• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

PERILAKU PENJUAL MAKANAN YANG MENGGUNAKAN PLASTIK DAN STYROFOAM DI LINGKUNGAN KAMPUS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM : 051000015

DODI LASHON SIMANJUNTAK

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 06 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ferry, SH, S.Si, AMG, DC.Nutri, MKes

Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).

Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

(5)

ABSTRACT

Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.

This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.

The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).

Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dodi Lashon Simanjuntak

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 Mei 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jln. Karya III Gg.Mulia No.97 Helvetia - Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. TK Markus Medan : 1992 - 1993

2. SD Sw.St.Thomas 2 Medan : 1993 - 1999 3. SLTP Sw.St.Thomas 1 Medan : 1999 - 2002

4. SMA Negeri 4 Medan : 2002 - 2005

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Perilaku Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara Tahun 2010”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan

bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas

Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, Mkes selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

3. Dra. Jumirah, Apt, Mkes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, Mkes selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk,

saran dan bimbingan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Prof.dr.David H Simanjuntak selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan

(8)

6. Dr.Ir.Albiner Siagian, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

7. Ferry, SH, SSi, AMG, DC.Nutri, Mkes selaku Dosen Penguji III yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan pada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Marihot Samosir, ST yang telah memberi masukan, motivasi, waktu dan bantuan dalam urusan administrasi.

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Dosen Peminatan

Gizi Kesehatan Masyarakat.

10. Orang tua penulis, P.Simanjuntak dan D.Hutauruk yang telah memberikan

segenap kasih sayang, cinta, perhatian dan Doa yang tulus terhadap penulis.

Tuhan Memberkati.

11.Abang dan Kakak penulis, Dr.Ir.Albiner Siagian, Msi dan Rismaulina Simanjuntak, SKM yang telah memberikan waktu, semangat dan dukungan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.

12.Adik-adik penulis, Damai Indah Jelita Simanjuntak dan Agung Karunia Simanjuntak yang telah memberikan dukungan, semangat serta hiburan terhadap penulis. Tuhan Memberkati.

(9)

14.Teman-teman di Fakultas Kesehatan Masyarakat: Ade Saputra Nasution, SKM, Magdalena Cory, SKM, Elisabet Purba, SKM, teman-teman stambuk 2005 dan teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat.

15.Teman-teman NHKBP Melati, Sandra Sintauli, SS, Ondi Tarnama, AMD, Bg.Joseph Sitompul, SP, Bg.Maruli Siregar dan teman-teman NHKBP lainnya. 16.Keluarga dan teman-teman dan pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu,

penulis ucapkan banyak terima kasih.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan bagi

siapa saja yang membacanya, setidaknya bagi penulis sendiri dan sebagai bahan

bacaan di perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, 06 Juli 2010

(10)

DAFTAR ISI

2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan ... 16

2.4. Kemasan Styrofoam ... 18

2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan ... 18

(11)

3.4.2. Pengumpulan Data ... 33

4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 39

4.3. Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam .. 41

4.4. Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 42

4.5. Keterkaitan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden ... 44

4.5.1. Keterkaitan Pengetahuan dengan Sikap Responden ... 44

4.5.2. Keterkaitan Sikap dengan Tindakan Responden ... 44

4.5.3. Keterkaitan Pengetahuan dengan Tindakan Responden.. 45

BAB V PEMBAHASAN ... 47

5.1. Karakteristik Penjual Makanan ... 47

5.2. Pengetahuan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 48

5.3. Sikap Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 49

5.4. Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 50

5.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjual Makanan Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Output Data Set SPSS

3. Keterangan Pers Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2888 Tentang Styrofoam dan Hasil Ujinya

4. Peringatan Publik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI No.KH.00.02.1.55.2890 Tentang Plastik “Kresek”

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 38

Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 39

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam ... 40

Tabel 4.4. Gambaran Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 41

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mengenai Plastik

dan Styrofoam ... 42

Tabel 4.6. Gambaran Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik

dan Styrofoam di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 42

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Mengenai Plastik

dan Styrofoam ... 43

Tabel 4.8. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan

Plastik dan Styrofoam ... 43

Tabel 4.9. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Sikap Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 44

Tabel 4.10. Distribusi Keterkaitan antara Sikap dengan Tindakan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010 ... 45

Tabel 4.11. Distribusi Keterkaitan antara Pengetahuan dengan Tindakan

(13)

ABSTRAK

Plastik kresek merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Begitu juga dengan styrofoam, sifatnya yang praktis, enak dipandang, murah dan anti bocor, seolah membutakan masyarakat akan dampak dari kedua pembungkus makanan ini. Plastik kresek dan styrofoam mengandung bahaya bagi kesehatan dan hal ini tertuang dalam peringatan publik maupun keterangan pers Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan plastik dan styrofoam sebagai bahan pembungkus makanan di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU) dan Sekitarnya. Populasi penelitian adalah semua penjual makanan yang menjual makanan siap santap yang panas dan berminyak dan mengemasnya dengan plastik dan styrofoam.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pengetahuan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 11 penjual makanan (23,4%), sikap penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 penjual makanan (61,7%) dan tindakan penjual makanan mengenai plastik dan styrofoam yang berkategori baik hanya ada 9 penjual makanan (19,1%). Alasan penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan terbanyak adalah karena sifatnya yang praktis yaitu sebanyak 18 penjual makanan (38,3%).

Belum tercapainya pengetahuan dan tindakan penjual makanan yang baik mengenai plastik dan styrofoam membuat penulis menyarankan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan agar melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap penjual makanan yang menggunakan plastik kresek dan styrofoam sebagai pembungkus primer makanan karena informasi itu berkaitan dengan pengetahuan dan tindakan penjual makanan dalam penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

(14)

ABSTRACT

Kresek plastic is a very popular food packaging and became the favorite choice of food sellers. So also with styrofoam, it's practical, pleasing to the eye, cheap and anti-leak, made the people blind to the impact of these two food wrappers. Kresek plastic and styrofoam contain health hazard and it was stipulated in the public warning as well as a press statement by Drug and Food Control Agency of the Republic of Indonesia.

