• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJUANGAN ISMAIL MARZUKI SEBELUM

PERJUANGAN ISMAIL MARZUKI SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA

A. Peran Ismail Marzuki Masa Pemerintahan Belanda (1930-1942)

Memasuki abad ke-20, perkembangan politik, sosial, dan ekonomi bangsa Indonesia ditandai dengan situasi yang tidak menentu. Dalam masa ini, rezim Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif terhadap rakyat. Bangsa Indonesia mengalami kerugian yang besar akibat dari eksploitasi besar-besaran dan monopoli perdagangan yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda. Keadaan ini menjadikan Indonesia mulai tahun 1930 mengalami masa krisis. Rakyat pun semakin menderita di bawah penjajahan pemerintahan kolonial. Bangsa Indonesia diperlakukan tidak adil atas penjajahan yang telah dilakukan Belanda. Akibatnya banyak sekali terjadi pemberontakan yang dilakukan bangsa Indonesia terhadap pemerintah kolonial, sehingga rakyat/kaum pergerakan mulai mendirikan organisasi-organisasi modern yang bertujuan sebagai jembatan untuk menghadapi pemerintah kolonial. Organisasi-organisasi tersebut semakin menunjukkan eksistensinya menuju Indonesia merdeka (bebas dari penjajahan), walaupun muncul perbedaan paham yang dianutnya.

Perkembangan politik di Indonesia pada tahun 1930-an juga mempengaruhi perbedaan cara pandang kaum pergerakan dalam membaca situasi pemerintah kolonial. Mereka terbelah menjadi kooperatif (moderat)39 dan

39 Organisasi kooperatif (moderat) adalah organisasi yang memiliki sikap lunak (moderat), atau

mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Contoh organisasi ini antara lain: Budi Utomo, Gerindo, Muhammadiyah, dll.

nonkooperatif (radikal)40. Namun, setelah tahun 1930 organisasi yang semula bersifat kooperatif (moderat) menjadi lebih nonkooperatif (radikal) akibat situasi politik yang terjadi antara rakyat dengan pemerintah kolonial. Berbagai cara dilakukan pemerintah kolonial untuk meredam aktivitas politik sekaligus menghambat gagasan-gagasan kaum pergerakan agar pemerintahan Belanda di Indonesia berjalan dengan lancar. Sebagian kaum pergerakan mulai menggunakan pranata Volksraad (dewan rakyat). Badan ini cenderung mengembangkan suatu kesatuan yang lebih menyakinkan, yang menggabungkan nasionalisme mereka secara lebih erat.41

Pemerintah kolonial memberlakukan pembatasan hak untuk berserikat dan berkumpul (vergader verbod) terhadap organisasi-organisasi kebangsaan. Rakyat dilarang keras mendengarkan lagu Indonesia Raya, serta lagu-lagu mars partai- partai politik. Lagu-lagu tersebut tidak boleh dinyanyikan, tetapi hanya boleh diperdengarkan secara instrumental saja. Cara-cara tersebut dilakukan pemerintah kolonial untuk menjaga keamanan dan ketertiban, agar kekuasaannya di Indonesia dapat berjalan dengan lebih lancar.

Sewaktu pemerintah melakukan berbagai upaya untuk tetap menguasai Indonesia, Belanda di negerinya sendiri mengalami situasi yang kacau balau. Pada tanggal 10 Mei 1940, Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler menyerbu negeri Belanda. Pemerintah beserta keluarga kerajaan Belanda melarikan diri untuk

40 Organisasi nonkooperatif (radikal) adalah organisasi yang memiliki sikap keras (radikal), atau

tidak mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Contoh organisasi ini antara lain: Perhimpunan Indonesia, PKI, Indische Partij, dll.

41 A. Kardiyat Wiharyanto, Sejarah pergerakan Nasional: Dari Lahirnya Nasionalisme Sampai Masa Pendudukan Jepang, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2015) hal. 5.

mengungsi di London.42 Keganasan paham fasisme ini membuat Belanda menyerah dan wilayahnya diduduki Jerman Nazi. Jatuhnya negeri Belanda ini merupakan awal dari kemunduran pemerintahan Belanda di Indonesia.

