• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Ismail Marzuki dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Ismail Marzuki dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERAN ISMAIL MARZUKI DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA

Christiawan Bayu Respati Universitas Sanata Dharma

2016

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan tiga permasalahan pokok, yaitu: 1) Latar belakang kehidupan Ismail Marzuki; 2) Perjuangan Ismail Marzuki sebelum kemerdekaan Indonesia; dan 3) Perjuangan Ismail Marzuki sesudah kemerdekaan Indonesia.

Penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan penulisan sejarah. Penulisan ini menggunakan pendekatan sosial budaya, dan ditulis secara deskriptif analitis.

(2)

ABSTRACT

ISMAIL MARZUKI’S ROLE IN THE STRUGGLE OF INDONESIAN INDEPENDENCE

Christiawan Bayu Respati Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe three key issues: 1) The background of Ismail

Marzuki’s life; 2) Ismail Marzuki’s struggle before the independence of Indonesia; and 3) Ismail Marzuki’s struggle after the independence.

The paper’s writying process is prepared by using the historical method

that comprises of five stages, nawely, title formulation, sources aggregation, verification (source criticism), interpretation, and historical process of writing.

This paper’s process of writing used socio-cultural approach and written in descriptive analitical way.

(3)

i

PE RAN ISMAIL MARZUKI DALAM PERJUANGAN KE MERDE KAAN I NDO NESI A

M A K A L A H

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

O l e h :

C h r i s t i a w a n B a y u R e s p a t i N I M : 1 1 1 3 1 4 0 1 7

P R O G A M S T U D I P E N D I D I K A N S E J A R A H

J U R U S A N P E N D I D I K A N I L M U P E N G E T A H U A N S O S I A L

F A K U L T A S K E G U R U A N D A N I L M U P E N D I D I K A N

U N I V E R S I T A S S A N A T A D H A R M A

Y O G Y A K A R T A

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahkan kepada:

1. Bapak Sriyatno, S.E. dan Ibu Rosa Tuning Rahayu, selaku orang tua yang

yang telah membimbingku sampai saat ini.

2. Rosita Christiningrum dan Bethania Christiningtyas, kakak dan adik

kandungku serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan

dan doa hingga terselesainya tugas akhir ini.

3. “Teman dekatku”, yang telah memotivasi untuk tetap semangat dan yakin

(7)

v

MOTTO

Jalani, nikmati, dan syukuri dengan penuh kepercayaan diri.

(Christiawan Bayu Respati)

Hidup sungguh sangat sederhana.

Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.

(Pramoedya Ananta Toer)

Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan, dan percayalah kepada-Nya,

dan Ia akan bertindak.

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

PERAN ISMAIL MARZUKI DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA

Christiawan Bayu Respati Universitas Sanata Dharma

2016

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan tiga permasalahan pokok, yaitu: 1) Latar belakang kehidupan Ismail Marzuki; 2) Perjuangan Ismail Marzuki sebelum kemerdekaan Indonesia; dan 3) Perjuangan Ismail Marzuki sesudah kemerdekaan Indonesia.

Penulisan makalah ini disusun dengan menggunakan metode sejarah yang mencakup lima tahapan yaitu perumusan judul, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan penulisan sejarah. Penulisan ini menggunakan pendekatan sosial budaya, dan ditulis secara deskriptif analitis.

(11)

ix

ABSTRACT

ISMAIL MARZUKI’S ROLE IN THE STRUGGLE OF INDONESIAN INDEPENDENCE

Christiawan Bayu Respati Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe three key issues: 1) The background of Ismail

Marzuki’s life; 2) Ismail Marzuki’s struggle before the independence of Indonesia; and 3) Ismail Marzuki’s struggle after the independence.

The paper’s writying process is prepared by using the historical method that comprises of five stages, nawely, title formulation, sources aggregation, verification (source criticism), interpretation, and historical process of writing.

This paper’s process of writing used socio-cultural approach and written in descriptive analitical way.

The results of this paper indicate: 1) since childhood, Ismail Marzuki had the pleasure of singing and playing musical instruments, with the self-learned of musical knowledge with which he started to develop his talent to be a music

player, 2) Ismail Marzuki’sstruggle before the independence day of Indonesia

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran

Ismail Marzuki dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia”. Makalah ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana, Progam Studi

Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

4. Drs. A.K. Wiharyanto, M.M., selaku dosen pembimbing yang telah

sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan,

saran serta masukan selama penyusunan makalah ini.

5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah

yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis

menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

6. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh

sumber penulisan makalah ini.

7. Kedua orang tuaku tercinta Sriyatno, S.E. dan Rosa Tuning Rahayu

yang telah memberikan dorongan spiritual dan doa sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma, serta seluruh

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

1. Tujuan ... 4

2. Manfaat ... 4

D.Sistematika Penulisan ... 5

BAB II : LATAR BELAKANG KEHIDUPAN ISMAIL MARZUKI A.Masa Kecil Ismail Marzuki ... 7

B.Kontribusi Ismail Marzuki di Lief Java, NIROM, dan VORO ... 13

1. Lief Java ... 13

2. NIROM ... 16

3. VORO ... 18

C.Ismail Marzuki dan Eulis Zuraida ... 21

(15)

xiii

B. Peran Ismail Marzuki Masa Pemerintahan Jepang

(1942-1945) ... 34

BAB IV : PERJUANGAN ISMAIL MARZUKI SESUDAH KEMERDEKAAN INDONESIA A. Peran Ismail Marzuki dalam Mempertahankan Kemerdekaan ... 41

B. Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Lagu Perjuangan ... 45

BAB V : KESIMPULAN ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN Silabus ... 53

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergerakan nasional merupakan masa yang paling penting bagi perjalanan

sejarah Indonesia. Lahirnya pergerakan nasional berawal dari kesadaran

berbangsa di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Rakyat merasa tidak

puas dan sangat menderita atas penjajahan yang dilakukan oleh pemerintah

kolonial. Hal inilah yang menjadi permasalahan utama masyarakat Indonesia

sehingga memunculkan gerakan-gerakan anti penjajahan. Masalah-masalah politik

, budaya, dan agama yang dialami rakyat Indonesia telah mengalami perubahan

yang begitu besar dan telah menempuh jalan baru.1

Jalan baru tersebut mendorong rakyat untuk mendirikan

organisasi-organisasi modern dalam melawan pemerintah kolonial untuk merebut kedaulatan

Negara. Pada tahun 1908, Budi Utomo menjadi organisasi pertama yang berdiri

pada masa pergerakan nasional dan menandai perkembangan baru dalam sejarah

bangsa Indonesia.2 Selanjutnya berturut-turut atau pada tiga dasawarsa abad ke-20

lahirlah perkumpulan-perkumpulan kaum pedagang, partai-partai politik,

perkumpulan-perkumpulan buruh, wanita, pemuda dan lain-lain. Keinginan rakyat

untuk mencapai kemerdekaan mulai tumbuh, karena sebelum adanya cita-cita

tersebut mereka sangat takut pada kekejaman pemerintah kolonial Belanda.

Ketakutan yang ada terhadap pemerintah kolonial Belanda itu kemudian

1

M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005) hal. 341

2 G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20: dari Kebangkitan Nasional sampai Linggajati, (Jakarta:

(17)

2

berangsur-angsur mulai hilang, dan digantikan oleh semangat juang rakyat dalam

memperoleh kemerdekaan.

Banyaknya organisasi-organisasi modern tersebut memunculkan berbagai

perbedaan yang dianut oleh kaum pergerakan. Perbedaan tersebut mempengaruhi

cara pandang kaum pergerakan dalam membaca situasi kolonial, serta langkah

yang ditempuh dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Akibat adanya

perbedaan itu, organisasi politik terbelah menjadi kooperatif dan non kooperatif.

Keduanya masih memiliki tujuan yang sama bagi perjuangan bangsa. Namun,

gagasan-gagasan kaum pergerakan ini mendapat hambatan dari pemerintah

kolonial. Pemerintah kolonial melakukan berbagai cara untuk meredam aktivitas

politik, salah satunya dengan mengeluarkan berbagai peraturan serta sangsi

pelanggarannya.

Peraturan tersebut salah satunya memberlakukan vergader verbod

(larangan berkumpul dan menyelanggarakan rapat) untuk mencegah partai-partai

politik menarik simpati masyarakat luas. Rakyat juga dilarang keras

mendendangkan lagu Indonesia Raya serta lagu-lagu mars milik beberapa

organisasi sosial-politik. Lagu-lagu tersebut boleh diperdendangkan secara

instrumental tetapi tidak boleh dinyanyikan. Semua itu dilakukan dengan tujuan

untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar pemerintah kolonial dapat

menjalankan kekuasaannya dengan lebih lancar.3

Situasi politik sejak tahun 1930 berkembang tidak menentu di bawah

pemerintah kolonial. Penguasa silih berganti mengatur pemerintahan, rakyatpun

3

(18)

menjadi semakin tertindas. Berbagai cara dilakukan oleh rakyat serta kaum

pergerakan untuk membebaskan diri dari penjajahan dan penindasan. Perjuangan

kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh para kaum pergerakan

sosial-politik saja, namun senimanpun dapat berjuang untuk mencapai kemerdekaan dari

penjajah. Walaupun cara para seniman tidak sama dengan kaum pergerakan

lainnya, mereka berjuang melalui karya-karya dalam bidang seni yang

dihasilkannya. Salah satu seniman yang ikut berjuang melawan penjajah adalah

Ismail Marzuki. Berjuang yang dimaksud di sini bukan dengan kekuatan

senjata/diplomasi, namun dengan menciptakan lagu yang dapat membangkitkan

semangat juang rakyat.

