• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI Entitas Anak

DS 35.487 - -Liabilitas pajak tangguhan

33. PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI Entitas Anak

Risiko likuiditas adalah risiko di mana Kelompok Usaha akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana guna memenuhi komitmennya atas instrumen keuangan.

Pengelolaan terhadap risiko likuiditas dilakukan dengan cara menjaga profil jatuh tempo antara aset dan liabilitas keuangan, penerimaan tagihan yang tepat waktu, manajemen kas yang mencakup proyeksi dan realisasi arus kas hingga beberapa periode ke depan serta memastikan ketersediaan pendanaan melalui komitmen fasilitas kredit.

Segmen usaha dilaporkan dengan cara yang sesuai dengan pelaporan internal yang dipersiapkan untuk pembuat keputusan operasional. Pembuat keputusan operasi adalah pihak yang bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya dan menilai kinerja segmen operasi.

Pendapatan, beban, hasil usaha, aset dan liabilitas segmen termasuk item-item yang dapat diatribusikan secara langsung kepada suatu segmen serta hal-hal yang dapat dialokasikan dengan dasar yang memadai untuk segmen tersebut. Segmen ditentukan sebelum saldo dan transaksi antar Kelompok Usaha dieliminasi sebagai bagian dari proses konsolidasi.

Untuk periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2015 dan 2014, Kelompok Usaha mengklasifikasikan pendapatan, beban, hasil usaha, aset dan liabilitasnya ke dalam satu segmen, yaitu segmen jasa penambangan pada periode 6 (enam) bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2015 dan penjualan mangan pada periode yang sama di tahun 2014; sehingga tidak disajikan catatan tersendiri mengenai informasi segmen.

Entitas Anak DS

a. Undang-undang Pertambangan No.4/2009

b. Peraturan Kehutanan

Pada tanggal 21 Februari 2012 dan 11 Januari 2014, Pemerintah Indonesia mengubah PP No. 23/2010 dengan menerbitkan PP No. 24/2012 dan PP No.1/2014, yang mengatur mengenai pengalihan IUP, divestasi dan wilayah pertambangan.

Kelompok Usaha memonitor secara seksama perkembangan atas peraturan pelaksana dari Undang-Undang Pertambangan tersebut dan akan mempertimbangkan dampaknya terhadap operasi Grup, jika ada, pada saat peraturan peraturan pelaksana ini diterbitkan.

Pada tanggal 10 Maret 2006, Menteri Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri No. P.14/Menhut-II/2006 (”Peraturan Kehutanan 2006”) mengenai Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang menjelaskan mengenai izin untuk menggunakan hutan bukan untuk kegiatan hutan. Menurut Peraturan Kehutanan 2006, perusahaan dapat diberikan izin perhutanan untuk menggunakan area hutan bukan untuk kegiatan perhutanan (misalnya untuk kegiatan komersial), dibatasi dengan sejumlah syarat, untuk periode selama 5 tahun (dapat diperpanjang). Salah satu syarat signifikan berdasarkan Peraturan Kehutanan 2006 adalah untuk menyediakan lahan bukan hutan seluas dua kali dari luas hutan yang digunakan (lahan kompensasi). Lahan kompensasi kemudian harus dihutankan kembali/reboisasi.

Atau sebagai alternatif, apabila dalam 2 tahun, perusahaan pemohon IPPKH tidak dapat menyediakan lahan kompensasi yang diminta, perusahaan harus membayarkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (”PNBP”) secara tahunan kepada Menteri Kehutanan sebesar 1% dari jumlah nilai produksi. Peraturan Kehutanan 2006 tidak menyebutkan bagaimana menentukan jumlah nilai produksi.

Pada tanggal 16 Desember 2008, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara yang baru (“Undang-Undang Pertambangan”), yang telah disahkan oleh Presiden pada tanggal 12 Januari 2009 dan menjadi UU No. 4/2009. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pertambanga tersebut, seluruh entitas anak yang bergerak di bidang penambangan batubara telah memperoleh Izin Usaha Pertambangan (“IUP”).

Pada tanggal 1 Februari 2010, Presiden Republik Indonesia menandatangani dua peraturan pelaksanaan untuk Undang-Undang Pertambangan tersebut, yaitu PP No. 22/2010 dan No. 23/2010.