This research was a descriptive research which describe the knowledge, attitude and action of food sellers that use plastic and styrofoam as food packaging materials On-Campus University of North Sumatra and surrounding areas. The population from this research are all food sellers who sell a hot ready anf greasy food to eat and package in plastic and styrofoam.

The result of research has shown that the seller's knowledge of plastics and styrofoam incategorized good seller there were only 11 food sellers (23,4%), the sellers attitude about plastic and styrofoam in good categories as many as 29 food sellers (61.7%) and the actions of food sellers incategorized good sellers about plastic and styrofoam there were only 9 food sellers (19.1%). The most reason for using plastic and styrofoam by food sellers were because of it's practical as many as 18 food sellers (38.3%).

Good knowledge and good action about plastic and styrofoam has not achieved by food sellers, and it's make the authors recommend to the Drug and Food Control Agency in Medan for supervising, monitoring and periodic evaluation of food sellers that use plastic and styrofoam as a primary food wrappers, because the information was related to knowledge and action in the use of plastic kresek so also styrofoam by food sellers.

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi

kehidupan manusia baik secara fisiologis, psikologis, sosial maupun antropologis.

Pangan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan kelangsungan

hidup dan kesehatannya di muka bumi (Seto, 2001).

Kesehatan merupakan salah satu komponen penting bagi kualitas hidup

manusia. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan pangan yang

harus dikonsumsinya setiap hari. Dalam hal ini, mutu pangan besar sekali peranannya

(Winarno, 1993).

Dewasa ini pangan disajikan dalam berbagai bentuk dan variasi, salah satunya

adalah makanan olahan siap saji. Pelaku usaha bisnis rumah makan atau lebih umum

disebut dengan penjual makanan semakin menjamur dengan berbagai jenis menu dan

aneka konsep rumah makan, demikian juga dengan penjual makanan jajanan pinggir

jalan. Tidak sedikit penjual makanan yang menyediakan fasilitas bawa pulang (take

away) untuk mempermudah konsumen dalam mengkonsumsi makanan, apabila

konsumen berniat untuk menikmati makanan tersebut di tempat lain atau untuk

diberikan kepada orang lain atau kerabat (Ayodya, 2007).

Fasilitas take away disebut juga take out di Amerika, dimana pada awalnya

mengandung arti pembelian makanan di restoran fast food kemudian di konsumsi di

(16)

makanan dituntut untuk menyediakan kemasan/wadah pembungkus makanan dan

minuman untuk dibawa pulang (Wikipedia, 2008).

Salah satu kemasan makanan yang paling banyak digunakan adalah kemasan

makanan dari plastik seperti kantong plastik kresek berwarna, karena harganya

murah, praktis dan mudah didapat. Tetapi sayangnya kemasan plastik dan kantong

plastik kresek ternyata tidak selalu aman, bahkan berbahaya bagi kesehatan

(Anonimous, 2009).

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab, Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan mengenai

plastik kresek. BPOM meminta masyarakat dan konsumen agar berhati-hati dan tidak

menggunakan kantong plastik kresek berwarna sebagai bahan pengemas primer pada

makanan. Pernyataan BPOM tentang perlunya berhati-hati dalam menggunakan

kantong kresek berwarna (terutama hitam), umumnya disebabkan oleh proses daur

ulang yang menyertainya, seperti peruntukan dan riwayat penggunaan plastik

sebelumnya yang tidak diketahui secara pasti. Ada kemungkinan plastik tersebut

adalah bekas wadah pestisida, limbah logam berat, maupun bahan berbahaya dan

beracun lainnya. Di samping itu, BPOM juga mengeluarkan pernyataan mengenai

perluya mewaspadai penggunaan kemasan styrofoam dalam kondisi tertentu untuk

mewadahi makanan (BPOM, 2009).

Styrofoam yaitu kemasan yang umumnya berwarna putih dan kaku yang

sering digunakan sebagai kotak pembungkus makanan. Tadinya bahan ini dipakai

untuk pengaman barang non-makanan seperti barang-barang elektronik agar tahan

(17)

makanan. Kegunaannya yang mudah, praktis, enak dipandang, murah, anti bocor,

tahan terhadap suhu panas dan dingin seolah membutakan masyarakat akan dampak

dan efek bagi lingkungan serta kesehatan tubuh manusia (Khomsan, 2003).

Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan

bahwa residu styrofoam yang tercampur dalam makanan sangatlah berbahaya. Residu

tersebut dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang

terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia

akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan (Anonimous, 2001).

Berdasarkan penelitian Lanita tahun 2006, serta menurut Balai Besar

Pengawas Obat dan Makanan Jakarta pada tahun 2005 (BBPOM), diungkapkan

bahwa zat zat pengawet mayat (formalin) juga ditemukan pada plastik pengemas

makanan dan styrofoam. Pengemas berbahan dasar resin atau plastik rata-rata

mengandung 5 ppm formalin. Formalin pada plastik atau styrofoam merupakan

senyawa-senyawa yang secara inheren terkandung dalam bahan dasar resin atau

plastik. Zat racun tersebut baru akan luruh ke dalam makanan akibat kondisi panas.

Oleh karena itu, makanan yang masih panas jangan langsung dimasukkan ke dalam

plastik atau kotak styrofoam. Hidangan panas yang akan disajikan ke dalam kotak

styrofoam sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun, jangan diberi alas yang

terbuat dari plastik (Anonimous, 2006).

