• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DIKEBUMEN TAHUN 1945-1950

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DIKEBUMEN TAHUN 1945-1950"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

DIKEBUMEN TAHUN 1945-1950

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sejarah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

FUAD YOGO HARDYANTO

NIM. C0502016

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PERANG MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

DI KEBUMEN TAHUN 1945-1950

Disusun oleh:

FUAD YOGO HARDYANTO NIM. C0502016

Telah Disetujui oleh Pembimbing :

Pembimbing

Drs. Tunjung Wahadi Sutirto, M.Si. NIP.19611225 198703 1003

Mengetahui: Ketua Jurusan Sejarah

(3)

iii

Telah Disetujui Oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Tanggal 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

(4)

PERNYATAAN

Nama : FUAD YOGO HARDYANTO NIM : C 0502016

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Februri 2010 Yang membuat pernyataan,

(5)

v

MOTTO :

HISTORIA VITAE MAGISTRA

Pasrah marang Hyang Widi iku ora ateges ora gelem nyabut gawe, nanging percaya yen Hyang Widi iku Maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju

(6)

PERSEMBAHAN :

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas berkah, rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950”. Skripsi ini penulis ajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Drs. Sudarno, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Tunjung W Sutirto, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang dengan tekun, teliti dan sabar telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

(8)

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah.

6. Para informan yang telah membantu memberikan informasi yang sangat berharga sebagai bahan penulisan skripsi

7. Bapak, ibu dan adikku yang tidak kenal lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Adekku yang telah banyak memberi semangat untuk terus berjuang.

9. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Sejarah FSSR UNS khususnya teman-teman angkatan 2002.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang dengan segala upaya dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan sekripsi ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan jika ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan ini penulis mohon maaf sebesar-besarya.

Surakarta, Februari 2010

(9)

ix

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xiii

ABSTRAK ... xv

BAB II KEBUMEN PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN TAHUN 1945 A. Proklamasi Kemerdekan di Kebumen Tahun 1945 ... 14

B. Munculnya Badan dan Laskar Perjuangan Rakyat di Kebumen ... 19

(10)

2.... KNI

(Komite Nasional Indonesia) ... ... 23

3. AOI (Angkatan Oemat islam) ... 26

4.... Badan dan Laskar Perjuangan lain di Kebumen ... ... 29

BAB III PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN MENGHADAPI AGRESI MILITER BELANDA A. Kedatangan Tentara Belanda ... 31

B. Pertempuran di Kebumen... 38

1. Pertempuran karanggayam ... 40

2. Peristiwa kanonade Desa Candi ... 43

3. Peristiwa Sidobunder ... 46

BAB IV SISTEM PERTAHANAN DAN PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN A. Agresi Militer Belanda II ... 55

B. Strategi Perang dan Sistem Logistik ... 64

BAB V KESIMPULAN ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

DAFTAR INFORMAN... 76

(11)

xi

DAFTAR PETA

Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Peta Kebumen... 78

Lampiran 2. Peta Agresi Militer I Belanda Di Jawa Tengah... 79

Lampiran 3. Peta Agresi Militer II Belanda Di Jawa Tengah... 80

Lampiran 4. Daftar pelanggaran Renville... 81

Lampiran 5. Instruksi No. 1 /MBKD/ 1949... 87

Lampiran 6. Instruksi No. 11/MBKD/1949... 97

(13)

xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AOI : Angkatan Oemat Islam

AM : Angkatan Muda

AMGRI : Angkatan Muda Guru Republik Indonesia API : Angkatan Pemuda Indonesia

APRI : Angkatan Perang Republik Indonesia BBI : Barisan Buruh Indonesia

Bengkok : Tanah desa yang dipinjamkan kepada perangkat desa sebagai pengganti gaji

BKR : Badan Keamanan Rakyat

BPKKP : Badan Pembantu Keluarga Korban Perjuangan BPR : Badan Perwakilan Rakyat

BPRI : Barisan Pemberontak Indonesia BPRK : Badan Perwakilan Rakyat Kabupaten BTI : Barisan Tani Indonesia

Defensif : Bersikap betahan

Djanggolan : Semacam upeti yang dibayarkan penduduk kepada kepala desa atas hasil panen.

Heiho : Pasukan pembantu Jepang

Keibodan : Korps Kewaspadaan Jepang yang berusia 25-30 tahun KDM : Komando Distrik Militer

KMB : Konfrensi Meja Bundar KMD : Komando Militer Daerah KNI : Komite Nasional Indonesia KTN : Komisi Tiga Negara

MBKD : Markas Besar Komando Djawa NICA : Netherlands Indies Civils Affairs ODM : Onder Distrik Militer

(14)

ORI : Oeang Republik Indonesia Palagara : Peraturan desa

PAT : Pao An Tui (pasukan kepolisian belanda yang terdiri dari orang-orang cina)

PBAP : Panglima Besar Angkatan Perang PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PERPIS : Perstuan Pelajar Indonesia Sulawesi Pesindo : Pemuda Sosialis Indonesia

PETA : Pembela Tanah Air

PHB : Pemberantasan Buta Huruf PKI : Partai Komunis Indonesia

PMKT : Pemerintahan Militer Kecamatan PMO : Pemerintahan Militer Onderan

PPRDK : Panitia Pembelaan Rakyat Daerah Kabupaten/Panitia Pembelaan Rakyat Kabupaten Kebumen

PTTD : Panglima Tentara dan Teritorium Djawa

Propagandis : Orang yang pekerjaannya melakukan propaganda Romusha : Tenaga kerja paksa pada masa penjajahan Jepang SATRIA : Sarekat Tani Republik Indonesia

SEAC : South East Asia Command

Seinendan : Korps pemuda militer Jepang yang berusia 14-25 tahun STC : Sub territorium Comando

STP : Sekolah Tehnik Pertama Sudanco : Komandan kompi

SWPA : South West Pasiffic Area TKR : Tentara Keamanan Rakyat TNI : Tentara Nasional Indonesia TP : Tentara Pelajar

(15)

xv

ABSTRAK

Fuad Yogo Hardyanto. C0502016. Perang Mempertahankan Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945-1950. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarata.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana latar belakang perjuangan rakyat kebumen yang tergabung dalam laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa pasukan Jepang? (2) Peristiwa apa saja yang mewarnai perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan Kemerdekaan Republik indonesia? (3) Bagaimana sistem rekruitmen, logistik dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan:Pertama, Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah

Hasil penelitian menggambarkan bahwa Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, mendorong Angkatan Muda Kebumen menjadi pelopor dalam menggerakan roda pemerintahan dan pelucutan senjata milik Jepang. Gerakan ini menjadi suatu model perjuangan yang dilakukan pada masa itu. Ditengah peran Angkatan Muda Kebumen yang begitu dominan maka di Kebumen banyak tumbuh dan berkembang laskar-laskar dan badan perjuangan sebagai respon jaman revolusi. Laskar-laskar dan badan perjuangan yang sangat menojol antara lain Angkatan Muda Kebumen, Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Angkatan Oemat Islam (AOI). Laskar-laskar dan badan perjuangan ini menjadi pejuang garis depan menahan laju serangan tentara Belanda.

(16)

ABSTRACT

Fuad Yogo Hardyanto. C0502016. The Battle of Defending Independence in Kebumen During 1945-1950 Period. Thesis: History Department of Letters and Fine Arts Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

The problems of research are (1) What was the background of Kebumen’s people struggle integrated in the people struggle troops and bodies in striping the rest of Japanese soldier? (2) What event did color the Kebumen people’s struggle of defending Indonesian Republic’s independence? (3) How was the recruitment, logistic and battle strategy of Kebumen people in the battle of defending independence. The method employed in this research was historical method with the following steps: Firstly, heuristic, that is, the collection of document source; secondly, source criticism/history criticism, that is to asses or to critique the source, either internally or externally; thirdly, interpretation, that is, to interpret the reliable source; fourthly, historiography, that is, the history writing as a story.

The result of research represents that Indonesian Republic’s Independence Proclamation on August 17, 1945, encouraged the Kebumen Youth to become the pioneer in motivating the government wheel and Japanese arms striping. This movement becomes a model of struggle done at that time. Amid the dominant role of Kebumen Youth there grows and develops the struggle troops and bodies as the response to revolution age. The most prominent struggle troops and bodies include: Kebumen Youth (Angkatan Muda Kebumen), Indonesian National Committee (KNI) and Islamic Community Force (AOI). It was this struggle troops and bodies that became the frontline struggler in resisting the Dutch soldier’s attack.

