• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periode Laktasi

Dalam dokumen PENGARUH PERIODE LAKTASI TERHADAP PRODUK (Halaman 25-48)

Pada permulaan laktasi, bobot badan akan mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami kesulitan untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya rendah. Oleh karena itu pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya membaik kembali (Siregar, 1993).

Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai puncak produksi, produksi susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5% perminggu. Lama diperah atau lama laktasi yang paling ideal adalah 305 hari atau sekitar 10 bulan. Sapi perah yang laktasinya lebih singkat atau lebih panjang dari 10 bulan akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi yang berikutnya (Siregar, 1993).

Produksi susu sapi perah perlaktasi akan meningkat terus sampai dengan periode laktasi yang ke-4 atau pada umur 6 tahun, apabila sapi perah itu pada umur 2 tahun sudah melahirkan (laktasi pertama) dan setelah itu terjadi penurunan produksi susu. Selama laktasi, kesehatan dan kebersihan sapi perah harus selalu dijaga dengan baik. Pencegahan terhadap berbagai penyakit

terutama mastitis harus benar-benar mendapat perhatian khusus. Diduga 70% dari sapi perah yang dipelihara di Indonesia menderita penyakit mastitis yang dapat menurunkan produksi susu sekitar 15-20% (Siregar, 1993).

Menurut Tillman, dkk (1991), bahwa masa laktasi normal sapi yang tiap tahunnya dikawinkan dan mengandung adalah selama sekitar 44 minggu atau 305 hari. Perkawinan yang lebih lambat dalam periode laktasi akan memungkinkan periode laktasi lebih panjang. Selain itu dikatakan bahwa umur sapi adalah suatu faktor yang mempengaruhi produksi air susu. Pada umumnya, produksi pada laktasi pertama adalah terendah dan akan meningkat pada periode-periode laktasi berikutnya. Namun faktor-faktor lain seperti makanan, kesehatan, frekuensi pemerahan, dapat lebih berpengaruh terhadap produksi air susu dibandingkan faktor umur sapi.

Lama laktasi induk sapi perah umumnya bergantung pada keefisienan reproduksi ternak sapi tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat menjadi bunting menyebabkan calving interval diperpanjang sehingga lama laktasi menjadi panjang karena induk sapi perah akan terus diperah selama belum terjadi kebuntingan (Hadisutanto, 2008).

Produksi susu induk sapi perah periode laktasi sangatlah bervariasi. Hal ini disebabkan oleh perubahan keadaan lingkungan yang umumnya bersifat temporer seperti perubahan manajemen terutama pakan, iklim dan kesehatan sapi perah. Kondisi iklim di lokasi induk sapi perah dipelihara sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan produksi susu. Suhu lingkungan yang ideal bagi ternak sapi perah adalah 15,5ºC karena pada kondisi suhu tersebut pencapaian produksi susu dapat optimal. Suhu kritis untuk ternak sapi perah Fries Holland adalah 27ºC (Hadisutanto,2008). Ternak sapi perah Fries Holland yang berasal dari Eropa akan berproduksi optimal apabila kondisi suhu lingkungan berkisar 10º-21ºC, tetapi di Fiji dengan rataan suhu

lingkungan 24,4ºC dan tingkat kelembaban relatif yang tinggi ternyata ternak sapi perah mengalami penurunan produksi (Hadisutanto, 2008).

Berat dan kapasitas ambing mencapai puncak pada waktu sapi berumur 6 tahun. Kenaikan kemampuan menampung cairan berbeda pada tiap-tiap laktasi pertama dan kedua (Jasper, 1980).

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2011 bertempat di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang.

Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor induk sapi perah Fries Holland dengan kisaran umur 3 - 7,5 tahun, dibagi menjadi 5 perlakuan dengan masing masing 6 ekor yaitu perlakuan A : sapi pada periode laktasi pertama; perlakuan B : sapi pada periode laktasi ke 2; perlakuan C : sapi pada periode laktasi ke 3; perlakuan D : sapi pada periode laktasi ke 4; perlakuan E : sapi pada periode laktasi ke 5. Alat yang digunakan yaitu alat tulis menulis dan kamera digital serta perangkat kuisioner.

