• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dokumen Informan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Peristiwa Tutur Yupi Kabu “Tahap Pertengahan”

Pada bagian pertengahan ini, pemimpin upacara sedang berkomunikasi dengan si penderita “Yavet” dan keluarga si penderita. Pemimpin upacara berkomunikasi dengan setan bertujuan mengusir setan yang dirasuki si penderita “Yavet”. Berikut ini adalah tuturan yang di lakukan oleh pemimpin upacara adat “Kosmas Madai”.

4.3.1 Isi Tuturan

Isi tuturan pada bagian persiapan ini tergambar dalam komunikasi antara pemimpin upacara adat “Kosmas Madai” dengan si penderita “Yavet”, keluarga si penderita “Yavet‟ dan roh jahat. Dalam komunikasi pemimpin menanyakan kesakitan yang dialami penderita dan keluarga si penderita kemudian memutuskan jalan kerasukan setan dengan si penderita. Selanjutnya, pemimpin juga menyampaikan tanda-tanda selama upacara adat kepada keluarga penderita. Isi tuturan dalam upacara pengusiran roh jahat terlihat pada tuturan (46-53) di bawah ini:

(46) Migouto “Kosmas Madai” (dabaga kagu donita tiyake (dagu) imo dagida yamo yayakido tete gaka) etete mana ko, Aki tetoyake uwi. {C. 46}

“Pemimpin “Kasmas Madai” memegan bagian kepala menggunakan daun (dagu) sambil jongkok) mengatakan, kamu jangan tinggal, pergi ke tempat tinggalmu”.

Gambar 4.2 Pemimpin Sedang Memijit Penderita bertanda Roh Jahat yang Dirasukinya keluar.

(47) Didimee “Yavet Pekei” (miyo kopo) ya etete ko, ani didi bokate. {C.47} “Si penderita Yavet Pekei (menunduk) mengatakan, saya sakit sekali”.

(48) Kouda make ko migouto “Kosmas Madai” (yoniyake mapega ekina kodo wagete) ga etete ko, akiya ita ko kamaidete emo kou ko okai pete-pete, ewitogimakete. {C.48}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri panah babi) sambil mengatakan, sudah putuskan jalanmu dan darah ini sucikan, kuatkan dia”.

Gambar. 4.3 Pemimpin Sedang Panah Babi Bertanda Memutuskan Jalan Antara Penderita dan Roh Jahat.

(49) Migouto „Kosmas Madai” (didi uguwo aitato yoniyake) kota makida titaido kodo etete. {C.49}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri di sebelah keluarga penderita) memberitahukan semua tanda yang terjadi”

Gambar .4.4 Pemimpin Sedang Berdiri di Samping Keluarga Penderita Bertanda Memberi Tahu Semua Tanda yang Terjadi

(50) Bapak si penderita “Soter Pekei” (dagi gina-gina tete) egado tete mana ko, ma kota makida kegai? {C. 50}

“Bapak si Penderita “Soter Pekei” (sambil garuk di kepala) menanyakan, Tanda apa yang terjadi?

(51) Migouto Kosmas Madai (ebepeka ginate) etete kota makida titaido kodo; kipo-kapo, ipagi, koto, uka one duwada, mapega tokonai, emo tetumai ko makida beu koyoka kota beu. {C.51}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil garuk di wajah) menyebutkan semua tanda, yaitu tidak ada tanda. Tidak ada tanda karena saya tidak terhantuk, bersin, batuk, tali busur putus, anak panah patah, tidak tumpah darah dll”. (52) Bapak si Penderita “Soter Pekei” (bado bego-bego ) etete ko, ini yoka ki

bokai naka? {C.52}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil goyang kaki) menanyakan, jangan sampai anak kami meninggal” ?

(53) Migouto Kosmas Madai (kipo tutu tete) didi me etete ko, okai ki tebokai tagi ka, peu kota makida ko beu ka. {C. 53}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil tunjuk penderita) menanggapi, dia tidak akan meninggal, karena tidak ada tanda burukk”.