PP No. 22/2010 mengatur tentang pembentukan area pertambangan di Indonesia. PP No. 23/2010 menjelaskan lebih detil beragam tipe perizinan pertambangan yang ada sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Pertambangan ini, dan menjelaskan syarat dan kondisi dasar yang harus dipenuhi oleh pihak yang mengajukan maupun pihak berwenang yang mengeluarkan izin pertambangan.

33. PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI - LANJUTAN b. Peraturan Kehutanan - lanjutan

c. Peraturan meneteri No. 17/2010

Pada tanggal 10 Juli 2008, Peraturan Kehutanan 2006 telah diperbaharui melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2008 (”Peraturan Kehutanan 2008”) antara lain mengenai penambahan bentuk kompensasi lahan untuk IPPKH, perubahan besaran PNBP dan jangka waktu IPPKH yang berubah menjadi 20 tahun dan dapat diperpanjang.

Pada tanggal 30 Maret 2011, Peraturan Kehutanan 2008 telah diperbaharui melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/MenhutII/2011 (”Peraturan Kehutanan 2011”) antara lain mengenai perubahan kondisi dan ketentuan IPPKH.

DS yang saat ini sedang dalam proses memperoleh persetujuan prinsip atas IPPKH sehingga belum dapat dikenakan PNBP dan melakukan reboisasi. DS juga melakukan monitoring terus-menerus atas kepatuhan mereka terhadap peraturan kehutanan dimaksud.

Pada tanggal 20 Desember 2010, Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan implementasi atas Undang-undang Mineral No. 4/2009, yaitu Peraturan Pemerintah No. 78/2010 yang mengatur aktivitas reklamasi dan pasca tambang untuk pemegang Eksplorasi dan IUP-Operasi Produksi.

Pemegang IUP-Eksplorasi, ketentuannya antara lain, harus memuat rencana eksplorasi di dalam rencana kerja dan anggaran biaya ekplorasinya dan menyediakan jaminan reklamasi berupa deposito berjangka yang ditempatkan pada bank Pemerintah.

Pemegang IUP-Operasi Produksi, ketentuannya, antara lain, harus menyiapkan (1) rencana reklamasi lima tahunan; (2) rencana pasca tambang; (3) menyediakan jaminan reklamasi yang dapat berupa rekening bersama atau deposito berjangka yang ditempatkan pada bank pemerintah, bank garansi, atau cadangan akuntansi (bila diijinkan) dan (4) menyediakan jaminan pasca tambang berupa deposito berjangka yang ditempatkan di bank Pemerintah.

d. Peraturan mengenai Peningkatan Nilai Tambah Mineral

a. b.

Penempatan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang tidak menghilangkan liabilitas pemegang IUP dari ketentuan untuk melaksanakan aktivitas reklamasi dan pasca tambang.

Pada tanggal 6 Februari 2012, KESDM mengeluarkan Peraturan No. 07 Tahun 2012 mengenai Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral ("PerMen No. 7/2012"). Peraturan ini dikeluarkan untuk penerapan Pasal 96 dan 111 dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 23.

Berdasarkan PP No. 23 dan PerMen No. 7/2012, logam mineral tertentu, dianggap sebagai komoditas pertambangan yang nilainya dapat meningkat melalui proses pengolahan dan/atau kegiatan pemurnian. Dengan demikian, hasil tambang harus diproses dan/atau dimurnikan didalam negeri sesuai dengan batasan minimum yang ditetapkan dalam PerMen No. 7/2012.

PerMen No. 7/2012 juga melarang perusahaan pertambangan untuk menjual bijih mineral keluar negeri mulai tanggal 6 Mei 2012 dan mewajibkan pemegang IUP operasi produksi yang telah berproduksi sebelum tanggal berlakunya PerMen No. 7/2012 untuk melakukan penyesuaian rencana batasan minimum pengolahan dan pemurnian.

Pemegang IUP yang telah melakukan produksi sebelum Peraturan ini diterbitkan diwajibkan untuk:

melakukan penyesuaian terhadap batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian sesuai dengan batas yang ditentukan diatas dalam waktu 5 tahun setelah UU Minerba 2009 dikeluarkan; dan

menyampaikan laporan berkala mengenai penyesuaian terhadap batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk evaluasi.

Dalam hal pemegang IUP tidak dapat membuat penyesuaian tersebut di atas atau tidak dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain, mereka harus berkonsultasi dengan Direktur Jenderal.

