• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Perjanjian Kredit

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini yang berjudul : “Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Kredit Bank”

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, penulis yakin skripsi ini masih jauh dari sempurna dan harapan, oleh karena keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, tenaga serta literatur bacaan. Namun dengan ketekunan, tekad dan rasa ingin tahu dalam pengembangan ilmu pengetahuan, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Segala bantuan, budi baik dan uluran tangan berbagai pihak yang telah penulis terima baik dalam studi maupun dari tahap persiapan penulis sampai skripsi ini terwujud tidak mungkin disebutkan seluruhnya.

Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendorong dan membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Windha, SH., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ramli Siregar, S.H. selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II, dalam penulisan skripsi ini yang telah tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan pengarahan, masukan-masukan serta kritik yang membangun selama proses penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MHselaku dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan pengarahan, masukan-masukan serta kritik yang membangun selama proses penulisan skripsi ini.

5. Buat orang tua khususnya Ibu penulis Rayana br Situmorang yang telah mendidik dan membesarkan penulis dan juga telah memberikan dukungan dan motivasi baik itu materi maupun moril hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliah ini.

6. Kepada teman-teman angkatan 2007 dan 2008 serta buat sahabat-sahabat karib penulis yang telah penulis anggap sebagai saudara kandung yang telah memberikan banyak kenangan indah selama dalam masa perkuliahan, .

7. Buat kakak dan adik-adik, dan orang-orang yang penulis cintai, terima kasih buat dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Di sadarinya kekurang sempurnaan penulisan skripsi ini, maka dengan kerendahan hati penulis menyambut masukan yang bermanfaat dari para pembaca sekalian untuk memberikan kritikan dan saran-saran yang membangun. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk perkembangan ilmu hukum jaminan pada khususnya.

Medan, 12 Oktober 2012 Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... .. iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... . 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN FIDUSIA ... 12

A. Perjanjian Kredit ... . 12

B. Jaminan Fidusia ... 31

BAB III TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT ... 67

A. Jenis-Jenis Jaminan ... 67

B. Perjanjian Kredit ... 68

C. Pendeskripsian Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit ... 69

D. Pengaturan Tentang Tanggung jawab Debitur Terhadap Benda Jaminan Yang Musnah Dalam Perjanjian Kredit ... 72

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK

TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA

DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK ... 79

A. Dasar Hukum Penyelesaian Masalah Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank... 79

B. Upaya Penyelesaian Masalah Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank ... 90

C. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank ... . 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

5.1 Kesimpulan ... . 107

5.2 Saran ... . 108 DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA

BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN

KREDIT BANK

Ferdinand H Siboro**

Bismar Nasution** Ramli Siregar**

Skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank” merumuskan 2 (dua) permasalahan pokok, yaitu : Bagaimana pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia ?

Penelitian dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian hukum normative, yaitu penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder. Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan-pendekatan perundang-undnagan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Hasil penelitian skripsi ini diperoleh bahwa : 1 Tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia debitur tetap bertanggung jawab mengembalikan pinjaman kredit walaupun benda jaminan fidusia tersebut diasuransikan maupun tidak diasuransikan; 2 Perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia sangat lemah karena jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak perlindungan hukum tidak berjalan secara efektif bagi pihak-pihak yang dirugikan.

Kata kunci : Tanggung jawab, musnahnya jaminan fidusia, perjanjian kredit bank

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan perekonomian terus berlangsung di manapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat disangkal bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh siapapun sebagai bagian dari upaya peningkatan perekonomian negara. Salah satu faktor yang menjadi modal penting untuk menjalankan dan mengembangkan suatu usaha ekonomi tersebut adalah dana atau uang. Dana atau uang yang dibutuhkan guna pelaksanaan dan pengembangan usaha dapat diperoleh dengan cara pinjaman atau kredit melalui jasa perbankan. Bagi kalangan pengusaha dan atau pelaku usaha, pinjam meminjam merupakan kegiatan yang mewarnai dinamika pengembangan usaha.

Kegiatan pinjam meminjam uang adalah kegiatan yang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaannya kepada pemegang jaminan.

Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional, telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Jasa perbankan memiliki peranan yang besar dalam mendorong perekonomian nasional.

Pada dasarnya, pemberian kredit oleh bank diberikan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat melalui suatu perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur.1

Perjanjian kredit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada pengaturannya apakah dibuat secara tertulis atau lisan, akan tetapi pada umumnya yang terjadi pada setiap bank adalah setiap debitur yang meminjam uang di bank harus mengajukan permohonan kredit yang diajukan secara tertulis kepada pihak bank, tanpa harus melihat berapa jumlah kredit yang diminta.

