PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 051000015
DODI LASHON SIMANJUNTAK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 051000015
DODI LASHON SIMANJUNTAK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:
PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM : 051000015
DODI LASHON SIMANJUNTAK
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 06 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah
Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ferry, SH, S.Si, AMG, DC.Nutri, MKes
Medan, Juli 2010
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
ABSTRAK
Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).
Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.
ABSTRACT
Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.
This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.
The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).
Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dodi Lashon Simanjuntak
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 Mei 1987
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jln. Karya III Gg.Mulia No.97 Helvetia - Medan
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Markus Medan : 1992 - 1993
2. SD Sw.St.Thomas 2 Medan : 1993 - 1999 3. SLTP Sw.St.Thomas 1 Medan : 1999 - 2002
4. SMA Negeri 4 Medan : 2002 - 2005
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik
dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010”.
Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan
bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas
Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, Mkes selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.
3. Dra. Jumirah, Apt, Mkes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, Mkes selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk,
saran dan bimbingan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Prof.dr.David H Simanjuntak selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan
6. Dr.Ir.Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
7. Ferry, SH, SSi, AMG, DC.Nutri, Mkes selaku Dosen Penguji III yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
8. Marihot Samosir, ST yang telah memberi masukan, motivasi, waktu dan bantuan dalam urusan administrasi.
9. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Dosen Peminatan
Gizi Kesehatan Masyarakat.
10. Orang tua penulis, P.Simanjuntak dan D.Hutauruk yang telah memberikan
segenap kasih sayang, cinta, perhatian dan Doa yang tulus terhadap penulis.
Tuhan Memberkati.
11.Abang dan Kakak penulis, Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi dan Rismaulina Simanjuntak, SKM yang telah memberikan waktu, semangat dan dukungan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.
12.Adik-adik penulis, Damai Indah Jelita Simanjuntak dan Agung Karunia Simanjuntak yang telah memberikan dukungan, semangat serta hiburan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.
14.Teman-teman di Fakultas Kesehatan Masyarakat: Ade Saputra Nasution, SKM, Magdalena Cory, SKM, Elisabet Purba, SKM, teman-teman stambuk 2005 dan teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat.
15.Teman-teman NHKBP Melati, Sandra Sintauli, SS, Ondi Tarnama, AMD, Bg.Joseph Sitompul, SP, Bg.Maruli Siregar dan teman-teman NHKBP lainnya. 16.Keluarga dan teman-teman dan pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu,
penulis ucapkan banyak terima kasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan bagi
siapa saja yang membacanya, setidaknya bagi penulis sendiri dan sebagai bahan
bacaan di perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, 06 Juli 2010
DAFTAR ISI
2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan ... 16
2.4. Kemasan Styrofoam ... 18
2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan ... 18
3.4.2. Pengumpulan Data ... 33
4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 39
4.3. Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam .. 41
4.4. Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 42
4.5. Keterkaitan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 44
4.5.1. Keterkaitan Pengetahuan dengan Sikap Responden ... 44
4.5.2. Keterkaitan Sikap dengan Tindakan Responden ... 44
4.5.3. Keterkaitan Pengetahuan dengan Tindakan Responden.. 45
BAB V PEMBAHASAN ... 47
5.1. Karakteristik Penjual Makanan ... 47
5.2. Pengetahuan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 48
5.3. Sikap Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 49
5.4. Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 50
5.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
6.1. Kesimpulan ... 55
6.2. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian 2. Output Data Set SPSS
3. Keterangan Pers Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2888 Tentang Styrofoam dan Hasil Ujinya
4. Peringatan Publik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2890 Tentang Plastik “Kresek”
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik
dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 38
Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik
dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 39
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam ... 40
Tabel 4.4. Gambaran Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik
dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 41
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Plastik
dan Styrofoam ... 42
Tabel 4.6. Gambaran Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik
dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 42
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Mengenai Plastik
dan Styrofoam ... 43
Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan
Plastik dan Styrofoam ... 43
Tabel 4.9. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 44
Tabel 4.10. Distribusi Keterkaitan antara Sikap dengan Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 45
Tabel 4.11. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Tindakan
ABSTRAK
Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).
Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.
ABSTRACT
Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.
This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.
The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).
Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi
kehidupan manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis.
Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan kesehatannya di muka bumi (Seto, 2001).
Kesehatan merupakan salah satu komponen penting bagi kualitas hidup
manusia. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan pangan yang
harus dikonsumsinya setiap hari. Dalam hal ini, mutu pangan besar sekali peranannya
(Winarno, 1993).