(17)

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemerdekaan negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat disebut sebagai titik puncak dari upaya dan perjuangan rakyat Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan. Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun dan kemudian dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun. Setelah mengalami masa penjajahan yang demikian lama, dan dengan perjuangan yang demikian berat baik secara fisik maupun nonfisik, akhirnya tercapai juga kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat atas wilayah dan rakyatnya. Kemerdekaan yang dicapai tersebut seharusnya menjadi sebuah langkah awal dalam pembentukan jati diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bebas menentukan nasib serta pemerintahannya sendiri.

Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata masih menjadi masa yang cukup berat bagi rakyat Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara yang baru saja merdeka rupanya masih menjadi incaran negara imperialis yang masih menginginkan untuk kembali menjajah Indonesia. Indonesia dituntut untuk mampu mempertahankan kemerdekaan yang telah diperolehnya dari rongrongan pihak penjajah yang mencoba kembali untuk menguasai wilayah negara ini.

(18)

lingkungan yang berbeda dari daerah yang satu dengan yang lain dalam menghadapi penjajah. Masa revolusi ini ditandai juga dengan tumbuhnya kesadaran nasional dan mulai diterimanya nilai-nilai revolusi, kemerdekaan, demokrasi, hak asasi, anti imperialisme, dan heroisme.1 Nilai-nilai revolusi yang muncul mampu menimbulkan perubahan-perubahan baik sosial, politik, dan ekonomi secara cepat dan drastis sehingga mendorong perubahan untuk membebaskan diri dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme.2 Muncul gerakan perjuangan rakyat melawan kolonialisme dan imperialisme terhadap negara penjajah seperti Jepang dan Belanda. Gerakan perjuangan rakyat ini muncul dalam waktu yang hampir bersamaan dan menyebar di seluruh wilayah tanah air.

Perjuangan rakyat di daerah-daerah di masa revolusi dihadapkan pada dua kekuatan, yaitu sisa pasukan Jepang yang telah kalah perang sejak 15 Agustus 1945 dan dengan pasukan Belanda yang kembali datang ke Indonesia dengan strategi menumpang pada pasukan sekutu yang datang untuk melucuti senjata pasukan militer Jepang. Barisan militer Belanda yang datang kembali ke Indonesia ini adalah pasukan NICA (Netherlands Indies Civils Affairs). Pada awalnya tujuan kedatangan NICA adalah untuk melucuti dan memulangkan pasukan militer Jepang, namun pada akhirnya diketahui bahwa dalam tubuh NICA terdapat kekuatan tentara yang dipersenjatai lengkap sehingga bukan lagi bersikap defensif melainkan bersifat ofensif dan ini adalah hal yang menyimpang

1

Suyatno Kartodirdjo dalam Alfian (Ed), 1977, Segi-segi Sosial budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: PT. Gramedia, hal. 59.

2Ibid

(19)

xix

dari tujuan awal didatangkannya pasukan ini. Penyimpangan terhadap tujuan awal NICA ini terbukti dengan dilancarkannya serangan atau agresi militer Belanda I dan II yang dilakukan atas dalih aksi polisionel. Atas aksinya dalam agresi militer I dan II, pihak Belanda mendapat perlawanan yang sangat gigih dari rakyat Indonesia. Sejarah mencatat bahwa perlawanan rakyat penguasaan sepihak oleh Belanda terjadi di banyak tempat. Yogyakarta yang saat itu merupakan ibukota negara juga tak luput dari incaran Belanda dan juga beberapa kota di Jawa Tengah. Pasukan Belanda dengan cepat berhasil menguasai daerah-daerah di Jawa Tengah misalnya Semarang, Salatiga, Sala, dan Magelang, di kota-kota tersebut juga muncul perlawanan rakyat yang cukup masif.3

Perlawanan rakyat terhadap pasukan militer Jepang adalah karena pasukan Jepang ini bermaksud untuk mempertahankan status quo di daerah bekas pendudukan atas perintah dari sekutu. Alasan inilah yang akhirnya memunculkan perlawanan rakyat yang bertujuan untuk merebut perlengkapan senjata dari pihak Jepang. Perlawanan-perlawanan rakyat ini muncul di banyak daerah misalnya Semarang, Yogyakarta, Klaten, dan Blitar.4

Paska proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, di kabupaten Kebumen muncul kelompok laskar rakyat. Munculnya kelompok-kelompok laskar rakyat ini adalah sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kembalinya penjajah asing menguasai lagi negara Indonesia. Kelompok-kelompok

3

A.H. Nasution, 1976, Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid V, Bandung: Dinas Sejarah Militer, Hal. 137.

4

(20)

laskar rakyat itu antara lain: Kelompok Angkatan Muda, AOI (Angkatan Oemat Islam), AMGRI (Angkatan Muda Guru Republik Indonesia), Barisan Banteng, KNI (Komite Nasional Indonesia). Organisasi dan badan-badan kelaskaran inilah yang muncul di Kebumen paska proklamasi kemerdekaan RI. Dalam masa pelucutan senjata Jepang ini, kelompok laskar rakyat tersebut saling bahu membahu melucuti senjata dan mengambil alih asset-aset yang dimiliki oleh tentara Jepang.

Munculannya kelompok-kelompok laskar rakyat, di daerah Kebumen juga disertai terjadinya peristiwa peristiwa-peristiwa heroik dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain:

1. Pertempuran Karanggayam

Peristiwa ini terjadi pada 19 Agustus 1947 diawali oleh penyerbuan pasukan Belanda terhadap Batalyon 62 yang bermarkas di daerah Kajoran, Karanggayam, Kebumen. Laskar rakyat dan tentara berjuang bersama untuk menghadapi pasukan Belanda yang datang dan melakukan serangan. Bukti adanya peristiwa ini dan juga sebagai penghargaan terhadap mereka yang gugur dalam peristiwa ini adalah didirikannya monumen Purangga (Monumen Pertempuran Karanggayam).5

2. Peristiwa Sidobunder

Pertempuran Sidobunder terjadi pada 2 September 1947, pertempuran ini terjadi di desa Sidobunder, Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen ini menelan tidak kurang dari 36 orang korban jiwa. Selain melibatkan tentara dan laskar

5

(21)

xxi

Rakyat, peristiwa Sidobunder juga melibatkan kelompok tentara pelajar yang didatangkan dari wilayah lain yaitu Yogya, Semarang, Solo dan Sulawesi.

3. Peristiwa Kanonade

Peristiwa Kanonade juga dikenal sebagai peristiwa Candi yang terjadi di desa Candi, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen. dalam Agresi militer I atau yang juga dikenal sebagai Clash I, pasukan Belanda membumihanguskan desa Candi dengan menggunakan senjata kanon pada tanggal 19 Oktober 1947.6 Peristiwa ini menelan korban sejumlah 786 orang dimana mayoritas korban adalah warga sipil. Banyaknya korban dari warga sipil diakibatkan karena serangan kanon ini dilakukan di area sipil yakni di pasar desa.

Perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan kemerdekaan melalui perlawanan bersenjata merupakan topik yang menarik untuk ditulis karena daerah Kebumen merupakan garis terdepan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Penetapan Kebumen sebagai daerah garis depan pertempuran dapat dilihat dalam perjanjian perjanjian Linggar Jati dan Renville dimana Kebumen ditetapkan sebagai daerah batas antara wilayah Belanda dan Republik Indonesia. Daerah Kebumen juga dijadikan kantong bagi hijrahnya tentara Republik yang berasal dari wilayah Jawa Barat, sehingga daerah Kebumen ini menjadi tempat yang sangt strategis bagi kekuasaan Republik dalam menghadang mobilitas pasukan Belanda untuk menguasai Jogjakarta.

Tema penulisan sejarah militer terutama perang kemerdekaan dalam wilayah lokal diharapkan dapat menungkapkan peran-peran penting masyarakat

6

(22)

dalam mempertahankan kemerdekaan. Dalam penulisan juga diharapkan adanya sebuah pengungkapan peran dari masyarakat lokal dalam mendukung sebuah rencana besar dari sebuah sistem kenegaraan yang baru di dalam mempertahankan kemerdekaannya.

B. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah perang mempertahankan kemerdekaan di Kebumen tahun 1945-1950, sedangkan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana latar belakang perjuangan rakyat Kebumen yang tergabung dalam laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa-sisa pasukan Jepang?

2. Peristiwa apa saja yang mewarnai perjuangan rakyat Kebumen dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia?

3. Bagaimana sistem rekruitmen, logistik, dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan kemerdekaan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan sejauh mana perjuangan laskar-laskar dan badan-badan perjuangan rakyat dalam melucuti sisa-sisa pasukan Jepang di Kebumen antara tahun 1945-1950.

