1. Sumber hukum perjanjian kemitraan
Sumber-sumber Hukum Kontrak atau Perikatan tercantum dalam Pasal 1233 KUHPerdata yakni perjanjian dan undang-undang. Perikatan atau kontrak adalah suatu hubungan hukum di bidang hukum kekayaan dimana suatu pihak berhak menuntut suatu presentasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk melaksanakan suatu presentasi. Sedangkan perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Sumber Hukum Perjanjian Kemitraan antara lain:
a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil
96
Ibid., Pasal 15
97
dan menengah dengan usaha besar.98 Pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan.99 Kemitraan antar-usaha mikro, kecil dan menengah dengan usaha besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi.100 Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.101
Kemitraan dilaksanakan dengan pola inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan dan bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).102 Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, danMenengah, yang menjadi plasmanya dalam penyediaan dan penyiapan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan, pemasaran, penjaminan, pemberian
98
Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pasal 1 angka 38
99Ibid., Pasal 25 ayat (1)
100
Ibid., Pasal 25 ayat (2)
101
Ibid., Pasal 25 ayat (3)
102
informasi dan pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.103
Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak untuk memproduksi barang dan/atau jasa, usaha besar memberikan dukungan berupa kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya, kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan, pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak dan upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.104
Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.105 Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha mikro, kecil, dan menengah oleh usaha besar yang dilakukan secara terbuka.106
Pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, usaha besar dan/atau usaha menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada usaha
103Ibid., Pasal 27
104
Ibid., Pasal 28
105
Ibid., Pasal 29 ayat (2)
106
mikro dan/atau usaha kecil.107 Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara usaha besar dengan usaha mikro, kecil dan menengah dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham usaha besar oleh usaha mikro, kecil dan menengah.108
Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu dan penyelesaian perselisihan.109Perjanjian kemitraan dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.110 Perjanjian kemitraan tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian usaha mikro, kecil, dan menengah serta tidak menciptakan ketergantungan usaha mikro, kecil, dan menengah terhadap usaha besar.111 Usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya.112 Dalam melaksanakan kemitraan para pihak mempunyai kedudukan hokum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.113 Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.114
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Distribusi Barang yang diperdagangkan di dalam negeri secara tidak langsung atau langsung kepada konsumen dapat dilakukan melalui Pelaku Usaha
107Ibid., Pasal 31
108Ibid., Pasal 33
109
Ibid., Pasal 34 ayat (1)
110
Ibid., Pasal 34 ayat (2)
111Ibid., Pasal 34 ayat (3)
112
Ibid., Pasal 35 ayat (2)
113
Ibid., Pasal 36 ayat (1)
114
Distribusi.115Distribusi Barang secara langsung dilakukan dengan menggunakan pendistribusian khusus melalui sistem penjualan langsung secara single level atau multilevel.116 Barang dengan hak distribusi eksklusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota perusahaan penjualan langsung.117
c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
Kemitraan dalam rangka keterikatan usaha diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan diberikan peluang kemitraan seluasluasnya kepada usaha kecil, oleh pemerintah dan dunia usaha.118 Dalam hal kemitraan usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha kecil berlangsung dalam rangka sub perjanjian untuk memproduksi barang dan atau jasa, usaha besar atau usaha menengah memberikan bantuan berupa kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang diproduksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan serta pembiayaan.119
Kegiatan perdagangan pada umumnya adalah kemitraan antara usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha kecil dapat berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan
115
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 7 ayat (1)
116Ibid., Pasal 7 ayat (3)
117
Ibid., Pasal 8
118
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Pasal 2
119
pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.120 Usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar yang telah sepakat untuk bermitra, membuat perjanjian tertulis dalam bahasa Indonesia dan atau bahasa yang disepakati dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.121
d. Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/2008 tentang Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung
Mitra usaha adalah anggota mandiri jaringan pemasaran atau penjualan yang berbentuk badan usaha atau perseorangan dan bukan merupakan bagian dari struktur organisasi perusahaan yang memasarkan atau menjual barang dan/atau jasa kepada konsumen akhir secara langsung dengan mendapatkan imbalan berupa komisi dan/atau bonus atas penjualan.122 Perusahaan secara langsung atau melalui mitra usaha harus memberikan keterangan secara lisan atau tertulis dengan benar kepada calon mitra usaha dan/atau konsumen paling sedikit mengenai identitas perusahaan, mutu dan spesifikasi barang dan/atau jasa yang akan dipasarkan, program pemasaran barang dan/atau jasa dan kode etik dan peraturan perusahaan.123