Dari banyaknya dampak dan bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap

kesehatan, yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku penjual makanan itu sendiri,

karena sebagian konsumen mungkin tidak mengetahui dampak dan bahaya kemasan

(18)

oleh penjual makanan sangat menentukan besarnya penggunaan plastik dan styrofoam

di masyarakat serta dampak yang akan ditimbulkannya terhadap kesehatan. Oleh

karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap dan tindakan

penjual makanan terhadap penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan

pengemas makanan di Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan

oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan

styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan

plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan

kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding

dengan daun atau kertas.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan bahaya plastik dan styrofoam tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan dalam

penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku penjual makanan yang menggunakan plastik dan

styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui alasan penggunaan pembungkus makanan oleh penjual

(19)

2. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dengan sikap penjual

makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

3. Untuk mengetahui keterkaitan antara sikap dan tindakan penjual makanan

terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

4. Untuk mengetahui keterkaitan antara pengetahuan dan tindakan penjual

makanan terhadap penggunaan plastik kresek dan styrofoam.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberi masukan bagi Departemen Kesehatan dan BPOM untuk lebih

memperhatikan penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas

makanan.

2. Sebagai bahan masukan atau petunjuk bagi penjual makanan dalam

penggunaan plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan, contoh:

sosialisasi informasi mengenai plastik dan styrofoam yang diperoleh dari

BPOM.

3. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam memilih bahan pengemas makanan,

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan

Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat

diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi

(Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat

dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan

memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian

yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006):

1. Makanan segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku pengolahan pangan),

contoh: pisang dan lain-lain.

2. Makanan olahan, yaitu makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode

tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan lagi

menjadi makanan olahan siap saji dan tidak siap saji.

a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap disajikan

di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan, contoh: pisang

goreng dan lain-lain.

b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami proses

pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk

(21)

3. Makanan olahan tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok

tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu

rendah lemak untuk orang yang menjalani diet lemak dan lain-lain.

Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang

disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi

pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen.

Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar

makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan

menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan

bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor

dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

2.2. Kemasan Makanan

Kemasan makanan merupakan suatu bahan untuk mempermudah

pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Kemasan makanan harus

memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi

dan informasi (Suyitno, 1990).

Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus

makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan

masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi

kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai

(22)

yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi

kesehatan (Koswara, 2006).

Menurut Buckle (1987), ada resiko-resiko tertentu sehubungan dengan

bahan-bahan pengemas, proses dan juga pendistribusian makanan yang telah dikemas.

Selain bahaya mikroorganisme yang kemungkinan terdapat pada bahan pengemas

makanan, resiko lain yang mungkin muncul adalah masuknya komponen beracun

yang berasal dari bahan pengemas ke dalam bahan makanan, seperti bahan-bahan

kimia dan bau yang berasal dari bahan pengemas tersebut.

Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu

kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh

karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang

bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen (Suyitno, 1990).

Menurut UU RI No.7 Tentang Pangan Tahun 1996, Pasal 16 ayat (1) “Setiap

orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa

pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat

melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia” dan

ayat (3) “Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan

pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan” dan menurut

Peringatan Publik BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tahun 2009 tentang “Plastik

Kresek” dan Keterangan Pers BPOM Nomor: KH.00.02.1.55.2888 Tahun 2009

tentang “Kemasan Makanan Styrofoam” (lampiran) ditambah dengan

(23)

memperjelas bahwa kemasan makanan plastik kresek dan styrofoam perlu diwaspadai

penggunaannya.

2.3. Kemasan Plastik

Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat populer dan menjadi pilihan favorit penjual makanan. Tidak sedikit penjual makanan yang menggunakan

plastik sebagai pengemas makanan, namun tidak sedikit juga penjual makanan yang

khawatir akan dampak penggunaan plastik terutama plastik kresek hitam dan

kemudian beralih menggunakan kertas cokelat sebagai pengemas makanan. Tapi

tanpa disadari, kertas cokelat tersebut juga sudah dilapisi plastik dan ini menunjukkan

betapa populernya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Kelebihan dari

kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak bereaksi, tidak

berkarat, dapat diberi warna dan harganya yang murah seakan membutakan

masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan, seperti terjadinya perpindahan zat-zat

penyusun dari plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tidak cocok

dengan plastik yang mengemasnya. Zat-zat penyusun tersebut cukup tinggi

potensinya untuk menimbulkan penyakit kanker pada manusia (Koswara, 2006).

2.3.1. J enis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik

A. Termoset

Plastik termoset adalah jenis plastik yang tidak bisa didaur-ulang atau dicetak,

contohnya: saran atau poliviniliden klorida (PVdC), akrilik yang sering digunakan

untuk botol-botol minuman, politetra fluoroetilen (PTFE) yang terdapat pada

peralatan dapur seperti Teflon dan Ediblefilm dari amilosa pati jagung untuk kemasan

(24)

B. Termoplastik

Plastik termoplastik adalah jenis plastik yang dipakai untuk mengemas atau

kontak dengan bahan makanan dan dapat didaur-ulang/dicetak kembali, contoh:

plastik kresek dan plastik lainnya (Wikipedia, 2009).

Untuk melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh proses daur

ulang plastik ini, maka diciptakanlah sebuah standar penggunaan kemasan plastik.

Standar penggunaan ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri plastik di Amerika

Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang mengacu pada

standar penggunaan plastik tersebut biasanya ada di bagian bawah wadah plastik

berupa cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah

angka di dalamnya (simbol daur ulang). Angka ini menunjukkan jenis plastik dan

keamanan penggunaannya (lampiran gambar.1) (2009).