(23)

xxiii

3. Mendeskripsikan sistem rekruitmen, logistik dan strategi perang masyarakat Kebumen dalam perang mempertahankan Kemerdekaan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat akademik: bagi setiap pembaca karya ini dapat menjadi salah satu acuan literatur sejarah perang kemerdekaan sehingga dapat menjadi pandangan akademik bagi peneliti lain yang fokus terhadap persoalan perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen.

2. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pengembangan studi praktis sejarah khususnya mengenai sejarah militer di wilayah Kebumen.

E. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Pengambilan lokasi penelitian di Kabupaten Kebumen disebabkan karena masih terbatasnya literatur dan tulisan yang membahas tentang perang kemerdekaan di wilayah tersebut. Perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen juga merupakan salah satu peristiwa yang turut berperan dalam terjaganya kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Perang kemerdekaan di Kebumen juga melibatkan dan mengorbankan banyak pejuang yang berasal dari daerah lain misalnya Solo,Yogyakarta dan Sulawesi.

2. Metode penelitian

(24)

Pertama adalah Heuristik, yaitu tahap pengumpulan sumber dokumen; kedua, kritik sumber/kritik sejarah, adalah menilai atau mengkritik sumber itu, baik itu ekstern maupun intern; ketiga, interpretasi, yaitu penafsiran sumber yang dapat dipercaya; keempat, historiografi, adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah.7

3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data atau informasi yang penting dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut digali dari berbagai sumber data. Adapun jenis sumber data yang akan digunakan adalah:

a. Studi dokumen

Dalam suatu penelitian sejarah penggunaan dokumen adalah penting. Dokumen merupakan bahan utama dalam suatu penelitian sejarah.8 Bahan dokumen yang ada di Indonesia dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu: otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memoar, surat kabar, dokumen pemerintah, dan cerita roman atau cerita rakyat.9 Dalam penelitian ini dokumen yang dipakai adalah: arsip delegasi Indonesia yang menjelaskan secara rinci berbagai peristiwa pelanggaran-pelangaran yang dilakukan oleh pemerintah kolonial terhadap perjanjian Renville, instruksi No. 11/MBKD/1948 tentang

7

Louis Gottschalk dalam Nugroho Notosusanto (terj), 1975, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, hal. 34.

8Ibid

, hal. 45.

9Ibid

(25)

xxv

Intruksi Pasukan Gerilya Desa, Instruksi MBKD No.1 /MBKD/1948 Instruksi Bekerja Pemerintah Militer Seluruh Jawa tahun 1948 tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden Dalam Kondisi Bahaya, Memoar tentang pembentukan dan visi perjuangan Kesatuan Rakyat Kabumen, buku atau catatan harian pelaku perjuangan rakyat Kebumen, surat kabar, dokumen yang diterbitkan oleh bagian penerangan kabupaten Kebumen tentang perjuangan dan pembangunan di Kebumen tahun 1945-1953.

Dokumen-dokumen tersebut berfungsi menyajikan data untuk menguji dan memberi gambaran kepada teori, sehingga akan memberi fakta untuk memperoleh pengertian historis tentang fenomena yang unik. Studi dokumen ini dilangsungkan untuk mendapatkan data atau informasi yang telah ditulis baik berupa catatan atau laporan dari instansi pemerintah ataupun dari pihak lain.

b. Wawancara

Penggunaan metode wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara lisan yang berfungsi sebagai pendukung data dokumenter. Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data secara langsung dari informan. Adapun pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara berstuktur dan tidak berstruktur.10 Teknik wawancara berstruktur berarti peneliti melakukan suatu wawancara dengan mempunyai suatu aturan yang ketat yang harus dipenuhi dan ditaati, sedangkan wawancara tidak berstruktur ini berarti tidak mempunyai suatu daftar pertanyaan

10

(26)

dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat. Namun dalam penelitian ini telah disiapkan suatu pedoman wawancara yang bersifat terfokus agar dapat mengarahkan penelitian sesuai dengan perumusan masalahnya. Yang dipilih sebagai informan adalah orang-orang yang dianggap tahu mengenai masalah yang akan diteliti. Informan ini meliputi orang-orang yang pernah terlibat secara langsung dalam peristiwa perang kemerdekaan yang terjadi di Kebumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah H.R. Sunarto (82) ketua Legiun Veteran Cabang Kebumen, K.H. Munji Masturo (83) mantan angota Tentara Pelajar, Suparman (81) Anggota Legiun Veteran Cabang Kebumen, Disan Hadi Suwito (81) Anggota DHC 45, Sumrah (80) Anggota DHC 45 Kebumen.

4. Tehnik Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Sehingga rumusan hipotesis kerja tersebut dapat berguna.11

Tahapan setelah data-data terkumpul, kritik sumber. Setelah data dianggap valid maka peneliti selanjutnya mengadakan interpretasi dan penafsiran yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif.

11

(27)

xxvii

F. Kajian Pustaka

Buku pertama yang menjadi kajian pustaka sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah karya Anton E. Lucas yang berjudul One Soul One Strugle, Peristiwa Tiga Daerah, 1989. Anton E. Lucas dalam bukunya ini menguraikan dan menganalisa peristiwa yang terjadi di tiga daerah yaitu Tegal, Brebes dan Pemalang dengan melihat latar belakang sosial ekonomi, masa pendudukan Jepang, kegiatan perlawanan bawah tanah, perjuangan kemerdekaan, pecahnya revolusi dan diahiri pembahasan aktifitas golongan politik dalam mengimbangi situasi revolusioner yang sedang memuncak. Buku ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penulisan perjuangan masyarakat kebumen khususnya tentang perlawanan dan pelucutan senjata terhadap tentara jepang serta perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda yang mencoba menguasai kembali Indonesia setelah Merdeka.

Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Peranan Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan,1985.12 mengungkapkan tentang keterlibatan tentara pelajar dalam perjuangan fisik kemerdekaan republik Indonesia. Buku ini mengungungkapkan secara keseluruhan perjuangan tentara pelajar di seluruh Indonesia antara lain: TRIP Jawa Timur, TP Jawa Tengah, TP Jawa Barat, TP Yogyakarta, TP Sumatera, TP Kalimantan, TP Sulawesi, dan TP di luar brigade XVII. Pembahasan buku ini tidak mendetail, namun bisa menjadi hal yang penting dalam membandingkan perjuangan tentara pelajar di berbagai daerah. Dalam

12

(28)

revolusi fisik di Kebumen, tentara pelajar juga terlibat sebagai salah satu komponen pelaku perjuangan terutama tentara pelajar dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Buku ini digunakan sebagai bahan komparasi dalam melihat pola dan bentuk keterlibatan tentara pelajar dalam perjuangan fisik di daerah Kebumen.

A.H. Nasution, Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Lalu dan Masa yang Akan Datang, 1980. Buku ini membahas tentang berbagai strategi dan taktik dalam dalam suatu pertempuran, selain itu dalam buku ini juga membandingkan strategi dan taktik perang dari negara lain. Dari buku ini kita dapat mengerti lebih rinci tentang taktik perang, salah satunya adalah perang gerilya yang banyak dipakai sebagai strategi selama masa perjuangan fisik. Relevansinya dengan studi tentang perjuangan kemerdekaan di Kebumen, buku ini dapat menjadi bahan acuan jenis strategi perang atau pertempuran yang dilakukan oleh pejuang rakyat selama masa perang fisik di daerah tersebut.

(29)

xxix

dipakai juga sebagai bahan acuan dalam melihat bentuk dan pola perjuangan rakyat di Kebumen.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, serta analisa data dan terakhir adalah sistematika penulisan.

Bab II membahas respon masyarakat Kebumen mengenai berita kemerdekaan Republik Indonesia, pembentukan laskar-laskar dan badan-badan rakyat, peristiwa pelucutan senjata tentara Jepang.

Bab III menjelaskan mengenai berbagai peristiwa perang mempertahankan kemerdekaan di Kebumen yang dilakukan oleh angkatan perang Republik Indonesia serta laskar-laskar rakyat melawan penjajahan Belanda.

Bab IV mengupas mengenai sistem kelembagaan angkatan perang Republik Indonesia dan laskar-laskar rakyat di Kebumen, termasuk di dalamnya adalah sistem rekruitmen anggota, sistem persenjataan, logistik serta strategi perang.

Bab V merupakan kesimpulan yang penulis dapatkan dari pembahasan bab-bab di atas.

