jika PP I terkadang hanya mampu membeli setengah dari seluruh hasil panen kakao secara tunai pada saat transaksi, PP II mampu membeli seluruh hasil panen kakao tersebut secara tunai, sehingga petani dengan hasil panen kakao yang banyak tidak mengalami kesulitan untuk menjual kakaonya.

Pada saluran pemasaran III, PP I memilih menjual kakao langsung kepada PB karena semakin pendek rantai saluran pemasaran, maka biaya pemasaran yang dikeluarkan akan menjadi lebih sedikit, sehingga harga yang diterima PP I juga menjadi lebih tinggi. PP I yang menjual kakao melalui saluran ini memiliki modal yang lebih besar dari PP I yang lain sehingga dapat membeli kakao dari petani dalam jumlah yang lebih banyak. Keuntungan yang ia peroleh pun lebih besar dari PP I yang lain, karena selain hanya menjual kembali, ia juga melakukan penyortiran dan penjemuran lebih baik sehingga kualitas kakao yang dijual menjadi lebih bagus dan dapat memenuhi standar kualitas kakao yang diminta oleh PB.

b. Harga, biaya, dan volume penjualan

Pada saluran pemasaran I, harga jual rata-rata petani ke PP I sebesar Rp 10.075/kg dan harga jual rata-rata PP I kepada PP II sebesar Rp 11.950/kg. Selanjutnya harga jual rata-rata PP II ke PB sebesar Rp.

18.500/kg. PB menjual kakao ke pabrik pengolah kakao dengan harga jual rata-rata Rp 21.200/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh PP I antara lain biaya pemipilan, penjemuran, pengarungan, transportasi, dan bongkar muat. Rata-rata volume pembelian dan penjualan kakao oleh PP I sebesar 33.637 kg biji kakao kering per tahun.

Pada saluran pemasaran II, harga jual rata-rata petani ke PP II sebesar Rp 10.410,71/kg dan harga jual rata-rata PP II kepada PB sebesar Rp 18.000/kg. Kemudian harga jual rata-rata PB ke luar negeri sebesar Rp 21.200/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh PP II terdiri dari biaya

penyortiran, penjemuran, pengarungan, transportasi, dan bongkar muat. Biaya yang dikeluarkan oleh PB terdiri dari biaya oven, pengayakan, transportasi, dan bongkar muat. Rata-rata volume

pembelian dan penjualan kakao oleh PP II sebesar 25.715 kg biji kakao kering per tahun.

Pada saluran pemasaran III, harga jual rata-rata petani ke PP I sebesar Rp 10.650/kg. Selanjutnya harga jual rata-rata PP I ke PB sebesar Rp 17.000/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh PP I antara lain biaya

penyortiran, penjemuran, pengarungan, penyusutan, transportasi, dan bongkar muat Adanya biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh PP I terjadi karena terkadang penjualan kakao ke PB menunggu hingga kakao telah memenuhi kuota tertentu, misalnya mencapai muatan 1 truk. Hal ini menyebabkan kakao yang lebih dahulu dibeli terkadang mengalami kerusakan, sehingga terjadi penyusutan. Rata-rata volume

pembelian dan penjualan kakao oleh PP I per musim panen adalah sebesar 32.690 kg biji kakao kering per tahun.

c. Pangsa Produsen (Producen Share)

Pangsa produsen adalah bagian harga yang dibayar konsumen akhir (pabrik pengolah kakao) yang dapat dinikmati oleh petani produsen. Semakin tinggi pangsa produsen merupakan indikator bahwa

pemasaran semakin efisien. Analisis pangsa produsen di setiap saluran pemasaran di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Pangsa produsen di setiap saluran pemasaran di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, tahun 2010 Keterangan Pf (Rp) Pr (Rp) Pangsa produsen (%) Saluran pemasaran I Saluran pemasararan II Saluran pemasaran III

10.075,00 10.410,71 10.650,00 21.200,00 21.200,00 21.500,00 49,11 47,52 49,53

Pada Tabel 25 dapat dilihat bahwa saluran pemasaran III memberi share paling tinggi kepada petani (49,53 %). Pangsa pasar di setiap saluran pemasaran menunjukkan persentase yang cukup besar, yaitu rata-rata hampir 50 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa posisi rebut tawar petani dalam menghadapi pembeli sangat kuat.

d. Marjin pemasaran dan Rasio Profit Marjin

Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan efisiensi suatu sistem pemasaran adalah marjin pemasaran. Marjin pemasaran

mempunyai peranan penting dalam menentukan besar kecilnya pendapatan petani, karena berpengaruh secara langsung terhadap pembentukan harga di tingkat petani produsen. Analisis marjin pemasaran kakao di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran disajikan pada Tabel 26, 27, dan 28.

