• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Periode Inkubasi F. oxysporum f.sp cubense (hari)

Hasil pengamatan periode inkubasi F. oxysporum f.sp cubense

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Periode inkubasi F. oxysporum f.sp cubense (hsi)

Perlakuan Periode inkubasi (hari)

M0R0F0 - M1R0F0 - M0R1F0 - M0R0F1 11 M1R1F1 15 M2R1F2 16 M2R2F1 16 M1R3F2 20 M1R2F3 20

Keterangan: - gejala tidak muncul

Dari Tabel 1 terlihat periode inkubasi tercepat adalah pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense), yaitu pada 11 hsi. Sedangkan periode inkubasi terlama adalah pada perlakuan yang diaplikasikan mikoriza pada minggu pertama yaitu pada 20 hsi. Dari hasil pengamatan memperlihatkan gejala serangan F. oxysporum f.sp cubense pada tanaman pisang yaitu terlihat pada daun-daun bawah yang menguning (Gambar 6a), kemudian menjadi cokelat dan mengering. Warna kekuningan akan dimulai dari tepi daun dan berkembang ke arah tulang daun. Apabila bonggol tanaman pisang dibelah, maka akan terlihat diskolorisasi yang berwarna cokelat. Sedangkan pada perlakuan yang diberi CMA tanaman lebih lama terserang patogen, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih sehat (Gambar 6b).

a b

Gambar 6: Tanaman pisang: a.. Tanaman yang diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense tanpa CMA; b. Tanaman yang diinokulasikan CMA.

Dari Tabel 1 juga dapat dilihat pada perlakuan yang hanya diinokulasikan

F. oxysporum f.sp cubense lebih cepat terserang dibanding dengan perlakuan

CMA. Hal ini disebabkan CMA dapat melindungi tanaman serta dapat menghambat pertumbuhan F. oxysporum f.sp cubense. Pfleger dan Linderman (2000) dalam Suharti et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu mikroorganisme yang dapat berperan sebagai agensia pengendali hayati yang potensial untuk dikembangkan adalah CMA. Imas et al. (1989) dalam Nildayanti (2011) mengemukakan bahwa CMA dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi patogen akar dengan mekanisme sebagai berikut: (1) adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen, (2) CMA menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen, (3) akar tanaman yang sudah diinfeksi fungi CMA, tidak dapat diinfeksi oleh fungi patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.

2. Kejadian penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%)

Data kejadian penyakit F. oxysporum f.sp cubense berdasarkan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Kejadian penyakit (%) F. oxysporum f.sp cubense

Perlakuan Tingkat kejadian penyakit (%)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M1R0F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M0R1F0 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)d M0R0F1 33,33(5,82)a 55,56(7,40)a 55,56(7,40)a 88,89(9,42)a M1R1F1 0,00(0,71)c 33,33(5,82)a 33,33(5,82)a 55,56(7,40)b M2R1F2 11,11(2,41)b 12,22(2,83)b 22,22(4,11)b 66,67(8,20)a M2R2F1 22,22(4,11)b 22,22(4,11)b 22,22(4,11)b 55,56(7,40)b M1R3F2 0,00(0,71)c 11,11(2,41)b 11,11(2,41)b 33,33(5,82)b M1R2F3 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 11,11(2,41)b 22,22(4,11)c

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Data analisa sidik ragam (Tabel 2) dapat dilihat pada 15 hsi sudah ditemukan gejala layu Fusarium pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan

F. oxysporum f.sp cubense), M2R1F2 (inokulasi R. similis pada minggu pertama

dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan F. oxysporum f.sp cubense) dan M2R2F1 (inokulasi F. oxysporum f.sp cubense pada minggu pertama dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis) masing-masing sebesar 33,33%, 11,11% dan 22,22%. Sedangkan perlakuan M1R3F2 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan F. oxysporum f.sp

cubense dan 1 minggu kemudian diaplikasikan R. similis) gejala baru terlihat pada

30 hsi dan M1R2F3 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan R. similis dan 1 minggu kemudian diaplikasikan F. oxysporum f.sp

cubense) gejala terlihat pada 45 hsi. Pengamatan pada 60 hsi pada semua

perlakuan yang diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense sudah terlihat gejala layu fusarium. Pada perlakuan M0R0F1 persentase kejadian penyakit pada 15 hsi

sebesar 33,33%, kemudian meningkat menjadi 55,56% pada 30 hsi dan 45 hsi, sedangkan pada 60 hsi kejadian penyakit meningkat menjadi 88,89%. Hal ini terjadi karena M0R0F1 tidak diberikan CMA sebagai agens pengendali hayati yang dapat melindungi tanaman dari serangan patogen F. oxysporum f.sp cubense. Suswati (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan fungi CMA arbuskular (FMA) indigenus dari rizosfir pisang merupakan solusi potensial untuk mengendalikan patogen tular tanah dan mampu meningkatkan ketahanan pisang terhadap berbagai jenis patogen.

Dari Tabel 2 dapat dilihat pada perlakuan yang diberi CMA masih terdapat tanaman pisang yang menunjukkan gejala layu, walaupun persentase kejadian penyakit lebih rendah dibanding tanaman yang tidak diberi mikoriza. Persentase kejadian penyakit pada perlakuan pemberian F. oxysporum f.sp. cubense saja sebesar 88,89%, pada perlakuan pemberian F. oxysporum f.sp. cubense, R. similis

dan CMA secara bersamaan sebesar 55,56%, pada perlakuan F. oxysporum f.sp.

cubense pada minggu pertama 55,56%, pada perlakuan R. similis pada minggu

pertama 66,67%, pada perlakuan CMA pada minggu pertama 33,33%. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa mikoriza yang diberikan pada minggu pertama mempunyai persentase kejadian penyakit yang rendah.

