SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh:
AMIR MU’MIN SOLIHIN NIM:106034001218
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ii
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan gelar strata 1 (S1), di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Maret 2011
Penulis,
iii
KAJIAN TAFSIR TEMATIK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin
( S.Ud )
Oleh :
AMIR MU’MIN SOLIHIN NIM. 106034001218
Di bawah Bimbingan :
Dr. Ahzami Sami’un Jazuli, MA NIP. 19620624200003 1 001
JURUSAN TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv
Skripsi ini berjudul Etika Komunikasi Lisan Menurut Al-Qur’an: Kajian Tafsir
Tematik telah di ujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
pada Jurusan Tafsir Hadits.
Jakarta, 17 Maret 2011
SIDANG MUNAQASAH
Ketua, Sekertaris,
Dr. M. Suryadinata, MA Muslim, S. Th.I
NIP. 19600908 198903 1 005 NIP.
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Dr. M. Suryadinata, M.A Dr. Yusuf Rahman, MA
NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19670213 199203 1 002
Pembimbing,
v
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan
B Be
T Te
Ts te dan es
J Je
H h dengan garis bawah
Kh ka dan ha
D da
Dz De dan zet
R Er
Z Zet
S Es
Sy es dan ye
S es dengan garis bawah
D de dengan garis bawah
T te dengan garis bawah
Z zet dengan garis bawah
‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
Gh ge dan ha
1
vi
K Ka
L El
M Em
N En
W We
ـ ﻫ H Ha
‘ Apostrof
Y Ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
___َ___ a fathah
___ِ___ i kasrah
___ُ___ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي __َ__ ai a dan i
vii
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ﺎ َـ ـ â a dengan topi di atas
ﻲ ـ ـ î i dengan topi di atas
ﻮ ـ ـ ـ û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukanad-dîwân.
Syaddah(Tashdid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika hurufta marbûtahterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
viii
1 ﺔ ﻘ ﻳ ﺮ ﻃ tarîqah
2 al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid
ix
Tafsir Tematik”
Salah satu keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt, kepada manusia adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya secara efektif, dan mempermudah untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu, kemampuan komunikasi yang baik dan benar dapat menjadi jalan untuk mengantarkan seseorang dalam meraih kesuksesan dan akan membawa kemaslahatan bagi orang lain. Sebaliknya, komunikasi juga bisa menjadi pemicu munculnya kemudaratan, khususnya jika seseorang salah dalam berkomunikasi atau membuat orang lain terganggu. Apa lagi pembicaraan yang tidak baik tersebut muncul dari seseorang di pandang sebagai pejabat publik atau public figure, sebab pembicaraan yang kurang terkontrol akan menimbulkan keresahan dimasyarakat atau menyebabkan munculnya reaksi negatif terhadap dirinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui etika komunikasi menurut al-Qur’an, sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman oleh setiap muslim, khususnya dalam berkomunikasi.
Penelitian ini berpijak dari pemikiran bahwa setiap muslim harus berpedoman kepada al-Qur’an dalam merambah kehidupan di dunia. Berkomunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Agar setiap orang mampu berkomunikasi secara baik dan benar serta mendatangkan kemaslahatan maka ia harus berpedoman pada etika komunikasi sebagaimana digariskan dalam al-Qur”an
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudhu’i (tematik), yang secara umum menggunakan langkah-langkah: menetapkan masalah yang akan dibahas (topik); menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah; menyusun tuntutan ayat sesuai dengan masalah turunnya, disertai pengetahuan tentang asbabun Nuzul-nya; menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline); melengkapi bahasan dengan hadits-hadits yang relevan; dan mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode content analisis atau analisis isi.
Data yang ditemukan menunjukkan bahwa kata komunikasi banyak di temukan dalam al-Qur’an baik yang menggunakan kataqala takallama,dan lain-lain. Yang secara umum berkaitan erat dengan masalah etika komunikasi lisan.
xi
ﻢ ﺴ ﺑ
Segala Puji dan syukur penulis tersanjung hanya kepada Allah Swt, yang
dengan taufiq-Nya, penelitian berjudul “ Etika Komunikasi Lisan menurut Al
-Qur’an : Kajian Tafsir Tematik ” ini, dapat diselesaikan tugas akhir penulisan
skripsi ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw,
keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat
manusia.
Segala karya tulis yang da’if, tentunya didalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka
yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah
bukti keterebatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.
Penelitian ini merupakan wujud kepedulian dan rasa keingintahuan penulis
terhadap beberapa masalah yang kelihatannya sepele namun memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam bidang tafsir. Penulis juga menyadari bahwa, penelitian
ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang telah membantu
penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini, izinkanlah
penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khusus kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih
M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Bustamin, M.Si (Ketua Jurusan Tafsir
xii memotivasi penulis hingga selesai skripsi ini.
3. Drs. Ahmad Rifqi Mukhtar, MA yang banyak memberikan masukan, arahan
dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen di jurusan
Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat
merekalah penulis mendapatkan setetes air dari samudra ilmu pengetahuan.
5. Yang tercinta Ayahanda H.Ahmad Dimyati (Alm) dan Ibunda Muhinah yang
senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan segenap hati dan
yang selalu mendoakan ananda untuk mencapai kesuksesan di masa depan,
semoga penulis selalu mendapat ridho mereka dan dapat berbakti kepadanya.