BAB II

(30)

A. Proklamasi Kemerdekaan di Kebumen Tahun 1945

Perjuangan rakyat Kebumen pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia berjalan tidak secara spontan tetapi telah dimulai sejak Jepang masih berkuasa di Indonesia. Perjuangan ini dilakukan oleh angkatan muda Kebumen dengan melakukan gerakan bawah tanah. Pada bulan Maret 1944, Sri Darmadji seorang pegawai kantor pos Bandung dipindahkan ke Kebumen, selain sebagai pegawai kantor pos ia juga anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API) pusat yang telah mendapatkan mandat dari ketua API pusat, Erwin Suratman agar menjadi pelopor gerakan bawah tanah di Kebumen untuk menggulingkan pemerintahan Jepang. Gerakan bawah tanah ini dibantu juga oleh Alip Prawirohardjo, Sudjangi dan Mariman.13 Sri Darmadji selain dibantu tokoh-tokoh gerakan bawah tanah diatas juga dibantu oleh Wasilan yang mendukung dan merencanakan gerakan bawah tanah ini.

Kedua tokoh ini bergerak mencari kawan-kawan yang dapat diajak melaksanakan perjuangan gerakan bawah tanah dengan sangat hati-hati, hal ini dikarenakan mata-mata Jepang selalu bergerak memantau segala aktivitas masyarakat yang mencurigakan. Mereka akhirnya menemukan seorang kawan lagi yang bernama Sumarsono seorang Kepala Koperasi di Kebumen dalam menjalankan gerakan bawah tanahnya. Sumarsono selain bergerak mencari pengikut, juga sebagai penyokong dana bagi gerakan bawah tanah rakyat Kebumen melawan kekuasaan Jepang.14

13 Kebumen Berdjuang

, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 17.

14Ibid

(31)

xxxi

Gerakan bawah tanah ini juga diketahui oleh Bupati Kebumen, Prawoto Sudibjo. Bupati Prawoto Sudibjo mendukung serta melindungi gerakan bawah tanah rakyat Kebumen. Hasil dari gerakan bawah tanah ini berupa memperkecil setoran padi rakyat kepada pemerintah Jepang melalui Kepala Pemasukan Padi yang dipimpin oleh Sumarsono dengan persetujuan Bupati Prawoto Sudibjo. Selain memperkecil setoran padi rakyat kepada pemerintah Jepang, hasil dari gerakan bawah tanah ini juga memperkecil pemberangkatan rakyat untuk diberangkatkan bekerja sebagai romusha.

Gerakan bawah tanah ini mendapatkan tambahan tenaga dengan masuknya anak-anak Sekolah Tehnik Pertama (STP) di Kebumen dan diberi pelatihan pencak silat yang diselenggarakan di Kantor Pos Kebumen. Kegiatan gerakan bawah tanah semakin maju dengan mengawasi asrama tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Gombong. Hubungan dengan PETA dilakukan melalui kurir penghubung sudanco (komandan kompi) Sudradjat. Melalui hubungan ini dapat diketahui kekuatan PETA di Gombong baik persenjataan maupun jumlah personilnya. Hubungan ini juga menjadi alat infiltrasi dengan memasukan semangat ”Supriyadi” diantara anggota-anggota PETA. Selain asrama PETA di Gombong, asrama PETA di Purworejo juga diawasi dan diinfiltrasi oleh gerakan bawah tanah Kebumen dengan menunjuk Suprapto sebagai propagandis yang menanamkan kebencian terhadap pemerintah Jepang.

(32)

proklamasi kemerdekaan ini juga menimbulkan kebingungan diberbagai kalangan masyarakat juga di Kabupaten Kebumen. Pemerintah pusat hanya memberikan kepastian agar masyarakat tenang sedangkan pemerintah daerah tidak berbuat apa-apa. Ditengah ketidak pastian, Angkatan Muda Kebumen yang berasal dari gerakan bawah tanah pada masa pemerintahan Jepang segera mengambil tindakan pasti dengan mengumpulkan pegawai-pegawai muda yang terdiri dari laki-laki dan wanita untuk membikin bendera dan lencana Merah-Putih bertempat di Kantor Pos Kebumen. Bendera terdiri dari dua bahan yaitu kertas dan kain. Pemasangan bendera di kantor-kantor pemerintahan dilakukan oleh Angkatan Muda dan membagikan bendera-bendera kertas ke rumah-rumah warga serta kendaraan-kendaraan.15

Gerakan Angkatan Muda Kebumen tidak hanya sampai di situ, mereka berkeliling ke kecamatan-kecamatan dan desa-desa untuk mengadakan rapat-rapat dan memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai kemerdekaan Republik Indonesia. Rapat umum pertama tentang pengumuman Indonesia Merdeka dilakukan pada tanggal 28 Agustus 1945 di Kebumen. Rapat umum ini juga dilakukan di daerah-daerah lain dengan meriah. Perayaan menyambut kemerdekaan juga diadakan di Ambal yang berlangsung di laut dan di pasar dengan sambutan yang sangat meriah karena masyarakat dapat melihat laut, sebab selama hampir tiga tahun pemerintah Jepang melarang masyarakat Kebumen melihat laut. Selain penerangan terhadap masyarakat AM Kebumen juga membantu aparat pemerintah dalam menjalankan pemerintahan agar pemerintah

15

(33)

xxxiii

tidak tergelincir ke dalam kebimbangan, dengan kata lain bahwa pemerintahan Kabupaten Kebumen dipegang oleh Angkatan Muda Kebumen.16

Kemerdekaan RI yang telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 belum memberi kekuasaan penuh kepada pemerintah Indonesia karena bala tentara Jepang masih berada di Indonesia, begitu pula di Kebumen. Angkatan Muda sebagai organisasi pelopor segera mengambil langkah melucuti kekuasaan Jepang dengan mengambil alih barang-barang milik Jepang berupa truk, mobil dan sepeda motor. Pengambil alihan alat transportasi ini dilakukan melalui perundingan oleh Angkatan Muda yang dipimpin Sridarmadji di Pendopo Kabupaten Kebumen. Walaupun perundingan berjalan sangat alot, akhirnya pihak Jepang menyerahkan truk dan kemudian mobil dari pabrik minyak Kebumen dan pabrik Kebulusan. Pengambilalihan ini dilaksanakan dan dipimpin oleh Wasilan dan dibantu oleh pelajar STP.17

Kebumen akhirnnya memiliki 4 buah truk, 2 buah mobil dan sebuah sepeda motor hasil pengambilalihan dari pihak Jepang. Tidak hanya alat transportasi, Angkatan Muda juga melakukan perundingan dengan pihak Jepang mengenai pengambilalihan pabrik-pabrik yang dikuasai Jepang. Pabrik-pabrik tersebut adalah Pabrik Minyak Kebumen, Pabrik Minyak Karanganyar, Pabrik Tenun Sruweng, dan Pabrik Genteng Kebulusan. Pabrik-pabrik ini segera menjadi milik negara setelah diambil alih oleh para pejuang Angkatan Muda.18

16Ibid

.

17

Wawancara dengan HR Sunarto, tanggal 12 April 2009.

18Ibid

(34)

Memasuki bulan September 1945 pelucutan senjata milik Jepang segera dilakukan oleh Angkatan Muda Kebumen. Pelucutan senjata ini dilakukan melalui perundingan dengan pihak Jepang. Perundingan dilakukan oleh Wasilan dibantu Muin Sadjoko atas perintah Sri darmadji di markas Jepang yang berada di jalan raya Kebumen. Muin Sadjoko yang dapat berbahasa Jepang bertugas sebagai penerjemah. Setelah hampir satu jam perundingan, akhirnya Jepang menyerah dan melucuti senjatanya. Pelucutan senjata ini selain dilakukan oleh Angkatan Muda Kebumen juga dibantu oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Kebumen serta Kepolisian Kebumen.

(35)

xxxv

B. Munculnya Badan dan Laskar Perjuangan Rakyat di Kebumen

Badan perjuangan dan laskar perjuangan rakyat adalah suatu organisasi kemiliteran maupun semi militer yang secara resmi dibentuk masyarakat maupun oleh pemerintah Republik Indonesia dalam rangka revolusi kemerdekaan Indonesia. Badan perjuangan dan laskar rakyat ada yang dibentuk sejak jaman Jepang bahkan dibentuk oleh pemerintah militer Jepang sendiri dan berganti nama ketika Indonesia merdeka.