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur yaitu jumlah produksi susu yang dihasilkan induk sapi perah pada setiap periode laktasi mulai dari laktasi pertama hingga laktasi ke lima.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data yang meliputi data primer dan data sekunder. Penentuan sampel dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling). Data primer diperoleh melalui wawancara pada petani peternak sebagai responden dengan perangkat kuisioner serta pengamatan langsung dan pencatatan, sampel diambil sebanyak 30 ekor induk sapi perah Fries Holland.

Analisis Data

Untuk mengetahui perbandingan jumlah produksi susu yang dihasilkan pada setiap periode laktasi akan dilakukan dengan analisis ragam menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilanjutkan dengan Uji Nyata Terkecil (BNT) dengan rumus sebagai berikut (Gasperz, 1991) :Yij= µ+τi+εij

i = 1,2,3,4,,5 j= 1,2,3,2,5,6 Keterangan ;

Yij = hasil Pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Usaha Peternakan Sapi Perah FH di Kabupaten Enrekang

Jumlah populasi sapi perah FH (Fries Holland) di Kabupaten Enrekang dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.

2006 2007 2008 2009 2010 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1056 1342 1151 1494 1508

Populasi Sapi Perah FH

Tahun P o p u la s i S a p i P e ra h F H ( E k o r)

Gambar 1. Grafik Jumlah Populasi Sapi Perah FH di Kabupaten Enrekang

Dari Gambar 1 dapat terlihat bahwa populai sapi perah FH mengalami penurunan jumlah pada tahun 2008, namun mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir yaitu pada tahun 2009 sebesar 1494 ekor dan pada tahun 2010 sebanyak 1508 ekor. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah mengetahui dan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik. Dimana masyarakat telah memperhatikan masalah perkandangan maupun pakan yang diberikan kepada sapi perah yang dipeliharanya. Di Kabupaten Enrekang masyarakat menggunakan sistem

perkandangan dengan cara tie stall yaitu sapi diikat dalam kandang dan diberikan pakan berupa rumput dan konsentrat.

Sesuai dengan yang dikemukakan Saleh (2004) yang menyatakan bahwa manajemen yang baik dan sempurna merupakan kunci sukses bagi usaha peternakan sapi perah. Dalam hal ini termasuk perlakuan yang diberikan seorang peternak terhadap rangsangan masalah pemerahan, lamanya kering kandang, pencegahan terhadap penyakit, frekuensi pemerahan, jarak perkawinan (service periode), dan jarak melahirkan (calving interval).

Produksi air sapi perah FH di Kabupaten Enrekang dalam waktu lima tahun terakhir rata-rata mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2006 sekitar 619,000 liter/tahun, tahun 2007 sekitar 1398,240 liter/tahun, namun sempat mengalami penurunan pada tahun 2008 sekitar 1215,360 liter/tahun, tahun 2009 sekitar 1314,720 liter/tahun, dan pada tahun 2010 sebesar 3652 liter/tahun.

Produksi air susu sapi perah mengalami penurunan pada tahun 2008, hal ini disebabkan karena populasi ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang juga mengalami penurunan sehingga berpengaruh terhadap produksi susu. Selain itu, mungkin juga disebabkan karena adanya pengafkiran pada ternak yang sudah tua ataupun karena tatalaksana pemeliharaan dan kebutuhan zat-zat makanan belum maksimal pada peternakan Rakyat di Kabupaten Enrekang. Hal ini sesuai dengan pendapat Firman (2010) bahwa rata-rata pengafkiran ternak sapi Perah dilakukan setelah laktasi ke 5 sampai ke 7 namun, ada juga yang melakukan pengafkiran sapi perah sebelum laktasi ke 5 yang disebabkan oleh keadaan tertentu seperti kecelakaan pada sapi perah, penyakit, ataupun terjadi kemandulan atau infertil.

Air susu dari hasil pemerahan ternak sapi perah dapat digunakan masyarakat sebagai mata pencaharian. Air susu dapat diolah menjadi es krim, yoghurt, susu bubuk, dangke, dan lain

lain. Masyarakat khususnya di Kabupaten Enrekang mengolah hasil produksi susu ternak mereka menjadi dangke. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yang menyatakan bahwa susu dapat diolah menjadi berbagai produk seperti mentega, yoghurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk, dangke dan lain-lain untuk konsumsi manusia.