Tuturan pada nomor (46-53) di atas dianalisis ke dalam SPEAKING yang mana terlihat pada Tabel 4.13 di bawah ini:

Tabel. 4.13 Peristiwa Tutur Tahap Pertengahan

S P E A K I N G Se Sc Se.P (1) A1 (2) Sc.1 P2 E2 A2 K2 N2 (3) E3 A3 K3 N3 (4) E4 A4 K4 N4 (5) Sc.1 P3 E5 A5 K5 N5 (6) Sc.1 E6 A6 K6 N6 (7) Sc.1 P3 E7 A7 K7 N7 (8) Sc.1 A8 K8 N8

Pada Tabel 4.13 di atas yang disebut “setting and scene” (S) yang dimaksud dengan setting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung. Participants (P) “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1)

Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita. Ends (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E6). Act seguence (A) artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindakujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak pesan dan isi pesan (A1-A8).

Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K6). Instrumentalities (I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku. Norms of intraction and interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N8). Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain. Uraian Tabel 4.13 di atas memperlihatkan di bawah ini:

S : Setting and scene: setting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada waktu tutur (Se,T) dan tempat tutur (Se.P) berlangsung.

Se : Waktu (Se,T) dan Tempat (Se.P)

Sc : Definisi budaya tentang peristiwa bahasa S : Percakapan keitai kabu “pelaksanaan upacara”

S1 : Proses berlangsung percakapan Se.T: Agapi “siang”

Sc.1: Keitai “pelaksanaan” upacara

P : Participants “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan (P1) Pemimpin upacara, (P2) keluarga penderita.

P1 : Pemimpin P2 : Yavet Pekei P3 : Soter Pekei

E : Ends, (E) merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur terlihat dalam (E1-E8)

E1 : Anepa yokodanitai “penderita geser ke pemimpin” E2 : Yawete “datang”

E3 : Aki Uwi “mengusir roh jahat” E4 : Didi bokate “mengeluh sakit” E5 : Buda kakegate “lepaskan tali”

E6 : Daba kawege “melemahkan kekuatan” E7 : Ita kamaidete “memutuskan jalan” E8 : Emo pete-pete “darah menguatkan” 4.3.2 Jenis Tindak Tutur

Jenis tindak tutur pada pertengahan ini eksistensinya verbal dan non verbal. Komunikasi antara pemimpin upacara adat dan setan yang dirasuki penderita. Jenis tindak tutur terjadi pesan perintah, jenis tindaktanggapan dan jenis tindakpertanyaan. Jenis tindak tutur dalam upacara pengusiran roh jahat, terlihat di bawah ini:

A : Act sequences, (A) artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindakujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak pesan dan isi pesan (A1-A8).

A1 :

1) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin uapacara “Kosmas Madai” kepada roh jahat. Wacana non verbal, pemimpin memijit bagian kepala penderita menggunakan dagu. Dagu adalah jenis daun khusu yang digunakan pada saat upacara untuk mengusir setan yang di rasuki kepada si penderita. Dagu bertanda kekuatan roh jahat yang ada dalam penderita dikeluarkan. Jenis pemakaian monolog dengan tuturan bentu mantra. Jenis tindak pesannya perintah: (54)Migouto “Kosmas Madai” (dabaga kagu donita tiyake dagu dagida

yamo widimiyake tete gaka) etete mana ko, Aki tetoyake uwi, akiya totaida”. {A. III. (1)}

“Pemimpin“Kosmas Madai” memegan bagian kepala menggunakan daun dagu sambil jongkok mengatakan, kamu jangan tinggal, pergi ke tempat tinggalmu”.

