BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Perilaku
2.6.1. Defenisi Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang menentukan kelangsungan hidup manusia
seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis kelamin. Sedangkan kebutuhan yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan.
Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”
Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari luar atau “observable behavior”.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2003):
1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Beberapa ahli lain juga membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya Bloom yang membedakan antara perilaku kognitif (yang menyangkut kesadaran atau
pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar Dewantoro menyebutkan perilaku sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa (peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice) (Sarwono, 1997).
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding dengan daun atau kertas.
2.6.2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek dalam menghasilkan pengetahuan. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera pendengaran (telinga). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Purwanto, 1998). Manusia berani bertindak atas dasar pengetahuannya dan itu tidak hanya berguna secara kebetulan
saja, melainkan demikian mutlaknya, hingga manusia tidak ragu-ragu lagi dalam bertindak (Poedjawijatna, 1998).
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum manusia mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), adalah ketika orang tersebut (subjek) menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.
d. Trial, adalah ketika subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai objek tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau sebenarnya (real condition).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu struktur organisasi atau masalah/objek yang diketahui dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan denegan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.
2.6.3. Sikap
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (baik secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih
dan sebagainya) di samping komponen kognitif (pengetahuan mengenai objek tersebut) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui tindakan persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).
Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap dapat juga ditumbuhkan dari pengalaman yang amat terbatas. Kita dapat mengambil suatu sikap, tanpa mengerti situasinya yang lengkap (1997).
Menurut Allport (1945), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap itu terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)
2.6.4. Tindakan atau Praktik
Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk tindakan (overt behavior). Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan atau suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau faktor lain, yaitu adanya
fasilitas atau saran dan prasarana. Namun di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tindakan atau praktik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar runitinas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan/prilaku yang berkualitas.