• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Informan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Peristiwa Tutur Edoga Kabu “Tahap Pembukaan”

Pada bagian pembukaan ini, keluarga penderita dengan pemimpin upacara mulai melakukan komunikasih. Keluarga penderita melakukan komunikasi dengan bahasa lisan “bahasa daerah Mee”. Menggunakan Bahasa daerah Mee dengan tujuan agar apa yang disampaikan bisa memahami satu sama lain. Dalam tuturan yang disampaikan tergambar isi, jenis tindakdan makna tuturan upacara adat dari pemimpin upacara kepada keluarga penderita.

4.2.1 Isi Tuturan

Isi tuturan pada bagian pembukaan ini tergambar dalam komunikasi antara pemimpin upacara adat (Kosmas Madai) dan kepala keluarga si penderita (Soter Pekei). Dalam komunikasi menanyakan persiapan dan posisi duduk si penderita. Isi tuturan dalam upacara pengusiran roh jahat pada tuturan (25-29) di bawah ini: (25) Abata, migouto (yibuda animakiyake didi uguwo) mana etete, iki miyouyo

“Pagi, pemimpin Kosmas Madai (duduk di halaman rumah memanggil keluarga penderita) sambil mengatakan, kamu silahkan keluar, datang duduk di halaman rumah ini”.

(26) Didi nakame Soter Pekei (dagi bego-bego tete) ya egadote mana ko; ini ko didi mema oyawete ka? {B.26}

“Bapak si penderita Soter Pekei (sambil geleng kepala) menanyakan, kami datang bersama penderita atau tidak”?

(27) Migouto Kosmas Madai (gane bego-bego) eteteko didi meki kawikaki? {B.27}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil goyang tangan) menanyakan siapa yang sakit”?

(28) Didi nakame “Soter Pekei” (kipo tutu ete-teko) didi Mee ki kikaki. {B.28} “Bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil tunjuk ) sakit yang ini”.

(29) Migouto “Kosmas Madai” (mapega bego-bego) ya etete ko tou ko, didi me ki iki emaiyepa ewi. {B.29}

Pemimpin “Kosmas Madai” (sambil goyangkan anak panah) mengatakan, cara duduk, si penderita baringkan di depan kalian”.

Tuturan pada nomor (25-29) di atas dianalisis ke dalam SPEAKING yang mana terlihat pada Tabel 4.9 di bawah ini:

Tabel. 4.9 Peristiwa Tutur Tahap Pembukaan

S P E A K I N G

Se Sc

(1) Se.T Sc.1 P1

(2) Sc.1 P2 E2 A2 K2

(3) Sc.1 P1 E3 A3 K3

(4) Se. P2 E4 A4 K4 N4 (5) P1 E5 A5 K5 N5

Pada Tabel 4.9 di atas yang disebut “setting and scene” (S) yang dimaksud dengan setting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung. Participants (P) “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1) Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita. Ends (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E6). Act seguence (A) artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindakujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak pesan dan isi pesan (A1-A6).

Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K6). Instrumentalities (I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku. Norms of intraction and interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N6). Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis

tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain. Uraian SPEAKING Tabel di atas memperlihatkan di bawah ini:

S : Setting and scene, (S) setting artinya “latar kebudayaan”yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung.

Se : Waktu (Se,T) dan Tempat (Se.P)

Sc : Definisi budaya tentang peristiwa bahasa S : Percakapan edoga “pembukaan” upacara

: Abata “pagi”

: Yibuda “di halaman”

Sc.1 : Edoga Kabu “pembukaan upacara”

P : Participants, “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1) Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita.

P1 : Pemimpin P2 : Soter Pekei

E : Ends, (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E5)

E1 : Yibuda miyouyo nekai “mengajak keluar dari rumah”.

E2 : Oyaweteka didi mema? “apakah datang dengan orang sakit?” E3 : Didi meki kawikaki? “orang sakit yang mana?