A2 :

3) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan si penderita “Yavet Pekei‟ kepada pemimpin upacara adat “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya si penderita “Yavet Pekei” memiringkan badan bertanda rasa sakit

dari pijit yang dilakukan oleh pemimpin upacara “Kosmas Madai”. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya keluhan:

(55) “Didi mee Yavet Pekei” (miyokopo) ya etete ko, ani didi bokate”.{A.III.(2)}

“Si penderita Yavet Pekei (menunduk) mengatakan, saya sakit sekali”. A3 :

(56) Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin “Kosmas Madai” kepada roh jahat. Dalam wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin berdiri panah babi bertanda memutuskan jalan atau membuat pagar antara penderita dan roh jahat dengan menggunakan bahasa tuturan mantra. Jenis pemakaian monolog. Jenis tindak pesannya memohon:

(57) “Kouda make ko migouto “Kosmas Madai” (yoniyake mapega ekina kodo wagete) ya etete ko, ena natope kidia akiya ita ko komaidete Emo kou ko okai pete-pete, ewitogimakete”. {A. III. (3)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri memanah babi) sambil mengatakan, tempat tingalmu bagus tapi sudah putuskan jalanmu dan darah ini sucikan, kuatkan dia”.

A4 :

4) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin “Kosmas Madai” kepada

bapak si penderita “Soter Pekei” dan keluarga penderita. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin upacara “Kosmas Madai” menggaruk kepalanya bertanda tidak terjadi tanda yang burukk. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya pemberitahuan:

(58)Migouto “Kosmas Madai” (didi uguwo aitato yoniyake) kota makida titaido kodo etete”. {A. III. (4)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri di sebelah keluarga penderita) memberitahukan semua tanda yang terjadi”

A5 :

5) Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan bapak si penderita “Soter Pekei” kepada pemimpin “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya bapak si penderita “Soter Pekei” menggaruk di dahi bertanda ketidak puasan atas ungkapan pemimpin “Kosmas Madai”. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya bertanya:

(59)didi nakame Soter Pekei” (dagi gina-gina tete) egado tete mana ko, ma kota makida kegai”? {A. III. (4)}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil garuk di kepala) menanyakan, Tanda apa yang terjadi”?

A6 :

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal.Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara adat “Kosmas Madai kepada bapak si penderita “Soter Pekei” dan keluarga si penderita. Wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin Upacara “Kosmas Madai” menggaruk kepalanya bertanda kepuasan atas tidak mendapatkan tanda burukk. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya tanggapan:

(60)Migouto “Kosmas Madai” (ebepeka ginate) etete kota makida titaido kodo, kipo-kapo, ipagi, koto, uka one duwada, mapega tokonai, emo tetumai ko makida beu koyoka kota beu”. {A. III. (6)}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (sambil garuk di wajah) menyebutkan semua tanda, yaitu tidak ada tanda karena, tidak ada terhantuk, bersin, batuk, tali busur putus, anak panah patah, tidak tumpah darah”.

A7 :

7) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

Jenis wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan bapak si penderita “Soter Pekei” kepada pemimpin upacara adat “Kosmas Madai”. Wacana non verbal, media komunikasinya bapak si penderita “Soter Pekei” menggerak-gerakkan tangan bertanda kepuasan atas informasi yang disampaikan pemimpin upacara “Kosmas Madai”. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya bertanya:

(61) didi nakame Soter Pekei” (bado bego-bego tete) etete ko, ini yoka ki bokai naka”? {A. III. (7)}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil goyang kaki) menanyakan, jangan sampai anak kami meninggal”?

A8 :

8) Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act)

Jenis tindak wicara menurut eksistensinya verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan pemimpin upacara “Kosmans Madai” kepada bapak si penderita “Soter Pekei”. Dalam wacana non verbal, media komunikasinya pemimpin upacara “Kosmas Madai” menggerak-gerakkan tangan tanda tidak memohon perhatian dari keluarga penderita kepada pemimpin Upacara. Jenis pemakaian dialog. Jenis tindak pesannya tanggapan:

(62) Migouto “Kosmas Madai” (kipo tutu tete didi me) etete ko, okai ki tebokai tagi ka, peu kota makida ko beu ka. {A. III. (8)}

“Pemimpin“Kosmas Madai” (sambil tunjuk penderita) menanggapi, dia tidak akan meninggal, karena tidak ada tanda burukk”.