Ismail Marzuki lahir pada tahun 1914 di kampung Kwitang, Jakarta Pusat.

Ismail Marzuki adalah seorang tokoh seniman nasional, seorang komponis, dan

seorang pemimpin orkes. Dipandang dari nafas lagu-lagu dan syair-syair

ciptaannya, dia seorang nasionalis yang setia kepada cita-cita perjuangan

kemerdekaan. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, Ismail Marzuki

berkarier di masa pemerintahan Belanda, masa pemerintahan Jepang, dan masa

kemerdekaan Indonesia. Ketiga masa ini banyak mempengaruhi perjalanan

kariernya dalam mencipta lagu.

Menurut riwayat hidupnya, banyak faktor yang mempengaruhi dirinya

sebagai seorang komponis, antara lain: faktor latar belakang belakang pendidikan,

faktor penguasaan bahasa asing, faktor penguasaan memainkan alat-alat musik,

faktor perkerjaan dan lain sebagainya. Dari faktor-faktor tersebut nantinya akan

(19)

Lagu-4

lagu yang telah di ciptakannya khususnya lagu perjuangan telah membuktikan

bahwa Ismail Marzuki memiliki peran aktif dalam setiap keadaan yang konsisten

memegang nilai-nilai merdeka selama itu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, tampak bahwa kehidupan Ismail

,Marzuki memiliki peran aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Maka

dalam penulisan ini akan dibahas permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang kehidupan Ismail Marzuki?

2. Bagaimana perjuangan Ismail Marzuki sebelum kemerdekaan Indonesia?

3. Bagaimana perjuangan Ismail Marzuki sesudah kemerdekaan Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

a. Mendeskripsikan dan menganalisis hal yang melatar belakangi kehidupan

Ismail Marzuki.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis perjuangan Ismail Marzuki sebelum

kemerdekaan Indonesia.

c. Mendeskripsikan dan menganalisis perjuangan Ismail Marzuki sesudah

kemerdekaan Indonesia.

2. Manfaat

(20)

Penulisan ini dapat memperkaya kelengkapan pustaka khususnya pada

karya tulis yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi

mahasiswa. Terutama mengenai penulisan tentang peran Ismail Marzuki

dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

b. Bagi Program Studi Pendidkan Sejarah

Untuk menambah kepustakaan Prodi Pendidikan Sejarah, khususnya

materi Sejarah Indonesia Baru I dan Indonesia Baru II.

c. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penulisan ini dapat menambah wawasan, pengetahuan serta informasi

mengenai sejarah Indonesia khususnya tentang peran Ismail Marzuki

dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

d. Bagi Penulis

Penulisan ini akan menambah pengetahuan serta pengalaman baru bagi

penulis, serta menjadi sarana untuk menerapkan teori-teori yang telah

penulis dapatkan selama duduk di bangku kuliah untuk dipraktikkan di

dunia nyata.

D. Sistematika Penulisan

Makalah yang berjudul ―Peran Ismail Marzuki dalam Perjuangan

Kemerdekaan Indonesia‖ ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta

(21)

6

BAB II : Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang kehidupan

Ismail Marzuki.

BAB III : Mendeskripsikan dan menganalisis latar perjuangan Ismail

Marzuki sebelum kemerdekaan Indonesia.

BAB IV : Mendeskripsikan dan menganalisis perjuangan Ismail Marzuki

sesudah kemerdekaan Indonesia.

BAB V : Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang

dilakukan pada bab I, II, III dan IV.

Dalam sistematika penulisan makalah ini, dari uraian di atas dapat

dicermati bahwa penulis ingin menyajikan tentang peran Ismail Marzuki dalam

(22)

7

BAB II

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN ISMAIL MARZUKI A. Masa Kecil Ismail Marzuki

Ismail Marzuki dilahirkan di kampung Kwitang, Jakarta pada tanggal 11

Mei 1914 dari pasangan Marzuki Saeran dan istrinya--yang dalam berbagai

literatur tidak disebutkan namanya. Marzuki Saeran berasal dari golongan

menengah atau orang mampu yang berprofesi sebagai wiraswasta. Ismail Marzuki

bukanlah anak pertama dari pernikahan Marzuki Saeran dan istrinya. Sebelumnya

Marzuki Saeran mempunyai dua anak laki-laki, yakni Yusuf dan Yakub. Namun

Yusuf meninggal ketika berusia tiga tahun, dan Yakub juga meninggal saat

berusia satu tahun. Tiga bulan setelah Ismail Marzuki dilahirkan, ibunya yang

juga istri Marzuki Saeran meninggal, menyusul kakak-kakak kandung Ismail

Marzuki yang sebelumnya telah meninggal.4 Hal inilah yang menyebabkan

Marzuki Saeran merasa sedih atas kejadian yang dialami keluarganya.

Marzuki Saeran tidak ingin larut dalam kesedihan yang mendalam. Lalu ia

menikahi seorang janda yang mempunyai anak satu. Anak perempuan tiri

Marzuki Saeran ini bernama Anie Hamidah, yang berusia 12 tahun lebih tua dari

Ismail. Menurut kepercayaan orang tempo dulu, untuk melindungi anak yang

diharap-harapkan, orang tua menindik anak-anaknya agar dapat berumur panjang.

Oleh karena itu, Marzuki Saeran yang sudah kehilangan dua anak laki-laki

4 Ninok Leksono, Seabad Ismail Marzuki: Senandung melintas Jaman (Jakarta: PT Kompas Media

(23)

sebelumnya menindik Ismail dengan harapan agar si kecil Ismail dapat berumur

panjang.5

Di lingkungan keluarga, kerabat, dan teman-temannya Ismail Marzuki

kerap dipanggil Mail atau Maing, dan kemudian jadi Bang atau Pak Mail/Maing.

Ismail tumbuh berkembang dan bergaul dengan anak-anak sebayanya yang

sebagian besar berasal dari kalangan rakyat biasa. Tempat bermain kesukanya

adalah Kali Ciliwung, ia dapat bebas mandi, berenang, menyelam, dan terjun

setiap hari di sungai yang lebar, airnya agak jernih, dan cukup dalam itu.6

Uniknya, ketika beranjak dewasa Ismail Marzuki tidak suka dengan mereka yang

mandi atau berenang di sungai itu, karena takut jika ada yang terbawa arus.7

Marzuki Saeran memiliki cita-cita anak lelakinya ini kelak bisa bekerja

sebagai ambtenaar (pegawai negeri zaman pemerintahan Belanda). Oleh karena

itu ia berniat untuk menyekolahkan Ismail. Pada awalnya Ismail keberatan, namun

perlahan-lahan dia mulai sadar bahwa sekolah adalah satu-satunya tempat agar

dapat memperoleh berbagai macam ilmu pengetahuan. Kemudian ia memasukkan

Ismail ke Christelijk HIS (Hollandsh Inlandsche School)8 Idenburg, salah satu

sekolah dasar unggulan di Menteng. Supaya Ismail mendapatkan ilmu agama

Islam serta dapat memahami kitab suci Al Quran dengan baik, sore harinya dia

pergi belajar mengaji ke Madrasah Unwanul Fallah di Jalan Kramat Kwitang II

5 Ibid. 6

Dieter Mack, op.cit., hal. 8.

7Endah Soekarsono, ―

Bang Maing yang Karyanya Tahan Arus Jaman‖, Femina, No. 46, Tahun

XV., 26 November 1987, hal. 72.

8 HIS pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 1914. Sekolah ini ada pada jenjang

(24)

(berjarak sekitar empat puluh meter dari rumah Marzuki Saeran), yang didirikan

oleh seorang ulama bernama Habib Ali Al Habsi.

Dalam kesibukannya sebagai seorang pelajar, Ismail juga menjadi anggota

KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia) di Kwartir Surya Wirwan, Gang Kenari. Hal

ini menjadikan lingkup pergaulannya pun bertambah luas, tidak hanya berteman

dengan anak-anak Kwitang saja, namun dia juga bergaul dengan anak-anak yang

berbeda suku bangsa seperti Tionghoa, Belanda, dan lain lain. Selain itu, Ismail

juga ikut bergabung dengan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Organisasi ini

didirikan oleh beberapa tokoh masyarakat Betawi yang lebih mengutamakan di

bidang kebudayaan, khususnya bahasa dan musik.