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa waktu inokulasi CMA mempengaruhi lamanya kejadian penyakit. Keberhasilan introduksi CMA dalam penekanan penyakit akan ditentukan berbagai faktor diantaranya oleh jenis CMA, tingkat kolonisasi CMA, urutan introduksi, fase pertumbuhan tanaman dan jenis tanaman inang. Pada perlakuan M2R1F2 dan M2R2F1 kejadian penyakit sudah muncul pada 15 hsi, dimana CMA diaplikasikan pada minggu ke dua. Sedangakan CMA yang diaplikasikan pada minggu pertama yaitu pada perlakuan M1R3F2 dan

M1R2F2 baru muncul pada 30 hsi dan 45 hsi. Menurut Dell (2006) hal ini terjadi karena CMA mampu memberikan perlindungan terhadap patogen primer seperti

F. oxysporum f.sp. cubense dan R. similis yang menyerang akar tanaman. Abbot

dan Robson (1984) menyatakan bahwa CMA menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya yang menyebabkan terciptanya lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan patogen. Sharda dan Rodrigues (2009) mengemukakan bahwa tanaman yang bermikoriza, mengandung isoflavonoid lebih tinggi sehingga tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen karena senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan patogen tanah.

3. Keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense (%)

Data analisa sidik ragam keparahan penyakit F. oxysporum f.sp cubense

dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Keparahan penyakit (%) F. oxysporum f.sp cubense

Perlakuan Tingkat keparahan penyakit (%)

15 hsi 30 hsi 45 hsi 60 hsi

M0R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M1R0F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M0R1F0 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c 0,00(0,71)c M0R0F1 8,89(2,71) 17,78(4,22)a 26,67(5,21)a 35,56(5,92)a M1R1F1 0,00(0,71) 13,33(3,72)a 13,33(3,72)a 13,33(3,72)b M2R1F2 8,89(2,71) 13,33(3,72)a 13,33(3,72)b 13,33(3,72)b M2R2F1 4,44(1,71) 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b M1R3F2 4,44(1,71) 4,44(1,71)b 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b M1R2F3 0,00(0,71) 0,00(0,71)c 8,89(2,71)b 8,89(2,71)b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5% berdasarkan uji jarak Duncan. (Angka di dalam kurung adalah hasil Transformasi ��+ 0,5).

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa keparahan penyakit sudah terlihat 15 hsi yaitu pada perlakuan M0R0F1 (hanya diinokulasikan F. oxysporum f.sp

cubense) sebesar 8,89%, M2R2F1 (inokulasi F. oxysporum f.sp cubense pada

minggu pertama dan 1 minggu kemudian diinokulasikan CMA dan R. similis) sebesar 4,44%, M2R1F2 (inokulasi R. similis pada minggu pertamadan 1 minggu

kemudian diinokulasikan CMA dan F. oxysporum f.sp cubense) sebesar 8,89% dan pada M1R3F2 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan F. oxysporum f.sp cubense dan 1 minggu kemudian diaplikasikan

R. similis) sebesar 4,44%. Sedangkan pada perlakuan M1R1F1 (inokulasi CMA,

R. simillis dan F. oxysporum f.sp cubense) baru terlihat pada 30 hsi sebesar

13,33%, dan pada perlakuan M1R2F3 (inokulasi CMA pada minggu pertama, 1 minggu kemudian diinokulasikan R. similis dan 1 minggu kemudian diaplikasikan

F. oxysporum f.sp cubense) baru terlihat pada 45 hsi sebesar 8,89%.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat keparahan penyakit

F. oxysporum fsp. cubense tertinggi adalah pada perlakuan M0R0F1. Hal ini

disebabkan karena pada perlakuan tersebut hanya diinokulasikan F. oxysporum

fsp. cubense tanpa disertakan CMA sebagai agens pengendali hayati yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen. Kondisi ini menyebabkan tingkat keparahan penyakit menjadi lebih besar dibanding dengan perlakuan yang menggunakan CMA yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Menurut Soenartiningsih dan Talancea (1997) CMA dapat menghasilkan antibiotik, misalnya fenol, quinine dan berbagai phytoalexine yang berperan dalam penghambatan perkembangan patogen tanaman.

Pada Tabel 3 terlihat pemberian mikoriza dapat menekan keparahan penyakit, yaitu persentase keparahan penyakit tidak lagi meningkat sampai akhir penelitian. Misalnya pada M1F1R1 dan M2R1F2 persentase keparahan penyakit tetap 13,33% sampai 60 hsi. Pada M2R2F1, M1R3F2 dan M1R2F3 persentase keparahan penyakit tetap 8,89% sampai 60 hsi. Hal ini menunjukkan bahwa CMA mampu menekan perkembangan penyakit F. oxysporum fsp. cubense. Kobayashi dan Branch (1991) dalam Suharti et al. (2011) menyatakan bahwa mekanisme

CMA dalam mengendalikan berbagai jenis patogen dapat terjadi secara langsung berupa kompetisi dan antibiosis dan secara tidak langsung melalui induksi ketahanan. Menurut (Pfleger & Linderman, 2000 dalam Suharti et al. 2011), mekanisme secara langsung disebabkan pertumbuhan propagul infektif dari CMA yang dapat menghalangi patogen pada akar tanaman. Mekanisme tidak langsung adalah melalui respon fisiologis dan biokimia dengan terjadinya perubahan aktivitas enzim dan peningkatan senyawa kimia yang menghambat perkembangan patogen.

Dokumen terkait