BAB III PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN MENGHADAP
B. Pertempuran di Kebumen
3. Peristiwa Sidobunder
Tanggal 2 September 1947, di desa Sidobunder Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen terjadi pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia Markas Tentara Pelajar yang dikenal dengan kompi Tjok (kompi 320) dari detasement 300 di bawah komando Kapten Martono yang berkedudukan di Yogya karta diserang oleh Belanda dari dua penjuru. Pada waktu itu adalah musim hujan dan desa Sidobunder tergenang banjir sehingga warga kesulitan untuk memperoleh bahan makanan, namun demikian, karena kecintaan dan semangat juang yang tinggi, warga bersama dengan tentara tetap melakukan perlawanan dengan gigih.60
Sekitar pukul 11.00 waktu setempat, sejumlah tentara pelajar yang bermarkas di rumah Kartowiyoto mendengar suara tembakan. Dalam suasana hujan, mendung tebal dan minimnya alat komunikasi, maka sulit bagi mereka untuk mengetahui dari arah mana datangnya suara tembakan tersebut. Selang berapa lama, dari informasi yang didapat dari penduduk setempat, ternyata mereka telah dikepung oleh pasukan tentara NICA dari dua jurusan. Arah timur laut dari dukuh Bedil desa Madurejo dan dari arah tenggara dari desa Bumirejo dan Kaleng. Pasukan Belanda datang dengan jumlah yang banyak dan persenjatan lengkap. Dikepung demikian, sulit bagi pasukan TP untuk mencari posisi yang tepat dan strategis untuk bertahan. Terjadilah pertempuran dahsyat dengan kekuatan yang sama sekali tidak berimbang.
60
lxv
Pertempuran terjadi mulai pukul 11.00 sampai dengan pukul 19.00 waktu setempat. Dalam peristiwa tersebut, tercatat sejumlah 23 orang gugur dari pihak pasukan Tp dan 10 orang warga sipil tewas, beberapa rumah juga hangus terbakar karena dibakar oleh tentara Belanda. Dari 23 orang anggota TP yang gugur, hanya 10 orang jenasah yang dapat ditemukan. Jenazah lainnya diduga dibawa lari oleh pasukan NICA atau hanyut terbawa banjir. Korban dari pihak lawan tidak diketahui secara pasti, sebab situasi sangat kacau dan kekuatan Belanda jauh lebih besar.61
Satu pasukan TP Seksi 321 dari kompi 320 Batalyon 300 dengan komandan Seksinya Anggoro mendapat perintah untuk menduduki Sidobunder dengan maksud untuk memperkut pasukan lainnya yang telah ada di sana. Pada tangga 31 Agustus 1947 seksi tersebut sudah memasuki desa Sidobunder. Bersamaan dengan itu datang pula pasukan PERPIS (Persatuan Pelajar Indonesia Sulawesi) dibawah pimpinan Maulwi Saelan juga beberapa anggota TP dari Purworejo. Kedua pasukan tersebut datng dari Yogyakarta. Pasukan pimpinan Maulwi Saelan persenjataanya cukup lengkap untuk ukuran pada waktu itu. Pada saat itu Karangbolong sudah diduduki oleh pasukan Belanda. Mendengar informasi demikian, maka pada tanggal 1 September 1947 saudara Losung dari PERPIS dan tiga orang anggota lainnya ditugaskan untuk menelusuri kebenaran informasi yang mengatakan bahwa Belanda sudah menduduki Karangbolong. Setelah dilakukan cek, maka didapati bahwa informasi tersebut benar namun pasukan Belanda itu tidak terlalu banyak jumlahnya.