Sejak kecil, Ismail memiliki kesenangan/hobi di bidang musik. Dia

menyukai lagu-lagu, dan tahan berjam-jam di depan ―Gramofon‖9. Dengan suara

merdunya dia sering menyanyikan lagu berbahasa Belanda, di antaranya kun je

nog zingen, zing, dan mee. Budaya Barat khususnya Belanda cukup memberikan

pengaruh besar bagi kehidupan Ismail. Karena kepandaiannya dalam berbahasa

Belanda, Ismail yang sering disebut ―Ismail atau Maing‖ pun berubah panggilan

menjadi ―Benjamin atau Ben‖ ketika orang Barat menyapanya.10

Setelah tamat sekolah dasar dari HIS (Hollandsh Inlandsche School), dia

kemudian melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs)11 di jalan

9

Gramofon, menurut KBBI edisi ke-3 adalah mesin untuk mereproduksi suara dan musik yang direkam pada piringan hitam

10 Ninok Leksono, op.cit., hal. 27.

11 MULO pertama kali didirikan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1914. MULO setara sekolah

(25)

Menjangan, Batavia. Di MULO Ismail semakin bertumbuh dan memiliki pikiran

yang terbuka, baik dalam pendidikan formal maupun informal. Bersama beberapa

teman satu sekolahannya, Ismail membentuk sebuah kelompok musik. Pada saat

itu Ismail memegang alat musik banjo12. Mereka seringkali mengisi berbagai

acara kesenian di sekolah, meskipun lagu-lagu yang sering dimainkan bukan lagu

berbahasa Indonesia. Kepandaiannya dalam berbahasa Inggris, Spanyol, apalagi

Belanda mendorongnya untuk mencoba mengarang beberapa lagu pada periode

itu.

Bakat musik yang ada dalam diri Ismail sejak kecil ini tidak terlepas dari

didikan seorang ayah yang sangat diseganinya ini. Marzuki Saeran yang dikenal

sebagai orang yang taat beribadah ikut aktif dalam kelompok musik rebana di

kampung Kwitang Lebak. Selain senang dengan musik yang syairnya kental

bernuansa religius, ia juga senang dengan keroncong, cokek, dan gambus.

Marzuki Saeran memiliki cara pandang maju dalam mendidik Ismail. Hal ini

dibuktikan dari bagaimana Ismail bersikap di lingkungannya. Sikap Ismail yang

murni, mendalam, dan penuh kesadaran tercipta dari didikan Marzuki Saeran.

Guna memacu semangat belajar, Marzuki Saeran kerap menghadiahkan

benda-benda tertentu (salah satunya alat musik) apabila Ismail naik kelas.

Sebenarnya sang ayah, Marzuki Saeran yang merupakan pemain rebana di

kampungnya tidak setuju jika anaknya disebut sebagai ―buaya keroncong‖

(pemain musik). Golongan pribumi waktu itu sering malu menyandang sebutan

seniman karena sering diolok-olok. Di sisi lain menurut anggapan orang Betawi

(26)

saat itu ―buaya keroncong‖ bertentangan dengan agama.13

Kendati demikian,

Ismail tetap lengket dengan musik, bahkan bakatnya dalam bidang musik pun

tambah terasah.

Kecintaannya terhadap musik tidak mengganggu Ismail dalam

memperoleh pendidikan formal di sekolah. Terbukti nilai beberapa mata pelajaran

yang diperoleh Ismail di sekolah tetap tinggi walaupun sebagian besar waktunya

dicurahkan di bidang musik. Dan sampai pada akhirnya Ismail dapat menamatkan

sekolah lanjutan pertamanya ini. Setelah tamat sekolah dari MULO, Ismail

dihadapkan pada sebuah pilihan untuk melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat

atas AMS (Algemeene Middelbare School)14, atau menekuni dunia musik yang

menurut dia sama-sama penting dan menyenangkan. Kedua pilihan ini merupakan

hal teramat sulit yang satu diantaranya harus dipilih oleh Ismail untuk masa

depannya. Dengan segala pertimbangan yang cukup matang dan melihat

kosekuensinya, akhirnya Ismail memutuskan untuk berhenti dari sekolah.

Walaupun keputusan yang diambil ini tidak sesuai dengan keinginan

ayahnya, Ismail tetap memohon bantuan Marzuki Saeran untuk mencarikan

pekerjaan. Bermodalkan ijazah MULO dan kepandaiannya dalan berbahasa barat

khususnya bahasa Inggris dan bahasa Belanda Ismail diterima bekerja sebagai

penjaga toko di toko TIO. Tetapi belum lama berkerja di toko tersebut dia

mengundurkan diri. Akhirnya dia berusaha mencari pekerjaan sendiri. Tidak lama

mencari pekerjaan baru, Ismail kemudian melamar dan langsung diterima di

13

Endah Soekarsono, op.cit., hal. 71.

14 AMS pertama kali didirikan oleh kolonial Belanda pada tahun 1915. AMS setara dengan

(27)

perusahaan ―Scony Service Station‖ yang berlokasi di Java Weg (sekarang Jalan

HOS Cokroaminoto, Jakarta Pusat). Dia bekerja sebagai kasir dengan gaji bersih

30 gulden setiap bulan, upah di atas rata-rata bagi seorang yang minim

pengalaman kerja. Namun di perusahaan ini Ismail tidak betah bekerja

dikarenakan seringkali terjadi selisih paham baik antarpekerja maupun dengan

pihak manajemen.15 Akhirnya untuk Ismail mengundurkan diri lagi dari

pekerjaannya ini.

Untuk ketiga kalinya, Ismail melamar pekerjaan dan diterima di

perusahaan dagang ―KK Knies‖ yang berlokasi di Noordwijk Straat (sekarang

Jalan Ir Juanda, Jakarta Pusat). Perusaahan ini bergerak di bidang musik, yang

tidak lain merupakan hobi yang paling Ismail senangi. Dia bekerja sebagai

verkoper (penjual) berbagai alat musik, perekam, dan piringan hitam merek

Columbia.16

Berbeda dengan pekerjaan sebelumnya yang dilakukan di dalam kantor,

perkejaan ini dia lakukan dengan cara dinas luar, atau dijaman sekarang disebut

sales and marketing. Penghasilan yang diterima Ismail Marzuki tergantung

jumlah barang yang berhasil dia jual, semakin banyak alat musik yang terjual

maka semakin banyak juga hasil yang dia terima.

Di pekerjaan ini Ismail tidak saja cocok, tapi juga sukses. Dengan

penampilannya yang necis, berpakaian rapi dan bersih, dia mampu meyakinkan

calon pembelinya. Dia banyak mendapat komisi dari penjualan piano, radio, dan

piringan hitam. Sehari-hari Ismail berkeliling mencari calon pembeli dan

15 Dieter Mack, op.cit., hal 11-12.

16 H. Ahmad Naroth, “Bang Ma’ing pun Menggubah Cerita Horror”, Intisari, No. 229, Agustus

(28)

mengunjungi para pelangan dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya

merek BSA buatan Inggris.17 Tidak hanya sebatas berjualan saja, dengan pembeli

Ismail seringkali membahas musik hingga berjam-jam, sehingga hubungan yang

terjalin bukan hanya sebatas penjual dan pembeli, tetapi menjadi sesama penikmat

dan pelaku musik. Dari merekalah, dan juga dari membaca berbagai buku, Ismail

mempelajari not-not balok, partitur, tangga nada, teori musik, dan ilmu melodi.

Dari sinilah dibuktikan bahwa pekerjaan sebagai verkoper ini berperan besar bagi

karier Ismail Marzuki selanjutnya sebagai seorang komponis

B. Kontribusi Ismail Marzuki di Lief Java, NIROM, dan VORO 1. Lief Java

Pada tahun 1918 atau saat Ismail Marzuki berusia empat tahun, berdirilah

sebuah perkumpulan musik, yakni ―Rukun Anggawe Santoso‖—dalam bahasa

Jawa, atau ―Bersatu Kita Jaya‖. Kelompok musik ini didirikan oleh Suwardi atau

yang lebih dikenal dengan Pak Wang. Lima tahun kemudian (1923), Kelompok

Rukun Anggawe Santoso ini mengubah nama menjadi Lief Java yang

berkembang di bawah pimpinan Hugo Dumas. Dugo Humas bekerja sebagai

pegawai tinggi Departement van Justitie (Departemen Kehakiman) dan salah satu

agen perusahaan KK Knies (tempat Ismail Marzuki bekerja). Lief Java merupakan

salah satu orkes keroncong yang sudah lama hadir di Indonesia dan senantiasa

memainkan berbagai macam lagu, baik karya cipta sendiri maupun karya cipta

orang lain. Orkes keroncong ini menjadi Kelompok yang memiliki peranan

(29)

penting dalam perkembangan musik keroncong atau stambul, meski hanya

didukung oleh alat musik sederhana seperti, biola, suling, gitar, dan cello.18

Karena kecintaannya terhadap musik, ketika berusia 17 tahun (1931)

Ismail Marzuki bersama teman-temannya anak Kemayoran bergabung dengan

Lief Java, disaat pemainnya ingin merekrut orang muda yang memiliki keinginan

untuk memajukan seni suara di seluruh Indonesia. Keikutsertaannya ini berawal

ketika dia bekerja sebagai verkoper, untuk pertama kalinya Ismail bertemu dengan

Hugo Dumas. Secara berkala Lief Java berlatih di rumah S. Abdullah di Kampung

Kepuh, Kemayoran, Batavia. Beliau merupakan salah seorang musikus keroncong

terkenal masa itu. Saat itu kawasan Kemayoran mayoritas dihuni warga

Indo-Belanda dan dikenal sebagai tempat berkumpul para ―Buaya Keroncong‖. Ismail

pun ikut berlatih bersama Lief Java seusai berkeliling menawarkan piringan

hitam.