Pemerintah militer Jepang mulai membentuk dan memobilisasi para pemuda untuk ikut berjuang melawan pasukan sekutu sejak tahun 1943. Korps pemuda semi militer (Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk pemuda yang berusia antara empat belas tahun hingga dua puluh lima tahun. Pemuda yang berusia antara dua puluh lima tahun hingga tiga puluh tahun dibentuk suatu korps kewaspadaan (Keibondan) sebagai organisasi kepolisian dan penanggulangan kebakaran serangan udara. Pada pertengahan tahun 1943 dibentuk Heiho (pasukan pembantu) sebagai bagian angkatan dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang. Pada akhir perang sekitar 25000 pemuda Indonesia berada dalam organisasi Heiho dan mendapatkan latihan militer yang sama dengan prajurit Jepang. Pada bulan Oktober 1943 Jepang membentuk organisasi pemuda yang paling berarti yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan tentara sukarela Indonesia yang pada masa akhir perang beranggotakan 37000 orang di Jawa dan 20000 orang di Sumatra.19

19

(36)

Prajurit Peta di daerah Kebumen bermarkas di Gombong dan Purworejo. Prajurit Peta di daerah Kebumen mampu disusupi oleh para pejuang bawah tanah Kebumen untuk ikut membantu melengserkan kekuasaan Jepang, sehingga memasuki awal kemerdekaan RI, para anggota Peta banyak yang ikut bergabung dengan badan-badan maupun laskar-laskar perjuangan rakyat Kebumen. Badan dan laskar perjuangan rakyat yang ada di Kebumen dan menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh dalam masa kemerdekaan di Kebumen adalah Angkatan Muda Kebumen, Komite Nasional Indonesia (KNI), dan Angkatan Oemat Islam (AOI).

1. Angkatan Muda Kebumen

Angkatan Muda adalah organisasi pertama yang muncul di daerah Kebumen. Organisasi ini merupakan organisasi yang beranggotakan pemuda-pemuda dan dipimpin kaum muda yang sejak jaman pemerintahan Jepang telah melakukan gerakan bawah tanah sebagai bentuk perlawanannya. Angkatan Muda dipelopori oleh Sri Darmadji, Wasilan, dan Sumarsono. Ketua pertamanya adalah Sri Darmadji. Pada perkembangan selanjutnya, Angkatan Muda berubah menjadi PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia).

(37)

xxxvii

nasionalisme.20 Propaganda dan pewacanaan isu ini dilakukan secara terus menerus setiap hari. Disamping mengatur dan berpartisipasi atas jalannya revolusi, Angkatan Muda juga ikut andil dalam mengatur jalannya pemerintahan daerah. Atas keterlibatannya dalam mengatur roda pemerintahan daerah, Angkatan Muda dapat disebut sebagai salah satu organisasi rakyat yang cukup besar dan sukses.

Kemunculan Angkatan Muda ini menginspirasi berdirinya organisasi serupa yang diberi nama Angkatan Tua. Angkatan Tua didirikan dan dipelopori oleh Sudjono dan Subagyo. Organisasi mengikuti perkembangan revolusi dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. Bergerak bersama dengan Angkatan Muda, organisasi ini bertekad untuk menggerakkan jiwa merdeka di kalangan rakyat di daerah Kebumen. Karena pewacanaan isu yang sangat masif, maka gerakan tersebut akhirnya meluas sampai ke seluruh daerah di Kabupaten Kebumen. Angkatan Muda dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) setiap bulan memerlukan sekitar Rp. 40.000 untuk biaya operasionalnya. Pembiayaan ini menjadi tanggung jawab dari KNI (Komite Nasional Indonesia) bidang Ekonomi yang pada periode 1945 di ketuai oleh Sumarsono.21

Pekik komando ” SIAAAAAAAP” merupakan seruan yang sangat populer di masa tersebut. Kalau mendengar aba-aba ”Siaaap!”,maka para pemuda maupun orang tua, terutama laki-laki keluar rumah dengan senjata seadanya.22 Slogan

20 Kebumen Berdjuang

, (Panitya Peringatan 17 Agustus 1953 Kabupaten Kebumen: Bagian Penerangan), 1953, hal. 5.

21Ibid.

22

(38)

pekik MERDEKA yang digagas juga mendapat sambutan dari rakyat. Secepat kilat slogan ini merata dan populer dikalangan rakyat luas. Seluruh masyarakat dari mulai mereka yang tinggal di daerah kota sampai dengan masyarakat di daerah pegunungan secara lantang memekikkan MERDEKA disertai semangat yang menyala. Kenyataan ini menunjukkan bahwa usaha untuk mempersatukan dan menyadarkan rakyat akan arti penting kemerdekaan telah berhasil.23

Angkatan Muda juga melakukan penyerbuan dan pelucutan senjata milik pasukan militer Jepang yang berada di Kebumen. Penyerobotan truk dan mobil milik Jepang juga menjadi suatu model perjuangan yang banyak dilakukan kala itu. Hasilnya, Angkatan Muda Kebumen mempunyai aset 4 buah truk, 2 buah mobil, dan 1 sepeda motor sebagai hasil rampasan dari Jepang. Selain itu juga terdapat perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan diantaranya: Pabrik minyak Kebumen, Pabrik minyak Karanganyar, Pabrik tenun Sruweng, dan Pabrik genteng Kebumen.

Pelucutan senjata Jepang di daerah Sumpyuh (Kabupaten Banyumas) juga dilakukan oleh barisan dari daerah Kebumen. Dibantu oleh pemuda-pemuda Mataram, Angkatan Muda Kebumen menjadi pelopor dan melakukan penyelidikan atau pengintaian terhadap tentara Jepang di Kebumen sampai akhirnya dipindahkan oleh Angkatan Muda.

Peralatan-peralatan dan senjata yang cukup memadai dari hasil perampasan militer Jepang ini digunakan juga oleh Angkatan Muda Kebumen

23

(39)

xxxix

untuk membantu perjuangan sampai keluar daerah Kebumen, misalnya di daerah Magelang dan Semarang. Perjuangan keluar daerah biasanya dilakukan dengan perwakilan yang ikut dalam setiap gerakan pasukan BKR.24

2. KNI ( Komite Nasional Indonesia)

KNI pertama kali dibentuk oleh Goelarso sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum. Anggota-anggotanya sekaligus merangkap sebagai staff antara lain adalah Gularso, Iskandar, Sudjono Hadipranoto, Martosuwito, Brotosusatro, Sumbono, dan Sumarsono. Beberapa anggota KNI adalah bekas tentara PETA (Pembela Tanah Air), sebuah badan kelaskaran bentukan Jepang. Mereka adalah: Moch. Safi’i, Kyai Affandi, Sumarsono, dan Sudrajat, mereka juga membentuk BKR (Barisan Keamanan Rakyat). Ketua pertamanya adalah Sudrajat yang tak lain bekas shudancho PETA dan pada perkembangannya digantikan oleh Sarbini. Dengan cepat BKR berkembang dan berdiri di semua kecamatan di daerah Kebumen.

KNI merupakan badan yang terpenting pada masa awal Indonesia merdeka di Kabupaten Kebumen. Badan ini menjadi pemerintah yang menjalankan segala aktivitas roda pemerintahan kabupaten Kebumen bersama Angkatan Muda dan Asisten Wedana sebagai pelaksana.25

24Ibid.

25Kebumen Berdjuang

(40)

KNI mengalami pergantian kepemimpinan akibat perbedaan pendapat antara ketua Gularso dengan anggota lainnya yang menginginkan segera mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang dan melucuti semua persenjataan Jepang. Ketua KNI, Gularso tidak setuju dan menunggu perintah dari pusat, akibat hal ini Gularso dipecat dari jabatan ketua KNI Kebumen dan digantikan oleh Sugeng.26

Pergantian pucuk pimpinan KNI mulai terasa baik ketika bupati Kebumen Said diganti dengan Prawoto. Roda pemerintahan di kabupaten Kebumen yang terasa baik ini dikarenakan kesesuaiannya dengan Angkatan Muda dan arus revolusi. Roda pemerintahan sedikit menegang ketika pemerintah pusat mengeluarkan perintah agar dilakukan pembaharuan lurah bagi seluruh desa di Kebumen. Bupati merasa keberatan dengan perintah ini karena dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di desa-desa.27 Bupati Kebumen kemudian mengutus segolongan lurah terkemuka untuk mengadakan audiensi dengan Presiden. Usaha ini gagal dan KNI segera mendorong Bupati agar segera melaksanakan perintah dari pusat tersebut. Dorongan ini diputuskan dalam rapat pleno KNI Kebumen yang diadakan tanggal 13 Januari 1946 yang berisi:

a. Perubahan bengkok lurah atau tjarik dan palagara untuk diusulkan ke atas. b. Sekitar pembaharuan kepala desa sesuai dengan telegram dari Perdana Mentri

Sjutan Sjahrir.