K : Key (K) artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat terdapat (K1-K8)

K1 : Suara bisik K2 : Suara pelan K3 :Suara bisik K4 :Suara pelan K5 : Suara pelan

K6 :Suara pelan K7 : Suara pelan K8 :Suara pelan

I : Instrumentahlities(I) artinya “instrument” yaitu jenis tindakbahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku.

I1 : Verbal dan non verbal.

Verbal: Secara lisan bukan tertulis dalam bahasa Mee

(63) Migouto “Kosmas Madai” (dabaga kagu donita tiyake (dagu) imo dagida yamo yayakido tete gaka) etete mana ko; Aki tetoyake uwi, akiya totaida. {C.50}

“Pemimpin upacara adat “Kosmas Madai” memegan bagian kepala menggunakan daun (dagu) sambil jongkok mengatakan; kamu jangan tinggal, pergi ke tempat tinggalmu”.

(64) Didi mee Yavet Pekei (miyo kopo) ya etete ko: ani didi bokate. {C.51} “Si penderita “Yavet Pekei”(menunduk) mengatakan; saya sakit sekali”. (65) Kouda make ko migouto “Kosmas Madai” (yoniyake mapega ekina kodo

wagete) ga etete ko; akiya ita ko kamaidete emo kou ko okai pete-pete, ewitogimakete. {C.52}

“Pemimpin upacara adat “Kosmas Madai” (berdiri panah babi) sambil mengatakan, sudah putuskan jalanmu dan darah ini sucikan, kuatkan dia”. (66) Migouto “Kosmas Madai” (didi uguwo aitato yoniyake) kota makida

“Pemimpin uapacara “Kosmas Madai” (berdiri di sebelah keluarga penderita) memberitahukan semua tanda yang terjadi”

(67) Bapak si penderita “Soter Pekei” (dagi gina-gina tete) egado tete mana ko; ma kota makida kegai? {C.54}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil garuk di kepala) menanyakan; „Tanda apa yang terjadi”?

(68) Migouto “kosmas Madai” (ebepeka ginate) etete kota makida titaido kodo; kipo-kapo, ipagi, koto, uka one duwada, mapega tokonai, emo tetumai ko makida beu koyoka kota beu. {C.55}

“Pemimpin upacara “Kosmas Madai” (sambil garuk di wajah) menyebutkan semua tanda, yaitu tidak ada tanda. Tidak ada tanda karena saya tidak terhantuk, bersin, batuk, tali busur putus, anak panah patah, tidak tumpah darah dll”.

(69) Didi nakame “Soter Peke” (bado bego-bego ) etete ko; ini yoka ki bokai naka? {C.56}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil goyang kaki) menanyakan; jangan sampai anak kami meninggal”?

(70) Migouto “Kosmas Madai” (kipo tutu tete didi me) etete ko; okai ki tebokai tagi ka, peu kota makida ko beu ka. {C.57}

“Pemimpin upacara adat “Kosmas Madai” (sambil tunjuk penderita) menanggapi; dia tidak akan meninggal, karena tidak ada tanda burukk”. Nonverbal: tidak dalam jenis tindakpercakapan atau tidak dalam jenis tindakbahasa; (gerakan pada tubuh).

1) “miyo kopo” (menunduk)

2) “yoniyake mapega ekina kodo wagete” (berdiri panah babi) 3) “didi uguwo aitato yoniyake” (berdiri di sebelah keluarga penderita 4) “dagi gina-gina tete” (sambil garuk di kepala)

5) “ebepeka ginate” (sambil garuk di wajah) 6) “bado bego-bego” (sambil goyang kaki)

7) “kipo tutu tete didi mee” (sambil tunjuk penderita)

N : Norms of Interaction and Interpretation (N) artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat terlihat pada (N1-N8).

N1 : Uwi “perintah” N2 : Didi “keluhan” N3 :Kamaidete “permohonan” N4 : Makida “pemberitahuan” N5 :Ma “bertanya” N6 : Kota “tanggapan” N7 :Naka “bertanya” N8 :Tebokai “tanggapan”

G : Genre (G) artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindakpenyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain.