Dewasa ini pangan disajikan dalam berbagai bentuk dan variasi, salah satunya
adalah makanan olahan siap saji. Pelaku usaha bisnis rumah makan atau lebih umum
disebut dengan penjual makanan semakin menjamur dengan berbagai jenis menu dan
aneka konsep rumah makan, demikian juga dengan penjual makanan jajanan pinggir
jalan. Tidak sedikit penjual makanan yang menyediakan fasilitas bawa pulang (take
away) untuk mempermudah konsumen dalam mengkonsumsi makanan, apabila
konsumen berniat untuk menikmati makanan tersebut di tempat lain atau untuk
diberikan kepada orang lain atau kerabat (Ayodya, 2007).
Fasilitas take away disebut juga take out di Amerika, dimana pada awalnya
mengandung arti pembelian makanan di restoran fast food kemudian di konsumsi di
makanan dituntut untuk menyediakan kemasan/wadah pembungkus makanan dan
minuman untuk dibawa pulang (Wikipedia, 2008).
Salah satu kemasan makanan yang paling banyak digunakan adalah kemasan
makanan dari plastik seperti kantong plastik kresek berwarna, karena harganya
murah, praktis dan mudah didapat. Tetapi sayangnya kemasan plastik dan kantong
plastik kresek ternyata tidak selalu aman, bahkan berbahaya bagi kesehatan
(Anonimous, 2009).
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan mengenai
plastik kresek. BPOM meminta masyarakat dan konsumen agar berhati-hati dan tidak
menggunakan kantong plastik kresek berwarna sebagai bahan pengemas primer pada
makanan. Pernyataan BPOM tentang perlunya berhati-hati dalam menggunakan
kantong kresek berwarna (terutama hitam), umumnya disebabkan oleh proses daur
ulang yang menyertainya, seperti peruntukan dan riwayat penggunaan plastik
sebelumnya yang tidak diketahui secara pasti. Ada kemungkinan plastik tersebut
adalah bekas wadah pestisida, limbah logam berat, maupun bahan berbahaya dan
beracun lainnya. Di samping itu, BPOM juga mengeluarkan pernyataan mengenai
perluya mewaspadai penggunaan kemasan styrofoam dalam kondisi tertentu untuk
mewadahi makanan (BPOM, 2009).
Styrofoam yaitu kemasan yang umumnya berwarna putih dan kaku yang
sering digunakan sebagai kotak pembungkus makanan. Tadinya bahan ini dipakai
untuk pengaman barang non-makanan seperti barang-barang elektronik agar tahan
makanan. Kegunaannya yang mudah, praktis, enak dipandang, murah, anti bocor,
tahan terhadap suhu panas dan dingin seolah membutakan masyarakat akan dampak
dan efek bagi lingkungan serta kesehatan tubuh manusia (Khomsan, 2003).
Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan
bahwa residu styrofoam yang tercampur dalam makanan sangatlah berbahaya. Residu
tersebut dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang
terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia
akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Anonimous, 2001).
Berdasarkan penelitian Lanita tahun 2006, serta menurut Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan Jakarta pada tahun 2005 (BBPOM), diungkapkan
bahwa zat zat pengawet mayat (formalin) juga ditemukan pada plastik pengemas
makanan dan styrofoam. Pengemas berbahan dasar resin atau plastik rata-rata
mengandung 5 ppm formalin. Formalin pada plastik atau styrofoam merupakan
senyawa-senyawa yang secara inheren terkandung dalam bahan dasar resin atau
plastik. Zat racun tersebut baru akan luruh ke dalam makanan akibat kondisi panas.
Oleh karena itu, makanan yang masih panas jangan langsung dimasukkan ke dalam
plastik atau kotak styrofoam. Hidangan panas yang akan disajikan ke dalam kotak
styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun, jangan diberi alas yang
terbuat dari plastik (Anonimous, 2006).
Dari banyaknya dampak dan bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap
kesehatan, yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku penjual makanan itu sendiri,
karena sebagian konsumen mungkin tidak mengetahui dampak dan bahaya kemasan
oleh penjual makanan sangat menentukan besarnya penggunaan plastik dan styrofoam
di masyarakat serta dampak yang akan ditimbulkannya terhadap kesehatan. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan
penjual makanan terhadap penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan
pengemas makanan di Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan
oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan
styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan
plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan
kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding
dengan daun atau kertas.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan bahaya plastik dan styrofoam tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan dalam
penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku penjual makanan yang menggunakan plastik dan
styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui alasan penggunaan pembungkus makanan oleh penjual
2. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dengan sikap penjual
makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.