Pengaruh Periode Laktasi terhadap Produksi Susu

Rata-rata produksi air susu per hari pada sapi perah FH di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang dapat terlihat pada Gambar 2.

1 2 3 4 5 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 7.17 10.50 11.83 11.83 8.83

Produksi Air Susu

Periode Laktasi

ke-P ro d u k s i S u s u ( L tr /h a ri )

Gambar 2. Grafik Rata-rata Produksi Air Susu Sapi Perah FH di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang

Produksi air susu sapi perah FH di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang terlihat mengalami peningkatan (Gambar 2). Dimana pada periode ke 2 hingga ke 4 mengalami peningkatan namun, pada periode ke 5 sudah mulai mengalami penurunan. Hal ini mungkin karena umur ternak sapi perah yang sudah mulai tua dan mungkin juga disebabkan karena kurangnya pakan yang diberikan pada ternak . Hal ini sejalan dengan pendapat Siregar (1993) bahwa produksi susu sapi perah perlaktasi akan meningkat terus sampai dengan laktasi yang ke-4 atau pada umur 6 tahun, apabila sapi perah itu pada umur 2 tahun sudah melahirkan (laktasi pertama), dan setelah itu mengalami penurunan produksi susu. Hal ini juga didukung oleh

Firman (2010), bahwa produksi susu pada sapi perah terbanyak dihasilkan pada periode laktasi ketiga dan keempat dengan kisaran umur 5 – 6 tahun, dan sesudah itu produksi susunya akan terus menurun dengan semakin tuanya umur sapi.

Selanjutnya Tillman, dkk (1991) menyatakan bahwa umur sapi adalah suatu faktor yang mempengaruhi produksi air susu. Pada umumnya, produksi pada laktasi pertama adalah terendah dan akan meningkat pada periode-periode laktasi berikutnya. Namun faktor-faktor lain seperti makanan, kesehatan, frekuensi pemerahan, dapat lebih berpengaruh terhadap produksi air susu dibandingkan faktor umur sapi.

Pada gambar 2. terlihat bahwa rata-rata produksi air susu sapi Perah Fries Holland dari setiap periode laktasi, mulai dari laktasi pertama sampai dengan periode laktasi kelima, yaitu pada periode laktasi pertama 7,17 liter/hari, periode laktasi kedua 10,50 liter/hari, periode laktasi ketiga dan keempat 11,83 liter/hari yang merupakan puncak produksi dan periode laktasi kelima sekitar 8,83 liter/hari. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa periode laktasi pertama memiliki kemampuan menghasilkan rataan produksi susu lebih rendah dari periode laktasi II, III, IV dan V. Padahal pemberian pakan induk sapi perah di Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang tidak membedakan periode laktasi artinya periode laktasi pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima diberikan pakan dalam jumlah dan kualitas yang sama tetapi produksi susu yang dihasilkan berbeda. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadisutanto (2008) yang mengungkapkan bahwa puncak laktasi dicapai pada periode laktasi ketiga, dimana periode laktasi I memiliki kemampuan menghasilkan rataan produksi susu lebih rendah dari periode laktasi II dan III. Adanya perbedaan produksi susu yang dihasilkan disebabkan karena tingkat kebutuhan dari induk sapi perah yang pertama kali melahirkan (primipara) dan induk sapi perah yang melahirkan lebih dari satu kali (pluripara) yang berbeda. Di samping itu, umur induk sapi juga

memberikan kontribusi dalam produksi susu. Primipara yang memiliki umur lebih muda dari pluripara memiliki kemampuan menghasilkan produksi susu lebih rendah. Dalam satu periode laktasi, induk sapi periode laktasi I hanya mampu menghasilkan susu (29,9 liter/hari) lebih rendah dibanding periode laktasi II dan III masing-masing sebesar (39,7 liter/hari) dan (43,8 liter/hari) (Hadisutanto, 2008).

Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 1 terlihat bahwa periode laktasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi air susu.

Berdasarkan Hasil Uji Nyata Terkecil (BNT) pada lampiran 2. terlihat bahwa produksi susu sapi perah Fries Holland pada periode laktasi ketiga dan keempat berpengaruh nyata (P<0.05) dibanding dengan periode laktasi pertama, kedua dan kelima.