Pada tanggal 11 Mei 2012, KESDM menerbitkan Peraturan No. 11 Tahun 2012 (”PerMen No. 11/2012”) yang merupakan amandemen atas PerMen No. 7/2012.

PerMen No. 11/2012 ini menegaskan bahwa pemegang IUP dan IPR dapat melakukan ekspor bijih/bahan mentah setelah memperoleh rekomendasi dari KESDM, apabila telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan, dan akan dikenakan Bea Keluar berdasarkan Harga Patokan Ekspor. Direktur Jenderal telah menerbitkan peraturan-peraturan tertentu terkait dengan implementasi PerMen No. 11/2012 ini.

d. Peraturan mengenai Peningkatan Nilai Tambah Mineral - Lanjutan

Pada tanggal 11 Januari 2014, Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan revisi peraturan pelarangan ekspor mineral mentah. Peraturan Pemerintah Nomor 1/2014 telah diterbitkan sebagai perubahan kedua atas Peraturan Nomor 23/2010 tentang “Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara”. PeraturanNomor 1/2014 menetapkan bahwa pemegang Kontrak Pengerjaan dalam tahapan pemurnian dan Pemegang Izin Produksi Pertambangan dalam tahapan produksi diperbolehkan untuk mengekspor mineral dalam jumlah tertentu, di mana jumlah tersebut akan diatur dalam Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

PerMen No. 1/2014 telah diterbitkan oleh KESDM sebagai perubahan ketiga dari PerMen No. 7/2012. Sehubungan dengan larangan ekspor yang diberlakukan melalui PerMen No. 7/2012, PerMen No 1/2014 mengenai perpanjangan batas waktu ekspor mineral sampai dengan 2017. PerMen No. 1/2014 juga menetapkan jumlah minimum pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

Pada tanggal yang sama, Menteri Keuangan jugamenerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 6/2014 yang menetapkan bea keluar progresif atas ekspor mineral mentah. Bea keluar ekspor yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan adalah sebesar 25% untuk Pemerintah Republik Indonesia juga telah menerbitkan peraturan-peraturan terkait Bea Keluar, yaitu, antara lain, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 29/MDAG/PER/5/2012 tanggal 7 Mei 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 33/M-DAG/PER/5/2012 tanggal 28 Mei 2012 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 34/MDAG/PER/5/2012 Tanggal 28 Mei 2012 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar, Peraturan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara No. 574.K/30/DJB/2012 tanggal 11 Mei 2012 tentang Ketentuan Tata Cara dan Persyaratan Rekomendasi Ekspor Produk Pertambangan dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.75/PMK.011/2012 tanggal 16 Mei 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Manajemen berpendapat bahwa secara keseluruhan peraturan-peraturan ini belum berdampak terhadap operasi DS.

e. Perjanjian dengan PT Tanito Harum

f. Perjanjian dengan PT Berau Coal

-progresif atas ekspor mineral mentah. Bea keluar ekspor yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan adalah sebesar 25% untuk tembaga dan 20% untuk jenis mineral mentah lainnya. Bea keluar ekspor akan semakin meningkat hingga tarif tertinggi 60% pada semester kedua tahun 2016 untuk semua jenis mineral yang diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan larangan total ekspor mineral mentah pada tahun 2017.

Berdasarkan peraturan tersebut Pemegang kontrak karya dan Pemegang IUP-Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri, Pemegang kontrak karya dan Pemegang IUPOperasi Produksi ke luar negeri tersebut, yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pemurnian di dalam negeri, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

Untuk dapat mematuhi peraturan-peraturan tersebut diatas, Kelompok Usaha terus memonitor perkembangan peraturan-peraturan tersebut dan menganalisa dampak dari peraturan tersebut, jika ada, terhadap operasinya.