3. Untuk mengetahui keterkaitan antara sikap dan tindakan penjual makanan
terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.
4. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dan tindakan penjual
makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi masukan bagi Departemen Kesehatan dan BPOM untuk lebih
memperhatikan penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas
makanan.
2. Sebagai bahan masukan atau petunjuk bagi penjual makanan dalam
penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan, contoh:
sosialisasi informasi mengenai plastik dan styrofoam yang diperoleh dari
BPOM.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih bahan pengemas makanan,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan
Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat
diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi
(Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat
dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan
memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006):
1. Makanan segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku pengolahan pangan),
contoh: pisang dan lain-lain.
2. Makanan olahan, yaitu makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode
tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan lagi
menjadi makanan olahan siap saji dan tidak siap saji.
a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap disajikan
di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan, contoh: pisang
goreng dan lain-lain.
b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami proses
pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk
3. Makanan olahan tertentu
Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu
rendah lemak untuk orang yang menjalani diet lemak dan lain-lain.
Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang
disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi
pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen.
Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar
makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan
menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan
bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor
dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).
2.2. Kemasan Makanan
Kemasan makanan merupakan suatu bahan untuk mempermudah
pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Kemasan makanan harus
memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi
dan informasi (Suyitno, 1990).
Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus
makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan
masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi
kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai
yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi
kesehatan (Koswara, 2006).
Menurut Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu sehubungan dengan
bahan-bahan pengemas, proses dan juga pendistribusian makanan yang telah dikemas.
Selain bahaya mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada bahan pengemas
makanan, resiko lain yang mungkin muncul adalah masuknya komponen beracun
yang berasal dari bahan pengemas ke dalam bahan makanan, seperti bahan-bahan
kimia dan bau yang berasal dari bahan pengemas tersebut.
Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu
kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh
karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Suyitno, 1990).
Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan Tahun 1996, Pasal 16 ayat (1) “Setiap
orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa
pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat
melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia” dan
ayat (3) “Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan
pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan” dan menurut
Peringatan Publik BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tahun 2009 tentang “Plastik
Kresek” dan Keterangan Pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009
tentang “Kemasan Makanan Styrofoam” (lampiran) ditambah dengan
memperjelas bahwa kemasan makanan plastik kresek dan styrofoam perlu diwaspadai
penggunaannya.
2.3. Kemasan Plastik
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan
plastik sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan yang
khawatir akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan
kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi
tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan
betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan dari
kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak
berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan
masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat
penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok
dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006).
2.3.1. J enis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik
A. Termoset
Plastik termoset adalah jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak,
contohnya: saran atau poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan
untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada
peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan
B. Termoplastik
Plastik termoplastik adalah jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau
kontak dengan bahan makanan dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh:
plastik kresek dan plastik lainnya (Wikipedia, 2009).
Untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh proses daur
ulang plastik ini, maka diciptakanlah sebuah standar penggunaan kemasan plastik.
Standar penggunaan ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika
Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu pada
standar penggunaan plastik tersebut biasanya ada di bagian bawah wadah plastik
berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah
angka di dalamnya (simbol daur ulang). Angka ini menunjukkan jenis plastik dan
keamanan penggunaannya (lampiran gambar.1) (2009).
1. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)
PET biasa terdapat pada botol plastik transparan seperti pada kemasan air
mineral atau minuman yang siap untuk diminum seperti minuman ringan yang
bersoda (terkarbonasi). Namun demi keamanan, plastik jenis ini tidak boleh
digunakan berulang-ulang (hanya sekali pakai) dan tidak boleh diisi dengan air panas,
karena hal ini dapat mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut meleleh dan
mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa memicu penyakit kanker dan sangat
berbahaya untuk kesehatan. Oleh karena itu, dalam penggunaan botol berbahan PET
disarankan untuk segera menghabiskan isi botol sesudah tutupnya dibuka, karena
semakin lama wadah dibuka, maka kandungan kimia yang terlarut juga semakin
2. Polietilen (PE)
Plastik PE dengan ketebalan 0.001 – 0.01 inchi banyak digunakan unttuk
mengemas bahan pangan. Plastik ini lunak dan cair pada suhu 110⁰C sehingga dapat
dibentuk menjadi kantong plastik dengan derajat kerapatan yang baik. PE termasuk
jenis termoplastik yang digunakan secara luas oleh konsumen dan produknya sering
disebut sebagai “kantong plastik” (Wikipedia, 2009).