Bakat Ismail dalam bermusik semakin berkembang ketika ikut bergabung

dengan Lief Java. Dia mempunyai kreativitas yang besar dalam menggubah dan

mencipta lagu barat, lagu keroncong, maupun langgam melayu. Bahkan Ismail

memperkenalkan instrumen akordeon ke dalam langgam Melayu, sebagai

pengganti harmonium pompa.19 Namun demikian, masyarakat lebih mengenalnya

sebagai seorang penyanyi bersuara berat (bariton) daripada pemain akordeon,

gitar, atau saxophone. Suara Ismail yang berkarakter bariton (antara bas dan tenor)

serupa dengan penyanyi Amerika Bing Crosby yang populer pada zaman itu. Ini

18 Ninok Leksono, op.cit. hal. 34.

(30)

membuat sebagiannya temannya menjulukinya ―Bing Crosby Kwitang‖.20

Dalam

dunia musik keroncong, Ismail berkontribusi sangat besar. Seni Keroncong yang

dahulu hanya digemari oleh beberapa golongan saja, telah menjadi seni suara

yang saat itu terdengar di dalam maupun luar Indonesia.

Kelahiran Lief Java agak sulit dipisahkan dari perjalanan musik keroncong

di Indonesia. Musik ini dikembangkan sejak abad ke-17 oleh kelompok

masyarakat mestizo (keturunan campuran Portugis, Indonesia, Cina) dan

mardijker (budak asal Afrika, India, Melayu dan bekas serdadu Portugis yang

dibebaskan dari tawanan Belanda dan pindah agama dari Katholik menjadi

Prostestan) yang tinggal di Kampung Tugu, utara Batavia.21

Ke-Portugisan dari orang-orang Mardijker Tugu sangat kuat,

didemonstrasikan dalam musik mereka yang sampai sekarang masih ada. Salah

satu pembicaraan yang dibanggakan orang Mardykers adalah musik tradisional

keroncong (bangsa Portugis mengenal dengan Fado). Menurut para ahli musik,

asal nama ―Keroncong‖ berasal dari terjemahan bunyi alat musik semacam gitar

kecil dan Polynesia (Ukulele) bertali lima yang jika dimainkan menimbulkan

bunyi: crong, crong, crong. Di kemudian hari alat keroncong ini dapat diciptakan

sendiri oleh orang-orang keturunan Portugis yang berdiam di kampung Tugu, dan

hanya bertali empat. Dan musik yang diperoleh dari orkes dengan iringan

keroncong inilah yang dinamakan orang ―Musik Keroncong‖. 22

20

Ibid., hal 177.

21 Dieter Mack, op.cit., hal 15.

22 Harmunah, S. Mus, Musik Keroncong sejarah, gaya, dan perkembangan, (Yogyakarta: Pusat

(31)

Dalam perjalanan bermusik, Orkes Lief Java jarang tampil di acara pesta

perkawinan. Ini terjadi karena pilihan sikap Ismail Marzuki sendiri. Sebagai

pemusik, Ismail Marzuki selalu berusaha menjaga diri dan tampil profesional. Dia

menolak apabila ada permintaan tampil di acara pesta perkawinan dengan maksud

ingin mengangkat derajat musikus dan menghapus citra buruk yang terlanjur

melekat pada diri mereka. Karena sikap itulah Ismail sempat dijuluki ―musikus

salon‖. Selanjutnya oleh karena pergantian pemerintahan pada masa pendudukan

Jepang, nama Lief Java diganti menjadi Kireina Djawa.

2. NIROM

Pertunjukkan musik Indonesia pada zaman itu tidak hanya sebatas lewat

panggung saja. Sejak tahun 1925 Belanda mulai mendirikan stasiun radio di

Indonesia. Stasiun radio yang pertama ialah Bataviase Radio Vereniging (BTV) di

Batavia yang didirikan pada tanggal 16 Juni 1925. Setelah BTV didirikan,

muncullah beberapa stasiun-stasiun radio lainnya. Salah satu stasiun radio yang

berkembang pesat ialah Nederlandsch Indische Radio Omreop Maatschappij

(NIROM) di Batavia. Siaran pertama radio ini dipancarkan pada tanggal 31 Maret

1934 dengan membagi siaran dalam dua kelompok, yaitu untuk pendengar bangsa

Eropa dan bagian ―ketimuran‖. Pada saat itu orkes Lief Java menjadi salah satu

orkes pengisi acara siaran bagian ketimuran.

NIROM berperan cukup besar dalam menyebarluaskan lagu-lagu,

termasuk mempopulerkan nama-nama penyanyi dan pemusik Lief Java.

Khususnya Ismail Marzuki, dia mempunyai banyak sekali penggemar setelah

(32)

mendesak penyiar radio NIROM untuk selalu memutar lagu-lagu ciptaan Ismail

Marzuki. Mereka tambah senang lagi jika Ismail menyanyikan lagu tersebut

secara langsung. Untuk setiap bulannya Ismail juga mendapatkan ratusan surat

yang diterima dari para penggemarnya. Isi surat tersebut beraneka ragam. Mulai

dari permintaan lagu, kritikan dan pujian, hingga ada pula penggemar wanita yang

ingin berkenalan secara serius. Pada bulan pertama, surat-surat itu dibalas dengan

sopan dan halus, namun karena dia tidak mempunyai sekretaris untuk

membantunya membalas surat-surat tersebut, akhirnya dia membiarkan surat-surat

tersebut menumpuk dan tidak terbalas.

Tidak hanya popularitas Ismail Marzuki saja, melalui siaran yang diadakan

rutin, NIROM sangat banyak berperan bagi orkes Lief Java. Lagu-lagu yang

dibawakan Lief Java pada zaman itu sering diputar, keberadaan Lief Java pun

mulai dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan ketika waktu itu sedang musim Band

Hawaiian, para pendengar radio menganjurkan agar Lief Java membawakan

lagu-lagu Hawaii, jenis musik yang juga sedang populer sejak pertengahan tahun

1930-an. Lief Java kemudian memenuhi permintaan mereka dengan membentuk sebuah

Band Hawaiian, bernama The Sweet Java Islander, yang beranggotakan Ismail

Marzuki, Victor Tobing, Hassan Basri, Pak De Rosario, dan Hardjomuljo.23

Namun di tengah perjalanan kariernya, sebuah insiden terjadi antara The

Sweet Java Islander dengan stasiun radio NIROM. Mulai dari jatah siaran

ketimuran yang kurang diperhatikan/sangat dibatasi, hingga masalah soal hak

cipta. Masalah ini semakin serius ketika lagu pembukaan dari The Java Islander

(33)

yang begitu bersemangat, telah diambil oleh NIROM untuk pembukaan siaran

setiap pukul 17.00, tanpa seijin Band Hawaiian itu. The Sweet Java Islander

kemudian mengajukan protes, tetapi NIROM tidak melayaninya. Alhasil The

Sweet Java Islander tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada hak cipta. Oleh

karena terjadi insiden tersebut, Ismail dan sejumlah temannya kemudian

mengundurkan diri dari NIROM, walaupun Lief Java dan The Sweet Java Islander

masih tampil mengisi acara siaran di radio NIROM Batavia sampai dengan tahun

1937.

Disaat akhir pemerintahan kolonial Belanda, dibentuklah stasiun radio

khusus bagian ketimuran PPRK (Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran),

yang merupakan pecahan dari NIROM. PPRK dipimpin oleh Mr. Achmad

Soebardjo dan Mr. Oetoyo Ramelan, dengan kepala studio Adang Kadaroesman.

Di stasiun radio ini Ismail Marzuki berperan untuk membentuk, menyusun,

memimpin, dan mengatur siaran ketimuran. Dia memimpin orkes radio ini sampai

dengan kedatangan balatentara Jepang.