1. Poliester atau Polietilen Treptalat (PET)

PET biasa terdapat pada botol plastik transparan seperti pada kemasan air

mineral atau minuman yang siap untuk diminum seperti minuman ringan yang

bersoda (terkarbonasi). Namun demi keamanan, plastik jenis ini tidak boleh

digunakan berulang-ulang (hanya sekali pakai) dan tidak boleh diisi dengan air panas,

karena hal ini dapat mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut meleleh dan

mengeluarkan zat karsinogenik yang bisa memicu penyakit kanker dan sangat

berbahaya untuk kesehatan. Oleh karena itu, dalam penggunaan botol berbahan PET

disarankan untuk segera menghabiskan isi botol sesudah tutupnya dibuka, karena

semakin lama wadah dibuka, maka kandungan kimia yang terlarut juga semakin

(25)

2. Polietilen (PE)

Plastik PE dengan ketebalan 0.001 – 0.01 inchi banyak digunakan unttuk

mengemas bahan pangan. Plastik ini lunak dan cair pada suhu 110⁰C sehingga dapat

dibentuk menjadi kantong plastik dengan derajat kerapatan yang baik. PE termasuk

jenis termoplastik yang digunakan secara luas oleh konsumen dan produknya sering

disebut sebagai “kantong plastik” (Wikipedia, 2009).

Kantong plastik atau plastik kresek adalah kantong pembungkus yang dibuat

dari plastik HDPE. Kantong plastik memiliki berbagai jenis sesuai dengan

kegunaannya, diantaranya kantong plastik untuk kemasan (makanan dan

non-makanan), kantong belanja, kantong sampah, kantong besar untuk keperluan industri

dan lain-lain (2009).

Berdasarkan densitasnya (derajat kerapatan), maka plastik PE dibedakan atas:

a. Polietilen densitas tinggi (HDPE = High Density Polyethylene)

HDPE merupakan kantong plastik berwarna yang sering digunakan sebagai

kemasan makanan. Namun demi keamanannya, BPOM menyarankan untuk tidak

menggunakan kantong plastik atau plastik kresek berwarna (terutama hitam) sebagai

bahan pengemas makanan siap saji, karena tidak diketahui pasti riwayat penggunaan

plastik sebelumnya dan bahan kimia yang digunakan ketika proses daur ulang.

Dikhawatirkan penggunaan kantung plastik tersebut sebelum didaur ulang adalah

sebagai pengemas bahan kimia beracun, seperti pestisida, logam berat dan lain-lain

(26)

b. Polietilen densitas rendah (LDPE = Low Density Polyethylene)

LPDE sering digunakan sebagai wadah atau kemasan untuk makanan seperti

sayuran, daging beku, pembungkus roti dan lain-lain. LPDE juga digunakan untuk

pelapis kaleng dan kertas yang sering digunakan sebagai pembungkus makanan

supaya tetap hangat (food wrapping). Plastik pembungkus makanan dengan kode ini

cukup aman digunakan. Sayangnya, plastik ini hampir tidak dapat dihancurkan

(terdegredasi) dan ini merupakan ancaman yang serius terhadap lingkungan

(Anonimous, 2008).

3. Polivinil Klorida (PVC)

PVC sering digunakan pada mainan anak-anak, bahan bangunan dan kemasan

untuk produk bukan makanan. PVC termasuk plastik yang sulit didaur ulang dan

dianggap sebagai jenis plastik yang paling berbahaya. Kandungan plastik ini bisa

lumer dan bercampur ke dalam makanan pada suhu -15ºC. Akibatnya berbahaya,

dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (Anonimous, 2008).

4. Polipropilen (PP)

Plastik PP ini termasuk yang aman dipakai membungkus makanan atau

minuman dan menjadi salah satu jenis plastik yang aman bagi manusia (BPOM,

2009). Biasanya plastik ini digunakan untuk packing makanan kering (snack),

sedotan, kantong obat, tempat makanan dan botol minum bayi. Plastik ini biasanya

berwarna transparan, bening, tembus pandang, tahan terhadap suhu tinggi (150⁰C)

(27)

melukai penggunanya sehingga cocok untuk peralatan makan bayi (Anonimous,

2008).

5. Polistiren (PS)

Polistiren termasuk kemasan sekali pakai, contoh: cup, sendok plastik dan

styrofoam. Kandungan kimia pada polistiren berbahaya bagi kesehatan manusia.

Styrene bisa bercampur dengan makanan saat makanan panas dan berminyak

dimasukkan ke dalam wadah ini (BPOM, 2009), hal ini disebabkan sifat styrene yang

lunak pada suhu 90-95⁰C. Styrene berbahaya untuk jaringan otak, sistem saraf, dan

dianggap sebagai bahan pemicu kanker (karsinogenik) pada tubuh (Khomsan, 2003).

6. OTHER (Termoplastik selain kelompok etilen)

Polikarbonat (PC) biasanya digunakan untuk botol galon air minum dan

sebagai salah satu bahan untuk perlengkapan makanan dan minuman (melamin) yang

dapat digunakan sampai 140⁰C (Wikipedia, 2009).

2.3.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Makanan

Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik yang baik untuk wadah atau

kemasan makanan. Di pasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang

sebetulnya tidak cocok dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan

memiliki sifat yang perlu dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis

plastik tertentu. Kesalahan material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan

makanan yang dikemas (Buckle, 1987).

Selain dengan melihat pengkodean yang telah ditetapkan, aman-tidaknya

(28)

pertanda khusus yang tertera di wadah plastik tersebut, diantaranya (Anonimous,

2010):

1. Simbol Food Grade

Bergambar gelas dan garpu, artinya wadah tersebut aman digunakan untuk

makanan dan minuman.

2. Simbol Non-Food Grade

Gambar garpu dan gelas dicoret, artinya wadah tersebut tidak didesain untuk

makanan karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan

kesehatan.

3. Simbol Microwave Save

Gambar garis bergelombang, artinya wadah aman untuk digunakan sebagai

penghangat makanan di dalam microwave karena tahan suhu yang tinggi.

4. Simbol Non-Microwave

Gambar garis bergelombang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan

untuk menghangatkan makanan di dalam microwave karena tidak tahan suhu

yang tinggi atau panas.