E4 : Didi Mee ki kikaki “orang sakit yang ini. E5: Neeumiyawi “baringkan dia”

4.2.2 Jenis Tindak Tutur

Jenis tindak tutur pada pembukaan ini tergambar komunikasi antara pemimpin upacara adat (Kosmas Madai) dan keluarga si penderita. Dalam komunikasi terjadi dialog antara pemimpin upacara dan kepala keluarga si penderita. Jenis tindak tutur terjadi pesan ajakan, jenis tindakperintah, jenis tindaktanggapan dan jenis tindakpertanyaan. Jenis tindak tutur dalam upacara pengusiran roh jahat pada suku Mee ini, terlihat di bawah ini:

A : Act sequences (A) artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindakujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak pesan dan isi pesan (A1-A5).

A1:

1) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin “Kosmas Madai” kepada kepala keluarga si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin sedang duduk bertanda menunggu untuk mengatur posisi duduk. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan ajakan:

(30) “Abata, migouto (yibuda animakiyake didi uguwo) mana etete, iki miyouyo kiyake, yibuda kouya nitou mei”. {A. II. (1)}

“Pagi, pemimpin (duduk di halaman rumah memanggil keluarga penderita) sambil mengatakan, kamu silahkan keluar, datang duduk di halaman rumah ini”.

A2 :

2) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan bapak si penderita Soter Pekei kepada pemimpin upacara “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya bapak si penderita “Soter Pekei” menggelengkan kepala bertanda heran, karena penderita suruh dikeluarkan di halaman rumah. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan pertanyaan:

(31) Didi nakame Soter Pekei” (dagi bego-bego tete) ya egadote mana ko, ini ko didi mema oyawete ka”? {A. II. (2)}

“Bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil geleng kepala) menanyakan, kami datang bersama penderita atau tidak”?

A3 :

3) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara “Kosmas Madai” kepada bapak si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya Pemimpin mengoyang-goyankan tangan dan kepala bertanda

bertanya, karena sulit membedakan penderita. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan pertanyaan:

(32) Migouto (gane bego-bego) eteteko didi meki kawikaki? {A. II. (3)} “pemimpin (sambil goyang tangan) menanyakan siapa yang sakit?”

A4:

4) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan bapak si penderita “ Soter Pekei” kepada pemimpin upacara Kosmas Madai. Wacana non verbal, media komunikasinya Soter Pekei mengoyangkan tangan bertanda sambil tunjuk. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan menangapi:

(33) Didi nakame “Soter Pekei” (kipo tutu ete-teko) didi Mee ki kikaki. {A.II.(4)}

Bapak Si penderita “Soter Pekei”(sambil tunjuk ) sakit yang ini”. A5:

5) Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara “Kosmas Madai” kepada bapak si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin upacara “Kosmas Madai” menggerak-gerakkan anak panah, bertanda menunjuk tempat duduk penderita agar setan yang di rasukinya

tidak mudah masuk dan keluar dalam si penderita. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya perintah:

(34) Migouto Kosmas Madai (mapega bego-bego tete) ya etete ko, tou ko, didi mee ki iki emaiyepa ewi. {A. II. (5)}

Pemimpin Kosmas Madai (sambil goyangkan anak panah) mengatakan, cara duduk, si penderita baringkan di depan kalian”.

K : Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K5)

K1 : Suara keras K2 :Suara pelan K3 : Serius K4 : Suara pelan K5 : suara pelan

I : Instrumentahlities (I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku.

I1 : Verbal dan non verbal.

Verbal : secara lisan bukan tertulis dalam bahasa Mee

(35) Abata migouto (yibuda animakiyake didi uguwo) mana etete, iki miyouyo kiyake, yibuda kouya nitou mei. {B.29}

“Pagi pemimpin (duduk di halaman rumah memanggil keluarga penderita) sambil mengatakan; kamu silahkan keluar, datang duduk di halaman rumah ini”.