Pemerintah kolonial semakin jatuh ketika Belanda menerima kekalahan dalam perang Pasifik. Pasukan perang yang di bentuk Belanda tidak kuat untuk menahan serangan yang dilakukan oleh Jepang. Balatentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah kolonial Belanda di Jawa menyerah. Gubernur Jendral van Starkenborgh ditawan oleh balatentara Jepang dan Jepang berhasil mengalahkan kekuasaan Belanda.43 Akibatnya dalam tempo singkat tanah jajahan Belanda di Indonesia secara langsung jatuh ke tangan Jepang.

Dalam uraian di atas telah dijelaskan bahwa Indonesia pada tahun 1930- 1942 berada dalam masa krisis, baik di bidang politik dan ekonomi. Sejarah pergerakan Indonesia lebih disibukkan dengan usaha rakyat menuju Indonesia merdeka (bebas dari penjajahan). Di tengah upaya perjuangan dalam meraih kemerdekaan, muncullah Ismail Marzuki yang juga turut berperan dalam membangkitkan semangat juang rakyat. Untuk selanjutnya, peran Ismail Marzuki dalam perkembangan musik Indonesia semakin terlihat di akhir kekuasaan Belanda di Indonesia (1930-1942). Semuanya itu didorong dari rasa cinta tanah air yang besar dalam diri Ismail Marzuki.

42 M.C. Ricklefs, op.cit., hal. 399. 43 Ibid., hal. 402.

Seperti telah diulas pada bab sebelum ini, Ismail Marzuki yang merupakan putra Marzuki Saeran telah mengenal dan mencintai dunia musik sejak duduk di bangku HIS. Kecintaannya terhadap musik berawal ketika Ismail suka bernyanyi dan mendengarkan lagu-lagu (berbahasa Belanda) melalui mesin gramofon kepunyaan ayahnya. Selain bernyanyi, Ismail kecil juga sudah pandai memainkan alat musik. Beberapa alat musik dia peroleh dari pemberian Marzuki Saeran ketika Ismail berprestasi saat bersekolah. Marzuki Saeran yang juga pemain musik di kampung Kwitang adalah orang yang pertama kali memperkenalkan musik pada Ismail.

Perjalanan karier Ismail Marzuki semakin nampak ketika memasuki tahun 1930-an. Ismail dapat tampil sebagai penyanyi, pemain musik, dan kemudian mencipta/menulis lagu. Sejak bekerja sebagai verkoper di perusahaan KK Knies, Ismail menjalin pertemanan dengan para musisi yang lebih senior di masanya. Dia tidak sungkan berdiskusi dan bertanya mengenai segala hal yang berkaitan dengan musik kepada orang-orang yang lebih ahli.44 Secara otodidak Ismail menambah

pengetahuannya dalam bidang musik. Meskipun dia bukanlah lulusan dari sekolah musik, dengan usahanya sendiri Ismail rajin mencari buku-buku dan literatur musik.

Pada tahun 1931, Ismail untuk pertama kalinya mencipta sebuah lagu berjudul O Sarinah. Lagu ini dia ciptakan berbahasa Belanda pada usia 17 tahun, atau bersamaan di tahun bergabungnya dengan perkumpulan musik Lief Java. Lagu tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang gadis desa yang bernama

Sarinah. Lagu O Sarinah karya Ismail Marzuki ini melambangkan kehidupan masyarakat Indonesia yang tertindas di era penjajahan.45 Apa yang dilambangkan dalam lagu Ismail ini sama seperti yang ditulis Soekarno dalam bukunya Sarinah, pada tahun 1947, walaupun keduanya tidak ada kaitannya.

Ismail Marzuki memiliki unsur yang kuat untuk menghasilkan sebuah lagu. Mulai dari tema lagu, lirik, nada, dan irama, semuanya saling berkaitan. Semua ciptaannya selalu berhubungan dengan kehidupan sosial yang sedang terjadi pada masa itu. Diawal karirnya ini, karya Ismail Marzuki banyak berkisah tentang kehidupan manusia. Terkait dengan nasib bangsanya, romantika cinta muda-mudi, maupun fenomena sosial, menjadi ilham untuk tema lagu-lagunya. Untuk nada dan irama, Ismail Marzuki banyak menggunakan jenis musik yang populer saat itu, mulai dari keroncong, hawaiian, hingga jazz.46

Dalam perkembangan berikutnya karier Ismail tidak hanya menciptakan lagu sendiri, namun juga sebagai penggubah lagu. Ismail Marzuki mulai menggubah lagu sejak tahun 1933. Lagu-lagu yang dia gubah berasal dari pencipta aslinya, yang sebagian hanya dia tulis melodinya, maupun liriknya saja.