3. VORO

Oleh karena NIROM mulai membatasi siaran ketimuran, kebutuhan

pendengar bangsa Timur pun juga mulai dilupakan. Masalah ini mendorong para

kaum pergerakan untuk mendirikan siaran radio. Dengan semangat yang tinggi

dan untuk mengimbangi siaran yang diselenggarakan oleh NIROM, para kaum

nasionalis kemudian mendirikan siaran radio Vereeniging voor Oostersche Radio

(34)

VORO didirikan dengan modal seadanya oleh kaum nasionalis Indonesia

yang berlokasi di Jalan Kramat Raya nomor 96, Batavia Centrum, terletak

bersebelahan dengan Pabrik Rokok ―Dieng‖. Menurut Abdulrahman Saleh

(pimpinan VORO tahun 1937), VORO bertujuan untuk memperhatikan dan

memajukan seni ketimuran dengan mengirim macam-macam lagu ke udara

dengan zender (pemancar). Seni dalam arti yang seluas-luasnya bukanlah hanya

macam-macam lagu, melainkan segala yang meninggikan kebatinan manusia.24

Tujuan yang diutarakan Abdoelrachman Saleh tersebut tidak berbeda sesuai Pasal

2 tentang Anggaran Dasar VORO bahwa ―Perkumpulan bermaksud mamajukan

kebudayaan dan kesenian Timur dengan arti yang luas, dengan perantara

penyiaran radio‖.25

Stasiun radio ini menggunakan sebuah rumah tinggal, antenanya terbuat

dari bambu betung yang disambung-sambung dan diikat dengan tali ijuk. Dinding

ruang studio dilapisi karung goni, lantainya dihampari karpet sisal26, dan hanya

mempunyai dua mikrofon model kotak. VORO merupakan pemancar radio yang

pertama milik bumiputra di seluruh Indonesia. Seluruh program acara yang

disiarkan VORO ―serba ketimuran‖, yaitu siaran dalam bahasa Jawa, bahasa

Sunda, lagu keroncong, gambus dan harmomium, wayang Betawi, hawaiian, tonil,

Minangkabau, agama, dan pidato.

VORO dapat berkembang melalui dukungan sumbangan dari para

dermawan, karena pada masa itu belum dikenal iklan radio yang mendatangkan

(35)

uang.27 Donatur tetap berjumlah 77 orang Indonesia dan 7 orang Tionghoa. Dapat

disimpulkan bahwa 7 orang Tionghoa ini adalah mereka yang lahir dan menetap

di Indonesia, yang sesungguhnya memiliki andil dalam proses menuju Indonesia

merdeka. Ismail Marzuki dengan nomor keanggotaan ―458‖ membayar iuran satu

gulden setiap bulan secara teratur. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 tentang Anggaran

Rumah Tangga VORO, ―Anggota biasa yakni orang yang telah diterima oleh

pengurus membayar kontribusi 1 gulden setiap bulan memiliki hak suara dalam

setiap persidangan‖.

Pada masa itu, VORO merupakan tempat berkumpulnya musisi muda yang

mempunyai semangat kebangsaan. Setiap sabtu malam Orkes Lief Java

mengadakan siaran live dengan diperkuat oleh Miss Annie Landouw, penyanyi

tunanetra yang terkenal. Pemain Lief Java tampil di VORO tanpa menerima

bayaran, hanya diberi uang transport secukupnya. Di VORO, Ismail Marzuki

sendiri kerap menyanyi serta memainkan saxophone atau akordeon. Selain itu,

Ismail juga sering menggubah ―radio-tooneel‖ (sandiwara radio) khususnya

cerita-cerita horor yang mulai digemari banyak pendengar. Tidak hanya itu, Ismail

juga sering mengisi acara dagelan dengan sebagai Paman Lengser (salah satu

tokoh dalam pertunjukkan Topeng Betawi).28 Hal ini menyebabkan Ismail dikenal

sebagai pelawak oleh sebagian besar pendengarnya.

Bersama kawannya Memet alias Botol Kosong, Ismail selalu menyisipkan

sindiran halus dalam bahasa Belanda yang diarahkan kepada pemerintah kolonial,

sehingga VORO dikatakan sebagai Vereneinging Oostersche Rebel Omroep atau

27 Ibid.

(36)

Radio Pemberontak.29 Kata Rebel atau pemberontak ditujukan kepada seniman,

anggota, dan pengurus VORO, termasuk Ismail Marzuki. Istilah tersebut

mengartikan bahwa Ismail dan teman-temannya adalah pejuang kemerdekaan

Indonesia yang bernyali besar. Mereka berani berposisi sebagai orang yang anti

penjajahan dengan menerima segala kosekuensi dan resiko yang ada, lembaga

penyiaran mereka bisa saja ditutup, hingga terjadi pembunuhan dan sebagainya.

Tetapi itu tidak membuat Ismail bersama teman-temannya mundur dalam

memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

C. Ismail Marzuki dan Eulis Zuraida

Pertemuan Ismail Marzuki dengan Eulis Zuraida bermula ketika Ismail

pindah ke Bandung untuk membentuk dan memimpin Orkes Studio Ketimuran

NIROM. Eulis merupakan seorang perempuan berdarah Sunda-Arab kelahiran

kota Bandung 17 April 1917. Nama lengkapnya adalah Eulis Andjung Zuraida30.

Putri dari reserse Empi ini juga seorang penyanyi keroncong dan penembang lagu

Sunda. Ketika berusia 14 tahun, ia sudah berani tampil menyanyi di muka umum.

Bahkan ia pernah meraih juara ketiga pada sebuah perayaan jaarbeurs Bandung

dan meraih juara ketiga. Tidak hanya itu, Eulis juga masuk dalam tiga besar ketika

mengikuti perayaan dalam lomba menyanyi keroncong di Pasar Gambir Jakarta.

Salah satu pemusik yang mengiringinya menyanyi waktu itu ialah Ismail Marzuki.

Pada saat itu, Eulis termasuk penyanyi orkes keroncong Hwa An di Bandung.31

29 H. Ahmad Naroth, Juni 1982, op.cit., hal. 175.

(37)

Tentang diri Ismail Marzuki, Eulis Zuraida mengatakan bahwa sebagai

komponis muda, nama Ismail sudah terkenal. Lagu-lagunya yang kerap dimainkan

lewat orkes radio Jakarta, sudah sering didengar oleh Eulis. Eulis pertama kali

mengenal Ismail berawal ketika lagunya yang berjudul O Sarinah menjadi hits di

radio NIROM. ―Dibanding teman-teman seniman prianya saat itu, Bung Ismail

sangat alim. Ia tak suka keluyuran. Dia tidak Cuma pintar main musik, tapi juga

pintar mengaji Al Quran‖, kata Eulis Zuraida.32

Pada mulanya, Eulis tidak terlalu tertarik dengan kehadiran Ismail. Setelah

bergabung dengan orkes yang di dalamnya ada Ismail saja, Eulis selalu bertanya

kepada teman-temannya, apakah Ismail ada atau tidak. Sampai-sampai Eulis

mengatakan bahwa ia tidak mau menyanyi apabila ada Ismail di dalamnya.

Namun setelah dibujuk teman-temannya, Eulis akhirnya mau menyanyi. Setiap

kali bertemu, baik dalam latihan musik maupun tampil di NIROM dan dalam

perayaan tertentu, mereka berdua sering berkelahi soal lagu yang akan dibawakan.

Perbedaan pendapat pun kerap terjadi antara Ismail dan Eulis.

Berbeda dengan Eulis, sikap Ismail terhadap Eulis justru kebalikannya.

Ismail Marzuki sering mengajaknya bercanda dan tak jarang dia mendekati Eulis.

Perasaan suka Ismail terhadap Eulis pun mulai tumbuh. Hingga pada saat

mendekati Eulis, Ismail menyodorkan secarik kertas berisi syair lagu Panon

Hideung. Lagu itu khusus dikarangnya untuk Eulis. 33 Panon Hideung berasal dari

bahasa Sunda yang berarti ―Mata Hitam‖. Secara melodi, lagu ini sebenarnya

berasal dari lagu rakyat populer ciptaan Rusia, yang oleh Ismail Marzuki

32 Heryus Saputro, ―Ismail Marzuki, Dari Pinggir Kali ke Persada Negeri‖, Femina, No. 23. Tahun

XXIV, 13-19 Juni 1996, hal. 25.

(38)

dialihkan liriknya ke bahasa Sunda. Syair tersebut ternyata adalah ungkapan

perasaan cinta Ismail kepada Eulis. Sikap yang dilakukan Ismail ini

perlahan-lahan mampu meruntuhkan hati Eulis.

