Kewajiban
Dalam dolar AS (AS$ 289.542.727) Rp 2.778.162.469.307 Dalam yen Jepang (JPY 4.998.133.117) 417.693.984.600
Dalam mark Jerman (DEM 7.842) 35.734.277
Dalam dolar Singapura (Sin$ 2.492) 13.804.559
Jumlah 3.195.905.992.743
Kewajiban bersih Rp 2.352.021.359.174
Perbandingan kewajiban bersih dalam mata uang asing Perusahaan dan Anak perusahaan pada tanggal 31 Desember 2000 dan 25 April 2001 adalah sebagai berikut:
31 Desember 2000 25 April 2001 AS$ 1 Rp 9.595 Rp 11.818 Sin$ 1 5.539 6.518 DEM 1 4.557 5.393 MYR 1 2.525 3.110 JPY 1 84 97
Jika kewajiban bersih dalam mata uang asing Perusahaan dan Anak perusahaan pada tanggal 31 Desember 2000 dijabarkan ke dalam Rupiah dengan menggunakan kurs tengah pada tanggal 25 April 2001, maka kewajiban bersih akan meningkat sekitar Rp 514,4 miliar.
25. PERJANJIAN-PERJANJIAN DAN KEWAJIBAN KONTINJENSI
a. Perjanjian-perjanjian lisensi
1. Pada tanggal 1 Januari 1990 dan 1991, Perusahaan dan anak perusahaan tertentu (para pihak) mengadakan perjanjian-perjanjian lisensi dengan CPG. Berdasarkan perjanjian ini, para pihak diberi hak untuk memproduksi dan menjual produk yang dihasilkan dengan menggunakan merek dagang tertentu serta mendapat informasi mengenai pemasaran, riset dan pengembangan untuk produk yang bersangkutan. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang untuk lima tahun berikutnya atas persetujuan kedua belah pihak. Sebagai imbalannya, pada tahun 2000 dan 1999 para pihak setuju untuk membayar royalti kepada CPG sebesar persentase tertentu dari penjualan bersih, yang besarnya dapat ditinjau kembali dari waktu ke waktu, yaitu masing-masing sebesar 3% untuk pakan udang, 2% untuk anak ayam usia sehari komersial dan anak ayam pembibit turunan, serta 1% untuk produk lainnya. Seperti diungkapkan pada Catatan 14, para pihak setuju dengan pihak kreditur untuk membatasi pembayaran royalti secara tunai hanya sebesar 0,1% dari penjualan bersih sampai dengan tanggal 31 Desember 2001 dan sebesar
0,5% dari penjualan bersih sejak tanggal 1 Januari 2002 sampai dengan saat pembayaran hutang mencapai 75% dari saldo pinjaman. Royalti yang dibebankan pada usaha berjumlah Rp 50,5 miliar dan Rp 44,4 miliar masing-masing pada tahun 2000 dan 1999, dan disajikan dalam akun “Beban Umum dan Administrasi”. Pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999, bagian lancar dari hutang royalti masing-masing berjumlah Rp 6,2 miliar dan Rp 2,8 miliar disajikan dalam akun “Hutang Lain-lain – Pihak Hubungan Istimewa”, sedangkan bagian tidak lancar masing-masing berjumlah Rp 69,7 miliar dan Rp 32,7 miliar disajikan dalam akun “Hutang Hubungan Istimewa”.
2. Pada tanggal 18 April 1995, CPB mengadakan perjanjian lisensi dengan CPIGCL. Berdasarkan perjanjian ini, CPB diberi hak untuk memproduksi dan menjual produk dengan menggunakan informasi dan teknologi yang diperoleh dari CPIGCL. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, kecuali terdapat pembatalan dari salah satu pihak. Sejak tahun 1998, perjanjian ini telah diubah secara tahunan, dimana CPIGCL setuju untuk tidak membebankan royalti kepada CPB, kecuali beban upfront sebesar AS$ 5,0 juta yang akan terhutang jika CPB mencapai jumlah laba tertentu sebelum dikurangi dengan beban upfront, beban bunga dan taksiran beban pajak. Pada tahun 2000 dan 1999, CPB tidak mencatat beban upfront karena tidak mencapai laba sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian ini. Pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999, beban royalti yang terhutang sejak tahun 1997 masing-masing berjumlah Rp 234,6 juta dan Rp 230,6 juta dan disajikan dalam akun “Hutang Lain-lain – Pihak Hubungan Istimewa”.