Papi Somad, adikku (Dede dan Nuh) serta saudara-saudaraku tercinta yang
memberikan motivasi dan membantu penulis baik materil maupun inmaterial
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Untuk teman UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, khususnya
teman-teman Jurusan Tafsir Hadits angkatan 2006/2007, khususnya kelas TH-A:
Harfa, Kholid, Ust. Ubaid, Firda, dua Hasan, Mega, Malik dll. yang dengan
ikhlas turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman KKN 80 dan
seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
xiii
Zarkasih, Idham, Robi, Ijunk, Jamil, Jreng, Ismail. Teman-teman kampus :
Kholiah, Inmi2takanu dan semua rekan-rekan seperjuangan yang selalu
memberi Support dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Terlebih “Sang Motivator”Iin Rosita yang selalu setia menemani langkah
penulis dan mengisi hari-hari dengan senyum dan tawa, semoga apa-apa
yang kita citakandapat terwujud……Amin.‘I Love you’
9. Terakhir, untuk orang yang pernah melihat saya(ra’ânî yaqazatan kâna am fi
al-manân), bertemu dengan saya(laqiyanî), belajar bersama saya(jâlasanî),
tinggal bersama saya(aqâma ma’î), pernah mendengar suara dan ocehan saya
(sami’a minnî wa akhaza ‘annî syai’an), semua orang yang mau menerima
dan memperkenankan saya untuk mengambil hikmah darinya (wa akhaztu
‘anhu al-hikam wa al-‘ulûm), dan semua orang yang hidup semasa dengan
saya(‘asaranî). Ini bukan karena saya yang istimewa, melainkan anda semua
lah yang begitu spesial bagi saya. Bolehlah saya berharap dan ber-tafa’ul
kepada nabi agar semua orang yang tersebut di atas menjadi orang yang
beruntung, sekali lagi- bukan karena saya, tetapi karena kita dianugerahkan
oleh Allah Swt untuk bisa saling berhubungan. Teriring doa, “ Tûbâ liman
ra’ânî (bifadlih), wa tubâ liman ra’â man ra’ânî (bifadlih)”. Atas semua
kebaikan tersebut, tidak ada suatu yang dapat penulis sampaikan, kecuali
xiv
Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa
syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,
khususnya bagi penulis. Amin
Jakarta, 17 Maret 2011
Ttd,
xv
HALAMAN JUDUL………... i
LEMBAR PERNYATAAN………….………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI……….. iv
PEDOMAN TRANSLITERASI……… v
ABSTRAK……… ix
KATA PENGANTAR………. xi
DAFTAR ISI………. xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Studi Terdahulu yang Relevan ... 9
E. Metodologi Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II : LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI LISAN A. Pengertian Etika Komunikasi Lisan..…………..………. 15
B. Jenis-jenis Etika Komunikasi ...………. 25
xvi
BAB III : TINJAUAN UMUM TEORI KOMUNIKASI QUR’ANI
A. Al-Qur’an Sebagai Media Komunikasi ...……….. 35
B. Peran dan Fungsi Komunikasi dalam Kehidupan………. 39
C. Prinsip Komunikasi dalam Al-Qur’an...…………... 42
D. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Komunikasi ...………... 52
BAB IV : ANALISIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI LISAN DALAM AL-QUR’AN A. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Baik atau Diam ...………... 54
B. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Benar ...………... 64
C. Perintah Untuk Berkomunikasi Dengan Adil ...………... 80
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...………. 85
B. Saran ...………... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan berbicara merupakan salah satu potensi bawaan (Fitroh) yang
diberikan oleh Allah Swt kepada manusia. Sebab, hanya manusialah satu-satunya
makhluk yang diberi karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan bicara itulah
memungkinkan manusia membangun hubungan sosialnya, sebagaimana bisa
dipahami dari firman Allah “mengajarnya pandai berbicara”1.
Kemampuan bicara berarti kemampuan berkomunikasi, berkomunikasi adalah
sesuatu yang dihajatkan di hampir setiap kegiatan manusia. Kemampuan
berkomunikasi merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk lainnya.
Manusia sebagai makhluk sosial menduduki posisi yang sangat penting dan
strategis. Dalam sebuah penelitian telah dibuktikan, hampir 75 % sejak bangun dari
tidur manusia berada dalam kegiatan komunikasi. Dengan komunikasi manusia
dapat membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan, memelihara
kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban2.
1
Q.S. Ar-Rahman: 4.
2
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan
Selain itu kemampuan berkomunikasi juga membantu manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhannya secara efektif dan efisien. Sebab dengan memiliki
kemampuan berkomunikasi, manusia akan bisa meminta bantuan kepada orang lain,
atau mengutarakan maksud-maksud lainnya, atau fungsi-fungsi lainnya yang intinya
bahwa berkomunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia.
Memang benar bahwa manusia bisa menggunakan bahasa isyarat dalam
berkomunikasi atau mengekpresikan keinginan dirinya, namun ternyata bahasa
isyarat tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh
yang ditimbulkannya.
Lebih dari itu dengan memiliki kemampuan berkomunikasi juga dapat
meninggikan derajat seseorang, jika ia mampu berbicara secara baik, meyakinkan,
menyenangkan, dan menarik, yakni dengan memakai etika komunikasi. Dalam
realitas kehidupan, kemampuan berkomunikasi secara baik yang dimiliki seseorang
kerap menjadikannya sebagai panutan masyarakat, bahkan tidak sedikit yang
disegani di dunia internasional dikarenakan kemampuannya dalam berkomunikasi
lisan secara baik.
Namun dengan demikian, berkomunikasi juga bisa berakibat fatal bagi
seseorang jika salah dalam berkomunikasi juga dapat menumbuh-suburkan
kemajuan, dan menghambat pemikiran.3 Apalagi jika orang tersebut dipandang
sebagai pejabat public atau pablik figure, sebab pembicaraan yang kurang kontrol
akan menimbulkan keresahan di masyarakat atau menyebabkan munculnya reaksi
negatif terhadap dirinya. Misalnya yang menimpa salah seorang mantan presiden,
bahwa diantara penyebab jatuhnya dari singgasana kepresidenan karena ada
beberapa yang dinilai tidak konsisten dan sering meresahkan masyarakat, sehingga
hal itu menjadi lahan empuk bagi para lawan politiknya untuk menggulingkan dari
jabatanya.
Realitasnya, tidak sedikit perselisihan, percekcokan, permusuhan, dan
pertengkaran muncul karena perkataan yang tidak terkontrol. Bahkan tidak sedikit
pertumpahan darah mengerikan yang berawal dari pekerjaan lidah yang membabi
buta. Rosulullah Saw menegaskan sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori:
:
4
“Diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a bahwa Rosulullah Saw. Bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt, dan hari kiamat, maka ia hendaknya
berkata hanya perkara yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada
3
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik(Tafsir Al-Qur’an Tematik), hal. 286.
4
Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah memuliakan tetangganya. Begitu pula barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah
memulaikan tetamunya”.
Dalam hadits yang lain Rosulullah menegaskan lagi tentang bahaya yang
akan menimpa seseorang jika ia berbicara salah:
5
“Telah menceritakan kepada saya Ibrahim kepada Ibrahim bin Hamzah, telah
menceritakan kepada saya Ibn Abi Hajim, dari Yazid, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Isa bin Thalhah bin Ubaidillah dari Abu Hurairoh r.a bahwa ia mendengar
Rosulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba, bisa jadi dia
mengungkapkan satu kalimat (satu kata) yang tampak dari perkataannya bahwa ia akan tergelincir ke dalam neraka yang sangat jauh (sangat dalam) sejarak timur dan
barat”.
Berdasarkan hadits-hadits tersebut jelaslah bahwa Islam memberikan
perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan dipandang salah satu perkara yang
akan menyelamatkan manusia, baik didunia dan diakhirat. Pembicaraan dimaksud
adalah pembicaraan yan beretika, sehingga proses komunikasi berjalan dengan baik
serta terjalin hubungan yang harmonis antara komunikator dengan komunikan.
5
Hanya saja, etika komunikasi yang di maksud dalam kajian ini adalah etika
yang berdimensi moral dan bersumber dari ajaran suci. Berkaitan dengan etika
komunikasi tersebut, bagaimanapun juga seorang muslim harus berpedoman pada
sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sebab akhlak Nabi sebagimana dinyatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Adalah
Al-Qur’an.6
Dalam al-Qur’an Allah ternyata memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah berkomunkasi ini. Bahkan ucapan yang baik dipandang lebih baik
dari pada shadaqah yang dibarengi dengan menyakiti hati penerima:
٢ ٦ ٣
(
“Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari pada sedekah yang
diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun“7 (QS. Al-Baqarah: 263)
Dalam ayat lain Allah juga memerintahkan manusia agar berkata baik:
“Bertuturkatalah yang baik kepada manusia.8“(QS. Al-Baqarah: 83)
Selain itu, ada perintah untuk berkata benar, sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an: 6
M. Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 259
7
Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet. Ke-3, jilid.1, hal. 390.
