• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Benar

BAB IV : ANALISIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI LISAN DALAM

B. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Benar

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.23”(QS. Al-Qashash: 55)

Ayat tersebut menerangkan tentang sikap kaum muslimin pada zaman Rasulullah yang tidak mempedulikan caci-maki atau ucapan-ucapan buruk dari orang-orang kafir yang dilontarkan kepada kaum muslimin, sehingga mereka tidak terhasut dan terpengaruh untuk berperilaku seperti mereka.24

B. Perintah untuk Berkomunikasi dengan Benar

Sesuatu yang tampak baik, belum tentu benar. Begitu pula dengan berkomunikasi, setiap orang harus berkomunikasi dengan benar. Menurut Hamka25, orang yang mengaku sebagai orang yang beriman, supaya memupuk jiwanya dengan takwa kepada Allah Swt.

23

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 7, hal. 309.

24

Imam Jalalain, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. Ke-II, jilid. 3, hal. 1659.

25

Diantara sikap hidup yang didasarkan pada iman dan takwa kepada-Nya ialah jika berkata-kata hendaklah memilih kata-kata yang tepat, yakni kata-kata yang benar. Selain itu tidak boleh berbelit-belit, dan kata-katanya tidak menyakiti sesama manusia. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 70:

٧ ٠

(

“Hai orang- orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.26”(QS. Al-Ahzab: 70)

Wahbah al-Zuhaily27 mengartikan qaulan sadidan pada ayat ini dengan ucapan yang tepat dan bertanggung jawab, yakni ucapan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Selanjutnya ia berkata bahwa surah al-Ahzab ayat 70 merupakan perintah Allah terhadap dua hal: Pertama, perintah untuk melaksanakan ketaatan dan ketaqwaan dan menjauhi larangan-Nya.Kedua, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk berbicara dengan

qaulan sadidan, yaitu perkataan yang sopan tidak kurang ajar, perkataan yang

benar bukan yang batil.28

Muhammad Fakhruddin al-Razy29 mengemukakan bahwaqaulan sadidan

adalah segala sesuatu yang nampak sebagai manivestasi dari nilai ketaqwaan seseorang yang mendalam kepada Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan.

Berkata benar atau jujur berperan sangat penting bagi seseorang dan akan membawa kebaikan baginya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Allah

26

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid. 8, hal. 46.

27

Wahbah Zuhaily,Tafsir Munir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), Jilid. 3, hal. 260. 2828

Ahmad Musthafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1382H/1962M), Jilid 8, hal. 44-45.

29

Muhammad Fakhruddin al-Razy,Tafsir Fakhru Razy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), jilid. 3, hal. 260.

Swt. mengkategorikan orang yang selalu berkata benar sebagai orang yang bertaqwa.

٣ ٣

(

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.30”(QS. Az-Zumar: 33)

Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang berbicara maka haruslah benar menurut standar syariat Islam. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak sedikit orang yang berkata manis, baik dalam tutur kata maupun isi pembicaraan, tetapi pada kenyataannya orang tersebut berkata tidak benar atau berbohong. Perbuatan seperti itu tidaklah dibenarkan dalam Islam, sebagaimana telah disebutkan landasannya, baik dari al-Qur’an maupun as -Sunnah.

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman:

٩(

“Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah Swt. dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.31 (QS. An-Nisa: 9)

Kandungan pada ayat 9 surah an-Nisa ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu masih berkisar tentang para wali (penanggung jawab) dan orang-orang yang diwarisi, yakni mereka yang dititipi anak yatim. Juga tentang perintah agar mereka memperlakukan anak-anak yatim dengan baik, berbicara

30

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 8, hal. 441.

31

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 2, hal. 114.

kepada mereka dengan qaulan sadidan sebagaimana mereka berbicara kepada anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan manja, seperti anakku, sayangku, dan sebagainya.32

Walaupun kandungan ayat tersebut tampaknya dikhususkan bagi para wali anak yatim agar berkata lembut kepada anak-anak yatim yang diurusnya, namun tidak berarti bahwa kepada anak yang lain atau kepada orang lain diperbolehkan untuk berkata kasar dan berbohong, sebab pada dasarnya keharusan untuk berkata benar dan sopan adalah berlaku bagi semua umat Islam agar memperoleh kemashlahatan, baik di dunia maupun di akhirat.