Pada penelitian ini, sapi berumur 5 - 6 tahun (periode laktasi ketiga dan keempat) yang pada umumnya sudah mencapai kedewasaan berproduksi dan mampu memberikan hasil produksi air susu yang tinggi. Dimana pada setiap periode laktasi, produksi air susu yang dihasilkan mencapai hasil produksi susu yang maksimal pada bulan ke 3 setelah melahirkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Firman (2010), bahwa produksi susu pada sapi perah terbanyak dihasilkan pada periode laktasi ketiga dan keempat dengan kisaran umur 5 – 6 tahun, dan sesudah itu produksi susunya akan terus menurun dengan semakin tuanya umur sapi.

Sapi perah Fries Holland yang ada di Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang mulai melahirkan pertama pada umur 2,5 sampai dengan 3 tahun. Hal ini sejalan dengan pendapat Firman (2010) bahwa kelahiran pertama yang ideal adalah sapi yang berumur 2 – 3 tahun, karena pada umur ini sapi telah mencapai dewasa kelamin dan bobot ternak diharapkan bisa mencapai 300 kg sehingga siap melakukan perkawinan dan jika peternak terlalu cepat mengawinkan sapi daranya, dapat menimbulkan kesulitan dalam melahirkan karena tubuh belum siap untuk

memelihara kebuntingan, disamping itu produksi susu menjadi rendah dan kondisi pedet yang dilahirkan juga akan menjadi lemah.

Turunnya produksi air susu pada sapi perah disebabkan karena umur dan aktifitas sel-sel kelenjar ambing sudah berkurang. Hal ini sejalan dengan Ernawani (1991), bahwa tinggi rendahnya produksi susu pada sapi perah dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan.

Berbagai penelitian telah mengungkapkan bahwa produksi susu rata-rata sapi perah Fries Holland di tingkat peternak adalah 10 liter/ekor/hari atau setara dengan 3.050 liter/laktasi (Priyanti,dkk, 2009; Hadiana, dkk, 2005 dan Rahayu, dkk, 2005). Jika dibandingkan dengan tempat asalnya, produksi susu sapi Perah Fries Holland mampu mencapai 4.500 – 5.500 liter dalam satu kali masa laktasi (305) hari. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah Fries Holland di tingkat peternak, salah satunya yaitu pakan. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah catatan produksi itu sendiri (Firman, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Bahan Kuliah Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,Makassar.

. 2011. Susu. http://wikipedia.org . diakses pada tanggal 20 April 2011.

Blakely dan D.H Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Madah University Press. Yogjakarta. Daisy,R. 2003. Stress Panas Pada Sapi Perah Laktasi. Makalah Falsafah Sains. Program

Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ernawani. 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Sapi perah. Media Peternakan Vol. 15 : 38 – 46. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Firman, A. 2010. Agribisnis Sapi Perah.Widya Padjadjaran,Bandung.

Gillespic, R.J. 1992. Modern Livestock and Poultry Production. Delmar Publisher Inc, Canada.

Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu Pertanian, Tekhnik, dan Biologi. Armico, Bandung.

Hadiana, Hasan, Achmad Firman dan Rochadi Tawaf. 2005. Analisis Biaya Produksi Susu Segar Pada Peternak Sapi Perah Anggota GKSI Jawa Barat. Kerjasama Dinas Koperasi Jawa dengan GKSI dan Fakultas Peternakan Unpad. Bandung.

Hadisutanto, B. 2008. Pengaruh Paritas Induk terhadap Performans Sapi Perah Fries Holland, Bandung.

Hafez,E.S.E. 2000. Reproductionin Farm Animal. 4 th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia. Hidayat, A.m E. Pepen, F.A.Ali., P.Yadi., T.Kimiaki., dan S.Teruo. 2002. Buku Petunjuk

Prakltis untuk Peternak Sapi Perah tentang Manajemen Kesehatan Pemerahan. Dinas Peternakan Jawa Barat.

Jasper, D.E. 1980. Mastitis In Bovine Medicane and Surgery.Ed. H.E., Amstutz Amer. Vet.Publ. Inc., Santa Barbara, California, USA.