8
٧ ٠
(
“Dan Ucapkanlahlah Perkataan yang benar.9(QS. Al-Ahzab: 70)
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan masalah etika
berkomunikasi. Hanya saja dalam kajian ini, akan dibahas ayat-ayat tentang etika
yang menggunakan Shight Fi’il amr. Hal ini disimpulkan dalam enam prinsip
komunikasi, yaitu: Qaulan Sadidan( QS 4:9, 33:70), Qaulan Balighan(QS 4:63),
Qaulan Masyuran(QS 17:28), Qaulan Layyinan(QS 20:44), Qaulan Kariman(QS
17:23), Qaulan Ma’rufan(QS 4:5).
Namun demikian, untuk memahami ayat-ayat tersebut bukanlah perkara
mudah, penulis perlukan berbagai ilmu pendukung untuk dapat mengkaji ayat tentang
komunikasi ini. Seperti Firman Allah:
٧ ٠
(
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah Perkataan yang benar. “10(QS. Al-Ahzab: 70)
Menurut Hamka maksud ayat tersebut bahwa diantara sikap hidup karena
iman dan taqwa adalah jika kata-kata yang tepat, yaitu jitu. Dalam kata-kata yang
tepat itu terkandung kata yang benar.11 Sedangkan Hasbi Ash-Shiddiqi berpendapat
9
Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid.8, hal. 140.
10
Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, jilid.8, hal. 46.
11
maksud ayat tersebut adalah bahwa ucapkanlah perkataan-perkataan yang benar
yang mengandung kebajikan bagimu dan jauhilah dari ucapan-ucapan yang salah,
yang menyebabkan kamu mendapat azab di akhirat kelak.12 Dengan perkataan yang
tepat atau baik yang terucapkan dengan lidah dan didengar banyak orang maka akan
tersebar luas informasi dan pengaruh yang tidak kecil bagi jiwa dan pikiran
manusia. Kalau ucapan itu baik maka baik pula pengaruhnya, dan bila buruk maka
buruk pula pengaruhnya.13
Pandangan penulis, kajian tentang etika berkomunikasi ini relevan untuk
dikaji dalam kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini yang
sedang berada era reformasi dan kebebasan, termasuk di dalamnya bebas berbicara.
Sebab, secara fenomenal tidak sedikit di antara masyarakat Indonesia tak terkecuali
kaum terpelajar yang memahami era kebebasan tersebut sebagai kebebasan yang
tanpa batas, terutama dalam berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat. Sehingga
tidak jarang yang berkomunikasi menyuarakan ‘kebenaran’ tanpa mengindahkan
etika berkomunikasi. Padahal mereka mengaku sebagai umat Islam.
Berdasarkan deskripsi di atas, penulis akan mengadakan penelitian tentang
“ETIKA KOMUNIKASI LISAN MENURUT AL-QUR’AN: KAJIAN TAFSIR
TEMATIK”
12
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi,Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur,(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 3315.
13
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Al-Qur’an merangkai begitu banyak pelajaran dalam hal etika yang tak
kunjung habis untuk digali, salah satunya adalah etika komunikasi lisan yang akan
akan penulis kaji. Agar tidak terlalu luas dalam pembahasan masalah dalam skripsi
ini, maka penelitian ini hanya dibatasi pada ayat-ayat yang menggunakan kata Qala
atau berbagai bentuk derivasinya. Hal ini diambil atau berdasarkan asumsi bahwa
kata tersebut adalah yang paling dekat dengan pola komunikasi verbal, sementara
dalam praktik komunikasi sangat diperlukan adanya etika yang benar. Oleh karena
itu, penulis menilai penelitian tentang kajian terhadap ayat-ayat yang difokuskan
pada etika komunikasi ini.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan beberapa hal
yang akan menjadi pertanyaan besar dalam skripsi ini adalah Bagaimana etika
komunikasi lisan dalam perspektif al-Qur’an dan bagaimana nada dan sikap yang
baik ketika berkomunikasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ada beberapa tujuan pokok penulisan skripsi ini sebagai berikut;
1. Untuk memenuhi syarat akhir studi S1 di fakultas Ushuluddin dan Filasafat.
Adapun manfaat atau kegunaan penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara akademis tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menambah
khazanah keilmuan tentang literatur, khususnya yang menyangkut etika
komunikasi (communication etic), sehingga berguna bagi menjadi setetes
pengetahuan di tengah-tengah lautan tentang komunikasi yang bermanfaat
bagi para pemikir dan praktisi yang haus akan pengetahuan komunikasi.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritis,
praktisi dan aktivis Islam pada umumnya termasuk juga civitas akademika
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta.
c. Memberikan kontribusi pemikiran bagi masyarakat luas akan arti pentingnya
komunikasi, sehingga memotivasi masyarakat, umat islam khususnya, untuk
selalu berkomunikasi yang baik.
D. Studi Terdahulu yang Relevan
Sejauh penelusuran penulis ada penelitian skripsi yang terkait dengan
masalah yang ingin dikaji: terkait dengan hal itu adalah penelitian yang dilakukan
oleh Eneng Maria Ulfah14 dalam sebuah skripsi yang diajukan kepada Jurusan
Tafsir-Hadits UIN Jakarta, skripsi ini mengkaji masalah tentang Etika Menjaga
Lisan dalam Al-Qur’an. Skripsi yang ditulis pada tahun 2006 ini hanya terbatas
pada menjaga lisan saja dan tidak luas maknanya. Sedangkan dalam kaitannya
dengan apa yang penulis kaji, skripsi tersebut mencakup juga pembahasan yang
akan penulis paparkan. Namun bedanya tulisan di atas dengan penelitian yang
14
hendak penulis angkat di sini adalah bahwa arti komunikasi itu sendiri luas
cakupannya dan juga skripsi ini tidak hanya tercakup pada dua surat saja sementara
itu ayat yang menjelaskan tentang etika komunikasi itu banyak dan inilah yang
penulis akan kaji dalam tulisan ini.
E. Metodologi Penelitian
Sebagai sebuah kajian yang difokuskan pada kajian tafsir tematik, yang dalam
hal ini mengenai etika komunikasi lisan, tentu studi ini tidak hanya terpaku secara
normatif terhadap konsep-konsepnya saja (ontologi). Lebih dari itu, studi tersebut
haruslah diarahkan juga kepada kajian tentang bagaimana etika komunikasi itu, apa
komunikasi dalam al-Qur’an itu. Untuk selanjutnya, studi tersebut harus dapat
diaplikasikan secara proporsional dalam sebuah kajian(aksiologi).
Oleh karena itu, studi ini akan mengikuti prosedur dan alur penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini yang digunakan adalah menggunakan metode telaah
perpustakaan (Library research) yaitu, penelitian untuk memperoleh informasi
yang komferehensif tentang konsep Etika komunikasi lisan menurut Al-Qur’an.
