• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSEP MASHLAHAH MURSALAH IMAM AL-

A. BIOGRAFI IMAM AL-SYATHIBY

2. Perjalanan Intelektual Imam Al-Syathiby

Imam Al-Syathiby merupakan seorang alim yang mumpuni dalam banyak bidang ilmu pengetahuan, wira‟i, dan tidak cinta dunia. Beliau adalah seorang ahli ushul, fiqh, tafsir, hadits, linguistik, debat, filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya serta merupakan pakarnya para ulama.4 Beliau banyak terlibat dalam masalah pendidikan, seperti pengabdiannya dalam mengajar di berbegai lembaga kajian ilmiah dan lembaga-lembaga formal. Contoh ketekunan Al-Syathiby adalah dalam mengelola Universitas Granada di masa hidup beliau.5

Sebelum mendalami berbagai ilmu, Al-Syathiby pertama kali mendalami ilmu bahasa. Al-Syathiby belajar ilmu bahasa dari Abu Abdillah Muhammad Ibn Fakhkhar Al-Birri (w. 754 H.), Abu Qȃsim Muhammad Ibn Ahmad Al-Sabti (w. 760 H.), dan pada Abu Ja‟far Ahmad Al-Syaqwari. Ulama yang

4

Abi Ishaq Ibrahim Syathiby, I‟tishām Juz 1, (Mesir: Maktabah Al-Tijāriyyah Al-Kubrā, tt), h. 10.

5

65

terakhir ini mengajarkan kepada Al-Syathiby kitab Syibawaih dan Alfiyyah Ibn Mâlik di Granada. Sementara Ilmu Ushul Fiqh beliau pelajari dari Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad Al-Syarȋf Al-Tilimsani.6

Al-Syathiby melakukan pengembangan dan pengkajian terhadap berbagai disiplin ilmu tidak sekedar dalam bentuk pertemuan langsung dengan guru-gurunya saja, tetapi juga melalui hubungan surat-menyurat kepada ulama-ulama tersohor. Cara ini ditempuh untuk menanyakan terhadap berbagai permasalahan, baik yang menyangkut hukum ataupun yang menyangkut bidang-bidang lain yang memerlukan pembahasan secara mendalam. Berkat ketekunan dan keuletan Al-Syathiby dalam mendalami ilmu, banyak sekali pemikiran dan analisa Al-Syathiby dijadikan sebagai rujukan masyarakat dan pemerintah untuk memecahkan berbagai permasalahan, baik yang menyangkut masalah agama, sosial, kenegaraan dan lainnya. Di samping itu, Al-Syathiby juga sering dilibatkan secara langsung dengan dialog-dialog tingkat kenegaraan guna mencari alternatif kemaslahatan bagi negara dan bangsa ada saat itu.7

Sebagai ulama besar, al-Syathiby tentunya pernah menduduki posisi penting di Granada. Namun tidak ada keteranggan yang lengkap mengenai jabatan apa saja yang telah

6 Ibid. 7

66 dipegangnya. Sejauh yang dapat diketahui, al-Syathiby mempunyai sejumlah murid, antara lain Abu Bakr ibn „Ashim dan saudaranya, Abu Yahya ibn „Ashim, Abu Abdillah Bayani, Abu Abdillah Mijari dan Abu Ja‟far Ahmad Al-Qissar Al-Gharnathy. Abu Bakr ibn „Ashim pernah menjabat sebagai qâdli di Granada dan terkenal dengan karyanya, Tuhfah al-Hukkâm, yang merupakan kompilasi hukum yang menjadi pegangan para hakim di Granada. Berdasarkna ini, dapat dikatakan bahwa al-Syathiby pernah aktif mengajar, dan besar kemungkinan ia mengajar di Universitas Granada.8

Indikasi lain bagi profesi al-Syathiby tersebut adalah terdapat sejumlah fatwa yang pernah dikeluarkannya. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa ia pernah bertugas sebagai mufti di Granada. Lebih dari itu, beberapa fatwa yang dikeluarkannya terkesan mendukung pemerintah, seperti pemberlakuan pajak demi kemaslahatan umum. Al-Syathiby pernah menceritakan pengalamannya dalam menghadiri suatu acara keagamaan yang yang telah banyak diwarnai oleh adat masyarakat setempat, sehingga ia merasa asing di dalamnya. Saat itu, al-Syathiby harus memilih satu di antara dua hal, apakah menuruti adat dengan menyalahi sunnah dan kaum salaf, atau tetap berpegang pada sunnah dengan menyalahi adat kebiasaan orang banyak. Untuk hal ini, ia menyatakan dirinya