3. Pada tanggal 18 September 1996, CPB mengadakan perjanjian lisensi dengan CPSEC. Berdasarkan perjanjian ini, CPB diberi hak untuk menggunakan informasi tertentu sehubungan dengan pemasaran produk-produknya di luar negeri. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, kecuali terdapat pembatalan dari salah satu pihak. Sejak tahun 1998, perjanjian ini telah diubah secara tahunan, dimana CPSEC setuju untuk tidak membebankan royalti kepada CPB. Pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999, beban royalti yang terhutang sejak tahun 1997 berjumlah Rp 65,1 juta dan disajikan dalam akun “Hutang Lain-lain – Pihak Hubungan Istimewa”.
b. Perjanjian kerjasama dengan plasma
CPB mengadakan perjanjian kerjasama dengan para plasma yang membeli dan mengelola tambak udang dalam kawasan proyek tambak udang terpadu yang dibangun oleh CPB. Berdasarkan perjanjian ini, CPB akan membantu plasma dengan cara:
- Melakukan koordinasi dengan pihak pemberi pinjaman (lihat Catatan 25c) sehingga plasma dapat memperoleh fasilitas kredit investasi dan modal kerja; dan
- Membantu kebutuhan operasional plasma.
Sebaliknya, plasma mempunyai komitmen untuk menjual seluruh hasil panennya kepada CPB. c. Perjanjian kerjasama dengan para pemberi pinjaman
Untuk membiayai kebutuhan kredit investasi dan modal kerja plasma, CPB mengadakan perjanjian kerjasama dengan pemberi pinjaman yang akan memberikan pinjaman kepada plasma dengan rincian sebagai berikut:
Kreditur Jumlah plasma Jumlah fasilitas PT Bank Internasional Indonesia Tbk. 2.200 Rp 319.000.000.000
PT Bank Niaga Tbk. 840 121.800.000.000
PT Bahana Arta Ventura 400 58.000.000.000
PT Bank Ficorinvest Tbk. 200 29.000.000.000 Jumlah 3.640 Rp 527.800.000.000 Perjanjian pinjaman tersebut antara lain mensyaratkan CPB untuk mengatur penggunaan dana hasil penjualan udang oleh plasma (lihat Catatan 25b) untuk menjamin penyelesaian semua kewajiban plasma kepada pemberi pinjaman. Perjanjian tersebut juga mensyaratkan CPB dan plasma untuk memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Jika CPB dan plasma dalam keadaan cidera janji (default), CPB harus memberikan “jaminan untuk membeli kembali” (buy back guarantee) tambak udang pada harga maksimum yang dihitung dengan formula tertentu. Pada tahun 1998, fasilitas kredit yang diperoleh dari PT Bank Ficorinvest Tbk. telah dialihkan ke BPPN. Pada tanggal 31 Desember 1999, plasma tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga plasma dalam keadaan cidera janji, sehingga mewajibkan CPB untuk merealisasikan “buy back guarantee” tersebut. Pada tanggal 31 Desember 2000, jumlah pinjaman yang telah diterima oleh plasma adalah sebesar Rp 346,5 miliar (tidak diaudit). CPB telah mengajukan usulan kepada pemberi pinjaman untuk merestrukturisasi pinjaman plasma (lihat Catatan 26b). Manajemen CPB berkeyakinan bahwa pemberi pinjaman akan menyetujui usulan restrukturisasi tersebut. d. Perjanjian penunjukan untuk menjual pakan udang kepada plasma
Pada tanggal 1 April 1999, CPI mengadakan perjanjian dengan CPB untuk jangka waktu 3 bulan sampai dengan tanggal 1 Juli 1999 yang dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang disetujui oleh kedua belah pihak. Berdasarkan perjanjian tersebut, CPI ditunjuk sebagai pihak yang dapat menjual pakan udang yang diproduksi dengan menggunakan fasilitas pabrik pakan udang milik CPB dengan harga yang ditetapkan oleh CPI kepada plasma CPB. CPB berkewajiban untuk mengadministrasikan transaksi tersebut, dimana atas permintaan plasma, CPB akan melakukan pesanan pembelian pakan dan melakukan pembayaran kepada