Kantong plastik atau plastik kresek adalah kantong pembungkus yang dibuat
dari plastik HDPE. Kantong plastik memiliki berbagai jenis sesuai dengan
kegunaannya, diantaranya kantong plastik untuk kemasan (makanan dan
non-makanan), kantong belanja, kantong sampah, kantong besar untuk keperluan industri
dan lain-lain (2009).
Berdasarkan densitasnya (derajat kerapatan), maka plastik PE dibedakan atas:
a. Polietilen densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)
HDPE merupakan kantong plastik berwarna yang sering digunakan sebagai
kemasan makanan. Namun demi keamanannya, BPOM menyarankan untuk tidak
menggunakan kantong plastik atau plastik kresek berwarna (terutama hitam) sebagai
bahan pengemas makanan siap saji, karena tidak diketahui pasti riwayat penggunaan
plastik sebelumnya dan bahan kimia yang digunakan ketika proses daur ulang.
Dikhawatirkan penggunaan kantung plastik tersebut sebelum didaur ulang adalah
sebagai pengemas bahan kimia beracun, seperti pestisida, logam berat dan lain-lain
b. Polietilen densitas rendah (LDPE = Low Density Polyethylene)
LPDE sering digunakan sebagai wadah atau kemasan untuk makanan seperti
sayuran, daging beku, pembungkus roti dan lain-lain. LPDE juga digunakan untuk
pelapis kaleng dan kertas yang sering digunakan sebagai pembungkus makanan
supaya tetap hangat (food wrapping). Plastik pembungkus makanan dengan kode ini
cukup aman digunakan. Sayangnya, plastik ini hampir tidak dapat dihancurkan
(terdegredasi) dan ini merupakan ancaman yang serius terhadap lingkungan
(Anonimous, 2008).
3. Polivinil Klorida (PVC)
PVC sering digunakan pada mainan anak-anak, bahan bangunan dan kemasan
untuk produk bukan makanan. PVC termasuk plastik yang sulit didaur ulang dan
dianggap sebagai jenis plastik yang paling berbahaya. Kandungan plastik ini bisa
lumer dan bercampur ke dalam makanan pada suhu -15ºC. Akibatnya berbahaya,
dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (Anonimous, 2008).
4. Polipropilen (PP)
Plastik PP ini termasuk yang aman dipakai membungkus makanan atau
minuman dan menjadi salah satu jenis plastik yang aman bagi manusia (BPOM,
2009). Biasanya plastik ini digunakan untuk packing makanan kering (snack),
sedotan, kantong obat, tempat makanan dan botol minum bayi. Plastik ini biasanya
berwarna transparan, bening, tembus pandang, tahan terhadap suhu tinggi (150⁰C)
melukai penggunanya sehingga cocok untuk peralatan makan bayi (Anonimous,
2008).
5. Polistiren (PS)
Polistiren termasuk kemasan sekali pakai, contoh: cup, sendok plastik dan
styrofoam. Kandungan kimia pada polistiren berbahaya bagi kesehatan manusia.
Styrene bisa bercampur dengan makanan saat makanan panas dan berminyak
dimasukkan ke dalam wadah ini (BPOM, 2009), hal ini disebabkan sifat styrene yang
lunak pada suhu 90-95⁰C. Styrene berbahaya untuk jaringan otak, sistem saraf, dan
dianggap sebagai bahan pemicu kanker (karsinogenik) pada tubuh (Khomsan, 2003).
6. OTHER (Termoplastik selain kelompok etilen)
Polikarbonat (PC) biasanya digunakan untuk botol galon air minum dan
sebagai salah satu bahan untuk perlengkapan makanan dan minuman (melamin) yang
dapat digunakan sampai 140⁰C (Wikipedia, 2009).
2.3.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Makanan
Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik yang baik untuk wadah atau
kemasan makanan. Di pasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang
sebetulnya tidak cocok dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan
memiliki sifat yang perlu dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis
plastik tertentu. Kesalahan material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan
makanan yang dikemas (Buckle, 1987).
Selain dengan melihat pengkodean yang telah ditetapkan, aman-tidaknya
pertanda khusus yang tertera di wadah plastik tersebut, diantaranya (Anonimous,
2010):
1. Simbol Food Grade
Bergambar gelas dan garpu, artinya wadah tersebut aman digunakan untuk
makanan dan minuman.