Berdasarkan surat Perjanjian Penambangan Batubara No. SP/136/TH-RBA/OB-CL/Y/2010 tanggal 27 Mei 2010, RBA mengadakan kerjasama penambangan batu bara. Berdasarkan perjanjian ini, RBA ditunjuk oleh PT Tanito Harum untuk melaksanakan pekerjaan seperti pembersihan, penggalian, pemuatan batubara kedumb truck di lokasi tambang Pondok Labu atau lokasi lainnya yang disepakati para pihak, pemeliharaan jalan angkut batubara dari pit di tambang menuju lokasimain haul road. Selain itu, RBA juga akan menyediakan armada alat berat termasuk peralatan pengeboran, serta fasilitas pemeliharaan dan perawatan alat. Perjanjian ini berlaku selama 3 tahun, dimana berakhir pada tanggal 15 Juli 2013. Berdasarkan addendum suakhir pada surat perjanjian No. add/136/THRBA/VII/2013 tanggal 17 Juli 2013, perjanjian tersebut telah diperpanjang sampai dengan Desember 2014. Berdasarkan Surat No. 261/TH/XI/2014 tanggal 19 November 2014, Perjanjian kerjasama antara RBA dan PT Tanito Harum berakhir pada akhir Desember 2014.

RBA memiliki beberapa perjanjian sehubungan dengan jasa penambangan dan jasa penyewaan alat berat dengan PT Berau Coal Tbk, antara lain sebagai berikut:

Perjanjian Pekerjaan Pengangkutan Batubara di Area Lati Mine Operation (LMO) Pit East 2

No. 005/BC-RBA/DIR/AGR-MCM/I/2013 tanggal 9 Januari 2013. Perjanjian tersebut berlaku mulai dari tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2017.

Perjanjian tentang Pengupasan Lapisan Tanah Penutup di Area LMO pit East 2 No. 004/BC-RBA/DIR/AGR-MCM/I/2013 tanggal 9 Januari 2013.

Perjanjian ini berlaku tanggal 1 Januari 2013 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2014. Ruang lingkup pekerjaan yang dilakukan Perusahaan adalah pekerjaan pengupasan tanah penutup yang meliputi pekerjaan seperti clear and grub, pemindahan dan penempatan kembali lapisan top soil dan sub-soil, konstruksi dan pemeliharaan jalan tambang, perataan tanah kembali, dan lain-lain.

33. PERJANJIAN PENTING, IKATAN DAN KONTIJENSI - LANJUTAN f. Perjanjian dengan PT Berau Coal - Lanjutan

-1. 2. 3. 4.

-g. Perjanjian dengan PT Gunung Bara Utama

Kontrak PIT East 2 berakhir pada tanggal 31 Desember 2017.

Dikarenakan kondisi harga rendah, kapasitas produksi ESDM dan kondisi Pit East 2, aktivitas penambangan untuk Pit East 2 untuk tahun 2015 akan dibatasi menjadi 3.500.000 BCM, dimana diperkirakan akan tercapai pada Mei 2015.

Untuk mengakomodir kelebihan kapasitas unit produksi RBA, PT BC akan mengijinkan RBA memperluas area kerja tambangnya ke PIT OS/ON. Tambahan volume yang dihasilkan PIT OS/ON pada tahun 2015 diperkirakan 13.500.000 BCM.

Perjanjian tentang Sewa Menyewa Alat Berat di Area LMO Pit East 2 No.006/BC-RBA/DIR/AGR-MCM/I/2013 tanggal 9 Januari 2013. Jangka waktu perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017.

Berdasarkan surat Perjanjian Ketentuan Jasa Penambangan No. 026/AGR/GBU1-RA/X/12 tanggal 8 Oktober 2012, RBA mengadakan kerjasama penambangan batu bara. Berdasarkan perjanjian ini, Perusahaan ditunjuk oleh PT Gunung Bara Utama untuk melaksanakan pekerjaan seperti menyediakan manajemen proyek yang dibutuhkan, perencanaan tambang, pengukuran, pengawasan, keamanan lokasi di area keria Kontraktor,material dan perlengkapan, pemeliharaan peralatan, tenaga kerja, transportasi, kesehatan, dan infrastruktur lokasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, Peranjian ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 April 2013 dan akan berIaku untuk Berdasarkan Surat No. 089/BC/BODDAT/XII/2014 tanggal 2 Desember 2014 mengenai terms of agreement RBA PIT OS/ON dan PIT East 2, antara lain:

Kontrak PIT OS/ON berakhir pada tanggal 31 Desember 2014.

dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan. Selain itu, Peranjian ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 April 2013 dan akan berIaku untuk periode lima tahun atau apabila volume yang disetujui telah tercapai. Sampai dengan tanggal laporan keuangan, kerjasama ini belum dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

Dokumen terkait