5. Simbol Oven Save

Gambar oven (dua garis horizontal), artinya aman digunakan sebagai

penghangat makanan di dalam oven. Meski terbuat dari plastik, wadah ini tahan

terhadap suhu tinggi.

6. Simbol Non-Oven

(29)

7. Simbol Grill Save

Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), artinya wadah aman

digunakan untuk suhu tinggi.

8. Simbol Non-Grill Save

Gambar pemanggang dicoret, artinya wadah tidak boleh digunakan untuk

memanggang.

9. Simbol Freezer Save

Gambar bunga salju, artinya wadah aman digunakan untuk menyimpan

makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku.

10. Simbol Non-Freezer Save

Gambar bunga salju dicoret, artinya wadah tidak boleh untuk disimpan dalam

lemari pendingin.

11. Simbol Cut Save

Gambar pisau, artinya wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong

bahan-bahan makanan.

12. Simbol Non-Cut Save

Gambar pisau dicoret, artinya tidak untuk wadah memotong.

13. Simbol Dishwasher Save

Gambar gelas terbalik, artinya wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci.

14. Simbol Non-Dishwasher Save

(30)

2.3.3. Dampak dan Bahaya Plastik Terhadap Kesehatan

Adapun zat-zat penyusun plastik yang berbahaya bagi kesehatan adalah

(Koswara, 2006):

1. Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan

mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi

untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati.

2. Monomer vinil sianida (akrilonitril), bereaksi dengan adenin pada DNA dan

memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan penyakit kanker. Dampak

akrilonitril sudah terbukti pada hewan percobaan yaitu menimbulkan cacat lahir pada

tikus yang memakannya.

3. Monomer vinil asetat, telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati

(liver) pada hewan.

4. Monomer lainnya, seperti akrilat, stirena, metakriat dan senyawa turunannya

seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat

organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril

yang dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut,

tenggorokan dan lambung.

Selain monomer, zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan diantaranya:

1. Dibutil ptalat (DBP) dan Dioktil ptalat (DOP), merupakan zat aditif yang populer

digunakan dalam proses plastisasi, namun dibalik kepopuleran itu ternyata DBP dan

DOP ternyata menyimpan suatu zat kimia yaitu zat benzen. Benzen termasuk larutan

kimia yang sulit dicerna oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak dapat dikeluarkan

(31)

berbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu kanker pada darah atau leukemia (Koswara,

2006).

2. Timbal (Pb) merupakan racun bagi ginjal dan kadmium (Cd) yang merupakan

pemicu kanker dan racun bagi ginjal dimana keduanya merupakan bahan aditif untuk

mencegah kerusakan pada plastik.

3. Senyawa nitrosamine, yang timbul akibat reaksi antara komponen dalam plastik

yang bersifat karsinogenik (Winarno, 1994).

4. Ester ptalat, yang digunakan untuk melenturkan ternyata dapat menggangu sistem

endokrin (Anonimous, 2009).

5. Bisphenol A (BPA) yang terdapat pada plastik polikarbonat (PC) merupakan zat

aditif yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker dan memperbesar resiko pada

kehamilan (Anonimous, 2008).

6. Bahan aditif senyawa penta kloro bifenil (PCB) yang ditambahkan sebagai bahan

untuk membuat plastik tahan panas. PCB berfungsi sebagai satic agent dan ikut

menentukan kualitas plastik. Plastik tahan panas sangat dimungkinkan mengandung

PCB lebih banyak. Tanda dan gejala keracunan PCB ini berupa pigmentasi pada kulit

dab benjolan-benjolan, gangguan pencernaan, serta tangan dan kaki lemas. Pada

wanita hamil PCB dapat mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi

lahir cacat. Pada keracunan menahun, PCB dapat menyebabkan kematian jaringan

hati dan kanker hati (Anonimous, 2009).

7. Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna pada kantong plastik kresek

yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni

(32)

yang tidak berwarna, perlu diwaspadai penggunaanya. Semakin jernih, bening dan

bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya

dan tidak aman bagi kesehatan manusia (Koswara, 2006).

2.4. Kemasan Styrofoam

Kemasan styrofoam adalah kemasan makanan dari merek dagang Dow

Chemichals yang berbahan dasar expandable polystyrene atau foamed polystyrene

(FPS) yang tergolong dalam plastik polistiren (PS) atau yang memiliki kode-6 dalam

pengkodean plastik (BPOM, 2009).

Styrofoam terbuat dari polystyrene yaitu polimer yang tersusun dari banyak

monomer (styrene). Untuk menjadi styrofoam, maka ditiupkan udara ke dalam

polystyrene dengan menggunakan blowing agents yang disebut khloroflourokarbon

(CFC) sehingga membentuk buih (foam) (Khomsan, 2003).

Dalam penggunaannya sebagai kemasan makanan, styrofoam memiliki beberapa sifat yang menjadi keunggulannya, diantaranya relatif tahan bocor, praktis

dan mampu menjaga suhu makanan dengan baik, jadi makanan panas akan tetap

panas di dalam styrofoam (Khomsan, 2003).

2.4.1. Dampak dan Bahaya Styrofoam Terhadap Kesehatan

Menurut Khomsan (2003), masyarakat khususnya konsumen sering

beranggapan bahwa bila sesuatu itu sudah ada dimana-mana dan dipakai oleh banyak

orang, maka sesuatu tersebut pasti aman. Demikian pula dengan penggunaan

styrofoam yang semakin meluas saat ini, sedikitpun tidak memunculkan kekhawatiran

(33)

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an,

diketahui bahwa bahan dasar styrofoam (styrene) dan bahan aditif lainnya seperti

butadien yang berfungsi sebagai bahan penguat juga DOP ataupun BHT yang

berfungsi sebagai pemlastis (plasticizer) ternyata bersifat mutagenik (mampu

mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker)

(Yuliarti, 2007).