Selain perintah berkomunikasi dengan benar, dalam al-Qur’an juga melarang orang berkomunikasi seperti:

1. Dalam Berkomunikasi Tidak Boleh Bohong dan Berkata Keji (Batil) Dalam al-Qur’an ayat yang berkenaan dengan masalah di atas terdapat pada surat an-Nisa: 148; al-An’am: 151; al-A’raf: 33; an-N`ahl: 90; al-Mu’minun: 3; an-Nur: 15, 16, 19, 21; al-Furqan: 72; As-Syu’ara: 165; an-Naml: 54, 55; dan al-Ankabut: 28.

1. Larangan Berkata Keji

Di antara ayat-ayat yang melarang untuk berkata keji adalah sebagai berikut:

١ ٤ ٨

(

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”33(QS. An-Nisa: 148)

32

Ahmad Musthafa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1382H/1962M), Jilid 2, hal. 193

33

Tim Depag RI,Al-Qur’an danTafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 2, hal. 299.

Sebab turunnya ayat ini: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa as-Suddi berkata, “ Ayat ini turun pada Nabi Swa. Ketika seorang kaya dan seorang fakir berselisih dan mengadukannya kepada beliau. Dan Rosulullah saw. Memihak orang yang fakir karena menurut beliau orang fakir tidak menzalimi orang yang kaya. Sedangkan Allah tepat ingin agar beliau berlaku adil kepada orang yang kaya dan fakir tersebut.34

Dalam Tafsir Jalalain dinyatakan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah bahwa Allah Swt. tidak menyukai ucapan buruk, yakni ucapan yang akan menimbulkan keburukan. Hal itu merupakan perbuatan orang-orang zhalim. Namun demikian, tidak pula diperbolehkan untuk menceritakan perbuatan buruk orang-orang zhalim, atau mendoakan jelek kepada mereka.35

Larangan tersebut dimaksudkan untuk menjaga tatanan kehidupan yang baik di masyarakat, sehingga tidak terjadi percekcokan dan keributan yang disebabkan oleh ucapan buruk. Dan realitas di masyarakat banyak sekali keributan atau perkelahian masal gara-gar ucapan buruk. Itulah sebabnya, ucapan buruk bisa dikategorikan sebagai perbuatan keji seperti dinyatakan dalam firman Allah Swt:

34

Jalaluddin AS-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 206.

35

Imam Jalalain,Tafsir Jalalain,(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. II, jilid. 1, hal. 401.

١ ٥ ١

(

“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”36(Al-An’am: 151)

Larangan untuk tidak mendekati perbuatan-perbuatan keji tersebut, termasuk diantaranya larangan untuk mendekati perbuatan keji dalam berbicara, baik dari segi isi pembicaraan maupun cara pengungkapannya. Allah Swt berfirman:

٣ ٣

(

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.37" (Al-Araf: 33)

Sebaliknya Allah Swt menyuruh hamba-Nya agar berlaku adil dan senantiasa berbuat kebaikan, serta menghindari berbagai kemungkinan termasuk dalam berbicara:

36

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 3, hal. 271.

37

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid. jilid.3, hal. 394.

٩ ٠

(

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”38(QS.An-Nahl: 90)

Sebaliknya, orang yang mampu menjaga ucapannya dangan baik sehingga tidak pernah berkata kotor atau berkata keji termasuk katagori orang yang berbahagia,sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

٣(

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.39(QS.al-Mu’minun: 3)

Ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya yang berbicara tentang orang-orang yangmendapat kebahagiaan dalam pandangan Allah Swt. Bagai mana pun juga orang yang apik dalam tidak pernah menyakiti orang lain dengan perkataannya, tentu saja tidak akan pernah dimusuhi orang, namun sebaliknya ia akan disenangi dan disukai banyak orang.