2. Simbol Non-Food Grade
Gambar garpu dan gelas dicoret, artinya wadah tersebut tidak didesain untuk
makanan karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan
kesehatan.
3. Simbol Microwave Save
Gambar garis bergelombang, artinya wadah aman untuk digunakan sebagai
penghangat makanan di dalam microwave karena tahan suhu yang tinggi.
4. Simbol Non-Microwave
Gambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan
untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu
yang tinggi atau panas.
5. Simbol Oven Save
Gambar oven (dua garis horizontal), artinya aman digunakan sebagai
penghangat makanan di dalam oven. Meski terbuat dari plastik, wadah ini tahan
terhadap suhu tinggi.
6. Simbol Non-Oven
7. Simbol Grill Save
Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), artinya wadah aman
digunakan untuk suhu tinggi.
8. Simbol Non-Grill Save
Gambar pemanggang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk
memanggang.
9. Simbol Freezer Save
Gambar bunga salju, artinya wadah aman digunakan untuk menyimpan
makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku.
10. Simbol Non-Freezer Save
Gambar bunga salju dicoret, artinya wadah tidak boleh untuk disimpan dalam
lemari pendingin.
11. Simbol Cut Save
Gambar pisau, artinya wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong
bahan-bahan makanan.
12. Simbol Non-Cut Save
Gambar pisau dicoret, artinya tidak untuk wadah memotong.
13. Simbol Dishwasher Save
Gambar gelas terbalik, artinya wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci.
14. Simbol Non-Dishwasher Save
2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan
Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah
(Koswara, 2006):
1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan
mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi
untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati.
2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan
memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker. Dampak
akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan cacat lahir pada
tikus yang memakannya.
3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati
(liver) pada hewan.
4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya
seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat
organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril
yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut,
tenggorokan dan lambung.
Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya:
1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang populer
digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu ternyata DBP dan
DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen. Benzen termasuk larutan
kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat dikeluarkan
berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Koswara,
2006).
2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan
pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk
mencegah kerusakan pada plastik.
3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam plastik
yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994).
4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu sistem
endokrin (Anonimous, 2009).
5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat
aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada
kehamilan (Anonimous, 2008).
6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan
untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent dan ikut
menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung
PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit
dab benjolan-benjolan, gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada
wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi
lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan
hati dan kanker hati (Anonimous, 2009).
7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek
yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni
yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan
bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya
dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006).
2.4. Kemasan Styrofoam
Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow
Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene
(FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam
pengkodean plastik (BPOM, 2009).
Styrofoam terbuat dari polystyrene yaitu polimer yang tersusun dari banyak
monomer (styrene). Untuk menjadi styrofoam, maka ditiupkan udara ke dalam
polystyrene dengan menggunakan blowing agents yang disebut khloroflourokarbon
(CFC) sehingga membentuk buih (foam) (Khomsan, 2003).
Dalam penggunaannya sebagai kemasan makanan, styrofoam memiliki beberapa sifat yang menjadi keunggulannya, diantaranya relatif tahan bocor, praktis
dan mampu menjaga suhu makanan dengan baik, jadi makanan panas akan tetap
panas di dalam styrofoam (Khomsan, 2003).
2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan
Menurut Khomsan (2003), masyarakat khususnya konsumen sering
beranggapan bahwa bila sesuatu itu sudah ada dimana-mana dan dipakai oleh banyak
orang, maka sesuatu tersebut pasti aman. Demikian pula dengan penggunaan
styrofoam yang semakin meluas saat ini, sedikitpun tidak memunculkan kekhawatiran
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an,
diketahui bahwa bahan dasar styrofoam (styrene) dan bahan aditif lainnya seperti
butadien yang berfungsi sebagai bahan penguat juga DOP ataupun BHT yang
berfungsi sebagai pemlastis (plasticizer) ternyata bersifat mutagenik (mampu
mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker)
(Yuliarti, 2007).
Penelitian di Rusia pada tahun 1975 menemukan adanya gangguan menstruasi
pada wanita yang bekerja dan selalu menghirup styrene dalam konsentrasi rendah.
Gangguan menstruasi tersebut menyangkut siklus menstruasi yang tidak teratur dan
terjadinya pendarahan berlebihan (hypermenorrhea) ketika menstruasi. Styrene juga
dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi wanita (penurunan kesuburan
bahkan mandul) (Khomsan, 2003).