26Ibid.

27Ibid

(41)

xli

c. Membentuk panitia kecil umtuk meninjau keluar daerah tentang pembaharuan kepala desa.

d. Tiap-tiap onderan supaya membentuk panitia pembaharuan kepala desa yang terdiri dari pamong praja dan KNI serta badan-badan lain.28

Akhirnada bulan Juni 1946 seluruh lurah di kabupaten Kebumen diperbaharui.29 Pembaharuan kepala desa meliputi seluruh kabupeten Kebumen, sebagian besar pemilihan kepala desa dilakukan semua warga negara yang telah berumur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Perubahan bengkok dan palagara ditetapkan dalam pemilihan itu. Pada umumnya kepala desa maksimum akan mendapatkan 7 hektar, selebihnya dijadikan tanah kemakmuran desa. Djanggolan, palagara lainnya yang memberatkan rakyat juga ikut dihapuskan.

KNI sendiri mengalami perubahan menjadi BPR (Badan Perwakilan Rakyat) yang dibentuk dan diresmikan pada tanggal 4 April 1946. Perubahan ini telah dirumuskan dalam rapat pleno KNI Kebumen tanggal 3 Maret 1946 yang berisi30:

a. Verslag rapat KNI Magelang tentang penetapan undang-undang BPRK (Badan Perwakilan Rakyat Kabupaten)

b. Merubah bentuk KNI untuk mendekati BPRK.

28Arsip Rapat KNI Kebumen tanggal 13 Januari 1946

, Koleksi Arsip Daerah Kabupaten Kebumen, lihat juga, Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 7, Wiyanto (dkk), Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949, Gombong: Grafika, 2001, hal. 11.

29Ibid.

30 Arsip Rapat KNI Kebumen tanggal 4 April 1946

(42)

c. KNI dibubarkan jika BPRK telah dibentuk

d. Ditiap-tiap onderan supaya dibentuk sebuah panitya pemilihan anggota BPRK. Panitya tersebut terdiri atas KNI ranting dan badan-badan lainnya serta masing-masing desa seorang wakil Badan Perwakilan Desa (BPD). Sedang yang berhak memilih anggota BPRK wakil onderannya itu hanyalah para anggota BPD seluruh onderan.

e. Penetapan anggota BPRK Kebumen terdiri dari wakil-wakil onderan masing-masing seorang dan satu orang wakil dari organisasi atau partai.

Anggota BPR terdiri dari wakil-wakil partai, organisasi-organisasi masing-masing satu orang, satu orang perwakilan Kecamatan yang dipilih oleh BPD (Badan Perwakilan Desa). Wakil BPRK Kebumen terdiri dari 8 orang wakil organisasi, 26 orang wakil partai politik, dan 22 orang wakil dari masing-masing Kecamatan. Sebagai ketua pertama BPRK Kebumen adalah bupati Prawoto, wakil ketua adalah Sugeng.31 Pelantikan BPRK Kebumen dilakukan oleh Residen Kedu, sedangkan pembubaran KNI dilakukan oleh Dr. Mardjaban dari Magelang.32

3. AOI (Angkatan Oemat Islam)

Angkatan Oemat Islam didirikan sekitar September-Oktober 1945.33 Sebagai gerakan kelaskaran sudah banyak gerakannya dalam menghadapi

31

Kebumen Berdjuang, Op. Cit., hal. 7, lihat juga Wiyanto (dkk), Kebumen Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945-1949, (Grafika: Gombong), 2001, hal.11.

32 Ibid.

33

(43)

xliii

usaha militer Belanda antara 1945-1950 di Kebumen. Untuk dapat membahas sebuah gerakan organisasi sosial kita harus melihat tiga komponen yang esensial dan juga krusial yakni kepemimpinan, ideologi, dan organisasi. Kepemimpinan dalam AOI bertumpu pada wibawa pribadi Kiai Haji Makfudz Abdurrahman. Kharisma dari beliau ini muncul antara lain karena sifat-sifat keunggulan dalam pengetahuan, keterampilan, kreatifitas, inisiatif, serta keberanian moral.

Secara ideologis, AOI sebagai badan perjuangan dapat diidentifikasikan sebagai golongan agama dalam hal ini adalah agama Islam. Unsur nasionalisme terutama dalam aspek anti kolonialisme juga mewarnai AOI sebagaimana tercantum dalam tujuan serta anggaran dasar mereka. Di pihak lain, ideologi perang jihad dapat juga menjadi dasar yang kuat bagi semangat anti kolonislisme yang dimiliki oleh AOI. Ciri lain dari organisasi ini adalah kepercayaan akan kekebalan yang dalam masyarakat tradisional dapat menjadi daya tarik tersendiri disamping dapat berfungsi sebagai alat untuk membangkitkan semangat agresif dari rakyat. Hal ini dimanfaatkan secara positif oleh AOI baik pada masa revolusi maupun pada saat terjadinya pemberontakan.34

Sebagai sebuah badan perjuangan yang berlandaskan agama Islam, sebagian besar anggota AOI adalah para santri dengan profesi utama sebagai petani. Kelompok ini biasanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah namun mempunyai loyalitas tinggi terutama pada sosok sang pemimpin yaitu Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman. AOI merupakan sebuah organisasi dengan kekuatan dominan pada masa revolusi kemerdekaan. AOI mampu memobilisasi potensi

34Kebumen Berdjuang

(44)

rakyat dengan menggunakan simbol-simbol Islam sebagai pemersatu. Prinsip Islam tentang keadilan sangat sesuai bagi masyarakat pedesaan yang menderita akibat kekejaman penjajah.

Paska diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB), yang kemudian dilanjutkan dengan pengakuan kedaulatan, masalah rasionalisasi dalam tubuh militer menjadi persoalan tersendiri bagi AOI. Rasionalisasi telah menyebabkan terganggunya keberadaan badan perjuangan AOI. Timbul ketidaksesuaian sosial, muncul perasaan tidak aman, dan frustasi dikalangan masyarakat luas. Deprivasi muncul karena mereka terancam kehilangan kedudukan sosial ekonominya, kehilangan hak-hak politik atau kehilangan warisan kulturalnya. Deprivasi relatif inilah yang menyebabkan munculnya pemberontakan AOI di Kebumen pada akhirnya.

Pemerintah meminta AOI untuk bergabung dengan APRIS. Tawaran dari pemerintah disikapi secara berbeda di internal AOI. Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman menolak dengan keras tawaran untuk bergabung dengan APRIS, namun sebaliknya, adiknya yaitu Kiai Haji Noersodik menerima tawaran pemerintah tersebut. Akibatnya timbul konflik internal di tubuh AOI. Konflik internal yang berujung pada pecahnya AOI, menimbulkan rasa tidak nyaman pada para anggotanya. Pada akhirnya, Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman melakukan pemberontakan yang didukung oleh hampir semua unsur di AOI.

(45)

xlv

menyelesaikan perbedaan pendapat antara AOI dan pemerintah sehingga pertumpahan darahpun tidak dapat dielakkan. Simbol-simbol Islam begitu melekat kuat dalam diri pasukan AOI. Gerakan Islam mereka pun bisa dikatakan radikal dengan perjuangan melawan pasukan kafir, perang jihad, dan perang suci.

Gerakan sosial yang dilakukan oleh AOI di Kebumen dapat dikatakan gagal mencapai tujuannya. Faktor penyebabnya cukup beragam diantaranya adalah:

1. Sumber daya manusia yang terdiri dari kepemimpinan, organisiasi, dan keterlibatan masyarakat. Kepemimpinan yang didasarkan pada kharisma seseorang ternyata tidak selalu membawa keberhasilan. Kultus individu terhadap sosok Kiai Haji Makhfudz Abdurrahman membuat anggota tidak bisa mandiri dan terlalu terjebak pada loyalitas yang bisa saja tanpa rasionalisasi yang kuat. Meninggalnya sang pemimpin juga melumpuhkan semangat juang dari para pengikutnya. Keorganisasian dan mekanisme keanggotaan yang liberal dalam organisasi serta hanya bertumpu pada para pemimpinnya saja pada gilirannya ternyata membuat koordinasi antar cabang dan ranting lemah dan sulit untuk dilakukan. Keterlibatan masyarakat yang dilandaskan pada dorongan moral saja bukan atas tujuan yang jelas juga menjadi salah satu faktor gagalnya gerakan sosial organisasi AOI di wilayah Kebumen.