Mulyana. 2006. Pemeliharaan dan Kegunaan Teknik Sapi Perah Aneka Ilmu. Semarang. Nurdin, Ellyza. 2011. Manajemen Sapi Perah. Graha Ilmu, Yogyakarta

Prihadi. S. 1997. Tata Laksana Dan produksi ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Priyanti, Atien, Sudi Nurtini, dan Achmad Firman. 2009. Analisis Ekonomi dan Aspek Sosial Usaha Sapi Perah. Dalam Buku Profil Usaha peternakan Sapi Perah di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Rahayu, Sri, Wiyan Djaja, dkk. 2005. Pembentukan Unit Pelayanan Jasa Alsin Sapi Perah. Kerjasama Fakultas Peternakan UNPAD dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Bandung.

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Siregar, S.B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha. P.T Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudono, A. dan T, Sutardi. 1969. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Peternakan Rakyat. Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Sudono, A., R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soetarno, T. 1999. Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tillman,. A.D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekoedjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: produksi air susu pada sapi Perah Fries Holland di Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang tertinggi pada periode laktasi ketiga dan keempat yaitu dengan rata-rata 11,83 liter/hari dan yang terendah pada periode laktasi pertama yaitu 7,17 liter/hari.

Saran

Untuk mendapatkan produksi susu yang tinggi, sebaiknya peternak memberikan pakan sesuai dengan kebutuhan tubuh sapi.

Lampiran 1. Perhitungan Ragam Rata-rata Produksi Air Susu pada Berbagai Periode Laktasi Ulanga n 1 2 Periode Laktasi (L)3 4 5 1 8 10 14 14 7 2 8 14 14 14 14 3 5 10 10 10 7 4 9 13 16 16 10 5 5 6 7 7 6 6 8 10 10 10 9 Total 43 63 71 71 53 301 Rata-rata 7,17 10,50 11,83 11,83 8,83

a. Menentukan derajat masing-masing melalui :

db total = total banyaknya pengamatan – 1 = 30 – 1 = 29 db perlakuan = total banyaknya perlakuan – 1 = 5 – 1 = 4 db galat = db total – db perlakuan = 29 – 4 = 25

b. Menghitung FK, JKT, JKP dan JKG FK = Y 2

r.t

= (total jendral)2 Total banyaknya pengamatan = (301)2 = 9061 = 3020,03 6.5 30 JK Total (JKT) =

ij Yij2 - FK = (8)2 + (8)2+ ….. + (9)2 – 3020,03 = 3329 – 3020,03 = 308,97 JK Perlakuan = Yi2 + …. + Yt2 - FK = ∑ (Total perlakuan)2 - FK r = (43)2 + …. + (53)2 - 3020,03 6

= 18709 - 3020,03 6

= 98,14

JK Galat = JK Total - JK Perlakuan = 308,97 - 98,14 = 210,83

c. Menentukan Kuadrat Tengah (KT) melalui pembagian setiap JK dengan derajat bebasnya yaitu : KT Perlakuan (KTP) = JK Perlakuan t - 1 = 98,14 = 24,55 4 KT Galat (KTG) = JK Galat t(r-1) = 210,83 = 8,43 25

d. Menentukan Nilai F Hitung F Hitung = KT Perlakuan

KT Galat = 24,55 = 2,91 8,43

Sumber Keragaman Db JK KT F Hitung F Tabel 5% 1% Perlakuan Galat 4 25 98,14 210,83 24,55 8,43 2,91* 2,76 4,18 Total 29 308,97

Lampiran 3. Dokumentasi

RIWAYAT HIDUP

Penulis pernah menyelesaikan Pendidikan Formal sebagai berikut : a) SDN No 412, Pakatan Tahun 1999

b) SMP Negeri 01 Mangkutana Tahun 2002 c) SMA Negeri 01 Mangkutana Tahun 2005

YOSEPHINA SANGBARA Lahir di Palopo pada tanggal 07 Juli 1987, dilahirkan dari pasangan suami istri, Ayahanda tercinta Ishak Sangbara dan Ibunda tersayang Elis Duma, sebagai anak ke enam dari Delapan bersaudara.

d) Diterima di Universitas Hasanuddin Makassar, Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak pada Tahun 2005

Dalam dokumen PENGARUH PERIODE LAKTASI TERHADAP PRODUK (Halaman 25-48)

Dokumen terkait