Tabel 26. Analisis marjin pemasaran kakao pada saluran I di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, tahun 2010

No Uraian Satuan Nilai Share (%) RPM 1 Harga jual petani Rp/Kg 10.075,00 47,52 2 Harga jual PP I Rp/Kg 11.950,00 56,37 a. Biaya : Rp/Kg 375,00 1,77 Penyortiran Rp/Kg 0,00 0,00 Penjemuran Rp/Kg 150,00 0,71 Pengarungan Rp/Kg 50,00 0,24 Transportasi Rp/Kg 175,00 0,83 Bongkar muat Rp/Kg 0,00 0,00 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 1.875,00 8,84 c. Profit marjin Rp/Kg 1.500,00 7,08 d. RPM % - - 0,80 3 Harga jual PP II Rp/Kg 18.500,00 87,26 a. Biaya : Rp/Kg 1.300,00 6,13 Penjemuran Rp/Kg 350,00 1,65 Penyusutan Rp/Kg 250,00 1,18 Transportasi Rp/Kg 600,00 2,83 Bongkar muat Rp/Kg 100,00 0,47 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 6.550,00 30,90 c. Profit marjin Rp/Kg 5.250,00 24,76 d. RPM % - - 0,80 4 Harga jual PB Rp/Kg 21.200,00 100,00 a. Biaya : Rp/Kg 715,00 3,37 Penjemuran Rp/Kg 75,00 0,35 Pengayakan Rp/Kg 90,00 0,42 Transportasi Rp/Kg 300,00 1,42 Bongkar muat Rp/Kg 250,00 1,18 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 2.700,00 12,74 c. Profit marjin Rp/Kg 1.985,00 9,36 d. RPM % - - 0,74

5 Harga beli Importir Rp/Kg 21.200,00 100,00

Keterangan : *) Share terhadap harga yang dibayar konsumen

akhir

Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa petani menjual hasil panennya

kepada PP I dengan harga rata-rata Rp 10.075,00/kg, sehingga share

kepada PP II dengan harga rata-rata Rp 11.950,00/kg, sehingga share

yang diperoleh PP I sebesar 56,37 persen. Marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp 1.875,00/kg sedangkan biaya pemasaran yang

dikeluarkan Rp 1.110,00/kg. Ratio profit marjin (RPM) yang

diperoleh PP I sebesar 0,80. Hal ini berarti setiap Rp 100,00 yang dikeluarkan PP I akan memberikan keuntungan sebesar Rp 80,00.

PP II menjual kakao kepada PB dengan harga rata-rata Rp

18.500,00/kg. Ratio profit marjin (RPM) yang diperoleh PP II sebesar

0,80. Hal ini berarti setiap Rp100,00 yang dikeluarkan PP II akan memberikan keuntungan sebesar Rp 80,00. PB menjual kakao ke

pabrik pengolah kakao, Ratio profit marjin (RPM) yang diperoleh PB

sebesar 0,74. Hal ini berarti setiap Rp100,00 yang dikeluarkan PB akan memberikan keuntungan sebesar Rp 74,00.

Tabel 27. Analisis marjin pemasaran kakao pada saluran II di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, tahun 2010

No Uraian Satuan Nilai Share (%) RPM 1 Harga jual petani Rp/Kg 10.410,71 49,11 2 Harga jual PP II Rp/Kg 18.000,00 84,91 a. Biaya : Rp/Kg 1.110,00 5,24 Penyortiran Rp/Kg 350,00 1,65 Penjemuran Rp/Kg 300,00 1,42 Pengarungan Rp/Kg 300,00 1,42 Transportasi Rp/Kg 60,00 0,28 Bongkar muat Rp/Kg 100,00 0,47 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 7.589,29 35,80 c. Profit marjin Rp/Kg 6.479,29 30,56 d. RPM % - - 0,85 3 Harga jual PB Rp/Kg 21.200,00 100,00 a. Biaya : Rp/Kg 75,00 0,35 Penjemuran Rp/Kg 10,00 0,05 Pengayakan Rp/Kg 10,00 0,05 Transportasi Rp/Kg 30,00 0,14 Bongkar muat Rp/Kg 25,00 0,12 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 3.200,00 15,09 c. Profit marjin Rp/Kg 3.125,00 14,74 d. RPM % - - 0,98