Pada tahun 1986, National Human Adipose Tissue Survey di Amerika Serikat
(AS) mengungkapkan bahwa 100% jaringan lemak penduduk Amerika mengandung
styrene dan pada tahun 1988 kandungan styrene tersebut mencapai 8-350 ng/g.
Konsentrasi styrene 350 ng/g adalah sepertiga dari ambang batas yang dapat
memunculkan gejala neurotoxic (gangguan syaraf). Neurotoxicakan menimbulkan
gejala-gejala seperti kelelahan, nervous dan kadar hemoglobin rendah. Hemoglobin
(Hb) adalah bagian dari sel darah merah yang memiliki peran sangat penting yaitu
mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Penurunan kadar
hemoglobin pada tubuh (anemia) akan menyebabkan kekurangan oksigen (O2) pada
sel-sel tubuh dan menimbulkan gejala letih, lesu dan lemah (3L). Anemia kronis
Studi di New Jersey (AS) menemukan bahwa 75% air susu ibu (ASI) telah
terkontaminasi styrene dan dapat dibayangkan bahwa bayi-bayi yang belum pernah
makan atau minum menggunakan wadah styrofoam ternyata dapat mengkonsumsi
(terpapar) styrene melalui ASI ibunya. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa
pada ibu-ibu yang sedang mengandung, styrene dapat bermigrasi ke janin melalui
plasenta, sedangkan pada anak-anak, styrene dapat mengakibatkan kehilangan
kreativitas (pasif) dan karsinogenik (2003).
Sifat styrene yang memiliki titik lebur rendah dan lunak pada suhu 90⁰-95⁰C
menyebabkan styrofoam dapat lunak pada suhu 102⁰-106⁰C. Penggunaan styrofoam
sebagai wadah untuk memanaskan makanan yang mengandung vitamin A akan
melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A
menjadi toluene dan toluene ini adalah pelarut styrene (2003).
Keterpaparan benzena dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan
penyakit pada kelenjar tiroid, kerusakan sum-sum tulang belakang, anemia,
penurunan sistem imun tubuh, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Pada wanita,
zat ini dapat berakibat buruk terhadap siklus menstruasi, mengancam kehamilan, dan
menyebabkan kanker payudara juga kanker prostat (Anonimous, 2009).
2.5. Kesehatan
Menurut WHO yang dikutip oleh Mukono (2006), yang dikatakan sehat
adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesempurnaan fisik, mental dan sosial,
Dalam konsep sehat WHO tersebut diharapkan adanya keseimbangan yang
serasi dalam interaksi antara manusia dan mahluk hidup lain di lingkungannya.
Sebagai konsekuensi dari konsep sehat WHO tersebut, maka yang dikatakan manusia
sehat yang ideal adalah tidak sakit, tidak cacat, tidak lemah, bahagia secara rohaniah,
sejahtera secara sosial dan sehat secara jasmani (2006).
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan ini kesehatan mencakup 4 aspek,
yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Keempat dimensi tersebut
saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang,
kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu bersifat holistik atau
menyeluruh.
2.6. Perilaku
2.6.1. Defenisi Perilaku
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas
(Notoatmodjo, 2003).
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang
dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.
Terdapat berbagai kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan.
seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis kelamin. Sedangkan kebutuhan
yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan.
Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku adalah
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan
demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respon,
sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”
Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari luar atau “observable
behavior”.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo,
2003):
1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan,
misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, politik dan sebagainya.
Beberapa ahli lain juga membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya
pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar
Dewantoro menyebutkan perilaku sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa
(peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan
tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice)
(Sarwono, 1997).
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan
oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan
styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan
plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan
kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding
dengan daun atau kertas.
2.6.2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek dalam menghasilkan pengetahuan. Namun sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera
pendengaran (telinga). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Purwanto, 1998). Manusia berani
saja, melainkan demikian mutlaknya, hingga manusia tidak ragu-ragu lagi dalam
bertindak (Poedjawijatna, 1998).
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum manusia
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi
proses berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), adalah ketika orang tersebut (subjek) menyadari atau
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap subjek
sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.
d. Trial, adalah ketika subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan
pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
b. Memahami (comperhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai
objek tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan
prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau
sebenarnya (real condition).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan
materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi atau masalah/objek yang diketahui dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan denegan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.