Perjanjian kredit yang dibuat oleh bank kepada debitur merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara kreditur dan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian kredit.

2

Jasa perbankan dalam membantu bidang perekonomian bukanlah tanpa resiko. Resiko usaha yang terjadi di kalangan perbankan justru terutama menyangkut pemberian kredit. Pemberian kredit oleh bank pada dasarnya harus

1

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal. 1.

2

Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 68.

dilandasi keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya.

Jaminan adalah merupakan sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit.

Terhadap barang atau benda milik debitur yang dijadikan jaminan, akan dibuat perjanjian pembebanannya yang disebut perjanjian jaminan. Perjanjian jaminan ini timbul karena adanya perjanjian pokok, yang berupa perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa adanya perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian jaminan juga akan berakhir atau hapus. Sifat perjanjian jaminan adalah merupakan perjanjian asesor (accessoir). Perjanjian jaminan merupakan perjanjian khusus yang dibuat oleh kreditur dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak ketiga dengan tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok.3

Terhadap benda milik debitur yang dijadikan jaminan kredit, bisa berupa benda bergerak dan bisa pula benda tidak bergerak atau benda tetap. Apabila yang dijadikan jaminan kredit adalah benda tidak bergerak atau benda tetap, maka ketentuan undang-undang menetapkan pembebanan atau pengikatannya

3

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horizontal, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 236.

menggunakan Hipotik atau Hak Tanggungan, sedangkan apabila yang dijadikan obyek jaminan itu adalah benda bergerak, maka pengikatannya bisa memakai Gadai atau Fidusia. Adanya pembagian benda-benda menjadi benda bergerak dan tidak bergerak, membawa konsekuensi berbedanya lembaga jaminan yang digunakan atau diterapkan, ketika benda-benda tersebut dijadikan jaminan utang.

Benda yang dijadikan jaminan kredit pada bank, di samping jaminan benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, kapal berukuran 20 meter kubik ke atas, kereta api termasuk mesin pabrik yang melekat dengan tanah juga jaminan benda bergerak seperti kendaraan bermotor. Meskipun demikian, pada umumnya benda bergerak yang digunakan sebagai jaminan kredit. Terkait dengan benda bergerak yang digunakan sebagai jaminan, umumnya debitur sebagai pemilik jaminan tetap ingin menguasai bendanya digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha atau aktivitasnya. Dengan demikian, menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1992 tentang Jaminan Fidusia, lembaga jaminannya adalah fidusia. Pemberian fidusia dilakukan melalui proses yang disebut dengan ”Constitutum Prossesorium” (penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik bendanya).4

Perjanjian kredit yang terjadi antara pihak bank dengan pihak debitur dalam prakteknya kadangkala terjadi tidak sesuai dengan keinginan para pihak. Perjanjian kredit tersebut dapat menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Benda jaminan yang diberikan oleh pihak debitur kepada pihak bank terutama pada benda jaminan seperti kendaraan bermotor, peralatan mesin yang dibebani

4

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, selanjutnya disebut Munir Fuady I,2002) hal. 152.

jaminan fidusia ternyata musnah dan nilai dari benda bergerak tersebut setiap tahun akan menyusut. Musnahnya benda jaminan dapat disebabkan karena terjadi pencurian, kebakaran, dan lain-lain.

Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur sebagai berikut :

(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

b. Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima Fidusia; atau c. Musnahnya Benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia.

(2) Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang pengecualian terhadap pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh dengan perjanjian jaminan tersendiri yaitu pada huruf (b) yaitu Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.

Jika mengkaji Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tersebut di atas, maka tidak jelas atau adanya kekaburan pengaturan tentang indikator musnahnya jaminan fidusia dan lebih lanjut juga terjadi ketidakjelasan pengaturan tentang tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian khususnya dalam hal perjanjian kredit di bank. Selain itu, tidak jelas perlindungan hukum bagi para pihak karena musnahnya jaminan fidusia. Dengan demikian, penting untuk melakukan penelitian terkait dengan adanya kekaburan norma (Vague van Normen) terhadap tanggung jawab debitur terhadap musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit bank.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, sebagaimana disampaikan di atas, maka dapat dirumuskan dua pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang hukum jaminan fidusia yang keberadaannya sangat dibutuhkan berkaitan dengan aktivitas lembaga keuangan bank.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berupa masukan bagi pemerintah maupun lembaga perbankan dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, terutama ketentuan yang menyangkut tanggung jawab debitur terhadap musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian di perpustakaan di Universitas Sumatera Utara dan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bahwa judul tanggung jawab debitur terhadap musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit bank belum pernah ada, sehingga penulis tertarik untuk meneliti tentang musnahnya benda jaminan fidusia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Peter Mahmud Marzuki berpendapat, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.5