Penelitian di Rusia pada tahun 1975 menemukan adanya gangguan menstruasi

pada wanita yang bekerja dan selalu menghirup styrene dalam konsentrasi rendah.

Gangguan menstruasi tersebut menyangkut siklus menstruasi yang tidak teratur dan

terjadinya pendarahan berlebihan (hypermenorrhea) ketika menstruasi. Styrene juga

dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi wanita (penurunan kesuburan

bahkan mandul) (Khomsan, 2003).

Pada tahun 1986, National Human Adipose Tissue Survey di Amerika Serikat

(AS) mengungkapkan bahwa 100% jaringan lemak penduduk Amerika mengandung

styrene dan pada tahun 1988 kandungan styrene tersebut mencapai 8-350 ng/g.

Konsentrasi styrene 350 ng/g adalah sepertiga dari ambang batas yang dapat

memunculkan gejala neurotoxic (gangguan syaraf). Neurotoxicakan menimbulkan

gejala-gejala seperti kelelahan, nervous dan kadar hemoglobin rendah. Hemoglobin

(Hb) adalah bagian dari sel darah merah yang memiliki peran sangat penting yaitu

mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Penurunan kadar

hemoglobin pada tubuh (anemia) akan menyebabkan kekurangan oksigen (O2) pada

sel-sel tubuh dan menimbulkan gejala letih, lesu dan lemah (3L). Anemia kronis

(34)

Studi di New Jersey (AS) menemukan bahwa 75% air susu ibu (ASI) telah

terkontaminasi styrene dan dapat dibayangkan bahwa bayi-bayi yang belum pernah

makan atau minum menggunakan wadah styrofoam ternyata dapat mengkonsumsi

(terpapar) styrene melalui ASI ibunya. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa

pada ibu-ibu yang sedang mengandung, styrene dapat bermigrasi ke janin melalui

plasenta, sedangkan pada anak-anak, styrene dapat mengakibatkan kehilangan

kreativitas (pasif) dan karsinogenik (2003).

Sifat styrene yang memiliki titik lebur rendah dan lunak pada suhu 90-95⁰C

menyebabkan styrofoam dapat lunak pada suhu 102⁰-106⁰C. Penggunaan styrofoam

sebagai wadah untuk memanaskan makanan yang mengandung vitamin A akan

melarutkan styrene yang ada di dalamnya. Pemanasan akan memecah vitamin A

menjadi toluene dan toluene ini adalah pelarut styrene (2003).

Keterpaparan benzena dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan

penyakit pada kelenjar tiroid, kerusakan sum-sum tulang belakang, anemia,

penurunan sistem imun tubuh, kehilangan kesadaran bahkan kematian. Pada wanita,

zat ini dapat berakibat buruk terhadap siklus menstruasi, mengancam kehamilan, dan

menyebabkan kanker payudara juga kanker prostat (Anonimous, 2009).

2.5. Kesehatan

Menurut WHO yang dikutip oleh Mukono (2006), yang dikatakan sehat

adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesempurnaan fisik, mental dan sosial,

(35)

Dalam konsep sehat WHO tersebut diharapkan adanya keseimbangan yang

serasi dalam interaksi antara manusia dan mahluk hidup lain di lingkungannya.

Sebagai konsekuensi dari konsep sehat WHO tersebut, maka yang dikatakan manusia

sehat yang ideal adalah tidak sakit, tidak cacat, tidak lemah, bahagia secara rohaniah,

sejahtera secara sosial dan sehat secara jasmani (2006).

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah

keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan ini kesehatan mencakup 4 aspek,

yaitu: fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Keempat dimensi tersebut

saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang,

kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya kesehatan itu bersifat holistik atau

menyeluruh.

2.6. Perilaku

2.6.1. Defenisi Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku

manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas

(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang

dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.

Terdapat berbagai kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan.

(36)

seperti makan, minum, perlindungan diri dan jenis kelamin. Sedangkan kebutuhan

yang lainnya hanyalah kebutuhan tambahan.

Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), perilaku adalah

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan

demikian perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respon,

sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”

Berdasarkan teori ini, maka perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua,

yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat

diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa

tindakan atau praktik yang dapat diamati oleh orang lain dari luar atau “observable

behavior”.

Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo,

2003):

1. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan,

misalnya: tingkat kecerdasan, emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, politik dan sebagainya.

Beberapa ahli lain juga membedakan bentuk-bentuk perilaku. Misalnya

(37)

pengetahuan), afektif (emosi) dan psikomotor (tindakan/gerakan). Ki Hajar

Dewantoro menyebutkan perilaku sebagai cipta (peri akal), rasa (peri rasa) dan karsa

(peri tindak). Ahli-ahli lain umumnya menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan

tindakan, yang acapkali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice)

(Sarwono, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pendahuluan yang dilakukan

oleh peneliti terhadap beberapa penjual makanan yang menggunakan plastik dan

styrofoam di USU dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 2010, perilaku penggunaan

plastik dan styrofoam pada penjual makanan lebih didasari pada alasan trend dan

kepraktisan (kemudahan) untuk digunakan sebagai pembungkus makanan dibanding

dengan daun atau kertas.

2.6.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek dalam menghasilkan pengetahuan. Namun sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera

pendengaran (telinga). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Purwanto, 1998). Manusia berani

(38)

saja, melainkan demikian mutlaknya, hingga manusia tidak ragu-ragu lagi dalam

bertindak (Poedjawijatna, 1998).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum manusia

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi

proses berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), adalah ketika orang tersebut (subjek) menyadari atau

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap subjek

sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.

d. Trial, adalah ketika subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan

yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan

pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

(39)

b. Memahami (comperhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai

objek tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip atau materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi lain atau

sebenarnya (real condition).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan

materi/objek ke dalam komponen-komponen lain tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi atau masalah/objek yang diketahui dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan denegan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.