CPI untuk kepentingan plasma paling lambat 2 minggu setelah perhitungan hasil panen. Pembayaran pakan udang akan diambil dari hasil panen udang sebagai prioritas utama pembayaran. Jika hasil panen tidak mencukupi untuk membayar harga pakan udang, maka sisa tagihan CPI wajib dibayar lunas paling lambat pada dua masa panen berikutnya. Jika plasma tidak sanggup melunasi hutangnya, maka CPB wajib membayar sisa tagihan CPI tersebut. Pada tanggal 31 Desember 1999, saldo tagihan CPI dari plasma yang timbul dari transaksi penjualan pakan udang tersebut berjumlah Rp 56,2 miliar dan disajikan dalam akun “Piutang Usaha – Pihak Ketiga”. Pada tanggal 27 Maret 2000, CPI dan CPB setuju untuk mengakhiri perjanjian tersebut dan seluruh saldo hutang plasma yang ada, diambil alih oleh CPB. Selanjutnya, pada tanggal 29 dan 30 Maret 2000, CPB telah melunasi seluruh hutang plasma yang telah diambil alih tersebut.
e. Perjanjian pengadaan
Pada tanggal 27 Maret 2000, CPB menandatangani Perjanjian Pengadaan (Supply Agreement) Udang Beku dengan Great Status Enterprises Ltd., British Virgin Islands, Karonga Pte. Ltd., Singapura dan Mariscal Pte. Ltd., Singapura, dimana CPB setuju untuk menjual udang beku kepada para pembeli dengan jumlah kuantitas minimum sebesar 4.000 ton udang beku per tahun. Perjanjian ini berlaku efektif sejak tanggal 1 April 2000 sampai dengan tanggal
31 Maret 2001 dan dapat diperpanjang atas persetujuan semua pihak. Sehubungan dengan perjanjian tersebut, CPB memperoleh uang muka pesanan sebesar AS$ 8,0 juta. Pada bulan Agustus 2000, perjanjian pengadaan tersebut dibatalkan. Uang muka pesanan yang telah diterima sehubungan dengan perjanjian pengadaan tersebut, dilunasi dengan pengiriman udang beku kepada pihak tersebut.
f. Perjanjian sewa menyewa pembenuran udang
Pada tanggal 30 September 1999, CPB mengadakan perjanjian sewa menyewa fasilitas pembenuran udang (hatchery) dengan PT Tri Windu Laut Selatan. Berdasarkan perjanjian ini, CPB akan menyewa peralatan dan bangunan pembenuran udang siap pakai yang berlokasi di desa Wotgalih, kecamatan Yosowilangun, kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Perjanjian ini berlaku efektif sejak tanggal 1 April 2000 sampai dengan 31 Maret 2006 dan dapat diperpanjang atas persetujuan semua pihak. Sebagai imbalannya, CPB akan membayar sewa tahunan yang dihitung berdasarkan jumlah benur yang terjual selama satu tahun atau minimal 120 juta ekor benur dikalikan dengan jumlah Rupiah tertentu. Pada tahun 2000, beban sewa yang dibebankan pada usaha berjumlah Rp 74,5 juta.
g. Perjanjian-perjanjian sewa
1. Pada tahun 1998, CPI mengadakan perjanjian sewa fasilitas peternakan dengan NUJ. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang disetujui oleh kedua belah pihak. Berdasarkan perjanjian ini, CPI membayar sewa di muka berjumlah Rp 25,6 miliar untuk jangka waktu lima tahun. Beban sewa yang dibebankan pada usaha sejumlah Rp 5,1 miliar masing-masing untuk tahun 2000 dan 1999 dan disajikan sebagai bagian “Beban Pokok Penjualan”. Pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999, bagian biaya sewa jangka panjang yang akan diamortisasi dalam waktu satu tahun masing-masing berjumlah Rp 5,1 miliar dan disajikan sebagai bagian dari “Uang Muka, Pajak dan Biaya Dibayar di Muka”, sedangkan bagian jangka panjang pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999 masing-masing berjumlah Rp 7,4 miliar dan Rp 12,5 miliar dan disajikan sebagai “Sewa Dibayar di Muka - setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam waktu satu tahun” dalam kelompok “Aktiva Tidak Lancar”.