G1 : Bercakap-cakap

Pada bagian pertengahan media komunikasi antara pemimpin upacara “Kosmas Madai” dan ayah si penderita “Soter Pekei” tidak menuturkan Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act. Tapi, pemimpin

upacara “Kosmas Mada” dan ayah si penderita “Soter Pekei” menuturkan tindak tutur langsung literal (direct literal speech act), tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) dan tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech).

4.3.3 Makna Tuturan

Makna tuturan pada pertengahan memiliki kosa kata yang berhubungan dengan alat yang digunkan dalam upacara yaitu “mapega”. {A. III. (3)}. Pengertian umum dari “mapega” merupakan alat yang digunakan untuk panah apa saja.

Semantik dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat struktur bahasa yang berhubungan dengan makna. Makna dalam upacara pengusiran roh jahat pada tahap pertengahan memiliki frase “mapega”, terlihat pada Tabel 4.14 di bawahini: Tabel.4.14 Hubungan Semantik Alat-alat dalam Upacara.

Istilah Tercakup Hubungan Semantik Istilah Pencakup Mapega “anak panah”

Uka “busur” Alat-alat yang Dalam Upacara Dagu “tumbuhan magis” digunakan

Ekina “babi”

Pengertian umum dari “mapega” merupakan alat yang digunakan untuk panah apa saja. Mapega selalu di bawa setiap kali panah sesuatu. Bentuknya macam-macam, seperti panah yang utuh berduri, hanya berduri bagian atas, polos, terbuat dari kayu besi, dan dari bambu, ujungnya tajam. Fungsinya digunakan berperang, berburuk, dan waktu upacara. Pengertian khusus dari “mapega”

merupakan alat untuk panah waktu upacara. Bentuknya, sisi tengah tebal, bagian ujung tajam, polos, terbuat dari bambu.

Taksonomi dalam upacara pengusiran roh jahat terdapat unsur bahasa menurut hielarkis dalam urutan satuan fonologis atau graumatikal yang dimungkinkan dalam satuan. Graumatikal yan dimungkinkan dalam satuan bahasa terlihat pada table 4.15 di bawah ini:

Tabel.4.15 Hubungan Taksonomi Mapega.

Mapega 1

Mapega digunakan untuk panah

Mapega 2

Makna mapega (mapega 1) yaitu untuk panah apa saja, dan di bawa ke mana saja. Sedangkan makna mapega (mapega 2), yaitu untuk panah babi atau babi waktu upacara. Secara semantis, hubungan ini disebut polisemi, yaitu jenis tindak tutur yang sama tetapi makna berbeda, namun berhubungan.

Hubunan kontras “mapega” memperlihatkan perbedaan nyata dalam hal warna, rupa, ukuran dan sebagainya, hal tersebut terlihat pada Tabel 4.16 di bawah ini:

Tabel.4.16 Hubungan Kontras Mapega.

Ciri terbuat dari Tujuan Polos berduri ujung panah Kayu bambu Tajam benda Babi, babi Istilah

Mapega 1 + - - + + - Mapega 2 - + + + - +

Keterangan : + : ya - : tidak

Berdasarkan wawancara di lapangan (Bipai Dogopia satu jenis panah agar bisa kena hewan kurban. Yang melatar belakangi pernyataan ini, yaitu Maa mapegaka wagiya? “panah apa yang digunakan?

Buka mapegaka wagiya (panah dengan bambu) (Bipai Dogopia). Bipai Dogopia Kata “mapega” (panah) mengandung keyakinan bahwa jika panah kena babi atau babi kurban maka orang yang sakit akan selamat. Sebaliknya, jika panah tersebut tidak kena atau tembus ada keyakinan bahwa penderita tersebut tidak selamat. “Mapega” jenis ini sangat menentukan penyembuhan bagi penderita.