4 Harga beli Importir Rp/Kg 21.200,00 100,00

Keterangan : *) Share terhadap harga yang dibayar konsumen

akhir

Pada Tabel 27 dapat dilihat bahwa petani menjual hasil panennya

kepada PP II dengan harga rata-rata Rp 10.410,71/kg, sehingga share

yang diperoleh petani sebesar 49,11 persen. PP II menjual kakao

kepada PB dengan harga rata-rata Rp 18.000,00/kg, sehingga share

yang diperoleh PP II sebesar 84,91 persen. Marjin pemasaran yang diperoleh sebesar Rp 7.589,29,00/kg sedangkan biaya pemasaran yang

diperoleh PP I sebesar 0,85. Hal ini berarti setiap Rp 100,00 yang dikeluarkan PP II akan memberikan keuntungan sebesar Rp 85,00.

PB menjual kakao ke pabrik pengolah kakao, Ratio profit marjin

(RPM) yang diperoleh PB sebesar 0,98. Hal ini berarti setiap

Rp100,00 yang dikeluarkan PB akan memberikan keuntungan sebesar Rp 98,00.

Tabel 28. Analisis marjin pemasaran kakao pada saluran III di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, tahun 2010

No Uraian Satuan Nilai Share (%) RPM 1 Harga jual petani Rp/Kg 10.650,00 49,53 2 Harga jual PP I Rp/Kg 17.000,00 79,07 a. Biaya : Rp/Kg 1.650,00 7,67 Penyortiran Rp/Kg 350,00 1,63 Penjemuran Rp/Kg 300,00 1,40 Pengarungan Rp/Kg 250,00 1,16 Penyusutan Rp/Kg 50,00 0,23 Transportasi Rp/Kg 550,00 2,56 Bongkar muat Rp/Kg 150,00 0,70 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 6.350,00 29,53 c. Profit marjin Rp/Kg 4.700,00 21,86 d. RPM % - - 0,74 4 Harga jual PB Rp/Kg 21.500,00 100,00 a. Biaya : Rp/Kg 820,00 3,81 Penjemuran Rp/Kg 150,00 0,70 Pengayakan Rp/Kg 120,00 0,56 Transportasi Rp/Kg 300,00 1,40 Bongkar muat Rp/Kg 250,00 1,16 b. Marjin pemasaran Rp/Kg 4.500,00 20,93 c. Profit marjin Rp/Kg 3.680,00 17,12 d. RPM % - - 0,82

3 Harga beli Importir Rp/Kg 21.500,00 100,00

Keterangan : *) Share terhadap harga yang dibayar konsumen

Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa petani menjual hasil panennya kepada PP I dengan harga rata-rata sebesar Rp 10.650,00/kg, sehingga

share yang diperoleh petani sebesar 50,24 persen. PP II menjual kakao kepada PB dengan harga rata-rata sebesar Rp 17.000,00/kg.

Ratio profit marjin (RPM) yang diperoleh sebesar 0,74. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 100,00 yang dikeluarkan oleh PP I akan memberikan keuntungan ssebesar Rp 74,00.

PB menjual kakao ke pabrik pengolah kakao, Ratio profit marjin

(RPM) yang diperoleh PB sebesar 0,82. Hal ini berarti setiap

Rp100,00 yang dikeluarkan PB akan memberikan keuntungan sebesar Rp 82,00.

e. Elastisitas Transmisi Harga

Analisis elastisitas transmisi harga menggambarkan sejauh mana dampak perubahan harga suatu barang di suatu tempat atau tingkatan berpengaruh terhadap harga barang tersebut di tempat atau tingkatan lain. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 2), maka diperoleh nilai elastisitas transmisi harga sebesar 1,05 (Et > 1) yang

menunjukkan bahwa laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibandingkan dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini menggambarkan bahwa pasar yang dihadapi adalah bersaing tidak sempurna.

Dari hasil analisis efisiensi pemasaran, diperoleh bahwa sistem pemasaran kakao di lokasi penelitian belum efisien. Walaupun demikian, pemasaran (tataniaga) kakao di lokasi penelitian tetap berlangsung karena :

- Petani harus menjual produknya untuk memperoleh pendapatan (uang tunai).

- Adanya hubungan-hubungan sosial tertentu antara petani produsen dengan pembeli (pedagang), antara lain hubungan kekerabatan dan hubungan pinjaman modal usahatani.

- Pemasaran yang efisien menurut teori adalah pemasaran yang berlangsung dengan struktur pasar bersaing sempurna. Hal ini jarang terjadi di dalam masyarakat. Pemasaran yang sering terjadi adalah struktur pasar persaingan oligopsonistik atau oligopolistik.

Dokumen terkait