2. Perusahaan dan anak perusahaan tertentu mengadakan perjanjian sewa ruangan kantor dengan CP. Beban sewa yang dibebankan pada usaha sejumlah Rp 539,4 juta dan Rp 962,9 juta masing-masing untuk tahun 2000 dan 1999 dan disajikan sebagai bagian “Beban Umum dan Administrasi”.
h. Perjanjian-perjanjian jasa penjaminan
1. Perusahaan dan CPI memberikan jaminan perusahaan atas pinjaman sindikasi yang diperoleh CPB yang diatur oleh PT Bank Niaga Tbk. masing-masing sejumlah AS$ 15,12 juta (sebesar persentase pemilikan Perusahaan pada CPB saat itu (72% dari AS$ 21.000.000)) dan AS$ 18,29 juta (sebesar persentase pemilikan CPI pada saat itu (31% dari AS$ 59.000.000)).
2. Sehubungan dengan jaminan perusahaan dari CPOI atas fasilitas hutang bank tertentu (lihat Catatan 11), CAM mengadakan Perjanjian Jasa Penjaminan dengan CPOI, dimana CPOI akan membebankan jasa penjaminan yang besarnya berkisar antara 0,75% sampai dengan 1,5% per tahun dari jumlah pagu fasilitas pinjaman. Sejak tahun 1997, berdasarkan persetujuan semua pihak yang berkepentingan, CAM dibebaskan dari pembebanan jasa penjaminan. Berdasarkan perjanjian hutang bank tertanggal 15 Desember 2000, jaminan perusahaan dari CPOI ini telah dihentikan.
i. Perjanjian kerjasama
Pada tanggal 21 Juni 1999, CPI mengadakan perjanjian kerjasama dengan PF untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dan sewaktu-waktu dapat diakhiri atas persetujuan kedua belah pihak. Berdasarkan perjanjian ini, PF akan memasarkan ayam beku dan ayam olahan hasil produksi CPI dengan kemasan dan merek dagang “Five Star” atau merek lain yang dimiliki PF di Indonesia. Sebagai imbalannya, CPI akan memberikan potongan harga kepada PF sebesar 5% dari harga jual, dan disajikan sebagai pengurang penjualan kotor. Sejak tanggal 1 Desember 2000, CPI dan PF sepakat untuk mengakhiri perjanjian kerjasama ini.
j. Instrumen keuangan
Pada tanggal 14 Desember 2000, CPI menandatangani kontrak valuta asing berjangka dengan Citibank N.A., Jakarta, dimana CPI akan membeli AS$ 1,52 juta seharga Rp 14,39 miliar yang akan jatuh tempo pada tanggal 3 Januari 2001. Pada tanggal 3 Januari 2001, CPI telah melaksanakan kontrak tersebut.
Pada tanggal 14 Desember 2000, CPI menandatangani kontrak valuta asing opsi dengan Citibank N.A., Jakarta (bank), dimana CPI mempunyai hak opsi untuk membeli AS$ 1,0 juta seharga Rp 9,41 miliar jika kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat lebih tinggi dari kurs pelaksanaan sebesar Rp 9.410 untuk AS$ 1 atau bank yang mempunyai hak opsi untuk menjual AS$ 2,0 juta seharga Rp 18,82 miliar apabila kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat lebih rendah dari kurs pelaksanaan yang sama yang akan jatuh tempo pada tanggal 16 Januari 2001. Pada saat jatuh tempo, CPI melaksanakan hak opsinya untuk membeli AS$ 1,0 juta seharga Rp 9,41 miliar karena kurs yang berlaku lebih tinggi dari kurs pelaksanaan sebesar Rp 9.410.