Dalam ayat yang lain dinyatakan bahwa berbuat keji tiada lain bersumber dari syaitan yang selalu berusaha agar manusia terjerumus pada perbuatan keji tersebut. Oleh karena itu Allah Swt. Melarang hamba-hamba-Nya agar tidak mengikuti perbuatan-perbuatan syaitan:

38

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid. 5, hal. 372.

39

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 6, hal. 470.

٢ ١

(

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah-langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.40(QS.An-Nuur: 21)

Ayat tersebut dengan tegas mengharuskan umatt islam agar tidak mendekati perbuatan-perbuatan syaitan, agar manusia terhindar dari kejelekan dan perbuatn keji lainnya, termasuk di dalam berkata kotor. Namun demikian, harus diakui bahwa seseorang yang mampu mengendalikan dirinya dari perbuatan keji tidaklah terlepas dari pertolongan Allah Swt kepadanya. Oleh karena itu.setiap orang selalu berdoa’agar bernantiasa dijauhkan dari dari sebagai perbuatan keji, baik dalam sikap, perilaku, maupun sehingga memperoleh kemaslahatan.

Di antara perkataan yang tergolong perkataan keji antara lain: perkataan yang mengandung unsur buruk sangka, memata-matai orang, mencaci orang, gibah, dan lain-lain.

2. Larangan Berkata Bohong

Ayat-ayat yang berkaitan dengan keharusan untuk berkata jujur, tidak bohong cukup banyak, diantaranya:

40

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 6, hal. 581.

١ ٠ ٥

(

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.41”(QS. An-Nahl: 105)

Itulah ancaman Allah Swt. bagi orang yang suka berbuat bohong, bahwa mereka dipandang sebagai orang yang tidak beriman. Hal itu dikarenakan orang yang suka berbohong sama artinya dengan orang yang tidak mengakui eksistensi Allah Swt. karena merasa tidak ada yang mengawasi, padahal Allah Swt. selalu mengawasi gerak-geriknya.

Dalam salah satu hadits dinyatakan bahwa berkata bohong diantara ciri-ciri orang munafik Rasulullah Saw berabda:

:

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru r.a. ia berkata bahwa: Rosulullah Saw pernah bersabda: ada empat perkara jika siapa saja yang mempunyai empat perkara tersebut, maka dia merupakan orang munafik. Barangsiapa yang bersifat dengan salah satunya berarti dia memiliki sifat munafik, yaitu apabila berkata dia berdusta, apabila membuat persetujuan dia khianati, apabila berjanji dia menyalahi dan apabila bertikai dia melampaui batas.42

Hal itu menunjukan bahwa berkata bohong akan menimbulkan bahaya besar dalam kehidupan seseorang atau akan menimbulkan bencana

41

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 5, hal. 390.

42

Muslim bin al-Hajjâj Abu al-Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri,Sahih Muslim , (Beirût: Dar al-Fikr, 1993), Juz.1, hal. 90.

besar di antaranya bencana yang pernah terjadi di zaman Rosulullah Saw, akibat berita bohong adanya fitnah terhadap Siti Aisyah yang dituduh telah berbuat selingkuh dengan salah seorang sahabat. Berita tersebut menimbulkan keresahan dikalangan umat Islam saat itu. Peristiwa tersebut diungkapkan dalam Al-Qur’an:

١ ٥

١ ٦

(

“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha suci Engkau (ya Tuhan kami), ini adalah Dusta yang besar.43"(QS An-Nur: 15-16)

Kedua ayat tersebut berkaitan dengan fitnah yang menimpa kepada Siti Aisyah bahwa ia telah dituduh telah berbuat serong dengan laki-laki lain, sehingga menimbulkan gejolak dikalangan umat Islam saat itu. Berita tersebut menyebar dari mulut ke mulut yang dihembuskan oleh orang munafik. Padahal berita tersebut bohong belaka, namun tetap dampaknya sangat besar karena menyangkut nama istri Rosulullah Saw. Oleh karena