Kembali ke karya ciptaan Ismail Marzuki sendiri. Pada tahun 1935 setelah karya pertamanya O Sarinah, Ismail Marzuki menciptakan lagu Kroncong

Serenata dengan berirama keroncong. Tahun 1936 muncul lagu Oh Jauh di Mata

dan Roselani yang menggambarkan suasana romantis dan alam Hawaii di tepi samudra Pasifik. Berikutnya dua lagu dia ciptakan pada tahun 1937, yaitu lagu

Stambul Sejati yang berirama keroncong stambul bermodus minor, bermelodi

45 Firdaus Burhan, Ismail Marzuki, Hasil Karya dan Pengabdiannya (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), hal. 18.

melayu Sumatera Utara, dan lagu Kasim Baba yang berlatar belakang cerita

―Hikayat 1001 Malam‖.47

Beberapa lagu karya Ismail ini mulai direkam pada piringan hitam di Singapura. Kemudian dikirimkan ke Jakarta kembali untuk diedarkan.

Pada tahun 1938, bersama Band Hawaiiannya The Sweet Java Islander,

Ismail Marzuki untuk pertama kalinya mengisi suara dalam film ―Terang Bulan‖.

Film ini dibuat dan disutradarai oleh Albert Balink, seorang Belanda keturunan Jerman. Dalam film ini, Ismail Marzuki berperan sebagai pengisi suara Raden Muchtar. Ismail menyanyikan 3 lagu, antara lain: Duduk Termenung, My Hula-

hula, dan Bunga Mawar dari Kahyangan.48 Lagu-lagu tersebut dia nyanyikan

bergaya ―Yodel‖49

. Setelah selesai diproduksi, film ini ditayangkan perdana di Rex Theatre, Kramat. Film ini mendapat respon yang baik di kalangan masyarakat. Bahkan film ini juga beredar di Singapura dan Malaysia.50

Kesuksesan film ini berdampak baik bagi Ismail Marzuki bersama The Sweet Java Islander. Band Hawaiian yang dibentuk oleh Lief Java ini diundang untuk mengadakan pagelaran musik ke kota-kota di Malaysia dan Singapura. Mereka berangkat tanggal 16 Juli 1938. Segala biaya perjalanan termasuk makan- minum, penginapan, honor para artis, dan ongkos-ongkos lainnya ditanggung oleh Agency Manager. Kesempatan untuk mengunjungi negeri orang sekaligus ini diterima sebaik-baiknya oleh Ismail Marzuki beserta teman-temannya yang

tergabung dalam ―Terang Bulan Party‖. Rombongan ini merupakan gabungan dari

47 Firdaus Burhan, op.cit., hal. 22. 48

Ninok Leksono, op.cit., hal. 61

49 Yodel, menurut kamus musik, adalah teknik menyanyi yang dilakukan melalui suara normal

yang banyak diselingi suara-suara falsetto (diluar jangkauan nada biasa)

Orkes Lief Java dan Band Hawaiian The Sweet Java Islander di bawah pimpinan Hugo Dumas.51 Melalui pertunjukan ini, nama Ismail Marzuki dan juga Terang Bulan Party semakin dikenal oleh masyarakat luas di kawasan Asia Tenggara.

Di tahun 1939, Ismail Marzuki menciptakan delapan judul lagu, antara lain, Bapak Kromo, Bandanaira, Olee lee di Kotaraja, Rindu Malam, “Lenggang

Bandung, dan Melancong ke Bali. Dua di antaranya yang menggunakan syair

bahasa Belanda yaitu Als de Orchideen Bloeien dan Als’t Mei in de Tropen. Lagu

Als de Orchideen Bloeien menjadi top hit pada masa itu. Lagu itu kemudian

direkam oleh perusahaan piringan hitam HMV (His Master Voice) dari Singapura dan disiarkan melalui radio NIROM Bandung. Berkat rekaman piringan hitam HMV, nama Ismail semakin dikenal diluar wilayah Nusantara.