(36) Didi nakame “Soter Pekei” (dagi bego-bego tete) ya egadote mana ko; ini ko didi mema oyawete ka? {B.30}

Bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil geleng kepala) menanyakan, kami datang bersama penderita atau tidak”?

(37) Migouto (gane bego-bego eteteko) eteteko didi meki kawikaki? {B.31} “Pemimpin (sambil goyang tangan) menanyakan siapa yang sakit?” (38) Didi nakameya (kipo tutu ete-teko) didi Mee ki kikaki. {B.32}

“bapak si penderita (sambil tunjuk ) sakit yang ini”.

(39) Migouto (mapega bego-bego tete) ya etete ko; tou ko, didi me ki iki emaiyepa ewi. {B.33}

Pemimpin (sambil goyangkan anak panah) mengatakan, cara duduk, si penderita baringkan di depan kalian”.

Non verbal: tidak dalam jenis tindakpercakapan atau tidak dalam jenis tindakbahasa; (gerakan pada tubuh).

“yibuda animakiyake didi uguwo” (duduk di halaman rumah memanggil keluarga penderita)

“dagi bego-bego tete” (sambil geleng kepala) “gane bego-bego eteteko” (sambil goyang tangan) “kipo tutu ete-teko” (sambil tunjuk )

N : Norms of Interaction and Interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N6).

N1 : Miyouyo “Memerintah” N2 : Oyaweteka “Menanyakan” N3 : Didimeki “ menanyakan” N4 : ki kikaki “menjelaskan”

N5 : iki emaiyepa ewi. Menyuruh”

G : Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain.

G1 : Bercakap-cakap

Pada bagian pembukaan media komunikasi antara pemimpin upacara “Kosmas Mada” dan ayah si penderita “Soter Pekei” tidak menuturkan Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act. Tapi, pemimpin upacara “Kosmas Mada” dan ayah si penderita “Soter Pekei” menuturkan tindak tutur langsung literal (direct literal speech act), tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) dan tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech).

4.2.3 Makna Tuturan

Makna tuturan pada tahap pembukaan memiliki satu peristiwa tutur yang berhubungan dengan kata ganti sebutan orang yaitu ikido {A. II. (5)}. Hubungan ini merupakan kata ganti sebutan orang yang digunakan dalam upacara.

Semantik dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat struktur bahasa yang berhubungan dengan makna. Makna dalam upacara pengusiran roh jahat pada bagian pembukaan terdapat frase “ikido”, terlihat pada Tabel 4.10 di bawah ini: Tabel. 4.10 Hubungan Semantik Kata Ganti Sebutan Keluarga

Penderita

Istilah Tercakup Hubungan Semantik Istilah Pencakup Ikii “kamu”

Inii “kami” Kata ganti sebutan Keluarga penderita Ikidoo “kamu semua”

Inidoo “kami semua”

Pengertian ikido merupakan kata ganti sebutan orang yang jumlah tidak dapat hitung. Dilain pihak iki yang tanpa do digunakan pada sebutan orang yang dapat dihitung.

Hubungan taksonomi dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat unsur bahasa menurut hielarkis dalam urutan satuan fonologis atau graumatikal yang dimungkinkan dalam satuan.

Graumatikal yan dimungkinkan dalam satuan bahasa terlihat pada table 4.11 di bawah ini:

Tabel. 4.11 Hubungan Taksonomi Ikido

Ikido 1 Kata ganti sebutan kamu

Iki 2

Makna (ikido 1) yaitu kata ganti sebutan orang dalam jumlah yang banyak. Makna (iki 2), yaitu kata ganti orang dalam jumlah yang dapat dihitung. Secara

semantik, hubungan ini disebut hiponim, yaitu jenis tindaklinguistik yang ada hubungan antara makna spesifik dan makna generik.