2. Sumber Data
Sumber data atau bahan primer dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan etika Komunikasi, karena studinya menyangkut Al-Qur’an,
maka sumber utamanyapun adalah Tafsir. Dan buku-buku lain sebagai sumber
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal pengumpulan data, penulis menempuh teknik survey
kepustakaan dan studi literatur, survey kepustakaan yaitu menghimpun data yang
berupa sejumlah literatur yang diperoleh diperpustakaan atau tempat lain ke
dalam sebuah daftar bahan-bahan pustaka. Sedangkan studi literatur adalah
mempelajari, menelaah, dan mengkaji bahan pustaka yang berhubungan dengan
masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Metode Pembahasan
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir
maudu’i (tematik). Selanjutnya penulis mencoba untuk melihat beberapa
ayat-ayat yang berbicara tentang komunikasi lisan dengan menggunakan metode
maudhu’i.
Menurut Al-Faramawi metode maudhu’i (tematik) adalah menghimpun
atau mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan satu dari surat
al-Qur’an yang sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin dengan masa turunnya, selaras dengan masa turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan dan
berhubungannya dengan ayat lain kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.15
Dengan menggunakan metdode tafsir maudhu’i ini diharapkan akan didapatkan
jawaban al-Qur’an secara komprehensif terhadapmasalah komunikasi lisan.
15
Tahap-tahap penelitian yang akan dilalui penulis dalam mempelajari dan
menghasilkan Etika Komunkasi Lisan menurut Al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
1. Menetapkan masalah tentang etika komunikasi.
2. Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan masalah etika komunikasi lisan.
3. Mengkaji sebab latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengan etika komunikasi lisan karena dengan memahami asbab
an-Nuzul suatu ayat akan sangat membantu penulis untuk memahami
makna yang tersembunyi dibaliknya.
4. Menyusun pembahasan dengan kerangka yang sempurna.
5. Melengkapi pembahasan ini akan dilengkapi dengan hadits-hadits Nabi
yang bersangkutan. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditemukan
pandangan al-Qur’an terhadap etika komunikasi lisan.
5. Pendekatan Penelitian
Dalam pembahasannya skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif
analitis. Pendekatan seperti ini diperlukan untuk memaparkan hadis-hadis yang
terkait dengan etika komunikasi lisan. Pendekatan analitis ini dimaksudkan
untuk membuat analisa-analisa yang konfrehensif terhadap masalah yang
Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.16
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan pengaturan langkah-langkah penulisan
penelitian agar runtut, ada keterkaitan yang harmonis antara pembahasan pertama
dengan pembahasan berikutnya, antara bab satu dengan bab-bab selanjutnya.
Agar mempermudah memberikan pemahaman dan gambaran yang utuh dan
jelas tentang isi penelitian ini, maka skripsi ini disusun secara sistematika penulisan
yang teratur, dimana skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab, sebuah bab
pendahulu dan tiga bab isi, kemudian ditutup dengan sebuah bab penutup yang
menguat kesimpulan penelitian ini. Adapun sistematika pembahasannya sebagai
berikut:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dijelaskan
tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, studi terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas landasan teoritis tentang etika komunikasi lisan yang
didalamnya menjelaskan pengertian etika komunikasi lisan, jenis-jenis etika
komunikasi, kedudukan komunikasi dalam Islam, etika komunikasi Qur’ani.
Bab tiga akan di fokuskan pada pembahasan mengenai tinjauan umum teori
komunikasi Qur’ani, pada bagian ini menjelaskan tentang al-Qur’ansebagai media
16
komunikasi, peran dan fungsi komunikasi dalam kehidupan, prinsip komunikasi
dalam al-Qur’an,identifikasi ayat-ayat tentang komunikasi.
Kemudian pada bab keempat, merupakan bab analisis tentang etika
komunikasi dalam al-Qur’an. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perintah untuk berkomunikasi dengan baik dan diam, perintah untuk berkomunikasi dengan benar,
perintah untuk berkomunikasi dengan Adil.
BAB II
LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA KOMUNIKASI
LISAN
A. Pengertian Etika Komunikasi Lisan
a. Etika
Etika berasal dari bahasa latin, “etthos”. Yang berarti kesusilaan atau
moral.1 Maksudnya adalah tingkah laku yang ada kaitannya dengan
norma-norma sosial, baik yang sedang berjalan maupun yang akan terjadi. Terdapat
pendapat bahwa kata etika berasal dari ethos (Yunani) yang artinya watak
kesusilaan. Sedangkan pengertian etika secara istilah telah banyak
dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan sudut pandang yang berbeda-beda.
Misalnya Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa ynag harusnya di lakukan manusia,
menyatakan tujuan yang harus di tuju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka, dan menunjukan yang seharusnya diperbuat.2
Sementara itu, pengertian etika menurut Ki Hajar Dewantara adalah
ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan
manusia, terutama yang berkaitan dengan gerak-gerik pikiran dan rasa yang
1
Hamzah Ya’qub,Etika Pembinaan Akhlaul Karimah(Suatu Pengantar),(Bandung: Diponegoro: 1990), cet. Ke-4, hal. 12.
2
merupakan pertimbangan dan perasaan, sehingga dapat mencapai tujuannya
dalam bentuk perbuatan.3 Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja, sebagaimana
dikutip Abuddin Nata mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan
tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai itu sendiri.4
Dari beberapa pengertian tentang etika diatas, dapat diketahui bahwa
etika berhubungan dengan empat hal, sebagaimana diungkapkan oleh
Abuddin Nata5yaitu:
a. Dari segi pembahasannya, etika berusaha membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
b. Dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat.
c. Dilihat dari fungsinya etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan
penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu
apakah perbuatan manusia tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, dan sebagainya.
d. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif, yakni berubah-ubah
sesuai dengan tantangan zaman.
Dengan demikian, pokok pembahasan etika adalah penyelidikan
tentang tingkah laku dan sifat-sifat yang dilakukan oleh manusia untuk
dikatakan baik atau buruk. Dalam bidang filsafat, perbuatan baik atau buruk
dapat dikelompokkan pada pemikiran etika, karena berdasarkan pada
pemikiran yang diarahkan untuk manusia. Sedangkan menurut Muhammad
al-3
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 88. 4
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, hal. 88. 5
Ghozali berpendapat bahwa objek pembahasan etika adalah meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok.6
Kata-kata etika sering disebut etik saja. Karena itu etika merupakan
pencerminan dari pandangan masyarakat mengenai yang baik dan yang buruk,
serta membedakan perilaku yang dapat diterima dengan yang ditolak guna
mencapai kebaikan dalam kehidupan bersama.7
Istilah lain yang semakna dengan kata etika adalah moral, susila dan
akhlak. Ditinjau dari segi etimologi, kata moral berasal dari bahasa latin
“mores” jamak dari kata “mos” berarti adat kebiasaan.8
Selanjutnya, istilah moral menurut Abuddin Nata9 adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, perangai
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat disebut benar,
salah, baik atau buruk. Oleh karena itu, moral dapat dipahami sebagai istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
menilai baik, buruk, benar atau salah.
Sementara itu, Hamzah Ya’qub10 mengartikan moral sebagai perkara
yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima berkaitan dengan
tindakan-tindakan manusia, yang baik dan wajar. Dengan kata lain, perbuatan manusia
6
Imam Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin, Terj. Drs. H. Moh. Zuhri, dkk, (Semarang: CV Asy Syifa’, 1992), cet. 2,jilid. 3, hal. 197.