43

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid.6, hal. 578.

itu, tidak mengherankan apabila kebohongan seperti itu dipandang sebagai dusta yang besar.44

Termasuk dalam berbohong adalah memberikan kesaksian palsu, yang juga dilarang oleh Allah Swt, sebagaimana dinyatakan dalam Firman-Nya:

٧ ٢

(

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.45(QS. Al-Furqan: 72)

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits diatas dapat diketahui bahwa Islam sangat mencela umat yang suka berbohong atau berkata keji. Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah menjauhi perkataan bohong dan perkataan keji. Orang yang dikenal sebagai pembohong atau suka berkata keji, maka ia akan sulit dipercaya orang, sehingga kehidupannya akan sempit karena orang lain tidak akan bergaul dengan pembohong. Bahkan orang-orang akan membencinya, karena tidak sedikit yang dirugikan oleh perbuatannya.

2. Merendahkan Suara Saat Berkomunikasi

Seseorang tidak diperbolehkan untuk bersuara keras yang tidak sepadan dengannya atau yang lebih tua, apalagi jika bergaul dengan orang ramai di tempat umum. Orang yang tidak tahu sopan santun lupa bahwa

44

Ismail bin Amr bin Katsir al-Dimasyqi Abu al-Fidâ, Tafsir al-Qur’an al-Azhim Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-Fikr, 1412/1992), Jilid. 3, hal. 334.

45

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid.7, hal. 38.

ditemat itu bukanlah dia berdua dengan temannya itu saja yang duduk. Oleh karena itu, orang yang bersuara keras bukan pada tempatnya diibaratkan sebagai suara keledai yang memekakkan telinga dan sangat tidak disukai oleh manusia. Maka tidak mengherankan jika suara keledai dipandang sebagia suara paling buruk. Dalam al-Qur’an ayat yang berkenaan dengan masalah di atas terdapat pada surat Luqman ayat 19 dan al-Hujurat ayat 3. Allah Swt. berfirman:

)

١ ٩

(

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.46”(QS. Luqman: 19)

Hamka mengutip pendapat Mujahid yang berpendapat bahwa suara keledai sangatlah jelek. Oleh karena itu. Orang-orang yang bersuara keras, menghardik-hardik, sampai seperti akan pecah kerongkongannya, suaranya jadi terbalik-balik, menyerupai suara keledai, tidak enak didengar. Dan dia pun tidak disukai oleh Allah Swt.47

Seseorang sebaiknya berkata dengan lemah lembut. Namun demikian, ia dibolehkan untuk berbicara keras ketika seseorang sedang mengarahkan orang banyak dalam suatu pekerjaan. Begitu seorang komandan ketika mengarahkan pasukannya di medan perang.

46

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 7, hal. 545.

47

Orang yang berusaha untuk bersuara lembut apalagi ketika bersama Rasulullah Saw. ternyata mendapat pujian dari Allah Swt. dan akan memperoleh pahala di sisi-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

٣(

“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.48 (QS. Al-Hujurat: 3)

Sebab turunnya ayat ini: Rosulullah memanggil Tsabit bin Qais dab berkata, “ sukakah engkau hidup dalam kemulian dan nantinya meninggal dalam keadaan syahid?’ Tsabit segera menjawab, “ Ya, saya senang dengan kabar gembira yang saya terima dari Allah dan Rasul-Nya ini. Saya berjanji tidak akan pernah lagi berbicara lebih keras dari suara Rosulullah.’ Allah lalu menurunkan ayat Q.S. al-Hujurat: 3.49

Menurut al-Qurtubi, ayat tersebut merupakan larangan agar tidak meninggikan suara ketika sedang berada di sisi Nabi. Ia juga mengutip pendapat sebagian ulama yang berpendapat bahwa dihukumi makruh meninggikan suara di dekat kuburan Nabi. Sedangkan menurut Qadhi Abu Bakar al-‘Arabi, bahwa keharusan untuk menghormati Nabi ketika sudah meninggal sama dengan keharusan untuk menghormati Nabi ketika masih

48

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-1, Jilid. 9, hal. 395.