2.6.3. Sikap
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
berespons (baik secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi
dan sebagainya) di samping komponen kognitif (pengetahuan mengenai objek
tersebut) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Sikap seseorang dapat
berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui
tindakan persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).
Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap
sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita.
Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita
menolaknya. Sikap dapat juga ditumbuhkan dari pengalaman yang amat terbatas. Kita
dapat mengambil suatu sikap, tanpa mengerti situasinya yang lengkap (1997).
Menurut Allport (1945), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu
(Notoatmodjo, 2005):
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian orang tersebut terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen
yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap itu terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2003)
2.6.4. Tindakan atau Praktik
Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk
tindakan (overt behavior). Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan
fasilitas atau saran dan prasarana. Namun di samping faktor fasilitas, juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Tindakan atau praktik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2005):
1. Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung
pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal
secara otomatis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa
yang dilakukan tidak sekadar runitinas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi,
atau tindakan/prilaku yang berkualitas.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 1: Kerangka konsep kaitan antara variabel-variabel pendukung dalam penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan
Pengetahuan
Paparan Informasi: - Media Cetak - Media Elektronik
Tingkat Pendidikan Penjual Makanan
Tindakan / Penggunaan Plastik dan Styrofoam
Keterangan :
Tingkat pendidikan dan paparan informasi yang merupakan faktor-faktor pendukung
dalam pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh penjual makanan sangat menentukan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu menggambarkan
pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan (responden) yang menggunakan
plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan di lingkungan Kampus
Universitas Sumatera Utara.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni (2 bulan).
Lokasi penelitian adalah USU dan sekitarnya. Adapun batasan lokasi penelitian
meliputi:
- lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung makan.
- lingkungan luar kampus yaitu Jalan Djamin Ginting (Pintu Sumber - Simpang
Kampus) dan sepanjang Jalan Dr.Mansyur.
Pemilihan lokasi penelitian didasari pada pertimbangan bahwa di lingkungan
Kampus USU terdapat cukup banyak penjual makanan yang menggunakan plastik
dan styrofoam. Pertimbangan lain adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang
gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penjual makanan di USU dan sekitarnya
yang menggunakan plastik dan styrofoam dan menjual makanan siap saji yang
termasuk dalam kriteria.
Adapun kriteria makanannya adalah:
- Sifat: Panas dan berminyak
- A.Warung makan: - Nasi goreng
- Mie (Tiaw, Kuning, Bihun) goreng
- Bakso
- Mei Ayam
- Ayam bakar
- dan lain-lain.
B.Makanan jajanan: - Siomay
- Pisang goreng/molen
- Kue pancung
- dan lain-lain.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan
oleh peneliti pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 11.00 WIB, terdapat:
A. Warung makan berjumlah 54 penjual makanan.
B. Makanan jajanan berjumlah 36 penjual makanan.
3.3.2. Sampel
Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus berikut
(Notoatmodjo, 2005):
dimana : n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan
maka :
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan besar sampel
sebanyak 47 penjual makanan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana
(simple random sampling) dengan teknik pengundian di mana setiap anggota atau
3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini meliputi jumlah populasi, identitas
responden (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan dan penghasilan), alasan
pemilihan pembungkus makanan dan perilaku responden (pengetahuan, sikap dan
tindakan).
3.4.2. Pengumpulan Data
Data mengenai jumlah populasi diperoleh melalui hasil pengamatan dan
penghitungan, sedangkan data mengenai identitas dan perilaku responden diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
3.5. Defenisi Operasional
1. Penjual makanan adalah orang atau instansi yang melakukan kegiatan
produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang menjadi responden dalam
penelitian ini.
2. Kemasan makanan adalah tempat atau wadah untuk mempermudah
pengangkutan, pendistribusian dan pemasaran makanan, seperti plastik dan
styrofoam.
3. Pengetahuan adalah hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden
mengenai bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap makanan.
4. Sikap adalah tanggapan atau pendapat responden mengenai penggunaan
plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.
5. Tindakan adalah perbuatan nyata responden mengenai penggunaan plastik
6. Umur adalah pengakuan responden mengenai usianya dari lahir sampai
ulang tahun terakhir.
7. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir ataupun pendidikan yang
sedang dijalani responden.
8. Makanan yang dijual adalah makanan siap saji yang diperdagangkan atau
dijual berdasarkan kriteria seperti suhu dan jenisnya.
3.6. Aspek Pengukuran
Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban
responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah
penilaian tiga kategori, “Baik”, “Cukup” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor
dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):
- Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor.