7
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 34.
8
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: Diponegoro), cet. Ke-4, hal. 14.
9
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 81. 10Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima dengan
meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Dengan demikian istilah moral ini jika dihubungkan dengan etika
memiliki objek sama, yakni membahas tentang aktivitas manusia, yang
selanjutnya ditentukan posisinya. Perbedaannya adalah bahwa etika banyak
bersifat teori, sedangkan moral bersifat praktis.11 Dalam sisi penggunaannya,
istilah moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Istilah susila memiliki makna yang senada dengan etika, moral dan
akhlak. Hal ini bisa dilihat dari pengertian susila secara etimologis. Kata
susila berasal dari bahasa Sangsekerta, yaitusu dan sila. Su berarti baik atau
bagus, dan sila berarti dasar, prinsip, dan peraturan hidup atau norma.12
Sehingga kata susila bisa diartikan sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, susila ini merupakan bimbingan kearah yang baik dengan
berdasarkan nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat dan mengacu kepada
suatu yang dipandang baik oleh masyarakat. Selanjutnya, istilah etika, moral
dan susila ini mempunyai makna yang senada dengan akhlak ( )
sebagaimana disebutkan diatas. Dikatakan memiliki makna nada yang senada,
karena akhlak secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu jamak dari kata
khulqun ( ﻖ ﻠ ﺧ ) yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku dan tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuian dengan katakholqun( ﻖ ﻠ ﺧ
11
Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah(Suatu Pengantar) , hal. 14. 12
) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq ( ﻖ ﻟ ﺎ ﺧ ) yang
berarti pencipta, danmakhluq(ق ﻮ ﻠ ﺨ ﻣ ), yang diciptakan.
Oleh karena itu, menurut Hamzah Ya’qub13 perumusan pengertian
akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dan makhluq dan antara makhuk dengan makhluk14. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt, dalam surat al-Qalam ayat 4:
“Dan Sesungguhnya engkaubenar-benar berbudi pekerti yang luhur15”
Menurut Abuddin Nata16kataakhlakataukhuluqsecara bahasa berarti
budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau sesuai yang menjadi
tabi’at.
Sedangkan pengertiannya secara terminologi (istilah), Abuddin Nata
mengutip pendapat Ibnu Maskawaih yang menyatakan bahwa akhlak
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.17 Sementara Ahmad
Amin berpendapat bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
sebagian manusia kepada yang lainnya.18
13
Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah(Suatu Pengantar) , hal. 14. 14Hamzah Ya’qub,Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah
(Suatu Pengantar) , hal. 11. 15
Tim Depag RI,Al-Qur’an dan Tafsirnya(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), cet. Ke-3, Jilid. 10, hal. 262.
16
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, hal. 3. 17
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, hal. 3. 18
Definisi-definisi akhlak di atas, secara substansial tampak saling
melengkapi, sehingga menurut Abuddin Nata19 terdapat lima ciri yang ada
tentang akhlak, yaitu:
a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang yang tertanam dalam jiwa
seseorang.
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan tanpa pemikiran.
Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang
bersangkutan tidak sadar, hilang ingatan atau gila. Pada saat
melakukan perbuataan yang bersangkutan tetap sehat akalnya dan
sadar.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang
yang mengajarkannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena bersandiwara.
e. Sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak dilakukan
dengan ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Dengan demikian, objek pembahasan tentang akhlak berkaitan dengan
norma atau penelitian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan seseorang.
Oleh karena itu, apabila suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk, maka
ukuran yang digunakan adalah ukuran normatif.
19
Dari uraian di atas, tentang masalah etika, moral, susila, dan akhlak
secara fungsinya dapat dipahami bahwa semuanya itu sama, yaitu menentukan
hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk
ditentukan baik buruknya suatu perbuatan. Dengan kata lain, istilah-istilah
tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik,
aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera lahir dan batiniyah.
Oleh karena itu menurut Abudin Nata20, keberadaan etika, moral, dan
susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan
mengoprasionalisasikan ketentuan akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an.
Dalam pandangan Islam, ilmu akhlak merupakan ilmu pengetahuan yang
menjabarkan dan mengajarkan tentang baik dan buruk, benar atau salah
menurut ajaran al-Qur’an dan as-Sunah. Sehingga etika dalam Islam sesuai
dengan fitrah dan akal yang lurus.
b. Komunikasi
Komunikasi dalam bahasa Inggris adalah communication, berasal dari
akar kata bahasa latin, yaitu comunicatio, dan bersumber dari kata communis
yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Maksudnya
orang yang menyampaikan dan orang yang menerima mempunyai persepsi
yang sama tentang apa yang disampaikan. Kalau yang menerima berkata
20
merah, maka yang menerima juga berpresepsi merah.21 Sedangkan kata
komunikasi dalam bahasa arab adalah “Muwaasholat.”22
Komunikasi secara umum adalah sebagai hubungan atau
kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau diartikan sebagai
saling tukar menukar pendapat antara manusia baik individu maupun
kelompok23. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud
komunikasi adalah proses penyampaian suatau pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain
Komunukasi bisa dipandang sebagai salah satu kemampuan khusus
kepada manusia, bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia
mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada orang lain.
Sebenaranya, manusia juga memiliki cara lain selain dengan
berkomunikasi dalam mengungkapkan keinginan atau tujuannya, seperti
menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau mengekpresikan
keinginan dirinya dengan gerak gerik tubuh namun ternyata bahasa isyarat
tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh
yang ditimbulkannya. Hanya saja berkomunikasi merupakan cara paling
efektif untuk menyatakan tujuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa
21
Jamaluddin Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, ((Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. Ke-1, hal. 17.
22
Asad M. Alkalali,Kamus Indonesia Arab, Jakarta: (PT Bulan Bintang, 1997), hal. 276. 23
kemampuan berkomunikasi memiliki posisi sangat penting dalam kehidupan
manusia.
Sesuai dengan pemahaman mengenai etika sebagaimana dijelaskan
diatas, maka etika komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang apa yang baik
dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral tingkah laku
manusia dalam proses proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain.
Abuddin Nata menilai etika komunikasi berusaha membahas
perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang bersumber pada akal pikiran dan
filsafat, yang berfungsi untuk menilai, menentukan, dan menetapkan terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia (apakah perbuatan manusia
tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, dan sebagainya) yang
berkaitan dengan proses penyampaian dan penerima pesan dari seseorang
kepada orang lain24.
c. Lisan
Kata lisan berasal dari bahsa arab jamak dari kata, lisana, wa lisanu,
alisnatu, wa lisanatu yaitu alat ucap atau dalam bahasa Indonesia disebut
lidah/lisan.25Selain itu kata lisan juga dapat diartikan bahasa dan perkataan.