61Ibid
Akhirnya terjadilah peristiwa Sidobunder pada tanggal 2 September 1947. Pada saat itu, pada waktu pagi buta, markas pasukan TP di datangi oleh seseorang yang bertujuan untuk memberikan ubi rebus. Ditengah situasi yang sulit untuk mendapatkan bahan makanan, pasukan TP yang terdiri dari pelajar SLTP dan SLTA itu sama sekali tidak menaruh curiga atas niat dari orang tidak dikenal tersebut. Baru setelah peristiwa terjadi, diketahui bahwa orang yang memberikan ubi rebus tersebut merupakan mata-mata pihak NICA. Telah disebutkan di atas bahwa pasukan TP terdesak dan terkepung cara tapal kuda oleh pasukan Belanda.62
Dalam keadaan terkepung, komandan pasukan memerintahkan agar semua bergerak ke arah timur untuk meloloskan diri dari kepungan musuh. Arah ke timur ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa di sebeleha timur ada markas pasukan AOI. Sangat disayngkan, dikarenakan cuaca yang mendung gelap dan juga banjir, tidak semua anggota pasukan dapat bergerak dengan cepat. Gerakan ke arah timur ini dipercayakan kepada Maulwi Saelan dan anak buahnya dengan disertai sebuah Juki Kanju (jenis senapan mesin Jepang). Komandan seksi, Anggoro, lewat seorang kurir memerintahkan agar regu Djokopramono untuk segera bergabung dengan seksinya. Pada saat menunggu kedatangan regu Djokopramono inilah Belanda yang datang dari arah Utara menyerang pasukan TP. Pasukan TP mampu bertahan pada awalnya, namun karena kekuatan yang tidak berimbang, akhirnya Belanda berhasil mendesak kedudukan pasukan TP.63
62Ibid
.
63Ibid
lxvii
Bagian tersulit yang harus dihadapi oleh pasukan TP adalah bahwa sebagian besar pasukan dari pihak Belanda adalah warga asli/pribumi Indonesia. Dalam kondisi yang gelap dan hujan deras, sulit bagi pasukan TP untuk mengenali apakah mereka kawan atau lawan sebab seragam yang digunakan juga nampak sama dalam kegelapan. Selain itu, kehancuran dari seksi yang dipimpin oleh Anggoro ini adalah karena mundurnya pasukan Hisbullah tanpa pemberitahuan kepada pasukan TP. Mundurnya pasukan Hisbullah di sebelah utara dan kanan pos pertahanan tanpa pemberitahuan ini telah membuka jalan bagi tentara Belanda untuk masuk ke dalam pos pertahanan TP.
Gambar 2. Peta Pertempuran dan Tugu Peringatan Sidobunder (Koleksi H. R. Soenarto).
Berikut adalah nama-nama korban meninggal pada pertempuran mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di Sidobunder, Kebumen yaitu Abunandir, Achmad Surjomihardjo, Bayu, Ben Rumayar, Djokopramono, Harun,
Kodara Sam, La Indi, Laksudi, Losung F, Poernomo, Pramono, Rachmat, Ridwan, Soegiyono, Soehapto, Soepardi, Soeryoharjono (hary), Tadjoedin, Willy Hutauruk, Rinanggar Benny, Herman Fernandes, Sinriang, Rasikun Madmusin, Keonarso. Sedangkan warga sipil yang meninggal adalah Kartowiyoto, Mujadi, Sungkowo, Diman, Sawal, Sawikromo, Miran alias Madkarta, Ny. Djawinangun, Paing alias Bajang, Ngalimun, dan Ny. Kalyem merupakan korban cacat tetap karena terkena peluru tepat di atas bibir.64
Sebagian besar anggota TP yang gugur berasal dari Yogyakarta, oleh sebab itu maka jenasah mereka diupayakan untuk dibawa ke Yogyakarta, dan karena sulitnya alat transportasi pada waktu itu, maka perlu sampai 5 hari untuk membawa jenasah-jenasah tersebut sampai di Yogyakarta. Jenasah-jenasah tersebut sebelumnya terlebih dahulu disemayamkan di gedung BPKKP ( Badan Pembantu Keluarga Korban Perjuangan) di Gondomanan dan keesokan harinya dikebumikan. Jenasa para korban in diterima secara langsung oleh Kapten Martono yang saat itu menjabat sebagai komandan Detasemen 300/TP.