• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Informan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.4 Peristiwa Tutur Mumai Kabu “Tahap Akhir”

Pada bagian akhir ini, keluarga penderita dan pemimpin upacara “Kosmas Madai” menikmati hasil kurban. Adapun dalam tahap ini keluarga penderita melakukan komunikasi dengan bahasa lisan “bahasa daerah Mee”. Menggunakan bahasa daerah Mee dengan tujuan agar apa yang disampaikan bisa memahami satu sama lain. Dalam tuturan yang disampaikan tergambar isi, jenis tindakdan makna tuturan upacara adat. Isi, jenis tindakdan makna tuturan terlihat di bawah ini:

4.4.1 Isi Tuturan

Isi tuturan pada akhir ini tergambar dalam komunikasi antara pemimpin upacara adat “Kosmas Madai” dan keluarga si penderita. Dalam komunikasi terjadi dialog untuk menanyakan cara masak bahan kurban beserta penyajian. Isi tuturan dalam upacara pengusiran roh jahat pada suku Mee terlihat pada tuturan (79-83) di bawah ini:

(79) Migouto “Kosmas Madai” mumai yago, mana etete; ito ko mumai no, kou ekina kou neodei (kipo ekina tutu tete). {D. 79}

“Pemimpin “Kosmas Madai” mengatakan yang terakhir, sekarang selesai, jadi bakar babi itu‟, (sambil tunjuk babi).

(80) “didi nakame “Soter Pekei” ya etete; makodono, bodiya nidagumiyawei (kipo bodiya tutu tete). {D. 80}

“Ayah si penderita “Soter Pekei” mengatakan, itu betul jadi pasang api” (sambil tunjuk api).

(81) Migouto “Kosmas Madai” ya eteteko; (ekina kipo tutu eteteko) ekina ko epi niyotai enagako iya kiyake kotaka nogayaka. {D. 81}

“pemimpin “Kosmas Madai” (sambil menunjuk babi) menyatakan babi itu masak dengan baik, kalau sebagian mentah nanti jadi tanda baru”.

(82) Didi nakame „Soter Pekei” ya etete, makodono kadani tiyake kiyou? {D.82}

“ayah si penderita “Soter Pekei” mengatakan; itu betul, jadi bagaimana cara masaknya?

(83) Migouto “Kosmas Madai” ya etete, ekina niodipa ko, niduwayake niwudi (kipo ekina tutu tete) {D.83}

“Pemimpin mengatakan, kalau sudah bakar babi, silahkan potong dan bagi (sambil tunjuk babi)”.

Tuturan pada nomor (79-83) di atas dianalisis ke dalam SPEAKING yang mana terlihat pada Tabel 4.17 di bawah ini:

Tabel. 4.17 Peristiwa Tutur Tahap Akhir

S P E A K I N G Se Sc Se.T Se.P 1) S Se. Sc.1 A1 K1 2) Se. Sc.1 P2 E2 A2 K2 I2 N2 3) Se. Sc.1 E3 A3 K3 I3 N3 4) Se. Sc.1 E4 A4 K4 N4

5) Se. P3 E5 A5 K5 N5

Pada Tabel 4.17 di atas yang disebut “setting and scene” (S) yang dimaksud dengan setting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung. Participants (P) “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1) Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita. Ends (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E5). Act seguence (A) artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindakujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak pesan dan isi pesan (A1-A5).

Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K6). Instrumentalities (I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku. Norms of intraction and interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N6). Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain. Uraian Tabel 4.17 di atas memperlihatkan di bawah ini:

S : Setting and scene: setting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung.

Sc : Definisi budaya tentang peristiwa bahasa S : Percakapan mumai “mengakhiri” upacara

Se.T : Agapi “siang” Se.P : Yibuda “di halaman”

Sc.1 : Mumai “mengakhiri” upacara

P : Participants “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1) Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita.