24
A.W Widjaja,Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 90. 25
Sedangkan pengertian lidah itu sendiri ialah jenis otot yang
memanjang di rongga mulut, organ ini terdiri dari beberapa unsur yang
tersusun secara rapih, seperi otot-otot dan saraf-saraf dibagian lidah terdapat
semacam saraf sebagai alat perasa.26
Lidah termasuk organ bicara yang paling aktif, dengan
gerakan-gerakan tertentu dibagian lidah yang bertemu dengan organ lain, maka akan
terjadilah bunyi yang mempunyai ciri tersendiri. Dengan inilah manusia bisa
berkomunikasi anatara yang satu dengan yang lainnya. Namun disisi lain,
lidah juga bisa membawa manusia kepada suatu bencana.
Pengertian spesifik mengenai etika komunikasi lisan dalam al-Qur’an
aturan tentang perilaku manusia dalam menjaga lisannya dari ucapan-ucapan
yang yang tidak berarti dan akan membawa kemudaratan baginya didunia dan
diakhirat. Etika dalam Al-Qur’an mempunyaiaturan yang sangat dalam, maka
hal tersebut menjadi sebuah etika yang sakral dan tidak terbantahkan. Isi
al-Qur’an mengandung seruan moral bertujuan untuk menata tatanan sosial
supaya lebih beradab dan lebih terjaga.
26
B. Jenis-jenis Etika Komunikasi
Di lihat dari segi bentuknya, secara umum komunikasi meliputi bentuk : (1)
Komunikasi Persona, (2) Komunikasi Kelompok, (3) Komunikasi Massa, dan (4)
Komunikasi Medio27.
1. Etika Komunikasi Persona
Komunikasi personal (personal Communication)adalah komunikasi
seputar diri seseorang, baik dalam fungsinya sebagai komunikator maupun
sebagai komunikan28. Komunikasi persona ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu komunikasi intrapersona dan komunikasi interpersona.
Pertama, komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dimana
komunikator dan komunikannya diri seorang pribadi atau komunikasi dalam
bentuk“melamun/menghayal” Materi yang dilamunkan atau dihayalkan bisa
tenang diri sendiri atau orang lain, bisa melamunkan individu, kelompok
maupun umat manusia secara keseluruhan.
Dalam komunikasi intrapersonal ini harus dikendalikan oleh etika agar
komunikasi intrapersonal yang dilakukan dapat menghasilkan niat yang baik
(master plan),penilaian yang baik terhadap orang lain (positif thinking),
ide-ide yang brilian tentang sesuatu yang dianggap baik menurut aturan yang
berlaku.
27
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 7. 28
Kedua, komunikasi interpersonal adalah proses dimana dua orang
yang berperan sebagai pengirim dan penerima saling bertanggungjawab dalam
menciptakan makna.
2. Etika Komunikasi Kelompok
Onong Uchjana Effendy mengartikan komunikasi kelompok adalah
komunikasi yang berlangsung antara seseorang komunikator dengan
sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang29. komunikasi
kelompok ini adalah komunikasi yang berlangsung antara komunikator
dengan sejumlah komunikan, baik antar komunikator dengan sejumlah
komunikan atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Lebih lanjut terdapat beberapa ciri kelompok, antara lain: (1)
Komunikasi dengan tatap muka, (2) Komunikator dengan komunikan saling
berhadapan, (3) Umpan balik bersifat langsung, dan (4) Tanggapan
komunikasi bisa diketahui langsung pada saat komunikasi berlangsung.
Untuk menentukan etika komunikasi kelompok ini, pada dasarnya
tidak sama dengan etika komunikasi yang terdapat dalam komunikasi antar
pribadi.
3. Etika Komunikasi Massa
Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa (mass
media communication), yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi
29
yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film
yang dipertunjukan di gedung-gedung dan bioskop30.
Dalam proses komunikasi massa, baik pimpinan redaksi, wartawan,
penulis pengisi kolom, mereka bukan atas nama pribadi tetapi atas nama
media. Oleh karena itu, mereka perlu memahami norma-norma atau etika
yang berlaku dalam komunikasi massa.
Diantara komunikasi massa, antara lain adalah: (1) beritakan informasi
yang benar dan jujur sesuai denga fakta sesungguhnya, (2) berlaku adil dalam
menyajikan informasi, (3) Gunakan bahasa yang bijak, sopan dan
menghindari kata-kata yang propokatif, dan (4) Tampilkan gambar-gambar
yang sopan dan menghindari gambar-gambar yang seronok.
4. Etika Komunikasi Medio
Komunikasi medio adalah komunikasi dengan menggunakan atau
memanfaatkan media (media communication), seperti: surat, telepon, famplet,
poster, sepanduk, dan lain-lain31.
Berdasarkan pemahaman tentang komunikasi medio yang tidak begitu
berbeda dengan jenis komunikasi massa, maka bentuk dan setandar etika yang
harus terdapat dalam komunikasi medio juga tidaklah mengalami perbedaan
sebagaimana telah dijelaskan.
30
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 79. 31
C. Kedudukan Komunikasi dalam Islam
Dalam Islam, kemampuan berkomunikasi yang dimiliki manusia merupakan
keistimewaan sangat besar dan termasuk salah satu perkara yang membedakan
manusia dengan hewan, serta tidak dipisahkan dalam kehidupan manusia, sebab
berkomunikasi hampir dibutuhkan pada semua gerak dan langkah manusia. Namun
demikian, Islam memberikan rambu-rambu ketika hendak berkomunikasi. Ia harus
berkomunikasi secara islami, yakni berkomunikasi yang berakhlakul karimah atau
beretika. Berkomunikasi yang berakhlakul karimah tersebut berarti berkomunikasi
yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Hadits.
Menurut ajaran Islam, berkomunikasi juga memiliki posisi sangat penting
dalam menentukan nasib seorang, baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang
mampu mengendalikan pembicaraannya, akan memiliki kedudukan mulia dalam
pandangan mulia dalam pandangan manusia, dan kelak akan memperoleh pahala di
akhirat. Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan pembicaraannya, maka
ia akan mudah menciptakan permusuhan dan percekcokan di antara sesama manusia
di dunia, dan kelak akan memperoleh azab di akhirat. Hal itu secara tegas dinyatakan
Artinya: telah bercerita kepada kami muhamad bin abu bakar al-muqaddami,telah bercerita kepada kami umar bin ali. Ia mendngar dari abu hazm dari sahal bin sa’ad dari rasulullah saw bahwa beliau bersabda;”barangsiapa mampu menjaga yang ada di janggutnya (lidah), dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan), maka aku jamin dia masuk surga”.32
Tentang pentingnya berkomunikasi dalam Islam sangatlah jelas, baik
berkaitan dengan eksistensi seorang muslim maupun aturan-aturan peribadatan yang
terdapat dalam Islam. Seorang muslim, akan diakui eksistensinya sebagai seorang
muslim apabila telah bersaksi dengan kata-katanya (bersyahadat) bahwa hanya Allah
saja Tuhannya dan mengakui bahwa Muhamad adalah utusan-Nya. Selain itu,
berkomunikasi hampir dipakai dalam setiap bentuk ibadah. Seperti dalam sholat
pada hakikatnya. Ia sedang berkomunikasi kepada Tuhannya begitu pula pada
bertransaksi, seorang muslim diharuskan untuk mengucapkan akan jual beli sebagai
salah satu syarat absahnya jual beli dan masih banyak contoh pribadatan lainya yang
melibatkan pembicaraan.