Eulis mulai tertarik dengan Ismail sewaktu mereka bersama rombongan

Terang Bulan Party berkunjung ke Singapura sekitar tahun 1938. Rombongan ini

merupakan gabungan dari Orkes Lief Java dan Band Hawaiian Sweet Java

Islander,34 dimana Ismail dan Eulis ikut serta dalam perjalanan tersebut. Di tengah

perjalanan ke Singapura menggunakan kapal laut, Eulis tiba-tiba mabuk laut, ia

tidak enak badan dan muntah-muntah. Ismail yang mengetahui keadaan itu,

mengeluarkan sapu tangan dan menengadahkan tanggannya untuk menampung

muntahan Eulis. Kemudian Ismail memijit kepala dan tengkuk Eulis, hingga ia

merasa lebih enakan. Peristiwa di atas kapal laut itu nampaknya membuat Eulis

terharu atas sikap yang dilakukan Ismail. Semenjak itu pula, Eulis benar-benar

menerima kehadiran Ismail, dan jatuh cinta terhadap Ismail.

Perasaan sama-sama cinta yang ada di antara hati Ismail dan Eulis,

membuat mereka berdua kemudian menjalin hubungan berpacaran. Keduanya

berpacaran cukup lama, sekitar tiga tahun. Namun, Jalinan asmara kedua insan ini

tidak berjalan mulus. Orangtua Eulis tidak menyetujui hubungan mereka. Mereka

khawatir Eulis yang hanya bisa menyanyi nantinya akan diremehkan oleh

mertuanya karena akan menjadi istri yang tidak bisa mengurus rumah tangga.

Sementara itu, masalah lain terjadi pada Ismail. Marzuki Saeran sudah

menjodohkan Ismail dengan seorang gadis Betawi. Namun melihat perasaan cinta

(39)

yang tulus dari hati Ismail terhadap Eulis, Marzuki Saeran tidak dapat berbuat

apa-apa. Sikap Ismail yang selalu baik pada keluarga Eulis pun membuat hati

kedua orangtua Eulis luluh. Mereka kemudian menyetujui hubungan Ismail

dengan Eulis. Suatu hari saat Empi, ayah Eulis, sedang sakit, ia pun memanggil

Eulis dan menyuruh memanggil Ismail. Empi lalu menikahkan sepasang kekasih

ini. Ismail datang sendirian tanpa disertai keluarganya.

Ismail pulang ke Batavia dengan membawa surat ―model D‖ dari kantor

penghulu, yang menerangkan bahwa dirinya telah menikah dengan Eulis. Marzuki

Saeran hanya bisa terkejut dan bersyukur melihat anaknya telah menikah dengan

Eulis. Ismail kemudian berjanji akan membawa istrinya ke rumah Marzuki Saeran

di Jalan Gunung Sahari pada esok harinya pukul 10.00 pagi. Orang-orang sibuk

mengatur dan mempersiapkan ―pangkeng‖ (kamar) untuk menyambut pengantin

baru yang akan masuk.35 Eulis pun kemudian diboyong Ismail ke Jakarta.

Awal menikah pasangan ini memilih untuk tidak tinggal bersama orangtua.

Alhasil mereka berpindah-pindah tempat tinggal. Awalnya mengontrak rumah di

Jalan Gunung Sahari, Jakarta. Kemudian pindah ke Gang Basaan di kawasan

Tanah Abang. Tidak lama disitu, mereka pindah lagi ke Kampung Bali di sekitar

Tanah Abang.36 Selanjutnya, mereka bisa membeli rumah yang semula dikontrak

dan tinggal menetap di Kampung Bali, Jakarta. Kehidupan rumah tangga Ismail

dan Eulis berjalan harmonis.

Setelah Eulis menjadi istri Ismail Marzuki, Ismail tidak mengizinkan

istrinya menyanyi di muka umum, maupun dalam studio radio. Ismail

35 Ibid., hal. 181.

(40)

menginginkan Eulis untuk mengurus rumah tangga dan menjadi ibu rumah tangga

yang terampil. Meskipun larangan ini sering menjadi perselisihan, akhirnya Eulis

tunduk pada peraturan suaminya.37

Namun yang disayangkan dari perkawinannya itu, Eulis Zuraida tidak

dikaruniai anak. Tidak mau berlama-lama larut dalam kesepian, akhirnya Ismail

memutuskan untuk mengambil anak dari saudara Eulis. Anak angkatnya ini

bernama Rahmi Aziah, yang sudah diminta Ismail dari sejak ibunya hamil. Ismail

sebenarnya menginginkan anak laki-laki, tetapi ternyata anak ini lahir perempuan.

Walaupun ini tidak sesuai dengan keinginan Ismail, dia tidak keberatan, dan

mengambil Rahmi sebagai anak saat berusia dua bulan. Kehadiran Rahmi ini

cukup membuat kehidupan rumah tangga Ismail dan Eulis bahagia.38 Ismail

membuktikan dirinya tidak hanya jago bermusik saja, tetapi dia juga pandai dalam

urusan rumah tangga. Terbukti Ismail telah menjadi kepala keluarga yang baik

bagi istri dan anaknya.

Sebagai Istri, Eulis Zuraida memiliki peran yang besar bagi karier Ismail

Marzuki. Hampir semua lagu-lagu ciptaan Ismail setelah berumah tangga yang

pertama-tama menyanyikannya adalah istrinya. Bantuan istrinya ini sangat

diperlukan ketika Ismail mempersiapkan lagu-lagu yang akan diciptakannya.

Menurut Eulis Zuraida, lagu-lagu Ismail Marzuki tidak hanya lahir berkat

kepandaian dan inspirasi, tetapi dengan hati jiwa, bahkan keselamatan dirinya ikut

dikorbankan. Kebanyakan lagu-lagu Ismail yang bernafaskan asmara, Eulis

Zuraida lah yang menjadi sumber inspirasinya.

(41)

Sesudah kemerdekaan Indonesia, Ismail Marzuki dan Eulis Zuraida

dihadapkan dengan situasi yang sulit. Ketika Ismail sedang berkelana ke

daerah-daerah untuk menghibur para pejuang dengan lagu-lagu perjuangannya, Jakarta

diduduki balatentara Sekutu. Berbagai perlawanan yang terjadi menyebabkan

keadaan kota Jakarta semakin memanas. Demi pertimbangan keselamatan, Eulis

kemudian memutuskan mengungsi ke Bandung, dan tidak lama kemudian Ismail

menyusulnya. Namun, beberapa hari setelah mereka sampai di Bandung,

terjadilah peristiwa Bandung Lautan Api. Keadaan Bandung yang penuh dengan

api peperangan pada tahun 1946 itu menyebabkan mereka mengungsi lagi ke

Bandung Selatan

Meskipun untuk sementara waktu mereka tidak tinggal bersama, perasaaan

cinta mereka berdua tetap terjalin. Hingga pada tahun 1950, Ismail Marzuki dan

Eulis Zuraida kembali tinggal bersama lagi di rumahnya di Kampung Bali,

Jakarta. Bagi Ismail, Eulis merupakan sosok istri sekaligus ―ibu‖ yang menjadi

(42)

27

BAB III

PERJUANGAN ISMAIL MARZUKI SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA

A. Peran Ismail Marzuki Masa Pemerintahan Belanda (1930-1942)

Memasuki abad ke-20, perkembangan politik, sosial, dan ekonomi bangsa

Indonesia ditandai dengan situasi yang tidak menentu. Dalam masa ini, rezim

Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif terhadap

rakyat. Bangsa Indonesia mengalami kerugian yang besar akibat dari eksploitasi

besar-besaran dan monopoli perdagangan yang dilakukan pemerintah kolonial

Belanda. Keadaan ini menjadikan Indonesia mulai tahun 1930 mengalami masa

krisis. Rakyat pun semakin menderita di bawah penjajahan pemerintahan kolonial.

Bangsa Indonesia diperlakukan tidak adil atas penjajahan yang telah

dilakukan Belanda. Akibatnya banyak sekali terjadi pemberontakan yang

dilakukan bangsa Indonesia terhadap pemerintah kolonial, sehingga rakyat/kaum

pergerakan mulai mendirikan organisasi-organisasi modern yang bertujuan

sebagai jembatan untuk menghadapi pemerintah kolonial. Organisasi-organisasi

tersebut semakin menunjukkan eksistensinya menuju Indonesia merdeka (bebas

dari penjajahan), walaupun muncul perbedaan paham yang dianutnya.