P1 : Pemimpin P2 : Soter Pekei

P3 : Keluarga penderita

E : Ends, (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E5)

E1 : Ekina kou niodei “menyampaikan pembakaran babi”. E2 : Makodo “menyetujui ungkapan pemimpin”

E3 : Odima niduwaima tai “menyuruh bakar dan potong babi” E4 : Kadani tiyake kiyou “menanyakan cara masak”

E5 : Niduwayake niwudi “memerintahkan” 4.4.2 Jenis Tindak Tutur

Jenis tindak tutur pada akhir ini tergambar komunikasi antara pemimpin upacara adat dan keluarga si penderita. Jenis tindak tutur terjadi pesan perintah, jenis tindakpertanyaan. Jenis tindak tutur dalam upacara pengusiran roh jahat pada suku Mee ini, terlihat di bawah ini:

A : Act sequences A1 :

1) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin “Kosmas Madai” kepada ayah si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin menggerak-gerakkan tangan sambil menunjuk babi bertanda siap untuk mengajak persiapan pembakaran dan pengajian kurban. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan perintah:

(84)Migouto “Kosmas Madai” mumai yago, mana etete, ito ko mumai no, kou ekina kou niodei (kipo ekina tutu tete)”. {A. IV. (1)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” mengatakan yang terakhir, sekarang selesai, jadi bakar babi itu, (sambil tunjuk babi)”.

A2 :

2) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan ayah si penderita “Soter Pekei” kepada pemimpin “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya ayah si penderita “Soter Pekei” menggerak-gerakkan tangan sambil menunjuk api, bertanda segera pasang api. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan perintah: (85)Didi nakame Soter Pekei” ya etete makodono, bodiya nidagumiyawei

“Ayah si penderita “Soter Pekei” mengatakan itu betul, jadi pasang api” (sambil tunjuk api).

A3:

3) Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal.Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara “Kosmas Madai” kepada ayah si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin “Kosmas Madai” menggerak-gerakkan tangan sambil menunjuk babi, bertanda segera memasak dengan penuh peratihan. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya perintah:

(86) Migouto “Kosmas Madai” ya eteteko; (ekina kipo tutu eteteko) ekina kou epi niyotai enagako iya kiyake kotaka nogayaka. {A. IV. (3)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (sambil menunjuk babi) menyatakan babi itu masak dengan baik, kalau sebagian mentah nanti jadi tanda baru”.

A4:

4) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan ayah si penderita “Soter Pekei” kepada pemimpin upacara “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya ayah si penderita “Soter Pekei” menggerak-gerakkan kepala, bertanda menyetujui. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindakpesan pertanyaan: (87) Soter Pekei (dagi bego-bego) ya etete; makodono kadani tiyake kiyou ?

“Soter Pekei (mengoyankan kepala) mengatakan; itu betul, jadi bagaimana cara masaknya?

A5 :

5) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal.Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara “Kosmas Madai” kepada ayah si penderita “Soter Pekei”. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin menggerak-gerakkan tangan sambil menunjuk babi, bertanda segera bakar dan potong babi. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya perintah:

(88)Migouto “Kosmas Madai” ya eteteko ekina niodipa ko, neduwayake newudi (kipo ekina tutu tete)”. {A. IV. (5)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” mengatakan, kalau sudah bakar babi, silahkan potong dan bagi (sambil tunjuk babi)”.

K : Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K3).

K1 : Serius K2 :Gembira K3 :Suara pelan

I : Instrumentahlities (I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku.

Verbal: secara lisan bukan tertulis dalam bahasa Mee (79-83)

(89) Migouto mumai yago, mana etete; ito ko mumai no, kou ekina kou neodei (kipo ekina tutu tete). {D.79}

“Pemimpin mengatakan yang terakhir; sekarang selesai, jadi bakar babi itu‟, (sambil tunjuk babi).

(90) Soter Pekei ya etete; makodono, bodiya nidagumiyawei (kipo bodiya tutu tete) {D. 80}

“Soter Pekei mengatakan; itu betul, jadi pasang api” (sambil tunjuk api). (91) Migouto ya eteteko; (ekina kipo tutu eteteko) ekina ko epi niyotai enagako

iya kiyake kotaka nogayaka. {D. 81}

“pemimpin (sambil menunjuk babi) menyatakan babi itu masak dengan baik, kalau sebagian mentah nanti jadi tanda baru”.