Menjelang berakhirnya kolonialisme Belanda, Ismail Marzuki kembali mencipta sejumlah lagu. Situasi Indonesia yang sedang mengalami krisis akibat penjajahan Belanda tidak mengurungkan niat Ismail dalam berkarya. Keadaan tersebut justru menjadi ide bagi karya cipta Ismail Marzuki. Memasuki tahun 1940, lagu-lagu berkisah tentang keresahan jiwa muda dan berkisah tentang kehidupan manusia mulai dia ciptakan. Lagu-lagu itu antara lain: Malam Kemilau,

Siapakah Namanya, Sederhana, Kroncong Banyubiru, Bintangku, Ani-ani Potong Padi, Kroncong Sukapuri dan Arjuna Rumba.52 Lagu-lagu tersebut mampu membawa pengaruh bagi perjuangan bangsa, karena menceritakan keadaan Indonesia di bawah jajahan Belanda.

51 Ibid,. hal. 11-13.

B. Peran Ismail Marzuki Masa Pemerintahan Jepang (1942-1945)

Sejak tahun 1941, Jepang menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang ingin menguasai wilayah jajahan. Setelah menghancurkan Pearl Harbour, balatentara Jepang berhasil menaklukkan negeri-negeri di kawasan Asia Tenggara dalam Perang Pasifik. Di Indonesia, Jepang berhasil membuat Belanda menyerah serta merebut Indonesia dari tangan kolonial Belanda. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Indonesia adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya.

Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Jepang berusaha menarik hati atau mencari simpati bangsa Indonesia, misalnya (1) setiap hari radio Tokyo menyanyikan lagu Indonesia Raya, (2) Jepang menyatakan bahwa bangsa Indonesia dengan bangsa Jepang itu serumpun, sebagai Jepang sebagai saudara tua, (3) sewaktu-waktu Jepang akan datang ke Indonesia untuk membebaskan saudaranya dari penjajahan Belanda, dan (4) Jepang menyatakan gerakan 3 A yaitu Jepang sebagai pemimpin, pelindung dan cahaya Asia, (5) Jepang memberikan komisi dengan baik kepada pedagang-pedagang pribumi Indonesia terutama yang bersedia menjual barang-barang Jepang, dan (6) Jepang mengundang pemuda-pemudi Indonesia untuk belajar di Jepang dengan mendapatkan beasiswa.53

Mulai Tahun 1942, pemerintahan yang sebelumnya dikuasi kolonial Belanda secara langsung diambil alih oleh Jepang. Jepang dalam menjalankan

kekuasaannya menghapus semua pengaruh Belanda di Indonesia (politik, ekonomi, dan budaya). Semua peninggalan Belanda mulai dari sistem pemerintahan, simbol-simbol kekuasaan kolonial, hingga nama-nama tempat berbahasa Belanda diganti oleh Jepang. Surat-surat kabar berbahasa Belanda, Cina, dan Indonesia dilarang terbit. Semua karyawan berkebangsaan Belanda dijebloskan ke kamp-kamp tawanan perang. Jepang memberlakukan pemerintahan militer yang sangat ketat.

Peraturan pemerintah Jepang yang sangat anti Barat juga diberlakukan di bidang musik. Semua syair-syair lagu berbahasa Belanda tidak boleh dinyannyikan. Pemerintah Jepang menutup dan menghentikan stasiun radio yang berdiri pada masa kolonial Belanda. Jepang mengambil-alih stasiun radio NIROM, VORO, PPRK, dll, setelah itu menggantinya dengan didirikannya

Djawa Hoso Kanrikyoku pada tanggal 1 Oktober 1942. Badan yang mengurus dan

menyelenggarakan siaran radio ini memiliki delapan cabang (hosokyoku) yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Pada bulan April 1942, Jepang membentuk organisasi rakyat yang diberi

nama ―Gerakan Tiga A‖, yang dipimpin oleh Mr.R. Samsudin. Gerakan Tiga A berasal dari slogan bahwa Jepang adalah peimimpin Asia, Pelindung Asia, dan Cahaya Asia. Organisasi yang dimulai di Jawa ini bertujuan mengumpulkan dukungan untuk tujuan perang Jepang dan Kemakmuran Bersama Asia Timur

Raya. Secara Umum, Gerakan ini tidak berhasil mencapai tujuan-tujuannya. Hanya sedikit orang Indonesia yang tertarik dan terlibat di dalamnya.54

Dalam menjalankan pemerintahannya, Jepang membagi Indonesia menjadi 3 koloni, yaitu: (1) Jawa-Madura, dengan pusatnya di Jakarta di bawah Tentara XVI, (2) Sumatera, dengan pusatnya Bukittinggi di bawah Tentara XXV, dan (3) Pulau-pulau lain dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) di bawah Angkatan Laut, yang mempunyai penghubung di Jakarta. Dasar pembagian itu bersifat strategis militer, yang disesuaikan dengan organisasi pertahanan Jepang dan bersifat politis yang disesuaikan dengan penilaian Jepang terhadap perkembangan sosial dan politik di Indonesia.55 Dalam 3 koloni tersebut, Jawa menjadi daerah yang lebih maju dari pada pulau-pulau lainnya.