Berkomunikasi juga berperan penting dalam menyebarkan Islam, yakni
dengan berdakwah. Dimaklumi bahwa tersebut da’i atau muballig Islam telah
mendakwahkan Islam sejak masa awal perkembangan Islam sampai sekarang di
segenap penjuru dunia, dengan dakwahnya tersebut. Makan Islam semakin di kenal
luas di sebagai belahan dunia, sehingga umat Islam pun kian hari semakin bertambah
banyak di seluruh dunia. Dengan dakwah pula, ilmu setiap orang islam semakin
bertambah dan iman, mereka semakin kuat. Dakwah tersebut sangat efektif jika
32
disampaikan lewat kata-kata atau pembicaraan sehingga jelaslah bahwa
berkomunikasi memiliki peranan penting dalam penyebaran islam.
Berdasarkan pembahasan tersebut. Jelaslah bahwa komunikasi memiliki
kedudukan sangat sentral dalam Islam. Hal itu di buktikan pula dengan banyaknya
ayat dan hadits yang isinya berkaitan dangan berkomunikasi.
D. Etika Komunikasi Qur’ani
Komunikasi dalam pengertian Islam adalah sistem komunikasi umat Islam,
pengertian itu menunjukan bahwa komunikasi Islam lebih fokus pada sistemnya
dengan latar belakang filosofi (teori) yang berbeda dengan perspektif komunikasi
non-Islam. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam berdasarkan pada Al-Qur’an
dan Hadits Nabi. Dengan kata lain sistem komunikasi Islam mempunyai
implikasi-implikasi tertentu terhadap makna proses komunikasi.33
Al-Qur’an menurut al-Qardhawi dinamakan pula “al-Haq”yang memiliki
makna yang sangat luas dan mendalam, diantaranya adalah: (1) al-Haq berarti
petunjuk atas Citra tri Tunggal Yang Luhur, yaitu: kebenaran, kebajikan, dan
keindahan: dan (2) al-Haq berarti etika timbal balik antara manusia34.
33
Prof, Dr, Andi Abdul Muis, SH, Komunikasi Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-1, hal. 65.
34
Sebagai kitab etika, didalam al-Qur’an terdapat sekitar 500 ayat yang
membicarakan tentang konsep dan ajaran etika ini35. Hal ini menunjuk betapa
pentingnya etika, Etika yang diajarkan mengacu kepada standar yang ditetapkan
oleh Allah. Figur contoh keteladanan etika adalah Rosulullah sendiri. Karena itu,
dalam persepektif islam etika tidak saja merupakan suatu ajaran yang bersifat
konseptual tetapi juga praktikal. Keberadaan Rosulullah sebagai figur keteladanan
dalam bidang tingkah laku (behavior), menunjukan metode pengajaran dan aplikasi
nilai-nilai etika yang paling akurat, sehingga dengan demikian nilai-nilai etika dapat
ditiru secara langsung oleh manusia. Rosulullah sendiri mengaku bahwa seluruh
kandungan Al-Qur’an adalah akhlaknya.
Etika Qur’ani menurut Ilyas, mempunyai ciri-ciri tersendiri yang
membedakannya dengan etika lain. Etika Qur’ani sekurang-kurangnya mempunyai
lima cirri utama, yaitu: (1) Rabbani, (2) Manusiawi, (3) Universal, (4)
keseimbangan, dan (5) Realistik.36 Ciri Rabbani menegaskan bahwa etika Qur’ani
adalah etika yang membimbing manusia kearah yang benar, jalan yang lurus, atau
sirathal mustaqim.37 Ciri manusiawi berarti etika Qur’ani memperhatikan dan
memenuhi fitrah manusia serta menuntun manusia agar memperoleh kebahagiaan
hidup didunia dan akhirat. Ciri universal adalah etika Qur’ani membawa misi kasih
sayang kepada umat manusia diseluruh dunia menegakkan kedamaian, menciptakan
35
H.M. Darwis Hude, dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2002) Cet. Ke-1, hal. 189.
36
Drs. H. Yunahar Ilyas Lc. MA,Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta. LPPI UMY, 1999), hal. 12. 37
keamanan dan ketenangan baik secara individual maupun komunal.38ciri
keseimbangan artinya etika Qur’ani mengajarkan manusia agar memperhatikan
kepentingan duniawi namun tidak melupakan kepentingan ukhrowi, memenuhi
keperluan jasmani tanpa mngabaikan keperluan rohani.39 Ciri relistik adalah etika
Qur’ani memperhatikan kenyataan hidup manusia. Al-Qur’an memberikan
kesempatan kepada setiap orang untuk bekerja dan berkarya, memperhatikan tingkat
kemampuan manusia dalam menjalankan kewajiban dan sekaligus memberikan
keringanan (rukshah)bagi yang tidak mampu melakukannya.40
Menurut Abuddin Nata41etika Komunikasi Qur’ani adalah?
a. Mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
b. Menetapkan bahwa yang menjadi sumber ajaran Allah Swt dan Rosul-Nya
(al-Qur’an dan as-Sunnah).
c. Bersifat Universal dan Komprehensif, dapat diterima oleh seluruh manusia
disegala tempat dan waktu.
d. Dengan ajaran-ajaran yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrahnya dan akal
fikiran manusia, maka etika islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh
manusia.
38
Q.S Al-Imron: 104. 39
Q.S Al-Baqarah: 201 dan Q.S Al-Qashash: 77. 40
Q.S Al-Baqarah: 173 dan 286. 41
e. Mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang jujur dan meluruskan
perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah Swt, menuju
keridhoan-Nya42.
Prinsip lain yang dijelaskan Al-Qur’an tentang komunikasi atau media massa
adalah perlunya sikap kritis dalam menerima informasi, harus dilihat sumber
informasi itu, apakah datang dari sumber yang dipercaya atau tidak. Dan salah satu
etika komunikasi yang diungkapkan dalam Al-Qur’an khususnya media massa bahwa
tidak dibenarkan menyebar luaskan suatu keburukan atau berita yang negative,
kecuali untuk penegakkan hukum, selain untuk menjaga kehormatan orang lain.
42
BAB III
TINJAUAN UMUM T
EORI KOMUNIKASI QUR
’ANI
A. Al-Qur’an Sebagai Media Komunikasi
Al-Qur’an adalah kitab komunikasi, karena didalamnya memenuhi seluruh
komponen komunikasi. Menurut Effendi1, terdapat lima komponen komunikasi,
yaitu: (1) Komunikator (communicator), (2) Pesan (message), (3) Media (media),
(4) Komunikan (communicant). (5) Efek (efect). Dari lima komponen komunikasi
tersebut ada pendapat lain yang menambahkan konteks kedalam komponen
komunikasi, Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga
dimensi2:
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi berlangsung yang nyata atau berwujud.
2. Sosial-psikoilogis, meliputi, misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan atau permusuhan, formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau.
3. Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung.
Ketiga dimensi lingkungan ini saling berinteraksi; masing-masing
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat
1
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 1997) , hal. 6.
2
Diakses pada tanggl 15 Maret 2011 Jam 21.30,
memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal), dapat mengakibatkan
berubahnya suasana persahabatan-permusuhan (dimensi sosial-psikologis), yang
kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah
makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan tersebut dapat
menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak pernah statis.