(92) Soter Pekei ya etete; makodono kadani tiyake kiyou? {D. 82} “Soter Pekei mengatakan; itu betul, jadi bagaimana cara masaknya?

(93) Migouto ya etete; ekina niodipa ko, niduwayake niwudi (kipo ekina tutu tete) {D. 83}

“Pemimpin mengatakan; kalau sudah bakar babi, silahkan potong dan bagi (sambil tunjuk babi)”.

Nonverbal: tidak dalam jenis tindakpercakapan atau tidak dalam jenis tindakbahasa; (gerakan pada tubuh).

1) “kipo ekina tutu tete” (sambil tunjuk babi). 2) “kipo bodiya tutu tete” (sambil tunjuk api).

N : Norms of Interaction and Interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N5).

N1 : Neodi “menyarankan” N2 : Makodo “mempertegas”

N3 :Neodima newudi “menyarankan”

G : Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain.

G1 : Bercakap-cakap

Pada bagian terakir media komunikasi antara pemimpin upacara “Kosmas Mada” dan ayah si penderita “Soter Pekei” tidak menggunakan tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) dan tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech). Tapi, pemimpin upacara “Kosmas Mada” dan ayah si penderita “Soter Pekei” hanya menggunakan tindak tutur, tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act), dan tindak tutur langsung literal (direct literal speech act).

4.4.3 Makna Tuturan

Makna tuturan pada akhir ini mengandun satu frase yang memiliki hubungan semantik dengan penyajian korban yaitu “bodiya dagumai” memasan api. {A. IV. (2)}. Bodiya dagumai merupakan kegiatan pasang api dengan bantuan belahan kecil bambu, satu potongan kayu dibelah sampai pertengahan, dimasukkan daun kering, memiliki berkali-kali hingga muncul bara api. Lain dengan “bodiya dagumai” menggunakan korek api setelah korek, api menyala.

Semantik dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat struktur bahasa yang berhubungan dengan makna. Makna dalam upacara pengusiran roh jahat pada bagian akhir memiliki frase “bodiya dagumai”, terlihat pada Tabel 4.18 di bawah ini:

Tabel. 4.18 Hubungan Semantik Proses Pembakaran dan Penyajian babi Istilah Tercakup Hubungan Semantik Istilah Pencakup Bodiya dagumai “pasang api”

ekina odi “bakar babi” Proses Pembakaran babi Duwai “potong” hingga Penyajian

Wudi “bagi” Nai “makan”

Taksonomi dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat unsur bahasa menurut hielarkis dalam urutan satuan fonologis atau graumatikal yang dimungkinkan dalam satuan. Graumatikal yan dimungkinkan dalam satuan bahasa terlihat pada table 4.19 di bawah ini:

Tabel. 4.19 Hubungan Taksonomi Bodia dagumai

Bodiya dagumai 1

Proses pemasangan api

Bodiya dagumai 2

Makna bodiya dagumai (bodiya dagumai 1) di satu pihak merupakan pasang api dengan bantuan sarana yang lain (beko dan mamo), di lain pihak (bodiya dagumai 2) pasang api dengan bantuan korek api.Bodiya dagumai 1 dan bodiya dagumai 2 memiliki hubungan homonim.

Hubunan kontras “bodiya dagumai” memperlihatkan perbedaan nyata dalam hal warna, rupa, ukuran dan sebagainya, hal tersebut terlihat pada Tabel 4.20 di bawahini:

Tabel.4.20 Hubungan Kontras Bodiya Dagumai

Ciri Cara Pasang Api

Sarana Korek Tarik, Korek istilah Lain Api

Bodiya dogumai 1 + - + - + Bodiya dogumai 2 - + - + +

Keterangan : + : ya - : tidak

Hasil wawancara Nataniel Kotouki “bodiya dagumai” menyangkut kegiatan “pasang api”. Upacara adat sangat jarang digunakan korek api. Ada keyakinan bahwa kalau menggunakan korek api bisa saja sebagian akan mentah. Sebaliknya, dengan menggunakan korek api adat “bekoo mamoo” akan masak semuanya. Kalau ada bagian yang mentah ini menandai bahwa si penderita kemungkinan akan hidup atau meninggal. Sarana menggunakan api secara adat seperti “bekoo mamoo” beko adalah kayu yang dibelah tengah lalu dijemur di tempat perapian rumah dengan tujuan dikeringkan. Sedangkan “mamoo” artinya alat yang dibuat (dari rotan).