Harapan akan datangnya kesejahteraan dan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti yang dipropagandakan Jepang sebelumnya terbukti hanya kosong belaka. Justru rakyat semakin tertindas akibat penjajahan yang dilakukan Jepang. Untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, Jepang merampas semua hasil bumi bangsa Indonesia. Rakyat diberlakukan tanam paksa, dimana hasilnya wajib diserahkan kepada Jepang untuk melengkapi kebutuhan perang. Tidak hanya itu, Jepang memberlakukan sistem kerja paksa/romusha terhadap rakyat untuk bekerja membuat tempat pertahanan, jembatan, jalan kereta api, dll. Mereka bekerja tanpa upah dan tanpa makanan yang cukup. Akibatnya, kelaparan terjadi dimana-mana dan penyakit pun merajalela.

54 M.C. Ricklefs. op.cit. hal. 411-412. 55 G. Moedjanto, op.cit., hal. 73.

Penindasan yang dilakukan Jepang semakin membuat Indonesia berada dalam kemiskinan. Keadaan ini mendorong rakyat untuk melakukan berbagai perlawanan untuk bebas dari penjajahan Jepang. Perjuangan nasional pada masa itu dilakukan dengan dua cara, yaitu secara legal dan illegal. Pada saat itu, pergerakan secara legal (resmi) dengan Jepang dipimpin oleh Soekarno-Hatta, dan pergerakan secara illegal (bawah tanah) dipimpin oleh Sutan Syahrir. Organisasi- organisasi yang dibentuk baik legal maupun illegal ini sepakat untuk melakukan tindakan serentak apabila Sekutu datang untuk melawan Jepang.

Di tahun 1944, Jepang berada dalam masa terancam ketika pasukan Sekutu bangkit kembali dan bergerak menuju Asia Tenggara. Kekuatan Jepang semakin melemah ketika Sekutu mendarat di Irian Barat pada bulan April 1944 dan jatuhnya pulau Saipan ke tangan Sekutu pada bulan Juli 1944. Jepang mulai menyadari bahwa mereka tidak lagi mendapat dukungan dari rakyat. Untuk mengatasi situasi ini, pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso mengucapkan pidato yang antara lain menjanjikan pemberian kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari.56 Hal ini kemudian ditanggapi langsung oleh Soekarno-Hatta untuk menggembleng rakyatnya menuju kemerdekaan Indonesia.

Sementara itu kedudukan Jepang semakin hari semakin terdesak. Pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945, kota Hiroshima dan Nagasaki hancur oleh karena bom atom dari pihak sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya. Hingga pada akhirnya Jepang menyerah kepada sekutu

pada tanggal 15 Agustus 1945. Dua hari setelah itu, Indonesia di bawah Soekarno- Hatta memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kreativitas Ismail Marzuki dalam penciptaan lagu terus berkembang disaat pendudukan Jepang di Indonesia. Di tengah pemerintah Jepang memberlakukan peraturan baru, Ismail Marzuki sangat produktif dalam karya ciptaannya. Dia melakukan berbagai perlawanan untuk bebas dari penjajahan Jepang. Judul lagu demi judul lagu pun muncul dengan konsep pemikirannya yang semakin mapan dan berbobot.

Tidak hanya sebagai pencipta lagu saja, dalam aktivitasnya di periode ini, Ismail Marzuki juga terlibat dengan lembaga-lembaga Jepang yang bergerak di bidang kebudayaan. Lembaga-lembaga tersebut adalah Keimin Bunka Shidosho (Badan Pusat Kebudayaan) dan Djawa Hoso Kanrikyoku (Biro Pengawas Siaran Jawa). Dalam perjalanannya, Keimin Bunka Shidosho memiliki tugas untuk menanamkan dan menyebarkan kesenian serta kebudayaan Jepang untuk seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan Djawa Hoso Kanrikyoku lah yang mengawasi serta membatasi berbagai program-program siaran radio. Kedua lembaga ini tidak terlepas dari kepentingan militer Jepang selama menjalankan pemerintahannya di Indonesia.

