• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 2 3 4 5 1. Vegetasi sumber Pakan (x1) Hutan Sekunder Semak Belukar Lahan rerumputan Rotan/Palma (Arecaceae) Hutan Primer 2. Tutupan Tajuk (x2) 40 – 60% 60 – 80% 20 – 40% 80 – 100% <20% 3. Jarak dari sumber

Air (x3) <500 m 500 – 1000 m 1000 – 2000 m 2000 – 3000 m >3000 m 4. Ketinggian Tempat (x4) <300 mdpl 300 – 500 mdpl 500 – 800 mdpl 800 – 1000 mdpl >1000 Mdpl 5. Kelerengan (x5) <10% 10 – 20% 20 – 30% 30 – 40% >40% Sumber:

Ketinggian tempat : Varma (2008), Hedges, et al. (2005)

Kelerengan : Zhixi, et al (tanpa tahun), Rood (2010), Abdullah (2009) Tutupan tajuk : Sitompul (2011)

Vegetasi sumber pakan : Zhixi, et al (tanpa tahun), Abdullah (2009) Jarak dari sumber air: Purastuti (2010)

Tipe vegetasi yang paling sering dikunjungi gajah sebagai lokasi makan menurut Zhixi et al. (tanpa tahun) dan Abdullah (2009) adalah hutan sekunder (peringkat 1). Kondisi faktual di lokasi penelitian, pada tipe vegetasi hutan sekunder paling banyak terlihat tanda/jejak aktivitas makan maupun kotoran gajah. Tipe vegetasi ini menyediakan pakan dari jenis bukan rumput (browse) yaitu: dedaunan tumbuhan pakan pada tingkat pertumbuhan semai (seedling) dan pancang (sapling). Selain itu juga sering ditemukan bekas aktivitas debarking,

yaitu gajah memakan kulit batang (tingkat pancang) jenis-jenis tertentu, seperti:

Streblus elongatus (Rambong), Mallotus paniculatus (Balek angin), Macaranga

sp. (Tampu) dan Baccaurea macrocarpa(Tampui). Data penelitian menunjukkan terdapat 40 jenis pakan gajah ditemukan di hutan sekunder. Tipe vegetasi hutan sekunder merupakan tutupan lahan terluas yang ada di Cagar Alam Pinus Jantho (seluas 68,62%).

Tipe vegetasi semak belukar (peringkat 2) juga cukup banyak menyediakan pakan bagi gajah. Beberapa jenis pakan yang terdapat di hutan sekunder, terdapat

juga di vegetasi semak belukar. Jenis tumbuhan pakan yang mempunyai palatabilitas tinggi terdapat di tipe vegetasi ini adalah Rubus moluccanus. Meskipun kaya akan jenis pakan gajah, di lokasi penelitian luas tutupan vegetasi semak belukar hanya 2,64% dari luas cagar alam, sedangkan lahan rerumputan luasnya mencapai hampir 15% dari luas kawasan. Hutan Primer tidak sering dikunjungi gajah untuk aktivitas makan. Walaupun terdapat cukup banyak jenis tumbuhan pakan seperti halnya di hutan sekunder, namun dedaunan pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon (dengan rata-rata tinggi pohon > 10 meter) sulit untuk dijangkau gajah. Sebaran jejak dan kotoran gajah yang ditemukan pada masing-masing tipe vegetasi dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Sebaran penggunaan vegetasi sumber pakan gajah

Vegetasi Sumber Pakan Jumlah Jenis Tumbuhan Pakan Gajah Bekas pakan yang ditemukan (%) Hutan Sekunder 40 48,8 Lahan rerumputan 5 37,4 Semak belukar 27 8,9 Palma/Rotan (Arecaceae) 5 4,9 Hutan Primer 36 0

Data yang terhimpun menunjukkan bahwa gajah paling sering melakukan aktivitasnya di bawah naungan dengan tutupan tajuk 20 – 60%. Hal ini sesuai dengan lokasi makan yang sering digunakan yakni di hutan sekunder dan semak belukar. Di lahan rerumputan, dengan tutupan tajuk <20%, gajah memakan rumput panjang (tall grasses). Menurut pawang uteun, sering terlihat sekelompok gajah berada di lahan rerumputan saat pagi hari sebelum matahari terbit. Diduga mereka berada di sana sejak malam hari, untuk menghindari angin kencang sekaligus mencari makan. Selanjutnya dikatakan bahwa aktivitas di tempat

terbuka tanpa naungan biasanya dilakukan pada saat cuaca belum begitu terik. Di siang hari, gajah lebih sering mencari tempat bernaung pada tutupan tajuk sedang (Sitompul 2011), tajuk rapat (Purastuti, 2010) dan sangat rapat >75% (Abdullah 2009).