Kreasi seni menghasilkan “Api, Bekoo, Mamo”. Bekoo dan mamoo adalah alat menghasilkan api secara tradisional. Orang Mee dengan daya kreatif alami yang tinggi untuk memikirkan dan menciptakan sumber api dengan kayu buah kecil dan rotan yang terdapat disekitarnya.

Bahasa Mee “mamoo” kayu buah kecil dan rotan disebut “bekoo/mamoo” dapat diukir sedemikian rupa. Cara buatnya, kayu buah dibelah tengah tetapi hanya separuh atasnya saja. Ujung belahannya masukan pontong kayu kecil sebagai penyangga lalu dijemur atau keringkan di atas tunggu api dapur. Ukurannya minimal panjang ± 20 – 60 cm. Cara buat bekoo adalah memilih rotan yang paling tua dan keras. Dibelah tengah kemudian dibersihkan pinggirnya sampai tebal. Selanjutnya, digulung melingkar–bundar setelah itu dijemur di atas tungku api dapur. Selisih jemurnya paling lama seminggu atau sebulan tergantung pembuatnya.

Cara pemasangan api, rotan ditaru di bawah kayu kering itu kemudian dialas dengan rumput kering kemudian “beko” (rotan) memiliki-tarik hinga sampai berasap. Ada keyakinan bahwa dengan menggunakan api “beko mamo” bahan kurban akan termasak semua.

4.4.4 Daya Bahasa

Daya bahasa merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur. Penyampaian pesan dengan menggunakan daya bahasa dapat meninkatkat efektivitas komunikasi. Daya bahasa pada tataran struktur memiliki kadar pesan yang berbeda antara struktur kalimat satu dengan struktur kalimat yang lain, seperti data di bawah ini:

98. Migouto “Kosmas Madai” mumai yago, mana etete; ito ko mumai no, kou ekina kou neodei (kipo ekina tutu tete). {D.79}

“Pemimpin “Kosmas Madai” mengatakan yang terakhir, sekarang selesai, jadi bakar babi itu‟!, (sambil tunjuk babi).

99. “didi nakame “Soter Pekei” ya etete; makodono, bodiya nidagumiyawei (kipo bodiya tutu tete). {D.80} (79-83)

“Ayah si penderita “Soter Pekei” mengatakan, itu betul jadi pasang api” (sambil tunjuk api).

100. Migouto “Kosmas Madai” ya eteteko; (ekina kipo tutu eteteko) ekina ko epi niyotai enagako iya kiyake kotaka nogayaka. {D.81}

“pemimpin “Kosmas Madai” (sambil menunjuk babi) menyatakan babi itu masak dengan baik, kalau sebagian mentah nanti jadi tanda baruk”.

101. Didi nakame „Soter Pekei” ya etete, makodono kadani tiyake kiyou? {D. 82}

“ayah si penderita “Soter Pekei” mengatakan; itu betul, jadi bagaimana cara masaknya?

102. Migouto “Kosmas Madai” ya etete, ekina niodipa ko, niduwayake niwudi (kipo ekina tutu tete) {D. 83}.

“Pemimpin mengatakan, kalau sudah bakar babi, silahkan potong dan bagi (sambil tunjuk babi)”.

Tuturan (98) mengandung daya bahasa menyuruh yang terdapat pada kalimat ekina kou nii odei “bakar babi itu”!. Unsur kalimat yang dicetak miring memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena dapat menimbulkan makna afeksi. Tuturan kalimat (99) makodono bodiya nidagumiyawei “benar pasan api” tidak memiliki daya bahasa yang sangat kuat. Kalimat di atas bapak si penderita hanya menyetujui perintah pembakaran dari pemimpin upacara. Pada tuturan (100) mengandung daya bahasa menyuruh seperti frasa epi niyotai “masak dengan

baik”. tutuan tersebut memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena dapat menimbulkan makna efeksi,“emosi yang lunak kepada roh jahat”. Pemimpin upacara menuturkan epi niyotai “masak dengan baik” dengan maksud tersirat seketika masakan itu termasak dengan baik, ada keyakinan si penderita selamat. Sebaliknya, masakan bahan kurban mentah sebagaian atau keseluruhan ada keyakinan bahwa si penderita sakit tidak selamat.