Komponen komunikasi yang dimaksud adalah: (1) Komunikator adalah Allah
Swt, (2) Komunikan adalah Nabi Muhammad, (3) Pesan Komunikasi berupa ayat,
(4) Media komunikasinya terbagi dua: media langsung melalui perantara Jibril dan
media tidak langsung melalui mimpi dan gemercing lonceng, dan (5) Efek, yaitu
terciptanya ketenangan, ketundukan, dan hidayah.
Ditinjau dari tugas nabi sebagai penerima al-Qur’an, bahwa nabi sesuai
dengan makna leksikal nabi itu sendiri berasal dari bahasa Arab, dari akar kata:
nabaa, jamaknya adalah anbiya, dalam bahasa inggrisnya, prophets yang berarti
pembawa berita.3 Dan berita yang disampaikan oleh nabi adalah al-Qur’an atau
ayat-ayat Allah.
Dengan asumsi seperti itu maka dapat dirumuskan komponen komunikasi
sebagai berikut (1) Komunikator adalah Nabi Muhammad Saw, (2) Komunikan
adalah Sahabat dan Umat, (3) Pesan Komunikasi adalah ayat al-Qur’an, (4) Media
Komunikasi secara langsung adalah lisan, tulisan sedangkan media tidak langsung
melalui code seperti melalui mimpi, gemercing lonceng dan Al-Qur’an yang
3
dipraktikan oleh Muhammad Saw, dan (5) Efeknya adalah terciptanya suasana
iman, Islam, dan ihsan.
Mempertegas pembahasan tersebut, tugas utama para Nabi pada hakikatnya
mengemban perintah dari Allah agar mengkomunikasikan dan mensyi’arkan syariat
islam kepada umat manusia agar mampu dan memilah serta memilih yang baik dan
benar, serta mencegah dari kesesatan dan kedzaliman. Tujuan utamanya adalah
menuju kebahagian dunia dan akhirat.
Prinsip dasar seorang Nabi sebagai komunikator adalah seseorang yang
mempunyai kemampuan intelektual yang cerdas serta (fathonah) yang dapat
memahami pesan yang diterima, seorang yang jujur(as-shidq), dan dapat dipercaya
(amanah)sehingga benar-benar menyampaikan pesan tersebut dengan tidak
dibuat-buat, dikurangi atau ditambahi.4 Seorang Nabi dalam menjalankan tugas
menyampaikan risalah haruslah didasari perintah Allah, dengan jiwa yang tulus dan
cara-cara yang bersih serta penuh kesabaran.5
Komunitas manusia yang dihadapi sebagai komunikan yang menjadi objek
ajaran tersebut mempunyai beragam socio-cultural, adat istiadat, dan bahasa yang
berlainan. Dalam hal ini seorang nabi harus mampu memahami situasi yang
dihadapi dan menyampaikan pesan sesuai dengan karakteristik manusia. Kurun
waktu yang berbeda, situasi yang beraneka ragam, domisili yang tersebar seantero
4
Q.S. Al-Maidah: 99. 5
jagat raya, karakteristiknya pun berkembang sesuai dengan gerak kemampuan
teknologi dan budaya, kesemuanya dipersatukan kepada satu tujuan yang sama.
Dalam menunjang keberhasilan komunikasi seorang nabi khususnya dan
umat manusia umumnya, Al-Qur’an menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi
sangat ditentukan bagaimana komunikator menerapkan strategi dan metode yang
tepat guna dan berhasil guna, berhadapan dengan komunitas komunikan yang
beragam sebagaimana dijelaskan diatas.
Dalam Al-Qur’an faktor utama dalam mencapai tujuan komunikasi
ditengah-tengah keragaman komunikan adalah dengan faktor bahasa dalam arti yang
seluasnya. Sebab bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan dalam
komunikasi dan hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang
kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai
hal yang konkrit maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi
pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan
datang.6 Dengan media bahasa itu pula kita bisa mempelajari beragam ilmu, baik
yang dituils oleh para ilmuan dahulu maupun yang akan datang. Kesamaan dalam
arti pemahamannya, strata pengetahuan komunikator dan komunikan, pola
pendekatan persuasif yang bisa diterima semua orang untuk selanjutnya berhasil
mengubah sikap dan tingkah sadar untuk mengamalkannya, semua itu menjadi
6
target para nabi dan rosul yang hanya bisa disampaikan melalui bahasa yng
dimengerti oleh umatnya.7
Secara praktis-aplikasi, al-Qur’an menawarkan metode yang tepat dalam
komunikasi, yaitu dengan cara bijaksana (hikmah), nasehat yang baik(al-Mauidzah
al-Hasanah) dan berdiskusi yang baik (al-Mujadalah)8. Ketiga cara ini merupakan
etika komunikasi berdasarkan al-Qur’an yang dapat diterapkan sesuai dengan
watak dan kemampuan komunikator dan Komunikan.
B. Peran Dan Fungsi Komunikasi Dalam Kehidupan
Peran dan fungsi berbicara sangatlah penting dalam berkomunikasi. Selain
itu, antara berkomunikasi dan berbicara memiliki kaitan sangat erat. Hanya saja,
komunikasi memiliki makna lebih luas dari sekedar berbicara. Dan bisa dikatakan
bahwa berbicara merupakan bagian dari komunikasi, yang bisa disebut sebagai
komunikasi lisan. Manusia berkomunikasi karena beberapa faktor:
a. Perbedaan antara pribadi.
b. Manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai
kekurangan.
c. Adanya perbedaan motivasi antar manusia.
7
Syeikh Mustafa al-Maragi,Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, (Semarang: Toha Putra, 1993), Jilid. V, Juz 13, hal. 126.
8
d. Kebutuhan akan harga diri yang harus mendapatkan pengakuan dari orang
lain.9
Senada dengan hal tersebut, orang berkomunikasi dengan orang lain karena
hal-hal berikut:10
a. Setiap orang memerlukan orang lain untuk mengisi kekurangan dan membagi
kelebihan.
b. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.
c. Interaksi ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang
mengantisipasi masa depan.
d. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan penghalaman yang baru.
Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa keinginan berkomunikasi antar
pribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum, atau tidak
dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak di hadapannya.
Dalam berbicara, bahasa merupakan media yang paling banyak
dipergunakan dalam berkomunikasi, karena bahasalah yang mampu
menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk media
informasi atau ofini; baik yang mengenai yang konkriit abstrak; bukan saja tentang
hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang melain kan juga pada waktu yang
9
Alo Liliweri,Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Bandung, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 48.
10
lalu dan masa yang akan datang.11 Dengan bahasa media itu pula kita, bisa
mempelajari beragam ilmu, baik yang di tulis oleh para ilmuwan dahulu maupun
akan datang.
Dalam komunikasi lisan yang terutama dijumpai dalam komunikasi antar
pribadi. Yang pasti unsur-unsur penting dalam komunikasi tercakup di dalam nya
yaitu: sumber saluran, pesan, kode, penerima dan kerangka rujukan. Dan setiap
unsur memberikan dukungan pada komunikasi verbal.12