Perkembangan politik di Indonesia pada tahun 1930-an juga

mempengaruhi perbedaan cara pandang kaum pergerakan dalam membaca situasi

pemerintah kolonial. Mereka terbelah menjadi kooperatif (moderat)39 dan

39 Organisasi kooperatif (moderat) adalah organisasi yang memiliki sikap lunak (moderat), atau

(43)

nonkooperatif (radikal)40. Namun, setelah tahun 1930 organisasi yang semula

bersifat kooperatif (moderat) menjadi lebih nonkooperatif (radikal) akibat situasi

politik yang terjadi antara rakyat dengan pemerintah kolonial. Berbagai cara

dilakukan pemerintah kolonial untuk meredam aktivitas politik sekaligus

menghambat gagasan-gagasan kaum pergerakan agar pemerintahan Belanda di

Indonesia berjalan dengan lancar. Sebagian kaum pergerakan mulai menggunakan

pranata Volksraad (dewan rakyat). Badan ini cenderung mengembangkan suatu

kesatuan yang lebih menyakinkan, yang menggabungkan nasionalisme mereka

secara lebih erat.41

Pemerintah kolonial memberlakukan pembatasan hak untuk berserikat dan

berkumpul (vergader verbod) terhadap organisasi-organisasi kebangsaan. Rakyat

dilarang keras mendengarkan lagu Indonesia Raya, serta lagu-lagu mars

partai-partai politik. Lagu-lagu tersebut tidak boleh dinyanyikan, tetapi hanya boleh

diperdengarkan secara instrumental saja. Cara-cara tersebut dilakukan pemerintah

kolonial untuk menjaga keamanan dan ketertiban, agar kekuasaannya di Indonesia

dapat berjalan dengan lebih lancar.

Sewaktu pemerintah melakukan berbagai upaya untuk tetap menguasai

Indonesia, Belanda di negerinya sendiri mengalami situasi yang kacau balau. Pada

tanggal 10 Mei 1940, Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler menyerbu negeri

Belanda. Pemerintah beserta keluarga kerajaan Belanda melarikan diri untuk

40 Organisasi nonkooperatif (radikal) adalah organisasi yang memiliki sikap keras (radikal), atau

tidak mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Contoh organisasi ini antara lain: Perhimpunan Indonesia, PKI, Indische Partij, dll.

41 A. Kardiyat Wiharyanto, Sejarah pergerakan Nasional: Dari Lahirnya Nasionalisme Sampai

(44)

mengungsi di London.42 Keganasan paham fasisme ini membuat Belanda

menyerah dan wilayahnya diduduki Jerman Nazi. Jatuhnya negeri Belanda ini

merupakan awal dari kemunduran pemerintahan Belanda di Indonesia.

Pemerintah kolonial semakin jatuh ketika Belanda menerima kekalahan

dalam perang Pasifik. Pasukan perang yang di bentuk Belanda tidak kuat untuk

menahan serangan yang dilakukan oleh Jepang. Balatentara Jepang

menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika

dalam pertempuran di laut Jawa. Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah

kolonial Belanda di Jawa menyerah. Gubernur Jendral van Starkenborgh ditawan

oleh balatentara Jepang dan Jepang berhasil mengalahkan kekuasaan Belanda.43

Akibatnya dalam tempo singkat tanah jajahan Belanda di Indonesia secara

langsung jatuh ke tangan Jepang.

Dalam uraian di atas telah dijelaskan bahwa Indonesia pada tahun

1930-1942 berada dalam masa krisis, baik di bidang politik dan ekonomi. Sejarah

pergerakan Indonesia lebih disibukkan dengan usaha rakyat menuju Indonesia

merdeka (bebas dari penjajahan). Di tengah upaya perjuangan dalam meraih

kemerdekaan, muncullah Ismail Marzuki yang juga turut berperan dalam

membangkitkan semangat juang rakyat. Untuk selanjutnya, peran Ismail Marzuki

dalam perkembangan musik Indonesia semakin terlihat di akhir kekuasaan

Belanda di Indonesia (1930-1942). Semuanya itu didorong dari rasa cinta tanah

air yang besar dalam diri Ismail Marzuki.

(45)

Seperti telah diulas pada bab sebelum ini, Ismail Marzuki yang merupakan

putra Marzuki Saeran telah mengenal dan mencintai dunia musik sejak duduk di

bangku HIS. Kecintaannya terhadap musik berawal ketika Ismail suka bernyanyi

dan mendengarkan lagu-lagu (berbahasa Belanda) melalui mesin gramofon

kepunyaan ayahnya. Selain bernyanyi, Ismail kecil juga sudah pandai memainkan

alat musik. Beberapa alat musik dia peroleh dari pemberian Marzuki Saeran

ketika Ismail berprestasi saat bersekolah. Marzuki Saeran yang juga pemain

musik di kampung Kwitang adalah orang yang pertama kali memperkenalkan

musik pada Ismail.

Perjalanan karier Ismail Marzuki semakin nampak ketika memasuki tahun

1930-an. Ismail dapat tampil sebagai penyanyi, pemain musik, dan kemudian

mencipta/menulis lagu. Sejak bekerja sebagai verkoper di perusahaan KK Knies,

Ismail menjalin pertemanan dengan para musisi yang lebih senior di masanya. Dia

tidak sungkan berdiskusi dan bertanya mengenai segala hal yang berkaitan dengan

musik kepada orang-orang yang lebih ahli.44 Secara otodidak Ismail menambah

pengetahuannya dalam bidang musik. Meskipun dia bukanlah lulusan dari sekolah

musik, dengan usahanya sendiri Ismail rajin mencari buku-buku dan literatur

musik.

Pada tahun 1931, Ismail untuk pertama kalinya mencipta sebuah lagu

berjudul O Sarinah. Lagu ini dia ciptakan berbahasa Belanda pada usia 17 tahun,

atau bersamaan di tahun bergabungnya dengan perkumpulan musik Lief Java.

Lagu tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang gadis desa yang bernama

(46)

Sarinah. Lagu O Sarinah karya Ismail Marzuki ini melambangkan kehidupan

masyarakat Indonesia yang tertindas di era penjajahan.45 Apa yang dilambangkan

dalam lagu Ismail ini sama seperti yang ditulis Soekarno dalam bukunya Sarinah,

pada tahun 1947, walaupun keduanya tidak ada kaitannya.

Ismail Marzuki memiliki unsur yang kuat untuk menghasilkan sebuah

lagu. Mulai dari tema lagu, lirik, nada, dan irama, semuanya saling berkaitan.

Semua ciptaannya selalu berhubungan dengan kehidupan sosial yang sedang

terjadi pada masa itu. Diawal karirnya ini, karya Ismail Marzuki banyak berkisah

tentang kehidupan manusia. Terkait dengan nasib bangsanya, romantika cinta

muda-mudi, maupun fenomena sosial, menjadi ilham untuk tema lagu-lagunya.

Untuk nada dan irama, Ismail Marzuki banyak menggunakan jenis musik yang

populer saat itu, mulai dari keroncong, hawaiian, hingga jazz.46

Dalam perkembangan berikutnya karier Ismail tidak hanya menciptakan

lagu sendiri, namun juga sebagai penggubah lagu. Ismail Marzuki mulai

menggubah lagu sejak tahun 1933. Lagu-lagu yang dia gubah berasal dari

pencipta aslinya, yang sebagian hanya dia tulis melodinya, maupun liriknya saja.

Kembali ke karya ciptaan Ismail Marzuki sendiri. Pada tahun 1935 setelah

karya pertamanya O Sarinah, Ismail Marzuki menciptakan lagu Kroncong

Serenata dengan berirama keroncong. Tahun 1936 muncul lagu Oh Jauh di Mata

dan Roselani yang menggambarkan suasana romantis dan alam Hawaii di tepi

samudra Pasifik. Berikutnya dua lagu dia ciptakan pada tahun 1937, yaitu lagu

Stambul Sejati yang berirama keroncong stambul bermodus minor, bermelodi

45 Firdaus Burhan, Ismail Marzuki, Hasil Karya dan Pengabdiannya (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1983), hal. 18.

(47)

melayu Sumatera Utara, dan lagu Kasim Baba yang berlatar belakang cerita

―Hikayat 1001 Malam‖.47

Beberapa lagu karya Ismail ini mulai direkam pada

piringan hitam di Singapura. Kemudian dikirimkan ke Jakarta kembali untuk

diedarkan.

Pada tahun 1938, bersama Band Hawaiiannya The Sweet Java Islander,

Ismail Marzuki untuk pertama kalinya mengisi suara dalam film ―Terang Bulan‖.

Film ini dibuat dan disutradarai oleh Albert Balink, seorang Belanda keturunan

Jerman. Dalam film ini, Ismail Marzuki berperan sebagai pengisi suara Raden

Muchtar. Ismail menyanyikan 3 lagu, antara lain: Duduk Termenung, My

Hula-hula, dan Bunga Mawar dari Kahyangan.48 Lagu-lagu tersebut dia nyanyikan

bergaya ―Yodel‖49

. Setelah selesai diproduksi, film ini ditayangkan perdana di

Rex Theatre, Kramat. Film ini mendapat respon yang baik di kalangan

masyarakat. Bahkan film ini juga beredar di Singapura dan Malaysia.50

Kesuksesan film ini berdampak baik bagi Ismail Marzuki bersama The

Sweet Java Islander. Band Hawaiian yang dibentuk oleh Lief Java ini diundang

untuk mengadakan pagelaran musik ke kota-kota di Malaysia dan Singapura.