Kontrak kerjasama atau surat penunjukan yang diputus secara sepihak oleh produsen atau supplier sebelum masa berlaku kontrak kerjasama atau surat penunjukan berakhir, produsen atau supplier tidak dapat menunjuk perusahaan yang baru sebelum tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan oleh para pihak (clean break) atau paling lambat 6 (enam) bulan setelah pemutusan
120
Ibid., Pasal 5
121Ibid., Pasal 18 ayat (1)
122
Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/2008 tentang Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung, Pasal 1 angka 4
123
kontrak kerjasama atau surat penunjukan.124 Perusahaan baru dapat diberikan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (selanjutnya disebut SIUPL), apabila sudah terjadi kesepakatan oleh para pihak atau paling lambat 6 (enam) bulan setelah pemutusan kontrak kerjasama atau surat penunjukan dan telah memenuhi persyaratan sesuai peraturan menteri ini.125
2. Hubungan hukum antara perusahaan dengan mitra
Menjalin hubungan dengan mitra usaha adalah penting adanya. Dewasa ini hubungan ini disebut dengan hubungan kemitraan (partnership). Partnership yang telah dibangun antar mitra perusahaan lebih jauh membawa seseorang kepada hubungan yang bersifat personal dimana psikologis bermain didalamnya, jadi keputusan-keputusan yang diperoleh berdasarkan kemampuan negosiasi kedua belah pihak. Hal-hal ataupun keputusan yang bila dipikirkan secara logika tidak mungkin dilakukan bisa saja terwujud dengan hubungan kemitraan, karena mereka bertindak secara emosional. Perusahaan yang menjalin hubungan kerja sama dengan mitra usaha juga bisa membantu mereka memperluas jaringan mereka melalui koneksi-koneksi yang mungkin dimiliki oleh mitra kerja juga.126
Perusahaan memandang mitra kerja sebagai rekan yang perlu dihormati hak-haknya, disamping dituntut kewajibannya. Perusahaan mengharapkan bahwa mitra kerja mendapat keuntungan yang wajar dalam berbisnis dengan Perusahaan. Penetapan mitra kerja dilakukan secara terbuka, mengacu kepada sistem kerja
124Ibid., Pasal 19 ayat (1)
125
Ibid., Pasal 19 ayat (2)
126
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20131121044839AArRxHN, diakses tanggal 7 Maret 2016
yang telah dibangun oleh perusahaan. Dalam menjalin hubungan dengan mitra kerja, Perusahaan bertanggungjawab untuk:127
a. Memastikan bahwa penunjukan mitra kerja dilakukan secara jujur dan adil, obyektif, serta bebas dari unsur pemaksaan dan kolusi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Menjamin bahwa mitra kerja yang ditunjuk memiliki kriteria dan kompetensi yang dibutuhkan Perusahaan, serta tidak memiliki konflik kepentingan dengan Perusahaan.
c. Menjaga hubungan dengan membuat perjanjian/kontrak secara tertulis yang menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak.
d. Menjalankan kewajiban Perusahaan dengan menepati jadwal dan mekanisme pembayaran sesuai dengan perjanjian/kontrak yang telah disepakati.
e. Memastikan bahwa mitra kerja telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian/kontrak.
f. Memastikan mitra kerja mengikuti standar operasi pelaksanaan yang telah ditetapkan Perusahaan.
3. Hubungan hukum antara perusahaan dengan konsumen
Konsumen merupakan faktor penting di dalam perusahaan, karena dengan adanya konsumen maka perusahaan dapat menjual, memasarkan dan menawarkan produknya. Dalam UUPK menyebutkan bahwa pengertian konsumen ( Pasal 1 angka 2 ) adalah sebagai berikut :
“Setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak
127
http://www.angkasapura1.co.id/834-bab-iv-pedoman-etika-usaha.htm, (terakhir diakses 4 Maret 2016).
untuk diperdagangkan“. Selain itu dijelaskan pula dalam undang-undang ini, bahwa pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian yaitu : a. konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna atau pemanfaat barang
atau jasa untuk tujuan tertentu.
b. konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna atau pemanfaat barang dan jasa untuk diproduksi (Produsen) menjadi barang atau jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial, konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha, dan
c. konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna atau pemanfaat barang dan jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga, atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen merupakan setiap pemakai barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen pada saat ini adalah konsumen yang peduli atas hak-haknya, sehingga tuntutan atas layanan mutu semakin tinggi. Semua jasa dan layanan harus diberikan dengan cara profesional dan prima, serta sepenuhnya taat pada kebijakan dan prosedur perusahaan dalam rangka memenuhi ekspektasi dari para pelanggan dan juga stakeholders lainnya.
Perusahaan menerapkan prinsip terbuka dalam bersaing, integritas, transparan, adil dan akuntabel untuk menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Perusahaan mempunyai komitmen untuk secara terus-menerus mengembangkan budaya pelayanan yang profesional dan berkualitas, dengan selalu berusaha mengutamakan kepuasan pelanggan tanpa mengabaikan
kepentingan perusahaan, serta membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan bagi kedua pihak.128
128