2.6.3. Sikap

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk

berespons (baik secara positif atau negatif) terhadap orang, objek, atau situasi

(40)

dan sebagainya) di samping komponen kognitif (pengetahuan mengenai objek

tersebut) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Sikap seseorang dapat

berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui

tindakan persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).

Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap

sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita.

Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu, atau menyebabkan kita

menolaknya. Sikap dapat juga ditumbuhkan dari pengalaman yang amat terbatas. Kita

dapat mengambil suatu sikap, tanpa mengerti situasinya yang lengkap (1997).

Menurut Allport (1945), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu

(Notoatmodjo, 2005):

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana

keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap adalah komponen

yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

(41)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap itu terdiri dari beberapa tingkatan,

yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Merespon berarti memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah dan merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

yang merupakan indikasi sikap yang paling tinggi.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2003)

2.6.4. Tindakan atau Praktik

Suatu sikap belum tentu secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu bentuk

tindakan (overt behavior). Oleh karena itu untuk mewujudkan sikap menjadi tindakan

(42)

fasilitas atau saran dan prasarana. Namun di samping faktor fasilitas, juga diperlukan

faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Tindakan atau praktik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal

secara otomatis.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa

yang dilakukan tidak sekadar runitinas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi,

atau tindakan/prilaku yang berkualitas.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1: Kerangka konsep kaitan antara variabel-variabel pendukung dalam penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan

Pengetahuan

Paparan Informasi: - Media Cetak - Media Elektronik

Tingkat Pendidikan Penjual Makanan

Tindakan / Penggunaan Plastik dan Styrofoam

(43)

Keterangan :

Tingkat pendidikan dan paparan informasi yang merupakan faktor-faktor pendukung

dalam pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh penjual makanan sangat menentukan

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu menggambarkan

pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan (responden) yang menggunakan

plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan di lingkungan Kampus

Universitas Sumatera Utara.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni (2 bulan).

Lokasi penelitian adalah USU dan sekitarnya. Adapun batasan lokasi penelitian

meliputi:

- lingkungan dalam kampus, seperti kantin dan warung makan.

- lingkungan luar kampus yaitu Jalan Djamin Ginting (Pintu Sumber - Simpang

Kampus) dan sepanjang Jalan Dr.Mansyur.

Pemilihan lokasi penelitian didasari pada pertimbangan bahwa di lingkungan

Kampus USU terdapat cukup banyak penjual makanan yang menggunakan plastik

dan styrofoam. Pertimbangan lain adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang

gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penjual makanan yang menggunakan

(45)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penjual makanan di USU dan sekitarnya

yang menggunakan plastik dan styrofoam dan menjual makanan siap saji yang

termasuk dalam kriteria.

Adapun kriteria makanannya adalah:

- Sifat: Panas dan berminyak

- A.Warung makan: - Nasi goreng

- Mie (Tiaw, Kuning, Bihun) goreng

- Bakso

- Mei Ayam

- Ayam bakar

- dan lain-lain.

B.Makanan jajanan: - Siomay

- Pisang goreng/molen

- Kue pancung

- dan lain-lain.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan

oleh peneliti pada tanggal 13 Maret 2010 pukul 11.00 WIB, terdapat:

A. Warung makan berjumlah 54 penjual makanan.

B. Makanan jajanan berjumlah 36 penjual makanan.

(46)

3.3.2. Sampel

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus berikut

(Notoatmodjo, 2005):

dimana : n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan

maka :

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan besar sampel

sebanyak 47 penjual makanan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana

(simple random sampling) dengan teknik pengundian di mana setiap anggota atau

(47)

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini meliputi jumlah populasi, identitas

responden (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan dan penghasilan), alasan

pemilihan pembungkus makanan dan perilaku responden (pengetahuan, sikap dan

tindakan).

3.4.2. Pengumpulan Data

Data mengenai jumlah populasi diperoleh melalui hasil pengamatan dan

penghitungan, sedangkan data mengenai identitas dan perilaku responden diperoleh

melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

3.5. Defenisi Operasional

1. Penjual makanan adalah orang atau instansi yang melakukan kegiatan

produksi, peredaran dan perdagangan pangan yang menjadi responden dalam

penelitian ini.

2. Kemasan makanan adalah tempat atau wadah untuk mempermudah

pengangkutan, pendistribusian dan pemasaran makanan, seperti plastik dan

styrofoam.

3. Pengetahuan adalah hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden

mengenai bahaya kemasan plastik dan styrofoam terhadap makanan.

4. Sikap adalah tanggapan atau pendapat responden mengenai penggunaan

plastik dan styrofoam sebagai bahan pengemas makanan.

5. Tindakan adalah perbuatan nyata responden mengenai penggunaan plastik

(48)

6. Umur adalah pengakuan responden mengenai usianya dari lahir sampai

ulang tahun terakhir.

7. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir ataupun pendidikan yang

sedang dijalani responden.

8. Makanan yang dijual adalah makanan siap saji yang diperdagangkan atau

dijual berdasarkan kriteria seperti suhu dan jenisnya.

3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan didasarkan pada jawaban

responden dari semua pertanyaan yang diberikan. Adapun kriteria penilaian adalah

penilaian tiga kategori, “Baik”, “Cukup” dan “Kurang” yang diperoleh dari total skor

dibagi tiga sama besar (Arikunto, 2000):

- Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 66% dari total skor.

- Kategori cukup adalah apabila responden mendapat nilai 33-66% dari total skor.

- Kategori buruk adalah apabila responden mendapat nilai < 33% dari total skor.