135

BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

5.1.1 Isi Tuturan

Isi tuturan pada bagian persiapan, bagian pembukaan, bagian pertengahan dan bagian akhir tergambar dalam komunikasi antara pemimpin upacara adat (Kosmas Madai), dan keluarga si penderita. Pesan isi tuturan pada persiapan adalah Agiyoudo teki-teki (persiapan semua bahan upacara). Isi tuturan pada pembukaan adalah Yibuda miyouyo nikai “mengajak keluar dari rumah”. Pesan Isi tuturan pada pertengahan upacara adalah “Buda kakegate” (lepaskan tali), “Ita kamaidete”

(memutuskan jalan). Pesan isi tuturan pada akhir upacara “Ekina kou nii odei” (menyampaikan pembakaran babi) untuk menikmati bahan kurban.

5.1.2 Jenis Tindak Tutur

Jenis tindak tutur pada bagian persiapan dan bagian akhir media komunikasi antara pemimpin upacara “Kosmas Madai” dan ayah si penderita “Soter Pekei” hanya dituturkan dua tindak tutur yaitu tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act), dan tindak tutur langsung literal (direct literal speech act). Sementara kedua yang lainya tidak menuturkan yaitu tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech) dan tindak tutur tidak langsung tidak literal

(indirect nonliteral speech act). Pada bagian pembukaan dan bagian pertengahan dalam media komunikasi antara pemimpin upacara “Kosmas Madai” dan ayah si penderita “Soter Pekei” menuturkan tindak tutur langsung literal (direct literal speech act), tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) dan tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech). Hanya satu tindak tutur yang tidak menuturkan yaitu tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act).

Berdasarkan identifikasi jenis tindak tutur tersebut bisa dijelaskan bahwa semakin sering tindak tutur tidak langsung diucapkan semakin kuat daya pragmatiknya. 5.1.3 Makna Tuturan

Makana tuturan dalam upacara pengusiran roh jahat pada tahap pembukaan dan tahap akhir mengandung makna tindak tutur direktif. Kedua kata itu pada tahap awal memiliki satu frase semantik yaitu “noya agiyo kotu” (menyiapkan bahan kurban) dan pada tahap akhir memiliki satu frase semantik yaitu kata “bodiya dagumai” (memasan api).

Makna tuturan pada tahap pembukaan memiliki satu peristiwa tutur yang berhubungan dengan kata ganti sebutan orang yaitu “ikido”. Pada kata “ikido”

mengandung makna tuturan representatif. Makna tuturan pada pertengahan memiliki kosa kata yang berhubungan dengan alat yaitu “mapega” (panah). Pada kata “mapega” mengandung makna tuturan Deklarasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa keseluruhan rangkaian tuturan dari Isi tuturan, jenis tindak tutur tuturan dan makna tuturan dalam upacara pengusiran roh jahat, pemimpin upacara tidak menemukan tanda-tanda yang buruk. Maka dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini si penderita selamat dari penderitaan.

4.2.4 Daya Bahasa

Daya bahasa pada tataran struktur memiliki kadar pesan yang berbeda antara struktur kalimat satu dengan struktur kalimat yang lain. Tuturan dalam upacara memiliki daya bahasa yang sangat kuat dan dapat menimbulkan makna afeksi, leksikal, emotif. Daya bahasa direalisasikan melalui tindak tutur direktif yaitu (a) memberi informasi, (b) mempengaruhi (c) menyuruh, (d) mengkritik, (e) memutuskan, (f) menyindir.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kajian dan simpulan dalam penelitian ini, peneliti lain hendaknya meneliti lebih lanjut seperti isi tutuan, jenis-jenis tuturan, makana tuturan dan daya bahasa yang dipakai di kebun, di hutan, di tempat keramat, dan lain sebagainya.

138