• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A.Pengaturan Hukum Pengangkutan Udara

D. Perjanjian Pengangkutan Udara

Berdasarkan bunyi Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang/lebih. Maksudnya ialah bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum oleh seseorang atau lebih mengikatkan diri untuk melakukan prestasi atau kontra prestasi. Jadi, perjanjian tersebut berisi tentang perikatan.

Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dimana satu pihak timbul kewajiban dan dipihak lain timbul hak. Sahnya suatu perjanjian adalah sebagaimana diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

2) Cakap untuk membuat perjanjian.

3) Mengenai hal tertentu.

4) Adanya sebab yang halal.

Perikatan yang lahir karena undang-undang disebabkan karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah timbul jika seseorang melakukan suatu pembayaran yang tidak diwajibkan. Perbuatan yang demikian ini, menerbitkan suatu perikatan yaitu memberikan hak kepada orang yang telah membayar untuk

23

menuntut kembali apa yang telah dibayarkan dan meletakkan kewajiban di pihak

lain untuk mengembalikan pembayaran-pembayaran itu.24

Perjanjian pengangkutan menimbulkan akibat hukum bagi pelaku usaha dan penumpang sebagai hal yang dikehendaki oleh kedua belah pihak. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik dikenal sebagai pembeda/pembagian perjanjian karena menimbulkan hak dan kewajiban para pihak maka perjanjian pengangkutan disebut perjanjian timbal balik, yaitu konsumen mendapat hak layanan pengangkutan dengan kewajiban membayar biaya pengangkutan,

Hukum perjanjian sebagaimana yang tertuang dalam KUHPerdata menganut asas kebebasan berkontrak, yakni dituangkan pada Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya, hal ini mengandung makna bahwa setiap orang boleh membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan UU, disamping menganut “asas kebebasan berkontrak” juga menganut “asas konsensualisme/konsensualitas.” sebagai mana dinyatakan pada Pasal 1320 KUH Perdata. Maksudnya: bahwa perjanjian itu sudah dianggap lahir sejak terjadinya kata sepakat.

Perjanjian pengangkutan merupakan timbal balik dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengiriman barang membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.

24

Subekti., Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. XXVI, Jakarta: PT. Intermasa, 1994, hal 132.

penyelenggara angkutan, memperoleh hak menerima pembayaran jasa pengangkutan dengan kewajiban menyelenggarakan pelayanan angkutan.

Undang-undang pengangkutan menentukan bahwa pengangkutan baru diselenggarakan setelah biaya pengangkutan dibayar terlebih dahulu. Akan tetapi, di samping kekuatan UU Pengangkutan, Perjanjian pengangkutan biasaanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa, dan menurunkan/membongkar, kecuali apabila dalam perjanjian

ditentukan lain.25

Subjek hukum yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dikatakan subjek hukum, yaitu:

Perjanjian pengangkutan udara adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dan pihak penumpang atau pihak pengirim udara, dengan imbalan bayaran atau suatu prestasi lain. Dapat dikatakan, suatu perjanjian pengangkutan udara harus terdapat beberapa unsur diantaranya adanya para pihak atau subjek hukum, adanya alat atau sarana pengangkut, adanya prestasi yang harus dilaksanakan oleh pengangkut, kemudian adanya kewajiban membayar ongkos atau biaya pengangkutan.

26 a. Pihak pengangkut. b. Pihak penumpang. c. Pihak pengirim. 25

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Buku Kelima, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 41.

26

d. Pihak penerima kiriman.

Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara juga dalam UU No. 1 Tahun 2009 tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perjanjian baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai cara-cara mengadakan serta sahnya perjanjian pengangkutan udara. Perjanjian pengangkutan merujuk pada syarat-syarat sahnya perjanjian pengangkutan, dengan demikian perjanjian pengangkutan udara

mempunyai sifat consensus artinya adanya kata sepakat antara para pihak

perjanjian pengangkutan dianggap ada dan lahir.

Perjanjian ini mengikat pihak pengangkut (misal; maskapai penerbangan) dan pihak terangkut (penumpang maupun benda). Biasanya perjanjian

pengangkutan udara berupa standart contract, dimana klausula atau aturan-aturan

telah dibuat oleh pihak pengangkut.27

Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut

dan pengirim sama tinggi atau koordinasi (geeoordineerd), tidak seperti dalam

perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau

kedudukan subordinasi (gesubordineerd). Mengenai sifat hukum perjanjian

pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :28

1) Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan

pengangkut tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim

membutuhkan pengangkutan (tidak terus menerus), berdasarkan atas

ketentuan pasal 1601 KUH Perdata.

27

http://catatansurya09.blogspot.com/2013/04/hukum-pengangkutan-udara_15.html 28

2) Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala tetapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH

Perdata ( Pasal penutup dari bab VII A tentang pekerjaan

pemborongan ).

3) Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran

yakni perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan

perjanjian penyimpana (bewaargeving).

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian

kehendak (konsensus). Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya

suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan (konsensus)

diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.

Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat terdapat dokumen

yang disebut denga surat muatan (vracht brief) seperti dimaksud dalam pasal 90

KUHD. Demikian juga halnya dalam pengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen, yakni; tanda penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang.

Dokumen-dokumen yang tersebut diatas, bukan merupakan syarat mutlak tentang adanya perjanjian pengangkutan. Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan perjanjian pengangkutan yang telah ada sebagaimana yang telah diatur oleh Pasal 454, 504 dan 90 KUHD. Jadi, dokumen-dokumen tersebut tidak

merupakan unsur dari perjanjian pengangkutan. Dari uraian tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.29

Pasal 1338 : Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh UU Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pada dasarnya, perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. Perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis pun tetap mengikat para pihak, dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat. Namun, untuk kemudahan pembuktian, acuan bekerjasama dan melaksanakan transaksi, sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini juga dimaksudkan, agar apabila terdapat perbedaan pendapat dapat kembali mengacu kepada perjanjian yang telah disepakati.

Suatu persetujuan wajib dilakukan dengan iktikad baik bagi mereka yang melakukannya, dan karenanya sifat mengikat dari persetujuan tersebut adalah pasti dan wajib. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 1339 KUHPerdata, yang menyatakan:

Pasal 1339 : Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang

29Ibid.

menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

Dokumen terkait