- Kategori cukup adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total skor.
- Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor.
3.6.1. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari
tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan dengan skor
tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah
26 dan skor terendah adalah 0.
Adapun ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut:
a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 8, 9, 11, 13, yaitu:
- Jawaban a diberi skor = 2
- Jawaban c diberi skor = 0
b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 10, 12, yaitu:
- Jawaban a diberi skor = 1
- Jawaban b diberi skor = 2
- Jawaban c diberi skor = 0
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden
dikategorikan sebagai berikut :
- Tingkat pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan
total skor > 17
- Tingkat pengetahuan cukup apabila responden dapat menjawab pertanyaan
dengan total skor 8-17
- Tingkat pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan
dengan total skor < 8
3.6.2. Sikap
Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap
pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor
tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah
16 dan skor terendah adalah 0.
Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:
- Jawaban “setuju” diberi skor = 2
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat sikap responden dikategorikan
sebagai berikut :
- Sikap baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor >10
- Sikap cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10
- Sikap kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor <5
3.6.3. Tindakan
Tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap
pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor
tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah
16 dan skor terendah adalah 0.
Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:
a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4 adalah:
- Jawaban “ya” diberi skor = 0
- Jawaban “tidak” diberi skor = 2.
b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8 adalah:
- Jawaban “ya” diberi skor = 2
- Jawaban “tidak” diberi skor = 0
Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat tindakan responden
dikategorikan sebagai berikut :
- Tindakan baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor >10
- Tindakan cukup apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10
3.7. Analisa Data
Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap penjual makanan dengan
menggunakan kuesioner terstruktur, kemudian diolah secara komputerisasi dan
dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel penelitian
dengan menggunakan program SPSS. Kemudian hasil disajikan dalam bentuk tabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi: jenis kelamin, umur dan pendidikan
terakhir. Secara garis besar karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik dan
Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010
No Karakteristik Responden n %
I Jenis Kelamin Responden
Laki-laki 21 44,7
Perempuan 26 55,3
n 47 100,0
II Umur Responden
20 - 29 Tahun 24 51,1
30 - 39 Tahun 9 19,1
40 - 49 Tahun 8 17,0
≤ 50 Tahun 6 12,8
n 47 100,0
III Pendidikan Terakhir Responden
Tidak Tamat SD 1 2,1
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden paling
banyak berdasarkan jenis kelamin adalah responden perempuan yaitu sebanyak
55,3%. Untuk jumlah responden paling banyak berdasarkan umur adalah umur 20-29
tahun yaitu sebanyak 51,1%. Pendidikan terakhir responden yang paling banyak
4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan umumnya didapat dari pendidikan
formal dan non formal ditambah dengan adanya informasi dari media cetak maupun
media elektronik. Pengetahuan responden menjadi bagian yang sangat penting dalam
penggunaan plastik dan styrofoam dan hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan
Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010
No
1 Pembungkus makanan yang
paling aman 40 85,1 7 14,9 0 0
2 Tahu tentang larangan pemerintah terhadap plastik kresek
11 23,4 10 21,3 26 55,3
3 Bahaya yang terdapat pada
plastik kresek 17 36,2 16 34,0 14 29,8 4 Efek yang ditimbulkan
plastik kresek terhadap kesehatan
32 68,1 1 2,1 14 29,8
5 Cara penggunaan plastik
kresek yang paling aman 2 4,3 35 74,5 10 21,3 6 Plastik kresek tidak aman
untuk membungkus makanan
32 68,1 4 8,5 11 23,4
7 Styrofoam diragukan
keamannya untuk
10 Bahaya yang terdapat pada
11 Efek yang ditimbulkan styrofoam terhadap kesehatan
15 31,9 4 8,5 28 59,6
12 Dampak langsung penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan
5 10,6 26 55,4 16 34,0
13 Dampak tidak langsung penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan
9 19,2 23 48,9 15 31,9
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak
menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai pembungkus
makanan yang paling aman yaitu daun pisang sebanyak 14,9%, pada skor 1 paling
banyak responden menjawab pertanyaan mengenai penggunaan plastik kresek yang
paling aman yaitu melapisinya dengan kertas sebanyak 74,5%, sedangkan pada skor 0
responden banyak menjawab pertanyaan mengenai efek yang ditimbulkan styrofoam
terhadap kesehatan yaitu jawaban “tidak tahu” sebanyak 59,6%.
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 23,4% responden yang