3.6.1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden diukur dengan menjumlahkan skor dari

tiap-tiap pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan dengan skor

tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah

26 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor adalah sebagai berikut:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 8, 9, 11, 13, yaitu:

- Jawaban a diberi skor = 2

(49)

- Jawaban c diberi skor = 0

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 10, 12, yaitu:

- Jawaban a diberi skor = 1

- Jawaban b diberi skor = 2

- Jawaban c diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai berikut :

- Tingkat pengetahuan baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan

total skor > 17

- Tingkat pengetahuan cukup apabila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan total skor 8-17

- Tingkat pengetahuan kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan

dengan total skor < 8

3.6.2. Sikap

Sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap

pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor

tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah

16 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

- Jawaban “setuju” diberi skor = 2

(50)

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat sikap responden dikategorikan

sebagai berikut :

- Sikap baik apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor >10

- Sikap cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10

- Sikap kurang apabila responden dapat menjawab pertanyaan dengan total skor <5

3.6.3. Tindakan

Tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap

pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan berjumlah 8 pertanyaan dengan skor

tertinggi adalah 2 dan skor terendah adalah 0. Maka didapat total skor tertinggi adalah

16 dan skor terendah adalah 0.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

a. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4 adalah:

- Jawaban “ya” diberi skor = 0

- Jawaban “tidak” diberi skor = 2.

b. Skor jawaban untuk pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8 adalah:

- Jawaban “ya” diberi skor = 2

- Jawaban “tidak” diberi skor = 0

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat tindakan responden

dikategorikan sebagai berikut :

- Tindakan baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor >10

- Tindakan cukup apabila responden menjawab pertanyaan dengan total skor 5-10

(51)

3.7. Analisa Data

Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap penjual makanan dengan

menggunakan kuesioner terstruktur, kemudian diolah secara komputerisasi dan

dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel penelitian

dengan menggunakan program SPSS. Kemudian hasil disajikan dalam bentuk tabel

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden meliputi: jenis kelamin, umur dan pendidikan

terakhir. Secara garis besar karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah

ini :

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No Karakteristik Responden n %

I Jenis Kelamin Responden

Laki-laki 21 44,7

Perempuan 26 55,3

n 47 100,0

II Umur Responden

20 - 29 Tahun 24 51,1

30 - 39 Tahun 9 19,1

40 - 49 Tahun 8 17,0

≤ 50 Tahun 6 12,8

n 47 100,0

III Pendidikan Terakhir Responden

Tidak Tamat SD 1 2,1

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden paling

banyak berdasarkan jenis kelamin adalah responden perempuan yaitu sebanyak

55,3%. Untuk jumlah responden paling banyak berdasarkan umur adalah umur 20-29

tahun yaitu sebanyak 51,1%. Pendidikan terakhir responden yang paling banyak

(53)

4.2. Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan umumnya didapat dari pendidikan

formal dan non formal ditambah dengan adanya informasi dari media cetak maupun

media elektronik. Pengetahuan responden menjadi bagian yang sangat penting dalam

penggunaan plastik dan styrofoam dan hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan

Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010

No

1 Pembungkus makanan yang

paling aman 40 85,1 7 14,9 0 0

2 Tahu tentang larangan pemerintah terhadap plastik kresek

11 23,4 10 21,3 26 55,3

3 Bahaya yang terdapat pada

plastik kresek 17 36,2 16 34,0 14 29,8 4 Efek yang ditimbulkan

plastik kresek terhadap kesehatan

32 68,1 1 2,1 14 29,8

5 Cara penggunaan plastik

kresek yang paling aman 2 4,3 35 74,5 10 21,3 6 Plastik kresek tidak aman

untuk membungkus makanan

32 68,1 4 8,5 11 23,4

7 Styrofoam diragukan

keamannya untuk

10 Bahaya yang terdapat pada

(54)

11 Efek yang ditimbulkan styrofoam terhadap kesehatan

15 31,9 4 8,5 28 59,6

12 Dampak langsung penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan

5 10,6 26 55,4 16 34,0

13 Dampak tidak langsung penggunaan plastik dan styrofoam terhadap lingkungan

9 19,2 23 48,9 15 31,9

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling banyak

menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai pembungkus

makanan yang paling aman yaitu daun pisang sebanyak 14,9%, pada skor 1 paling

banyak responden menjawab pertanyaan mengenai penggunaan plastik kresek yang

paling aman yaitu melapisinya dengan kertas sebanyak 74,5%, sedangkan pada skor 0

responden banyak menjawab pertanyaan mengenai efek yang ditimbulkan styrofoam

terhadap kesehatan yaitu jawaban “tidak tahu” sebanyak 59,6%.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hanya 23,4% responden yang

Gambar

Gambar 1:  Kerangka konsep kaitan antara variabel-variabel pendukung dalam penggunaan plastik dan styrofoam oleh penjual makanan
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010
Tabel 4.2. Gambaran Pengetahuan Responden Yang Menggunakan Plastik dan Styrofoam Di Lingkungan Kampus USU Tahun 2010
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Plastik dan Styrofoam
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Simarmata (2010) bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR dimana ibu dengan tingkat

Dari pengaturan tersebut tidak memenuhi asas kesepakatan yang menyebutkan bahwa musyawarah dilakukan para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan

Manfaat dan kegunaan : Bunga lavender dapat digosokkan ke kulit, selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat menghindarkan diri dari gigitan nyamuk,bunga lavender kering

Pada kasus pertama, pasien mengalami gejala rekurensi, tetapi walaupun demikian terjadi resolusi yang baik setelah dilakukan kompersi kancing baju, tetapi pada kasus

This study using quantitative methods to the independent variables are the Return on Assets (ROA), Price Earning Ratio (PER), Current Ratio, Earning Per Share (EPS), Debt to

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Jenis alih kode dan campur kode yang terdapat pada lirik lagu Boy dan Girl band yaitu Alih kode ekstern

Pemberian ekstrak patikan kebo secara per-oral mampu menurunkan jumlah eosinofil darah tepi (Tabel 1) secara ber- makna (Tabel 3) pada hewan coba model asma