49

Jalaluddin AS-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 522.

hidup. Begitu pula keharusan untuk menyimak suara Nabi sama dengan keharusan untuk mendengarkan hadits-haditsnya di tempat-tempat mencari ilmu.50

Walaupun ayat tersebut tampaknya dikhususkan ketika seseorang sedang berada di sisi Nabi, namun tidak berarti bahwa seseorang dibebaskan untuk berbicara seenaknya di hadapan orang lain, sebab menghormati orang lain termasuk perintah agama Islam, baik dalam bersikap maupun dalam bicara.

Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an tidak hanya mengatur isi atau materi pembicaraan, tetapi juga memperhatikan intonasi suara. Hal tersebut dikarenakan isi pembicaraan yang baik kalau disampaikan dengan suara keras yang memekakan tidak akan mungkin diterima oleh pendengar dengan baik, sebaiknya bisa menimbulkan percekcokan. Oleh karena itu, Al-Qur’an mengatur agar pembicara merendahkan suaranya saat berbicara.

1. Wanita Dilarang Bersikap Manja Ketika Berkomunikasi

Wanita dikenal sebagai sosok yang memiliki daya tarik sangat besar khusunya terhadap lawan jenis. Oleh karena itu, dalam Islam seoarng wanita diharuskan untk menjaga sikap ketika berkomunikasi dengan lawan jenis. Sebab, jika hal itu tidak diindahkan, maka akan membawa kemadhartan.

50

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Allah Swt berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 32:

٣ ٢

(

“Haiisteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk (lemah gemulai) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”51(QS. Al-Ahzab: 32)

Pada ayat ini Allah memperingatkan kepada istri Nabi Saw bahwa mereka tidak dipersamakan dengan perempuan mukminat yang manapun dalam segi keutamaan dan penghormatan, jika mereka betul-betul bertakwa. Oleh karena itu jika mengadakan pembicaraan dengan orang lain, maka mereka dilarang merendahkan suara yang dapat menimbulkan perasaan kurang baik terhadap kesucian dank ehormatan mereka, terutama jika yang dihadapi itu orang-orang fasik atau munafik yang itukad baiknya di ragukan.52

Maksud dari “Maka janganlah kamu berlemah gemulai dengan

perkataan”, adalah jika seorang Istri Rosulullah bercakap-cakap,

hendaklah percakapan itu yang tegas dan sopan, jangan genit. Jangan membuat perangai yang kurang pantas sebagai istri Rosulullah. Sebenarnya, perintah tersebut tidak hanya ditujukan kepada para isteri

51

Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 8, hal. 3.

52

Nabi, tetapi ditujukan pula kepada wanita-wanita lainnya.53 Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Katsir bahwa perintah tersebut ditujukan kepada semua wanita, tidak hanya kepada para isteri-isteri Nabi saja, tetapi juga kepada semua perempuan, agar mereka tidak bermanja-manja ketika berbicara sehingga mengundang gairah kaum laki-laki.54

Ayat tersebut sangat relevan dengan kondisi zaman sekarang, dimana akhlak sebagian wanita sudah sangat mengkhawatirkan, baik dalam segi perilaku maupun busana. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kasus-kasus perkosaan semakin merajalela dimana-mana, sebab perilaku sebagian wanita tampak seperti menantang gairah para lelaki.

Sikap manja para wanita dalam berbicara tidak kalah berbahayanya dari berpakaian yang mengumbar aurat, sebab gaya bicara yang diatur sedemikian rupa agar menarik perhatian lawan jenis juga akan mengundang gairah seks para kaum lelaki. Begitu pula dalam bernyanyi, para wanita dilarang menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan lagu-lagu yang manja dan mengundang gairah seks apalagi jika dilakukan dengan pakaian seronok dan sengaja dipertontonkan kepada para lelaki.55

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa ada ketentuan khusus untuk para wanita berkaitan dengan berbicara ini, dimana mereka dilarang untuk bersikap manja ketika berbicara kepada

53

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,

Dokumen terkait