(46)

panjang. Persenjataan yang dimiliki oleh pasukan AOI jika dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki oleh pemerintah sangat minim dan ketinggalan jaman.

3. Faktor psikologis ketika terjadi pemberontakan AOI harus berperang melawan teman-teman mereka sendiri selama perang kemerdekaan. Secara psikologis hal ini tidak menguntungkan meskipun mereka mempunyai prinsip bahwa yang mereka perangi adalah kekafiran. Konflik internal yang terjadi di internal AOI menyikapi terbentuknya APRIS secara psikologis juga mengganggu pikiran dan perasaan anggotanya. Adanya beban psikologis inipun juga menjadi salah satu penyebab kegagalan gerakan sosial yang mereka lakukan.35

4. Badan dan Laskar Perjuangan lain di Kebumen

Paska diambil alihkanya kekuasaan dari tangan Jepang oleh Angkatan Muda Kebumen, Angkatan Muda memiliki pengarauh yang besar di KNI. Untuk mengimbangi gerakan Angkatan Muda yang merekrut kalangan buruh, beberapa badan lain dari lapisan masyarakat lainnya dibentuk. Pada Oktober 1945 telah berdiri AMGRI (angkatan Muda Guru Republik Indonesia) dan Barisan Banteng (semula merupakan Barisan Pelopor). Pada bulan November 1945 berdiri pula Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Buruh Indonesia (BBI), Persatuan Wanita Indonesia (PERWANI) kemudian menjadi Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), GPH, Hisbullah, Laskar Rakyat dan Sarekat

35

(47)

xlvii

Tani Republik Indonesia (SATRIA) yang kemudian menjadi Barisan Tani Indonesia (BTI).36

Pada bulan itulah, Angkatan Muda menjadi PESINDO. Ada juga golongan tua yang digerakkan oleh dua penghulu yakni Kiai Haji Umar Nasir Tjandi dan Kiai Haji Makmur Tedjasari. Pada bulan Desember 1945 berdiri Pemuda Putri Indonesia (PPI), PGRI dan Muslimat. Selain itu didirikan pula Laskar Merah di Kutawinangun dan Sarekat Rakjat di Selang.37 Pada bulan Januari 1946 berdiri Pemuda Rakjat dan bulan Februari berdiri Partai Nasional Indonesia.38 Laskar-laskar dan badan-badan perjuangan ini yang menjadi roda perjuangan melawan penjajahan kembali Belanda dengan melakukan pertempuran fisik di wilayah Kebumen.

BAB III

PERJUANGAN RAKYAT KEBUMEN MENGHADAPI AGRESI MILITER

BELANDA

A. Kedatangan Tentara NICA Belanda

Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah, bertekuk lutut kepada Sekutu. Dengan demikian, Perang Dunia II yang melibatkan banyak Negara telah berahir. Jerman di Eropa telah menyerah kepada sekutu pada bulan Mei 1945, dan pada 15 Agustus 1945 itu terjadi perubahan tanggung jawab mandala perang Sekutu di

36Kebumen Berdjuang

, Op. Cit., hal. 7.

37Ibid

.

38Ibid

(48)

Asia Tenggara. Panglima SEAC (South East Asia Command) Laksamana Mountbatten memperluas tanggung jawabnya dengan mengambil alih SWPA (South West Paciffic Area) yang meliputi sebagian besar wilayah Hindia Belanda (Indonesia) dan kepulauan sebelah timur Sumatra yang semula dibawah komando Jendral Mack Arthur.39

Belanda ingin menduduki kembali Indonesia dan menghukum mereka yang telah bekerja sama dengan pihak Jepang, tetapi pada tahun 1945 mereka tidak sanggup melakukan itu sendirian sehingga harapan mereka kini tertumpu pada pihak Inggris. Laksamana Mountbatten ternyata menunjukkan sikap diluar keinginan Belanda yaitu tidak berniat menaklukkan Indonesia untuk Belanda. Sikap Mountbatten ini dikarenakan dia tidak memiliki banyak serdadu untuk melakukan hal itu. Mountbatten hanya menetapkan sasarannya secara terbatas yaitu membebaskan para tawanan bangsa Eropa dan menerima penyerahan pihak Jepang sementara hal-hal lainnya terserah kepada pihak Belanda. Mountbatten memperlakukan pemerintahan Republik yang ada di daerah-daerah sebagai kekuasaan de facto.40

Atas dasar persetujuan Civil Affairs Agreement antara pemerintah Inggris dan Belanda tanggal 24 Agustus 1945, yang boleh mendarat hanya tentara Inggrisakan tetapi kepada tentara itu dapat diperbantukan pegawai-pegawai sipil Belanda sebagai pegawai Netherlands Indies Civils Affairs (NICA). Batalyon Infanteri tempur Inggris yang pertama kali mendarat di Jakarta adalah batalyon

39

Himawan Soetanto, Yoyakarta 19 Desember 1948, Jendral Spoor versus Jendral Sudirman, (Gramedia Pustaka Utama: Jakarta). 2006. Hal. 1

40

(49)

xlix

Seaforth Highlander dari Brigade Infanteri I, Divisi 23 Fighting Cock pada tanggal 29 September di Jakarta. Apa yang dikhawatirkan pihak Indonesia terjadi, pendaratan pasukan inggris diikuti oleh pendaratan pasukan Belanda, yaitu Satu Detasemen Marinir dari kapal perang HM Tromp. Minggu pertama bulan Oktober mendaratlah sisa Brigade I/Divisi 23 Fighting Cock, dua batalyon Infanteri dan dua Batalyon Artileri Medan. Pihak Belanda dalam kesempatan ini juga mulai mendaratkan pasukannya. Tanggal 4 Oktober 1945 lima kompi KNIL dari Balikpapan dan Tarakan tiba di Jakarta, yang kemudian diformasikan menjadi Batalyon Infanteri I/KNIL, disusul Oleh Batalyon infanteri II/Prins Bernhard KNIL dari Singapura yang seluruh personilnya adalah bekas tawanan perang. Tiba pula dari Australia perkapal 1000 personil Nica yang akan melaksanakan administrasi pemerintahan Belanda di Indonesia.41 Belanda, dengan kedok NICA inilah berhasil memasukkan orang-orangnya, tidak hanya pegawai sipil tetapi juga pegawai militer.

Sekutu membentuk suatu komado khusus yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang 2. Membebaskan para tawanan perang dan inteniran sekutu

3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan 4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan

kepada pemerintahan sipil

41

(50)

5. Menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang

Pasukan sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945.

Pasukan Inggris yang sebagian besar terdiri dari orang India bergerak memasuki pulau Jawa dan Sumatra. Pasukan pertama sampai Jakarta pada pertengahan kedua bulan September 1945. Letnan Jendral Sir Philip Christison sebagai Panglima Inggis untuk Indonesia berusaha ingin menghindari bentrokan-bentrokan dengan rakyat Indonesia. Atas dasar itu dia mengirimkan serdadu-serdadu lama tentara kolonial Belanda dan pasukan-pasukan Belanda yang baru tiba di Indonesia Timur, sehingga pendudukan kembali Belanda berlangsung dengan cepat. Letnan Gubernur Belanda J. Van Mook juga lebih senang memusatkan perhatian Belanda yang mula-mula pada Indonesia Timur, yang memiliki kepentingan ekonomi besar dan penduduknya diduga tidak begitu anti Belanda.42

Kedatangan pasukan Sekutu pada awalnya disambut dengan sikap terbuka oleh pihak Indonesia. Baru setelah diketahui bahwa pasukan sekutu datang membawa orang-orang NICA (Belanda) yang hendak kembali menegakkan kekuasaan kolonial Hindia Belanda, sikap Indonesia berubah menjadi curiga dan kemudian bermusuhan. Situasi memburuk setelah NICA mempersenjatai bekas KNIL (tentara Belanda). Pasukan sekutu yang telah memasuki wilayah Indonesia meningkatkan ketegangan-ketegangan di Jawa dan Sumatra dengan melakukan provokasi-provokasi. Pada bulan Oktober meletus pertempuran-pertempuran di

42

(51)

li

jalan-jalan antara pemuda RI dengan bekas tawanan Belanda, pasukan Indo-Eropa dan Jepang.