Hubunan kontras “ikido” memperlihatkan perbedaan nyata dalam hal warna, rupa, ukuran dan sebagainya, hal tersebut terlihat pada Tabel 4.12 di bawah ini:

Tabel. 4.12 Hubungan Kontras ikido

Ciri Tujuan

Kata Ganti

Sebutan Kamu Dapat Tidak Dapat Istilah Dihitung Dihitung Ikido 1 + - + Iki 2 + + - Keterangan : + : ya - : tidak

Suku ini juga memiliki tuturan kata ganti orang “ikido” belarti “semua” sebutan terhadap orang yang jumlahnya tidak dapat dihitung. hasil Wawancara (Nataniel Kotouki) Kata “ikido” menunjukan salah satu perilaku yang saling menyebut banyak kurangnya keterlibatan dalam upacara.

4.2.4 Daya Bahasa

Daya bahasa pada tataran struktur memiliki kadar pesan yang berbeda antara struktur kalimat satu dengan struktur kalimat yang lain, seperti data di bawah ini. (40) Abata, migouto (yibuda animakiyake didi uguwo) mana etete, iki miyouyo

kiyake, yibuda kouya nitou mei. {B.25}

“Pagi, pemimpin Kosmas Madai (duduk di halaman rumah memanggil keluarga penderita) sambil mengatakan, kamu silahkan keluar, datang duduk di halaman rumah ini”.

(41) Didi nakame Soter Pekei (dagi bego-bego tete) ini ko didi mema oyawete. {B.26}

“Bapak si penderita Soter Pekei (sambil geleng kepala), kami datang bersama penderita”.

Menyuruh, yang terdapat pada tuturan (40) pada kalimat mengingat upacara, “kamu silahkan keluar, datang duduk di halaman rumah ini”. Kalimat tersebut tidak memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena tidak ada yang dapat menimbulkan makna afeksi “lenyap begitu saja”. Tuturan (41) yang terdapat pada kalimat “kami datang bersama penderita” tidak memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena tidak ada yang dapat menimbulkan makna afeksi.

(42) Migouto Kosmas Madai (gane bego-bego) eteteko didi meki kawikaki? {B.27}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil goyang tangan) menanyakan, siapa yang sakit”?

(43) Didi nakame “Soter Pekei”(kipo tutu ete-teko) didi Mee ki kikaki. {B.28} “Bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil tunjuk) sakit yang ini”.

Menanyakan, yang terdapat pada tuturan (42) pada kalimat “mengingat adanya dalam keluarga itu sakit”. Tuturan tersebut pemimpin upacara (Kosmas Madai) menanyakan kepada ayah si penderita (Soter Pekei) klausa “siapa yang sakit?” memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena menimbulkan makna tersirat. Makna tersirat yang di maksud menanyakan kepada keluarga penderita karena dalam keluarga tersebut sakit lebih dari satu. Tuturan (43) pada kalimat klausa“sakit yang ini” tidak ada yang dapat menimbulkan makna afeksi. Maksud

ayah menunjuk penderita untuk meyakinkan pemimpin upacar agar mengetahuinya.

(44) Migouto “Kosmas Madai” (mapega bego-bego) ya etete ko tou ko, didi me ki iki emaiyepa ewi. {B.29}

Pemimpin “Kosmas Madai” (sambil goyangkan anak panah) mengatakan, cara duduk, si penderita baringkan di depan kalian”.

(45) “Ii” ya.

Menyindir, yang terdapat dalam tuturan (44) mengandung daya yang menyindir yang terdapat pada kalimat “didi me ki iki emaiyepa ewi “si penderita baringkan di depan kalian”. Kata “barinkan” memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena menimbulkan makna tersirat. Secara tersirat daya bahasa pemimpin upacara mengindir kepada setang yang dirasuki penderita itu, lain halnya “si penderita baringkan” bermaksud agar selama upacara berlangsung roh jahat tidak keluar masuk dalam tubuh si penderita. “sambil goyangkan anak panah” bermaksud untuk menakuti roh jahat yang dirasuki si penderita. (45) tidak memiliki daya bahasa karena kalimat (45) hanya menyetujui.