Dalam proses berkarya, mulai tahun 1942 Ismail Marzuki kembali mencipta dan menggubah lagu. Diantaranya, Kampung Halaman, Kunang-kunang

Kelana Malam, Kalung Asmara (syair oleh H Azhar), Kesuma Melati (syair oleh

Bachrum Rangkuti), Kembang Rampai dari Bali, Gagah Perwira, Seia Sekata,

dan Selendang Pelangi. Selain itu masih di tahun 1942, Ismail Marzuki juga menggubah beberapa syair lagu milik orang lain, diantaranya Kaparinyo Baru yang penciptanya tidak dikenal dan Laksana Merpati karya M Sagi.57

Lagu lainnya juga dia ciptakan pada tahun 1943. Antara lain Sampul Surat,

Sitinjau Laut, Gadis Lembah (syair oleh Sjam Amir), Goyang Sago, Kroncong Melamun, Mari Berdayung, Nyiur Melambai, Alunan Ombak, Angin Utara, Pelangi (syair oleh MD Alief), Parangtritis, Pulau nan Permai, Putera Delima, Di Balik Awan, Dari Mana Datang Asmara, Jantung Hati, Senja Kala, Setangkai Bunga, Sri Budiman, Semalam di Lembang, dan Sri Palembang. Sementara lagu

yang digubahnya pada tahun itu adalah Cincin Permata dan Terpikat, yang keduanya tidak dikenal penciptanya58.

Dari sejumlah lagu yang dia ciptakan pada periode 1942-1943 ini, lagu- lagu Ismail Marzuki mengkisahkan tentang keadaan Indonesia yang memiliki berbagai kekayaan, kesuburan, serta keindahan alamnya. Dia juga mulai mengarah pada penciptaan lagu-lagu perjuangan yang bertemakan tentang cinta sepasang manusia. Semua itu didorong atas dasar kecintaannya yang besar terhadap Tanah Air Indonesia. Sebagian syairnya berbentuk puisi lembut yang bersifat menghibur dan cenderung mengarah pada bentuk musik ―seriosa‖59.

Ketika tahun 1944, pendudukan Jepang berada dalam masa terancam ketika pasukan Sekutu bergerak menuju Asia Tenggara. Kehidupan rakyat Indonesia pun semakin menderita akibat keikutsertaan Jepang dalam perang Asia

57

Firdaus Burhan, op.cit., hal. 80.

58 Ibid., hal. 80-81.

59 Seriosa, menurut KBBI edisi ke-3, adalah jenis irama lagu yang dianggap serius karena

Timur Raya. Melihat hal itu, Ismail Marzuki kembali mencipta lagu dengan syair yang membangkitkan semangat juang rakyat untuk meraih kemerdekaan. Untuk selanjutnya karyanya lebih mengarah pada penciptaan lagu perjuangan Indonesia.

Saat berusia 30 tahun, muncullah lagu perjuangan yang berisi tentang cinta kasih terhadap Tanah Air. Lagu tersebut dia ciptakan pada bulan Oktober 1944, yang diberi judul Rayuan Kelapa. Lagu lainnya masih di tahun yang sama antara lain, Gegap Gempita, Sarinah Adinda, Karangan Bunga dari Selatan, Suara

Kecapi, Sunting Melati (syair oleh MD Alief), Sampai Jumpa Pula, Putri Ladang

(syair oleh Sjaiful Bahri), Pelipur Lara (syair oleh M Sardi), dan Telaga Warna60.

Memasuki tahun 1945, para kaum pergerakan semakin disibukkan dengan persiapan kemerdekaan Indonesia, Ismail Marzuki pun semakin berkobar dalam mencipta lagu perjuangan. Mars Gagah Perwira, dia ciptakan untuk membangkitkan semangat juang para tentara PETA (Pembela Tanah Air). Selain itu, Ismail Marzuki juga menggubah lagu Bisikan Tanah Air dan Indonesia Tanah

Pusaka. Namun, kedua lagu tersebut menimbulkan ancaman setelah disiarkannya

melalui stasiun radio di Jakarta.61 Lagu-lagu itu dianggap tidak sejalan dengan kepentingan Jepang dalam memenangkan perang Asia Timur Raya, dan bertentangan dengan pendudukan Jepang di Indonesia. Keadaan tersebut menjadi akhir penciptaan Ismail Marzuki sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.

60 Ibid., hal. 86.

41

Dokumen terkait