4.3.4 Daya Bahasa

Daya bahasa merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur. Penyampaian pesan dengan menggunakan daya bahasa dapat meninkatkan efektivitas komunikasi. Daya bahasa pada tataran struktur memiliki kadar pesan yang berbeda antara struktur kalimat satu dengan struktur kalimat yang lain, seperti data di bawah ini. (46-53)

(71) Migouto “Kosmas Madai” (dabaga kagu donita tiyake (dagu) imo dagida yamo yayakido tete gaka) etete mana ko, Aki tetoyake uwi. {C.46}

“Pemimpin “Kasmas Madai” memegan bagian kepala menggunakan daun (dagu) sambil jongkok) mengatakan, kamu jangan tinggal, pergi ke tempat tinggalmu”.

“Si penderita Yavet Pekei (menunduk) mengatakan, saya sakit sekali”.

(73) Migouto “KosmasMadai” (yoniyake mapega ekina kodo wagete) ga etete ko, akiya ita ko kamaidete emo kou ko okai pete-pete, ewitogimakete. {C. 48} “Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri panah babi) sambil mengatakan, sudah putuskan jalanmu dan darah ini sucikan, kuatkan dia”.

(74) Migouto „Kosmas Madai” (didi uguwo aitato yoniyake) kota makida titaido kodo etete. {C.49}

“Pemimpin “Kosmas Madai” (berdiri di sebelah keluarga penderita) memberitahukan semua tanda yang terjadi”

(75) Bapak si penderita “Soter Pekei” (dagi gina-gina tete) egado tete mana ko, ma kota makida kegai? {C.50}

“Bapak si Penderita “Soter Pekei” (sambil garuk di kepala) menanyakan, Tanda apa yang terjadi?

(76) Migouto Kosmas Madai (ebepeka ginate) etete kota makida titaido kodo; kipo-kapo, ipagi, koto, uka one duwada, mapega tokonai, emo tetumai ko makida beu koyoka kota beu. {C. 51}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil garuk di wajah) menyebutkan semua tanda, yaitu tidak ada tanda. Tidak ada tanda karena saya tidak terhantuk, bersin, batuk, tali busur putus, anak panah patah, tidak tumpah darah dll”. (77) Bapak si Penderita “Soter Pekei” (bado bego-bego) etete ko, ini yoka ki

bokai naka? {C. 52}

“bapak si penderita “Soter Pekei” (sambil goyang kaki) menanyakan, jangan sampai anak kami meninggal” ?

(78) Migouto Kosmas Madai (kipo tutu tete) didi me etete ko, okai ki tebokai tagi ka, peu kota makida ko beu ka. {C. 53}

“Pemimpin Kosmas Madai (sambil tunjuk penderita), menanggapi, dia tidak akan meninggal, karena tidak ada tanda buruk”.

Mengkritik, yang terdapat pada tuturan (71) mengandung daya bahasa mengkritik pada kalimat Aki tetoyake uwi “kamu jangan tinggal, memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena ada penyangatan yang dapat menimbulkan makna afeksi “lenyap begitu saja”. Di balik tuturan tersebut mempunyai maksud mengkritik roh jahat agar tidak mengangu kepada si penderita. Maksud lain dari tuturan “Aki tetoyake uwi” memiliki daya magis yang di komunikasikan dengan roh jahat yang menimbulkan makna emotif. Tuturan (72) pada klausa “saya sakit” memiliki daya bahasa yang kuat karena ada yang dapat menimbulkan makna afeksi “lenyap begitu saja”. Klausa (saya sakit) memiliki makna tersiat bahwa si penderita menyampaikan kepada pemmpin upacara bertanda bahwa roh jahat sedang keluar. Tuturan (73) mengandung daya bahasa mengkritik yang terdapat pada kalimat “sudah putuskan jalanmu, darah ini sucikan dan kuatkan dia”. Memiliki daya bahasa yang sangat kuat dan memiliki makna afeksi, di balik tuturan pemimpin memisahkan roh jahat dengan si penderita.

Tuturan (74-78) pada kalimat) pada kalimat di atas tidak memiliki daya bahasa yang sangat kuat karena pemimpin upacara hanya menyampaikan tanda-tanda yang terjadi dalam upacara kepada keluarga penderita.