Tidak ditemukannya aktivitas gajah pada tutupan tajuk rapat (80 – 100%) berhubungan dengan kurangnya ketersediaan pakan di hutan primer pada tingkat vegetasi yang diinginkan gajah, meskipun jumlah jenis/ keanekaragaman tumbuhan pakan cukup tinggi. Hal yang sama dikemukakan oleh Olivier (1978) dan Hedges et al. (2005) bahwa kepadatan gajah di hutan primer lebih rendah, karena kelimpahan pakan yang rendah. Sebaran penggunaan habitat berdasarkan tutupan tajuk di lokasi penelitian seperti tertulis pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. Sebaran penggunaan ruang habitat berdasarkan tutupan tajuk

Tutupan Tajuk (%)

Jejak dan Kotoran Gajah yang ditemukan (%) < 20 28,5 20 – 40 36,6 40 – 60 33,3 60 – 80 1,6 80 – 100 0

Gajah sangat banyak membutuhkan air untuk minum dan mandi. Untuk itu gajah sangat menyukai lokasi yang dekat dengan sumber air (peringkat 1), sebaliknya gajah tidak menyukai tempat yang jauh dari sumber air (peringkat 5) . Dalam hal ini kondisi faktual di lapangan berbanding lurus dengan hasil penelitian dan pendapat Santiapillai (1984); Sukumar (1989) dan Chong (2005). Di lokasi penelitian sumber air menyebar merata baik berupa sungai maupun alur. Sumber

air utama Cagar Alam Pinus Jantho adalah dari Sungai Krueng Aceh. Persentase jejak dan kotoran gajah berdasarkan jarak dari sumber air tersaji pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18. Sebaran penggunaan ruang berdasarkan parameter jarak dari sumber air

Jarak dari Sumber Air (meter)

Jejak dan Kotoran Gajah yang ditemukan (%) < 500 99,2 500 – 1000 0,8 1000 – 2000 0 2000 – 3000 0 > 3000 0

Penggunaan ruang yang dipilih oleh gajah dalam aktivitasnya juga terkait dengan altitude dan slope suatu tempat. Hasil penelitian mencatat bahwa Gajah cenderung lebih banyak menempati ketinggian 300 – 500 mdpl dan kemudian <300 mdpl serta kelerengan lahan datar sampai landai (<15%). Hal ini agak berbeda dengan yang dilaporkan Purastuti (2010) bahwa jejak gajah paling banyak ditemukan pada ketinggian 500 – 1000 m dan dibawah 1000 m dpl (Feng

et al 2005).

Penelitian lain melaporkan bahwa penggunaan ruang oleh Gajah menyebar dalam berbagai ketinggian dari permukaan laut. Gajah Sumatera dan gajah Asia menyukai lowland forest namun dalam pengembaraannya gajah juga menjelajah sampai ke hutan dataran tinggi bahkan jejaknya juga terlihat di hutan pegunungan (Rood et al. (2010); Varma (2008); Hedges et al. (2005)).

Sehubungan dengan kelerengan, Gajah lebih menyukai tempat yang lebih datar sampai landai (Feng et al 2005; Rood et al 2010); sedangkan Purastuti (2010) mendapatkan intensitas ruang yang paling sering digunakan gajah di

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung, pada kondisi topografi berombak (8 – 15%). Sebaran persentase penggunaan ruang berdasarkan parameter ketinggian tempat (altitude) dan kelerengan (slope) dapat dilihat pada Tabel 4.19. dan 4.20.

Tabel 4.19. Sebaran penggunaan ruang berdasarkan parameter ketinggian tempat

Ketinggian Tempat (mdpl) Penggunaan Ruang (%) < 300 30,9 300 – 500 61 500 – 800 8,1 800 – 1000 1,0 > 1000 0

Tabel 4.20. Sebaran penggunaan ruang berdasarkan parameter kelerengan tempat

Kelerengan Tempat (%) Penggunaan Ruang (%) < 8 43,9 8 – 15 47,2 16 – 25 8,9 26 – 40 0 > 40 0

Berdasarkan data hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa tidak semua parameter ekologi habitat Gajah di Cagar Alam Pinus Jantho mempunyai kedudukan peringkat yang sama dengan Tabel Kesesuaian Habitat. Dengan demikian untuk mendapatkan nilai/skor kondisi habitat faktual, harus dilakukan komparasi terhadap Tabel 4.15. Peringkat kondisi habitat faktual tersaji dalam Tabel 4.21 dan nilai skor parameter ekologi habitat Gajah Sumatera di lokasi penelitian seperti pada Tabel 4.22.

Tabel 4.21. Peringkat parameter ekologi habitat Gajah di CA Pinus Jantho

No. PARAMETER PERINGKAT EKOLOGI HABITAT

DI LOKASI PENELITIAN

Dokumen terkait