Di kota Semarang dan Pekalongan terjadi pertempuran hebat antara pemuda RI dan tentara Jepang pada tanggal 14 Oktober 1945. Sebanyak 130 tentara Jepang tewas dan 300 orang berhasil ditawan. Pihak Inggris tiba di Semarang enam hari kemudian dibawah pimpinan Brigadir Jendral Bethel ketika pihak Jepang sudah hampir berhasil merebut kekuasaan atas kota ini dengan membawa korban kira-kira 500 orang Jepang dan 2000 orang Indonesia. Kedatangan pasukan sekutu ini disambut baik oleh rakyat Semarang karena bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang di Jawa Tengah dan mengurus para tawanan perang. Gubernur Jawa Tengah bahkan menawarkan bantuan bahan makanan dan keperluan lainnya. Pihak sekutu pun berjanji untuk tidak mengganggu kedaulatan RI.43

Kenyataan menjadi lain ketika Pihak Inggris memutuskan untuk mengungsikan para tawanan Indo-Eropa dan Eropa secepat mungkin dari wilayah pedalaman Jawa yang bergolak. Detasemen-detasemen bergerak ke Magelang dan Ambarawa untuk membebaskan sekitar 10.000 tawanan, tetapi mereka menemui banyak perlawanan dari pihak Republik, sehingga harus menggunakan serangan udara terhadap RI. Pada tanggal 2 November 1945 Soekarno sebagai presiden pertama RI memerintahkan gencatan senjata atas permintaan pihak Inggris, tetapi

43

(52)

pada akhir November pertempuran telah berkobar lagi dan pihak Inggris mundur ke Ambarawa pada tanggal 21 November 1945.44

Resimen Kedu di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran. Gerakan mundur tentara sekutu tertahan di desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Sastrodiharjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Di desa Ngipik, tentara Sekutu dihadang oleh Batalyon I Surjosumpeno. Tentara Sekutu mencoba menguasai dua desa di sekitar Ambarawa. Letnan Kolonel Isdiman yang menjabat sebagai Komandan Resimen Banyumas gugur dalam pertempuran tersebut. Sehari sebelumnya terjadi insiden bersenjata antara rakyat dan sekutu di Ambarawa, yang kemudian meluas menjadi pertempuran. Pertempuran terjadi di sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa. Pasukan RI membentuk jajaran pertahanan di utara rel, sedangkan tentara sekutu di tangsi-tangsi militer selatan rel.45

Kolonel Sudirman, Panglima Divisi Banyumas turun langsung ke medan pertempuran Ambarawa setelah mengetahui gugurnya Letnan Kolonel Isdiman. Kehadiran pasukan di bawah pimpinan Kolonel Sudirman memberikan semangat baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara kmandan-komandan sektor dan pengepungan terhadap musuh diperketat. Siasat yang dilakukan adalah serangan serentak di semua sektor pada saat yang sama. Bala

44

A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan, Jilid 3, (Dinas Sejarah Militer: Bandung), 1976, hal. 3-137.

45

(53)

liii

bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang dan kota-kota lain.46

Pada tanggal 23 November 1945 pasukan Indonesia mengadakan serangan serentak. Pada pertempuran yang berlangsung selama empat hari ini, pasukan Indonesia akhirnya mampu menghalau tentara Sekutu dari Ambarawa. Pasukan Sekutu mundur ke kota Semarang. Pada pertempuran di Ambarawa pasukan bantuan dari Kebumen terdiri dari 2 Batalyon BKR/TKR yaitu Batalyon 62 Gombong dan Batalyon 64 Kebumen serta dari badan-badan perjuangan terdiri dari Hizbullah, AMBI, Tentara Pelajar, BPRI, Laskar Rakyat. Terdapat dua orang yang gugur dalam pertempuran di Ambarawa ini yaitu Muzaki dari Kauman Gombong serta satu lagi berasal dari kota Kebumen.47

Pertentangan dan pertempuran yang berkepanjangan baru dapat diredam setelah kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata untuk berunding dalam konferensi Linggarjati. Perjanjian Linggarjatibaru dapat disepakati tanggal 15 Nopember 1946, dengan pokok-pokok persetujuannya adalah:

1. Belanda mengakui wilayah RI secara de facto atas Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan wilayah-wilayah tersebut paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

2. RI dan Belanda akan bekerja sama untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar.

3. Belanda dan RI akan bekerja sama membentuk Uni Indonesia-Belanda.

46Ibid

., hal. 10.

47Ibid

(54)

Dengan tercapainya persetujuan Linggarjati tanggal 15 November 1946 yang kemudian disyahkan tanggal 25 Maret 1947 di Jakarta, justru membuat suhu politik di Indonesia semakin keruh. Pertentangan antra partai-partai politik yang pro dan kontra persetujuan Linggarjati semakin meruncing, sehingga situasi yang demikian juga mempengaruhi situasi-situasi di daerah-daerah.

Mengantisipasi keamanan yang semakin kacau maka pada bulan Desember 1946 Inspektorat Biro Perjuangan dibentuk di Kebumen, kemudian disusul pula di kecamatan-kecamatan. Selanjutnya Inspektorat Biro Perjuangan ini menjelma menjadi TNI Masyarakat.48

Pada tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengirimkan nota yang merupakan ultimatum dan harus dijawab oleh pemerintah RI dalam waktu 14 hari. Pokok-pokok nota tersebut adalah:

1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama

2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama

3. RI harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda

4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah-daerah Republikyang memerlukan bantuan Belanda

5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor.49

48

TNI Masyarakat merupakan badan-badan perjuangan yang tidak melebur menjadi TNI seperti Hizbullah, Angkatan Oemat Islam, GPII, Lasykar Rakyat, Laskar Merah dan lain-lain. Sedangkan anggota TNI merupakan bekas anggota Peta, Heiho, Keisatsutai (polisi), Seinendan, Keibondan, dan lainnya yang pada tanggal 5 Oktober 1945 tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

49

(55)

lv

Nota yang bersifat mengultimatum itu mendapat reaksi yang keras dari rakyat Indonesia, termasuk di Kebumen. Berbagai persiapan menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk segera dilakukan. Golongan yang menentang dan mendukung Persetujuan Linggarjati segera bersatu untuk menghadapi Belanda. Selanjutnya di Kebumen dibentuk sebuah badan untuk mengatur siasat pertahanan. Badan ini bernama Badan Koordinasi Kabupaten Kebumen yang diketuai oleh Bupati Kebumen Sudjono. Seluruh badan perjuangan di Kebumen masuk ke dalam wadah ini.50 Badan ini juga merupakan Pimpinan Tertinggi dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Kebumen.

B. Pertempuran di Kebumen

Badan Koordinasi Kabupaten Kebumen terbentuk belum cukup lama, Belanda mulai menjalankan agresi dengan perang kolonialnya yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947 dengan menyerang seluruh wilayah Republik. Rakyat dan pemerintah Kebumen segera mengadakan tindakan. Untuk menghadang laju tentara Belanda yang sudah sampai di Buntu (perbatasan Banyumas-Kedu) seluruh rakyat dikerahkan untuk menebang pohon-pohon pada malam hari disepanjang jalan, membuat tankval, merusak jembatan-jembatan dan memperkuat penjagaan. Beberapa tindakan segera diambil untuk mengantisipasi serangan Belanda diantaranya yaitu mengumpulkan semua bangsa Tionghoa yang berada di dalam Kabupaten Kebumen untuk diungsikan ke tempat yang jauh dari kota, kemudian dikirim ke Jogjakarta.

50Kebumen Berdjuang

Gambar

Gambar 1. Peta Wilayah Karanggayam (Koleksi H. R. Soenarto).
Gambar 2. Peta Pertempuran dan Tugu Peringatan Sidobunder (Koleksi H. R.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “ Peranan Wanita Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Medan (1945-1949) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran

Penelitian “ Peranan Sukanda Bratamanggala dan Sewaka Di Bandung Utara Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Tahun 1945-1948 ”.3. 1.2 Rumusan dan

Tanggal tersebut setiap tahun diperingati sebagai hari bakti TNI-AU karena pada tanggal 29 Juli 1947, terjadi dua peristiwa bersejarah bagi mereka, yakni pengeboman markas Belanda

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang perkembangan seniman Indonesia tahun 1945-1949, peranan seniman dalam upaya mendukung perjuangan mempertahankan

Perlawanan rakyat Polewali Mandar terhadap kehadiran pemerintah NICA lewat pasukan Sekutu, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan sejarah bangsa dan negara

menjadi awal perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah. dicapai itu supaya tidak direbut kembali

para petinggi tentara Belanda yang berkedudukan di Indramayu. Berbagai macam cara dilancarkan pihak Belanda untuk melenyapkan perjuangan wong Dermayu, sebagai misal

166 PERANAN PEMUDA SIMALUNGUN DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-1946 Monica Sondang Arianta Purba, Hanafiah Monicapurba99@gmail.com Pendidikan Sejarah,