Ada dua jenis penelitian hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau

5

sosiologis.6 Jenis penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Philipus M Hadjon berpendapat bahwa jenis penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang terutama mengkaji ketentuan-ketentuan hukum positif maupun asas-asas hukum.7

2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang bertujuan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan diteliti. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).8

Berdasarkan permasalahan penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yakni dengan menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.9 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.10

6

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Press, 1985 (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III), hal 147.

7

Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum, Makalah Penelitian Metode Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Universitas Airlangga,1997) hal.20.[

8

Peter Mahmud Marzuki,Op.Cit.hal.93.

9

Ibid

10

Dengan demikian, penelitian tentang pengaturan tanggung jawab debitur terhadap musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit bank menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. 3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan ini dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat digolongkan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pendapat Peter Mahmud Marzuki,bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim.11

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

Bahan-bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri dari:

b. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; c. Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Sedangkan bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.12

11

Ibid. hal.140.

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, bahan hukum yang bersumber dari literatur-literatur, ju rnal ilmiah, dan lain-lain terkait dengan persoalan yang sementara dikaji. Selain itu dipergunakan juga bahan hukum penunjang seperti kamus.

12

4. Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara menginventarisir, mempelajari dan mendalami bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terkait dengan penelitian ini. Bahan hukum yang diperoleh, dikumpulkan dengan menggunakan sistem kartu (Card System). Kemudian dilakukan pencatatan mengenai hal-hal yang dianggap penting dan berguna bagi penelitian yang dilakukan. Kartu-kartu diklasifikasikan atas kartu kutipan, kartu ikhtiar, dan kartu ulasan, serta menurut rencana sistematika skripsi. Kemudian diberikan identitas seperti : sumber bahan yang dikutip, dan halaman.

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

DAN JAMINAN FIDUSIA

Berisikan mengenai masalah Perjanjian Kredit Jaminan Fidusia

BAB III TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA

JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT

Berisikan jenis-jenis jaminan, Perjanjian Kredit, Pendeskripsian Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit dan

Pengaturan Tentang Tanggung jawab Debitur Terhadap serta Benda Jaminan Yang Musnah Dalam Perjanjian Kredit

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK

TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

Pada bab ini akan membahas tentang Dasar Hukum Penyelesaian Masalah Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank, Upaya Penyelesaian Masalah Musnahnya Benda Jaminan dan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank serta Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab isi berisikan tentang Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN FIDUSIA

A. Perjanjian Kredit

1. Pengertian Perjanjian Kredit

Dalam sistem hukum Indonesia yang menganut sistem Eropa Kontinental (Civil Law Legal System), istilah kontrak dikenal dengan Perjanjian (Overrenkomst). Menurut Pasal 1313 BW (KUH Perdata), “Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.13

Pengertian perjanjian sebagaimana diatur Pasal 1313 BW (KUH Perdata) tersebut dalam pandangan para sarjana mengandung kelemahan. Ketidak-sempurnaan dan tidak lengkap. Sehubungan dengan hal tersebut Mariam Darus Badrulzaman mengungkapkan :

Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan BW di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Tidak lengkap, karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu terlalu luas, karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuanketentuan tersendiri sehingga Buku III BW (KUH Perdata) secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan terhadap perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuannya.14

13

Rai Widjaja, I G A, Dikutip dari Black Law Dictionary, Merancang Suatu Kontrak, Teori dan Praktek, (Jakarta : Mega Poin, 2003), hal. 8.

14

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Hukum

Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung : Alumni, (selanjutnya disebut Mariam Darus

Menurut Abdulkadir Muhammad, kelemahan-kelemahan ketentuan Pasal 1313 BW (KUH Perdata) adalah sebagai berikut :15

a. Hanya menyangkut satu pihak. Jika dilihat rumusan ”satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata Kerja ”mengikatkan” mempunyai sifat hanya datang dari satu pihak

Dokumen terkait