8

67

tetap berpegang pada sunnah. Namun orang banyak menuduh al-Syathiby telah melakukan penyimpangan karena tidak sesuai dengan adat yang diinginkan mereka.9

Di samping ketokohan al-Syathiby sebagai ilmuwan, yang terlihat dari kegiatan belajar mengajar yang diemban dan keterlibatannya dalam memberi respon terhadap permasalahan-permasalahan keagamaan yang muncul sesuai dengan disiplin keilmuan yang didalaminya, beliau juga terlihat sebagai tokoh yang tekun dan produktif dalam membuat karya-karya iliah. Karya-larya ilmiah al-Syathiby ada yang telah diterbitkan dan dipublikasikan, seperti Muwāfaqāt fī Ushūl Syarī‟ah, Al-I‟tishām, Al-Ifādāt wa Al-Irsyādāt dan ada pula yang tidak diterbitkan yang hanya merupakan catatan sejarah saja, seperti Syarh Jalīl „Ala al-Khulāshoh fī al-Nahw, Khiyār al-Majlis, Syarh Rajz Ibn Mālik fi Nahw, „Inwān Ittifāq fī Ilm al-Isytiqāq, Ushūl al-Nahw.10

Al-Muwāfaqāt merupakan karya monumental al-Syathiby yang di dalamnya tertuang konsep teologi dan ushul fiqhnya tentang mashlahah. Kitab ini semula bernama „Inwān al-Ta‟rīf bi Asrār al-Taklīf. Bertolak dari nama ini al-Syathiby mencoba memaparkan secara mendalam tentang rahasia-rahasia

9 Ibid. 10

68 pentaklifan dan tujuan pensyariatan hukum Allah swt serta aspek-aspek lain dari kajian ushul fiqh.11

Namun mungkin karena arah dan kecenderungan yang beliau kemukakan terlalu berbeda dengan bahan yang ditemukan dalam ushul fiqih madzhab, mungkin juga karena perangkat yang beliau ajukan masih belum lengkap, atau karena opini saat itu cenderung masih sangat mengagungkan penalaran lughawiyyah (yang tidak sejalan dengan pendapat al-Syathiby), maka pendapat al-Syathiby dianggap asing dan tidak diikuti. Tetapi mungkin juga pendapat al-Syathiby ini tidak mendapat pengikut dan apresiasi memadai karena ditulis di ujung zaman pemantapan dan pemapanan fiqih, menjelang kemunculan masa taklid dan kemunduran. Boleh dikatakan, setelah masa beliau (karena datangnya masa kemunduran) tidak ada lagi ulama yang mampu mengapresiasi dan menerjemahkan isinya ke dalam kegiatan berijtihad yang memang cenderung sudah ditinggalkan. Dengan kata lain, pendapat ini muncul pada waktu semangat zaman sangat dikuasai oleh “taklid dan anti ijtihad”. Dengan demikian, dapat dimaklumi sekiranya pengaruh kitab Al-Muwafaqat tidak terlihat di dalam buku-buku ushul fiqh yang ditulis ulama sesudahnya, baik untuk diterima maupun dikritik dan ditolak.12

11 Ibid. 12

Al Yasa‟ Abu Bakar, Metode Istislahiah; Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan

69

Karya ushul fiqhnya yang lain selain Al-Muwāfaqāt adalah Al-I‟tishām. Dalam kitab Al-I‟tishām ini, al-Syathiby mengemukakan secara mendalam tentang bid‟ah, mulai dari bid‟ah haqīqy, bid‟ah idhāfy, sampai perbedaannya dengan konsep mashlahah mursalahdan istihsān. Adapun kitab Al-Ifādāt wa Al-Irsyādāt, merupakan suatu karya yang berisi dua kandungan, pertama berisi tentang catatan al-Syathiby dalam berbagai masalah baik hubungan beliau dengan gurunya atau dengan teman-temannya, kedua berisikan syair-syair yang multikomplek.13

Di antara murid beliau yang terkenal adalah Abu Yahya Ibn „Ashim, Abu Ja‟far Ibn al-Fakhkhar, al-Bayani, al-Majari, al-Qaashshar, Ibn Futuh, dan lain-lain.14

Dokumen terkait