Mereka berangkat tanggal 16 Juli 1938. Segala biaya perjalanan termasuk

makan-minum, penginapan, honor para artis, dan ongkos-ongkos lainnya ditanggung oleh

Agency Manager. Kesempatan untuk mengunjungi negeri orang sekaligus ini

diterima sebaik-baiknya oleh Ismail Marzuki beserta teman-temannya yang

tergabung dalam ―Terang Bulan Party‖. Rombongan ini merupakan gabungan dari

47 Firdaus Burhan, op.cit., hal. 22. 48

Ninok Leksono, op.cit., hal. 61

49 Yodel, menurut kamus musik, adalah teknik menyanyi yang dilakukan melalui suara normal

yang banyak diselingi suara-suara falsetto (diluar jangkauan nada biasa)

(48)

Orkes Lief Java dan Band Hawaiian The Sweet Java Islander di bawah pimpinan

Hugo Dumas.51 Melalui pertunjukan ini, nama Ismail Marzuki dan juga Terang

Bulan Party semakin dikenal oleh masyarakat luas di kawasan Asia Tenggara.

Di tahun 1939, Ismail Marzuki menciptakan delapan judul lagu, antara

lain, Bapak Kromo, Bandanaira, Olee lee di Kotaraja, Rindu Malam, “Lenggang

Bandung, dan Melancong ke Bali. Dua di antaranya yang menggunakan syair

bahasa Belanda yaitu Als de Orchideen Bloeien dan Als’t Mei in de Tropen. Lagu

Als de Orchideen Bloeien menjadi top hit pada masa itu. Lagu itu kemudian

direkam oleh perusahaan piringan hitam HMV (His Master Voice) dari Singapura

dan disiarkan melalui radio NIROM Bandung. Berkat rekaman piringan hitam

HMV, nama Ismail semakin dikenal diluar wilayah Nusantara.

Menjelang berakhirnya kolonialisme Belanda, Ismail Marzuki kembali

mencipta sejumlah lagu. Situasi Indonesia yang sedang mengalami krisis akibat

penjajahan Belanda tidak mengurungkan niat Ismail dalam berkarya. Keadaan

tersebut justru menjadi ide bagi karya cipta Ismail Marzuki. Memasuki tahun

1940, lagu-lagu berkisah tentang keresahan jiwa muda dan berkisah tentang

kehidupan manusia mulai dia ciptakan. Lagu-lagu itu antara lain: Malam Kemilau,

Siapakah Namanya, Sederhana, Kroncong Banyubiru, Bintangku, Ani-ani Potong

Padi, Kroncong Sukapuri dan Arjuna Rumba.52 Lagu-lagu tersebut mampu

membawa pengaruh bagi perjuangan bangsa, karena menceritakan keadaan

Indonesia di bawah jajahan Belanda.

51 Ibid,. hal. 11-13.

(49)

B. Peran Ismail Marzuki Masa Pemerintahan Jepang (1942-1945)

Sejak tahun 1941, Jepang menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang

ingin menguasai wilayah jajahan. Setelah menghancurkan Pearl Harbour,

balatentara Jepang berhasil menaklukkan negeri-negeri di kawasan Asia Tenggara

dalam Perang Pasifik. Di Indonesia, Jepang berhasil membuat Belanda menyerah

serta merebut Indonesia dari tangan kolonial Belanda. Tujuan Jepang menyerang

dan menduduki Indonesia adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama

minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung

industrinya.

Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, Jepang berusaha menarik hati atau

mencari simpati bangsa Indonesia, misalnya (1) setiap hari radio Tokyo

menyanyikan lagu Indonesia Raya, (2) Jepang menyatakan bahwa bangsa

Indonesia dengan bangsa Jepang itu serumpun, sebagai Jepang sebagai saudara

tua, (3) sewaktu-waktu Jepang akan datang ke Indonesia untuk membebaskan

saudaranya dari penjajahan Belanda, dan (4) Jepang menyatakan gerakan 3 A

yaitu Jepang sebagai pemimpin, pelindung dan cahaya Asia, (5) Jepang

memberikan komisi dengan baik kepada pedagang-pedagang pribumi Indonesia

terutama yang bersedia menjual barang-barang Jepang, dan (6) Jepang

mengundang pemuda-pemudi Indonesia untuk belajar di Jepang dengan

mendapatkan beasiswa.53

Mulai Tahun 1942, pemerintahan yang sebelumnya dikuasi kolonial

Belanda secara langsung diambil alih oleh Jepang. Jepang dalam menjalankan

(50)

kekuasaannya menghapus semua pengaruh Belanda di Indonesia (politik,

ekonomi, dan budaya). Semua peninggalan Belanda mulai dari sistem

pemerintahan, simbol-simbol kekuasaan kolonial, hingga nama-nama tempat

berbahasa Belanda diganti oleh Jepang. Surat-surat kabar berbahasa Belanda,

Cina, dan Indonesia dilarang terbit. Semua karyawan berkebangsaan Belanda

dijebloskan ke kamp-kamp tawanan perang. Jepang memberlakukan pemerintahan

militer yang sangat ketat.

Peraturan pemerintah Jepang yang sangat anti Barat juga diberlakukan di

bidang musik. Semua syair-syair lagu berbahasa Belanda tidak boleh

dinyannyikan. Pemerintah Jepang menutup dan menghentikan stasiun radio yang

berdiri pada masa kolonial Belanda. Jepang mengambil-alih stasiun radio

NIROM, VORO, PPRK, dll, setelah itu menggantinya dengan didirikannya

Djawa Hoso Kanrikyoku pada tanggal 1 Oktober 1942. Badan yang mengurus dan

menyelenggarakan siaran radio ini memiliki delapan cabang (hosokyoku) yang

tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto, Semarang,

Surabaya, dan Malang.

Pada bulan April 1942, Jepang membentuk organisasi rakyat yang diberi

nama ―Gerakan Tiga A‖, yang dipimpin oleh Mr.R. Samsudin. Gerakan Tiga A

berasal dari slogan bahwa Jepang adalah peimimpin Asia, Pelindung Asia, dan

Cahaya Asia. Organisasi yang dimulai di Jawa ini bertujuan mengumpulkan

(51)

Raya. Secara Umum, Gerakan ini tidak berhasil mencapai tujuan-tujuannya.

Hanya sedikit orang Indonesia yang tertarik dan terlibat di dalamnya.54

Dalam menjalankan pemerintahannya, Jepang membagi Indonesia menjadi

3 koloni, yaitu: (1) Jawa-Madura, dengan pusatnya di Jakarta di bawah Tentara

XVI, (2) Sumatera, dengan pusatnya Bukittinggi di bawah Tentara XXV, dan (3)

Pulau-pulau lain dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) di bawah Angkatan

Laut, yang mempunyai penghubung di Jakarta. Dasar pembagian itu bersifat

strategis militer, yang disesuaikan dengan organisasi pertahanan Jepang dan

bersifat politis yang disesuaikan dengan penilaian Jepang terhadap perkembangan

sosial dan politik di Indonesia.55 Dalam 3 koloni tersebut, Jawa menjadi daerah

yang lebih maju dari pada pulau-pulau lainnya.

Harapan akan datangnya kesejahteraan dan kemerdekaan bangsa Indonesia

seperti yang dipropagandakan Jepang sebelumnya terbukti hanya kosong belaka.

Justru rakyat semakin tertindas akibat penjajahan yang dilakukan Jepang. Untuk

mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya, Jepang merampas semua

hasil bumi bangsa Indonesia. Rakyat diberlakukan tanam paksa, dimana hasilnya

wajib diserahkan kepada Jepang untuk melengkapi kebutuhan perang. Tidak

hanya itu, Jepang memberlakukan sistem kerja paksa/romusha terhadap rakyat

untuk bekerja membuat tempat pertahanan, jembatan, jalan kereta api, dll. Mereka

bekerja tanpa upah dan tanpa makanan yang cukup. Akibatnya, kelaparan terjadi

dimana-mana dan penyakit pun merajalela.

(52)

Penindasan yang dilakukan Jepang semakin membuat Indonesia berada

dalam kemiskinan. Keadaan ini mendorong rakyat untuk melakukan berbagai

perlawanan untuk bebas dari penjajahan Jepang. Perjuangan nasional pada masa

itu dilakukan dengan dua cara, yaitu secara legal dan illegal. Pada saat itu,

pergerakan secara legal (resmi) dengan Jepang dipimpin oleh Soekarno-Hatta, dan

pergeraka

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan adalah metode sejarah yakni Heuristik (pengumpulan sumber), Kritik Sumber (intern dan ekstern), Interpretasi sejarah, dan tahap akhir dalam

Penulisan Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah dengan menempuh langkah- langkah Heuristik (Pengumpulan Sumber), Verifikasi (Kritik Sumber),

Dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik, interpretasi atau penafsiran, dan historiografi yang

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri atas empat tahapan yaitu: heuristik (pengumpulan data atau sumber), kritik sumber yang terdiri

Metode ini menggunakan empat tahap penelitian yakni Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber), dan

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber),

Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran

Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi sumber